Anda di halaman 1dari 35

Pembahasan

1. Gangguan Natrium Pada Pasien Kritis

Kelainan kadar natrium dalam darah (hiponatremia dan hipernatremia)

adalah salah satu masalah klinis tersering yang di hadapi dalam perawatan

pasien di ICU. Angka kejadian hiponatremia (18%) lebih tinggi

dibandingkan dengan hipernatrmia (7%). Kelainan natrium ini juga sering

terjadi pada pada pasien postoperasi saat dikirik ke ICU yaitu sekitar 30%.

Gejala kelainan elektrolit ini dapat asimptomatik sampai dengan

mengancam jiwa. Angka mortalitas dan morbiditas meningkat seiring

dengan tingkat keparahan gejala.3

Natrium merupakan kation ekstraseluler yang paling melimpah dan

memiliki kadar normal serum 135-145 meq/L. Mekanisme homeostatis

menjaga konsentrasi natrium serum dan osmolalitas serum (275–290

mosmole/kg air). Tekanan osmotik dan osmolalitas menentukan distribusi

cairan ekstraseluler. Cairan akan mengalir dari kompartemen dengan

osmolalitas lebih rendah ke kompartemen dengan osmolalitas lebih tinggi

sampai kesetimbangan osmotik tercapai. Osmolalitas serum dapat diukur

dengan menggunakan persamaan berikut:1

Serum osmolality (mosmole/kg in water) = (2 × serum sodium conc.in meq/L)


+ (serum urea conc. In mg/dL/2.8) + (serum glucose conc. in mg/dL/18)

Perubahan konsentrasi natrium serum biasanya mencerminkan

perubahan keseimbangan air. Namun, konsentrasi total natrium mungkin

dapat meningkat, menurun, atau normal. Oleh karena itu, status volume

7
harus dinilai pada pasien dengan hiponatremia atau hipernatremia sebelum

memulai pengobatan.1

8
8

Ketidakseimbangan natrium sering terjadi pada pasien ICU, namun

seringkali kurang dipahami. Perhatian harus dilakukan untuk menghindari

koreksi yang tidak tepat ketidakseimbangan natrium, yang bisa

mengakibatkan komplikasi lebih lanjut dan kematian.1

1.1 Hiponatremia

Hiponatremia didefinisikan sebagai konsentrasi sodium plasma

<135 mmol/L. Hiponatremia dapat diklasifikasikan menjadi akut bila

gejala muncul <48 jam dan kronik bila gejala muncul >48 jam serta

simptomatik dan asimptomatik. Dalam kondisi akut, hiponatremia

menyebabkan edema otak dan pergeseran cairan dari kompartemen

ekstraseluler ke intraseluler.3,4

Hiponatremia hampir selalu terjadi akibat kebihan cairan yang

relatif terhahadap kadar natrium atau disebut dengan hiponatremia

hipotonik. Pada hiponatremia hipotonik, selanjutnya harus dinilai status

volume pasien apakah hipovolum, normovolum, atau hipervolum. Adapun

hiponatremia hipertonik dapat terjadi akibat penambahan zat terlalrut di

ekstrasel, seperti pada kondisi hiperglikemia, sehingga menarik cairan

intrasel ke ekstrasel dan mengakibtakan hiponatremia. Sedangkan

hiponatremia isotonik terjadi pada pasien dengan hiperlipidemia dan

hiperproteinemia.3,4

Tes diagnostik pada pasien dengan hiponatremia dapat

menggunakan algoritma (Gambar 1), yang menggunanakan penilaian

osmolalitas serum, osmolatias urin, natrium urin, dan status volume pasien
9

untuk membantu menagakan diagnosis hiponatremia.4


9

Gambar 1. Algoritma diagnosis hiponatremia.4

Pada simptomatik hiponatremia (kejang, penurunan kesadaran) dan

kondisi akut diperlukan terapi segera dengan restriksi cairan dan

pemberian cairan hipertonik (NaCl 3%, 512 Meq natrium/Liter) yang

diberikan dengan kecepatan 1-2 meq/L/jam. Pada kondisi hiponatremia

kronis, yaitu hiponatremia terjadi lebih dari 2-3 hari, koreksi hiponatremia

dapat diberikan dengan kecepatan tidak lebih dari 0,5 meq/L/jam.

Rekomendasi peningkatan natrium seteleah koreksi adalah 8-12 meq/L/24

jam dan koreksi tuntas dalam 48-96 jam. Kadar natrium plasma harus

dimonitoring secara ketat setiap 2-4 jam sampai gejala-gejala menghilang

dan setiap 4-8 jam sampai kadar natrium normal. Penilaian kebutuhan

untuk koreksi natrium dapat dihitung dengan menggunakan rumus:1


10

Sodium deficit (meq) = TBW × (140 – measured serum sodium conc.), where
TBW (men) = 0.6 L/kg × weight in kg and TBW (women) = 0.5 L/kg ×weight in kg
10

Koreksi yang terlalu cepat kadar natrium serum dapat

mengakibatkan komplikasi neurologis seperti pontin mielinolisis, ditandai

dengan penurunan kesadaran yang terjadi dalam satu sampai enam hari

setelah koreksi, pseudobulbar palsy, quadiparesis, kejang, dan kelainan

motorik.1

Hipovolemik hipotonik hiponatremia dapat dikoreksi dengan

menggunakan NaCl 0,9% atan dengan Ringer Lactat.1

Isovolum hipotonik hiponatrmeia dikoreksi dengan restriksi cairan

dan dapat ditambahkan dengan loop diuretik seperti furosemid 20-40 mg

setiap 6-12 jam. Penyebab tersering dari isovolum hipotonik hiponatremia

adalah Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH), yang

ditandai dengan hiponatremia, hipoosmolalitas (<270 mosmol/L),

osmolalitas urin 100 meq/L, Na urin >30 meq/L, tidak didapatkan bukti

kelainan hipofisis, tiroid, adrenal, jantung, dan hepar.4

Tabel 1. Kriteria diagnosis SIADH4


Kriteria diagnosa SIADH
Temuan utama Temuan tambahan
1. Penurunan osmolalitas serum (<275 1. Serum asam urat <0,24 mmol/l
mosm/kg) 2. Serum urea <3,6 mmol/l
2. Osmolalitas urin >100 mOsm/kg during 3. Fraksi sodium akskresi >1%
3. Hipotonis 4. Fraksi urea ekskresi >55%
4. Euvolum 5. Koreksi hiponatremi dengan NaCl 0.9%
5. Sodium urin > 30 mmol/l dengan normal gagal
intake 6. Koreksi hiponatraemia dengan restriksi
6. Fungsi tiroid dan adrenal normal cairan
7. Tidak dalam pengobatan diuretik 7. Kelainan dari hasil tes water load*
8. Peningkatan plasma vasopressin

Terapi akut primer pada SIADH adalah dengan membetasi input

cairan (<1000 sampai 1500 mL setiap hari). Pasien dengan gejala berat
11

SIADH mungkin membutuhkan terapi lebih agresif dengan pemberin

furosemid 1 mg /kg sesuai kebutuhan untuk mempertahankan

keseimbangan cairan negatif. Kehilangan natrium urin dengan dapat

diterapi dengan pemberian cairan hipertonik NaCl 3%. Demeklosiklin

hidroklorida 600-1200 mg per hari dapat digunakan untuk pengobatan

SIADH kronik, namun harus digunakan secara hati-hati pada pasien

dengan kelainan ginjal, jantung, dan hepar. Pada SIADH kroik dapat juga

digunakan fenitoin sodium 200-300 mg per hari, lithium carbonate 600-

1200 mg per hari dengan pengunaan yang hati-hati.1

Hipervolemik hipotonik hiponatremia dapat terjadi pada pasien

dengan gangguan renal, hepar, dan jantung. Kelainan ini juga dapat terjadi

setelah pemberian cairan yang banyak. Terapi dapat dilakukan dengan

mengobati penyakit yang mendasari, pemeberian natrium, restriksi cairan,

dan pemberian loop diuretik.1

Pada isotonik dan hipertonik hiponatremia, terapi ditujukan untuk

memperbaiki penyakit yang mendasari. Hipertonik hiponatremia dapat

terjadi pada pasien hiperglikemia akibat pergesaran cairan intrasel ke

ekstraseluler sehingga terjadi hemodilusi. Setiap peningkatan 100 mg/dL

glukosa mengakibatkan penurunan natrium sebesar 1,6 meq/Liter. Oleh

karena itu koreksi hiponatremia pada kondisi hipergilkemia dapat

menggunakan rumus berikut.1

Corrected serum sodium conc.= serum sodium conc. + 1.6 ([serum glucose
conc. –100]/100)
12

Tabel 2. Koreksi hiponatremia4


Rekomendasi terapi hiponatremia
1. Bila hiponatremia akut atau bergejala berat, pengobatan segera dengan larutan garam hipertonik
harus dimulai, apa pun penyebab yang mendasari
2. Jika hiponatremia kronis, koreksi cepat harus dihindari untuk mencegah demielinasi osmotik dan
pengobatan harus diarahkan ke penyebab yang mendasari.
3. Untuk semua penyebab hiponatremia hipotonik, nilai koreksi dibatasi hingga 10 mmol/l dalam 2
4 jam pertama dan 18 mmol /l dalam 48 jam pertama.
4. Hiponatremia akut dapat dikoreksi lebih cepat pada awalnya (1-2 mmol / l / jam); peningkatan 5
mmol / l biasanya cukup untuk memperbaiki gejala dan mengobati edema serebral
5. Strategi untuk mengoreksi natrium serum dengan cepat menjadi 120 mmol / l dan kemudian lebi
h lambat tidak memiliki dasar bukti dan tidak mencegah demielinasi osmotik. Oleh karena itu har
us ditinggalkan
6. Koreksi berlebih dan koreksi otomatis harus diantisipasi selama pengobatan dengan larutan gara
m hipertonik atau isotonik

1.2 Hipernatremia

Hipernatremia adalah konsentrasi serum natrium melebihi 145

meq/Liter. Hipernatremia menunjukan adanya defisit cairan terhadap

kadar natrium tubuh yang dikaitkan dengan hipertonisitas. Total natrium

tubuh mungkin meningkat, menurun, atau normal, sehingga penilaian

status volume pasien diperlukan. Ada beberapa etiologi potensial dari

hipernatremia, tergantung pada perubahannya di status volume pasien.1,4

Tabel 3. Kalsifikasi etiologi hipernatremia4


Klasifikasi Etiologi
Hipovolume Kehilangan cairan (muntah, diare, diuresis osmotik, luka bakar dan luka
terbuka, keringat)
Isovolume Diabetes insipidus (diabetes sentral, diabetes nefrogenik insipidus)
Hipervolume Larutan garam hipertonik, larutan natrium bikarbonat, kelebihan
mineralokortikoid (hiperaldosteronisme)
13

Berdaarkan hasil laboratorium, Hipernatremia biasanya dapat

dibedakan berdasarkan menggunakan tiga parameter, termasuk osmolalitas

urin, konsentrasi natrium urin, dan urin output. Untuk membedakan antara

diabetes sentral dan nefrogenik insipidus dapat dilakukan uji fungsional

yaitu respon osmolalitas urin terhadap pemberian desmopresin dosis

tunggal.4

Tabel 4. Penyebab hipernatremia4

positive
Intake Diabetes Osmotik Kehilangan
sodium
inadekuat insisipidus diuresis cairan
balance
Osmolalitas
Maksimal Uosm < Posm Uosm > Posm maksimal maksimal
urin
Na urin <25 mmol/L <25 mmol/L >25 mmol/L <25 mmol/L >25 mmol/L
Urin output Oligouiria Poliuria Poliuria Poliuria Normo/poliuria

Berdasarkan gejala, hipernatremia dapat diklasifikasikan menjadi

akut atau kronik dan simtomatik atau asimtomatik. Pasien dengan

simtomatik hipernatremia biasanya terjadi secara akut dalam <48 jam.

Namun sulit untuk mengetahui waktu terjadinya hipenatremia saat pasien

datang ke rumah sakit. Oleh karena itu untuk menilai apakah

hipernatremia bersifat akut atau kronis, seringkali mengandalkan gejala.

Hipernatremia akut menyebabkan penyusutan sel otak karena pergeseran

air dari kompartemen intraseluler ke ekstraseluler. Gejala hipernatremia

dapat berupa letargi, lemah lesu, haus, kaku otot, kejang, dan kematian. 1,4
14

Angka kematian akibat hipernatremi berkisar 40-70%. Angka

mortalitas pada pasien dewasa dengan hipernatremia >160 meq/L berkisar

40-70%. Morbiditas dan mortalitas pada pasien hipernatremia sering

dikaitkan dengan proses penyakit yang mendasari atau pengobatan yang

tidak tepat dari kelainan tersebut. Oleh karena itu, pengkajian segera

diagnosis dan terapi yang tepat hipernatremia sangat penting.1

Saat pasien mengalami hipernatremia simtomatik atau

hipernatremia akut, maka terapi harus segeara dilakukan mendahului

evaluasi diagnostik. Sebaliknya, bila hipernatremia asimtomatik atau

hipernatremia kronis, maka penyebab yang mendasari harus diidentifikasi

dan natrium serum harus dikoreksi secara bertahap. Ketika natrium serum

dikoreksi terlalu cepat selama hipernatremia kronis, dapat terjadi edema

serebral. Pasien dengan gejala hipernatremia misalnya, perubahan status

mental, kejang, koma, harus dipantau kadar natriumnya setiap 2-4 jam.

Setelah gejala menghilang, serum serum natrium harus dipantau setiap 4–8

jam hingga normaldengan target natrium 145 meq/L.1,4

Hipernatremia hipovolemik sering terjadi akibat kehilangan cairan

tubuh sehingga mengakibatkan negative water balance. Oleh karena itu,

hipernatremia harus dianggap sebagai gangguan utama keseimbangan

cairan yang dapat diperkirakan dengan rumus sebagai berikut:

Water deficit (in liters) = TBW ×([serum sodium conc./140] –

1)
15

Ketika pasien hipernatremia mengalami hipotensi, pemberian

cairan awal dapat diberikan cairan isotonik (kristaloid atau koloid) karena

dapat memulihkan hemodinamik lebih efisien dan bersifat hipotonik relatif

terhadap pasien. Setengah dari defisit cairan harus diganti dalam 24 jam

pertama, dan sisanya diganti dalam 24–72 jam berikutnya, dengan total

koreksi terjadi selama 48–96 jam. Untuk hipernatremia dapat diberikan

cairan hipotonik yaitu, cairan isotonik dengan glukosa (0,45% NaCl-2,5%

glukosa) atau glukosa 5%, baik secara oral melalui selang nasogastrik atau

secara intravena. Karena glukosa dimetabolisme menjadi air, pemberian

cairan glukosa intravena akan menghasilkan cairan bebas elektrolit.

Konsentrasi natrium serum harus diturunkan maksimum 10–12 meq/L per

24 jam.1,4

Hipernatremia isovolemik biasanya terlihat pada pasien dengan

diabetes insipidus (DI). DI mengakibatkan ekskresi urin dalam jumlah

besar (misalnya, 3–15 L setiap hari) dan polidipsia. DI dapat terjadi akibat

masalah disentral sehingga disebut sentral DI (CDI) dan dapat terjadi

akibat masalah ginjal sehingga disebut DI nefrogenik (NDI). CDI adalah

hasil dari gangguan sintesis atau pelepasan ADH, dan NDI disebabkan

oleh kurangnya respons ginjal terhadap ADH. Respon urin (volume dan

osmolalitas) terhadap pemberian ADH eksogen (misalnya, desmopresin

asetat 1 μg s.c.) dapat membedakan antara CDI dan NDI. CDI dapat terjadi

akibat trauma, bedah saraf, tumor, trauma kepala, infeksi, atau penyakit

serebrovaskular (misalnya, trombosis, aneurisma) . NDI bisa diperoleh


16

atau, lebih jarang, kongenital. Penyebab umum NDI yang didapat

termasuk hipokalemia, hiperkalsemia, penyakit ginjal polikistik, lanjut

penyakit ginjal, dan obat-obatan, seperti sebagai lithium (paling umum),

demeclocycline, foscarnet, antipsikotika (misalnya, clozapine),

gentamisin, am photericin B, dan simetidin.4

Pemberian cairan dekstrosa 5% dapat diberikan untuk

menyeimbangkan kehilangan cairan dari urin output. Pengobatan CDI

dapat diberikan ADH analog (misalnya, desmopresin asetat 10-20 μg

intranasal dua kali sehari atau 1–2 μg secara subkutan dua kali sehari).

Pengobatan NDI adalah menghilangkan agen penyebab. Diuretik atau

indometasin tiazid mungkin bermanfaat tetapi harus digunakan dengan

hati-hati karena ginjal berpotensi negatif efek. NDI yang diinduksi litium

mungkin berhasil diobati dengan hydrochlorothiazide oral 50 mg dua kali

sehari, indometasin oral 50 mg tiga kali sehari atau oral amiloride

hydrochloride 5–10 mg dua kali sehari.4

Hipernatremia hipervolemik biasanya terjadi hasil pemberian

larutan garam hipertonik, larutan natrium bikarbonat, atau larutan garam

isotonik dalam volume besar. Hipernatremia hipervolemik dapat diobati

dengan pembuangan produk natrium, pembatasan natrium, dan

penggunaan diuretik (loop atau tiazid) untuk memulihkan normonatremia

dan euvolemia. Saline hipotonik (misalnya, natrium 0,225% klorida) atau

cairan dekstrosa 5% dapat diberikan dengan diuretik selama koreksi


17

hipernatremia untuk menurunkan kadar natrium total tubuh dan menjaga

cairan tubuh.4

Tabel 5. Koreksi hipernatemia4


Rekomendasi koreksi hipernatremia
1. Bila hipernatremia akut atau bergejala berat, berikan segera cairan hipotonik, apa pun penyeb
ab yang mendasari
2. Bila pasien hipernatremia mengalami hipotensi, berikan segera cairan isotonik
3. Bila hipernatremia kronis, koreksi cepat harus dihindari untuk mencegah edema serebral dan
pengobatan harus diarahkan ke penyebab yang mendasari
4. Untuk semua penyebab hipernatremia, koreksi dibatasi hingga 8 mmol/l dalam 24 jam perta
ma dan 18 mmol / l dalam 48 jam pertama
5. Hipernatremia akut dapat dikoreksi lebih cepat pada awalnya (1-2 mmol/l jam); peningkatan
5 mmol / l biasanya cukup untuk memperbaiki gejala

Persamaan yang digunakan untuk mengkoreksi hipernatremia

dengan menggunakan cairan Dekstrose 5% adalah sebagai berikut:1

Perubahan kadar Na serum = (0 meq/L - konsentrasi Na serum)


(TBW + 1)

Bila koreksi hipernatremia menggunakan cairan natrium klorida 0,225%, maka

perhitungan dapat menggunakan persamaan berikut:1

Perubahan kadar Na serum = (38,5 meq / L - natrium serumconc.)


(TBW + 1)

Bila koreksi hipernatremia menggunakan cairan natrium klorida 0,45%, maka

perhitungan dapat menggunakan persamaan berikut:1

Perubahan kadar Na serum = (77 meq/L - konsentrasi natrium serum)


(TBW + 1)

Bila koreksi hipernatremia menggunakan cairan natrium klorida 0,9%,

maka perhitungan dapat menggunakan persamaan berikut:1

Perubahan kadar Na serum = (154 meq/L - konsentrasi natrium serum)


18

(TBW + 1)

2. Gangguan Kalium Pada Pasien Kritis

Kalium adalah kation terbanyak kedua di dalam tubuh. Sekitar 98% dari total

kalium tubuh ditemukan di intraseluler dan sekitar 2% di ruang ekstraseluler.

Normal konsentrasi kalium serum 3,5–5,0 meq/L. Kalium memiliki banyak fungsi

fisiologis, termasuk metabolisme sel, glikogen dan sintesis protein, dan regulasi

potensial aksi listrik di membran sel, terutama di miokardium.1

2.1 Hipokalemia

Hipokalemia didefinisikan sebagai kalium serum <3,5 mmol/ dan

dianggap berat jika kadar serum kalium <2,5 mmo /l atau jika pasien

bergejala. Hipokalemia menyebabkan membran hiperpolarisasi dan

gangguan kontraksi otot. Umumnya melibatkan perubahan dalam fungsi

otot dan kardiovaskular. Pasien dengan hipokalemia ringan (misalnya,

kira-kira kalium serum 3–3,4 meq / L) mungkin asimtomatik. Tanda dan

gejala hipokalemia termasuk mual, muntah, lemas, sembelit, kelumpuhan,

gangguan pernafasan, dan rhabdomyolysis. Hipokalemia dapat

menyebabkan perubahan elektrokardiogram (EKG), aritmia jantung, dan

kematian mendadak, terutama pada pasien dengan hipertensi, iskemia

miokard, atau gagal jantung. Perubahan EKG bisa termasuk depresi

segmen-ST, pendataran gelombang-T, inversi gelombang-T, dan adanya

gelombang U.1,4
19

Hipokalemia dapat dapat terjadi akibat redistribusi kalium dari

ekstraseluler ke kompartemen cairan intraseluler (shift

hypocalaemia),kehilangan kalium ekstra-ginjal, dan kehilangan kalium

melalui ginjal (paling sering).

Gambar 2. Algoritma diagnostik hipokalemia4

Tujuan terapi hipokalemia untuk memperbaiki gejala, mengembalikan

konsentrasi poassium serum ke normal yaitu, 3,5–5 meq/L, dan menghindari

hiperkalemia. Hipokalemia dapat diobati dengan pemberian suplemen kalium

secara oral atau intravena. Suplemen kalium tersedia bersama klorida, bikarbonat,

sitrat, glukonat, dan fosfat garam. Paling umum digunakan kalium khlorida.4

Rekomendasi dosis kalium untuk pasien hipokalemia ringan-sedang

(konsentrasi kalium serum = 2.5–3.4 meq / L) adalah 20-40 meq. Sedangkan


20

pasien dengan gejala atau hipokalemia berat (konsentrasi kalium serum <2,5

meq / L) membutuhkan terapi yang lebih agresif dengan dosis kalium hingga 40–

80 meq. Pada Penderita gangguan fungsi ginjal dosis suplementasi kalium tidak

lebih dari 50% dari yang dosis awal yang direkomendasikan. Dosis dapat diulang

jika diperlukan. Namun, serum kadar kalium harus diperiksa setelah dosis total

60-80 meq dengan total pemberian kalium tidak melebihi 200-400 meq/hari.

Kalium aman diberikan dengan kecepatan infus kalium 10–20 meq/jam. Adapun

dosis pemberian secara oral dapat diberikan dengan dosis 40-100 meq/hari. Jika

kecepatan melebihi 10 meq/jam diperlukan, maka pemantauan jantung harus

dilakukan secara terus menerus.4

Tabel 6. Terapi empiris hipokalemia1


Tingkat Kadar serum plasma Dosis terapi
keparahan (meq/l) (meq/l)
Ringan-sedang 2,5-3,4 20-40
Berat <2,5 40-80

Magnesium penting dalam regulasi potasium intraseluler.

Hipomagnesemia dapat terjadi pada hipokalemia refrakter, kemungkinan

besar disebabkan karena kehilangan kalium melalui ginjal atau gangguan

aktivitas pompa natrium-kalium. Oleh karena itu, defisiensi magnesium

harus diperbaiki untuk memfasilitasi koreksi hipokalemia.1

Serum kalium harus dimonitor setiap 1-6 jam pada pasien

hipokalemia berat dengan bergejala atau pada pasien yang sedang

mendapatkan terapi. Serum kalium harus dipantau setiap 2-8 jam pada

pasien pasien hipokalemia ringan-sedang yang menjalan terapi.1


21

2.2 Hiperkalemia

Hiperkalemia atau konsentrasi kalium serum 5.0 meq/L dan dapat

mengancam jiwa bila serum kalium konsentrasi melebihi 6,5 meq/L.

Manifestasi klinis hiperkalemia berhubungan dengan perubahan fungsi

otot saraf dan jantung. Pasien seringkali asimtomatik sampai konsentrasi

kalium serum melebihi 5,5 meq/L. Tanda dan gejala hiperkalemia

termasuk otot berkedut, kram, kelemahan, paralisis asenden, perubahan

EKG ( Gelombang-T tall, Interval PR memanjang, kompleks QRS

melebar, interval QT memendek) dan aritmia (bradiaritmia, fibrilasi

ventricular, asistol).1,4

Secara patofisiologis, penyebab hiperkalemia dapat dibagi menjadi

pseudohiperkalemia, redistribusi kalium dari kompartemen intraseluler ke

ekstraseluler (shift hypercalemia), menurunnya filtrasi kalium di

glomerulus , dan menurunnya sekresi kalium di tubulus.4

Pseudohiperkalemia disebabkan oleh hemolisis pada saat

pengambilan darah karena adanya kontraksi lengan bawah, kepalan tangan

atau menggunakan tourniquet. Penyebab pseudohyperkalaemia yang

kurang umum termasuk trombositosis dan leukositosis, karena sel-sel ini

dapat terus mengeluarkan kalium dalam tabung darah. Asidosis dapat

menyebabkan redistribusi kalium. Untuk setiap penurunan pH sebesar 0,1

dapat menyebabkan peningkatan kalium sebesar 0,4 mmol/l), kematian sel

(lisis tumor, rhabdomyolysis, koagulasi intravaskular, trauma), obat-


22

obatan (suksinilkolin, thalidomide, minoxidil). Gangguan filtrasi

glomerulus dapat menyebabkan hiperkalemia, termasuk gagal ginjal akut

dan penyakit ginjal kronis. Gangguan sekresi kalium di tubulus ginjal

dapat disebabkan oleh gangguan aksis aldosteron-ginjal, gangguan sekresi

aldosteron, gangguan sistem renin-angiotensin-aldosteron, gangguan

reseptor mineralokortikoid reseptor, atau terganggunya saluran natrium.1,4

Gamabar 3. Algoritma diagnosis hiperkalemia4


Tujuan dari terapi hiperkalemia menghambat efek kalium pada jantung,

mengurangi gejal, dan mengembalikan serum kalium menjadi normal sambil

menghindari koreksi kalium yang berlebihan. Semua sumber kalium eksogen

harus dihentikan dan diuretik hemat kalium serta obat lain yang dapat

menyebabkan hiperkalemia harus dihentikan atau dosis diturunkan.1,4


23

Tabel 7. Terapi hiperkalemia1


Durasi
Obat dosis rute onset Mekanisme
efek
1–2 mi 10–30 mi
Ca gluconas 1–2 g IV 5–10 min Antagonis konduksi jantung
n n
50-100 Meningkatkan pH ,
Na bicarbonate IV 2–5 min 30 min 2-6 jam
meq redistribusi kalium
IV dengan
50 ml 15-45 Redistribusi kalium
Insulin 5-10 unit 2-6 jam
dektrose min
50%
Furosemid 5-15 Meningkatkan
20-40 mg intrvena 4-6 jam
min pembuangan kalium
Nebulizer Stimulasi pompa kalium;
Albuterol 10-20 mg 30 min 1-2 jam
10 min Redistribusi kalium
Membuang kalium dari
Hemodialysis 2-4 jam NA segera variable
plasma

3. Gangguan fosfat pada pasien kritis

Fosfor adalah anion utama intraseluler. Konsentrasi fosfor serum normal adalah

2,7-4,5 mg / dL. Di dalam tubuh, sekitar 85% fosfor terdapat di tulang, 14-15%

terdapat di dalam jaringan lunak dan hanya < 1% terdapat dalam cairan

ekstraseluler. Oleh karena itu, kadar fosfor serum mungkin tidak mencerminkan

konsentrasi fosfor tubuh . Fosfor terutama dalam bentuk fosfat dalam serum

memiliki banyak fungsi penting, termasuk komposisi tulang, komposisi membran,

konduksi saraf, dan fungsi otot. Fosfat memberikan ikatan kaya energi dalam

bentuk adenosin trifosfat (ATP) yang diperlukan di semua fungsi fisiologis,

homeostatis, dan metabolik. Oleh karena itu, fosfat sangat penting pada pasien

dengan penyakit kritis di ICU yang sering mengalami hipermetabolisme dan

mungkin membutuhkan fosfor yang lebih tinggi. Diperlukan total fosfor dan fosfat

tubuh yang memadai untuk proses metabolisme glukosa, glikolisis, sintesis ATP,
24

berbagai reaksi biokimia, sintesis 2,3-difosfogliserat, fungsi fisiologis untuk

pelepasan oksigen dari hemoglobin dan pengiriman ke jaringan, fungsi neurologis,

dan fungsi otot terutama jantung dan diafragma.1,5

3.1 Hipofosfatemia

Hipofosfatemia yaitu konsentrasi fosfor serum <2,7 mg/dL yang dapat

menyebabkan gejala klinis berupa gangguan kontraksi diafragma dan

gangguan pernafasan, hipoksia, penurunan kontraktilitas miokard,

kelemahan dan parese otot, disfungsi neurologis, kejang, dan kematian.1,5

Hipofosfatemia terjadi akibat penurunan absorpsi di usus,

peningkatan ekskresi renal, atau proses redistribusi. Pasien dengan

hipofosfatemia berat dapat terjadi akibat kombinasi dari peningkatan

ekskresi dan proses redistribusi ke intraseluler. Hipofosfatemia jarang

terjadi akibat penurunan absorpsi di usus karena diet dengan rendah fosfat

akan diimbangi dengan peningkatan absorpsi fosfat di usus dan

peningkatan reabsorpsi fosfat di renal. Peningkatan ekskresi renal dapat

terjadi pada pasien asidosis, penggunaan obat diuretik, aminoglikosida,

antiretrovirus, dan obat anti kanker. Sedangkan proses redistribusi dapat

terjadi akibat alkalosis respirasi, pemberian glukosa dan insulin, kondisi

yang meningkatkan katekolamin, sepsis, dan leukimia.5

Pengobatan hipofosfatemia tergantung pada derajat hipofosfatemia

dan apakah meninmbulkan gejala atau tidak. Pasien dengan gejala ringan

atau tanpa gejala dapat diobati dengan pemberian fosfat secara oral jika
25

saluran GI berfungsi dengan baik. Namun, pemberian oral dapat

menyebabkan diare, dan penyerapan yang kurang maksimal. Dosis oral

dapat diberikan 2,5-3,5 gram (80-110 mmol) dibagi dalam 3 dosis. Pasien

dengan gejala sedang atau berat yang tidak mentolelir pemberian fosfat

oral harus mendapakan terapi fosfat secara intravena sampai kadar fosfor

serum normal.1,5

Tabel 8. Terapi empiris hipofosfastemia1


Konsentrasi serum fosfor mg/dL Dosis (mmol/kgBB)
2,3-3,7 0,08-0,16
1,5-2,2 0,16-0,32
<1,5 0,32-0,64

Pada pasien dengan hipofosfatemia namun memiliki fungsi renal

yang bermasalah atau tidak mendapatkan terapi CRRT, maka dosis fosfat

dapat diberikan sebanyak < 50% dari dosis empiris.1

Pemberian fosfat secara intravena dapat diberikan setiap 4-6 jam

untuk meminimalkan terjadi flebitis dan untuk mengurangi risiko

pengendapan kalsium-fosfat. Pemberian fosfat secara intravena dapat

diberikan hingga kecepatan 7 mmol/jam. Fosfor dapat dengan cepat

bergeser antar kompartemen tubuh sehingga kadar serum fosfat dapat

berfluktuasi. oleh karena itu, konsentrasi fosfor serum harus diperiksa 2-4

jam setelah terapi. Pemberian fosfat harus diberikan sampai gejala

menghilang dan konsentrasi fosfor serum minimal >2.0 mg/dL, dengan

tujuan akhir mengembalikan kadar fosfor serum ke dalam nilai normal.1


26

3.2 Hiperfosfatemia

Hiperfosfatemia didefinisikan sebagai serum konsentrasi fosfor> 4,5

mg/dL. Penyebab tersering hiperfosfatemia pada pasien sakit kritis adalah

insufisiensi ginjal, pemberian fosfat berlebihan baik karena terapi

pemberian fosfat dan juga akibat pemberian nutrisi. Etiologi lain dari

hiperfosfatemia termasuk asidosis, hemolisis, rhabdomiolisis,

hipoparatiroidisme, dan toksisitas vitamin D.1,5

Manifestasi klinis hiperfosfatemia yang paling umum adalah

hipokalsemia akibat kalsium-fosfat presipitat, yang dapat menyebabkan

tetani dan manifestasi klinis lainnya hipokalsemia. Kalsium-fosfat dapat

mengkristal dan mengendap di jaringan lunak sehingga menyebabkan

kerusakan organ lebih lanjut.1,5

Pengobatan hiperfosfatemia membutuhkan identifikasi dan

memperbaiki penyebab yang mendasari. tujuan terapi hiperfosfatemia

adalah mengembalikan konsentrasi fosfor serum menjadi normal (2,7–4,5

mg / dL), mencegah atau mengatasi timbulnya gejala hiperfosfatemia, dan

mempertahankan serum (kalsium × fosfor) pada <55-60 mg2/ dL2.1

Terapi hiperfosfatemia dapat dilakukan dengan pemberian loading

cairan dan diureretik untuk meningkatkan ekskresi fosfat. Pengikat fosfat

oral dapat juga diberikan untuk terapi hiperfosfatemia yang tersedia dalam

bentuk kalsium, aluminium, dan garam magnesium atau sebagai pengikat

fosfat non ionik yang efektif dalam menurunkan tingkat fosfor serum.

Magnesium dapat menyebabkan diare dan aluminium dapat menyebabkan


27

konstipasi. Magnesium dan aluminium dapat menumpuk pada pasien

dengan insufisiensi ginjal dan menyebabkan toksisitas. Oleh karena itu,

garam kalsium lebih dipilih pada pasien dengan insufisiensi ginjal kronis

atau dalam jangka panjang terapi diperlukan. Karena onset terapi yang

lambat dari terapi hiperfosfatemia, pemantauan rutin kadar fosfor serum

tidak diperlukan. Pemantauan rutin fosfor serum dapat dilakukan setiap

24-48 jam. Pada pasien dengan gejala berat atau pasien yang mendapatkan

terapi pengganti ginjal mungkin memerlukan pemantauan yang lebih

sering.1,5

Tabel 9. Terapi Hiperfosfatemia1


Pengoba Dosis
Sediaan Dosis awal
tan maksimal
2 tablet atau gelcaps
Kalsium Tablet: 667 mg 4 tablet atau gelcaps
tiga kali per hari
asteat Gelcap: 667 mg cegah hiperkalsemia
dengan makanan
Tablet, kapsul,, liquid,
Kalsium 1–2 grtiga kali per 7 g/day; cegah
dan
karbonat hari dengan makanan hiperkalsemia
powder
Almuniu 1–2 tablet or 15–30 m
Tablet: 300 dan 600 mg
m L 3-4 kali per hari 1800 mg (3–6 tablets)
Suspension: 320 mg/5
hidroksid dengan makanan dan atau 30 mL setiap 4 jam
mL
a pada sebelum tidur
2–4 tablet 4 kali per hari
Magnesi Tablet: 300 dan 600 mg 1–2 tablet atau 5–15
dengan makanan
um Liquids: 400 dan 800 m mL tiga kali per hari
atau 15 mL 4 kali per
hidroksid g/ dengan makanan
hari dengan makanan
a 5 mL
dan sebelum tidur
800–1600 mgtiga kali
Tablett: 400 and 800 m 4000 mg tiga kali per
Sevelam per hari dengan
g hari dengan makanan
er makanan
Kapsule: 403 mg
28

4. Gangguan kalsium pada pasien kritis

kalsium berfungsi dalam metabolisme tulang, koagulasi darah, adesi

trombosit,, aktivitas neuromuskuler, sekresi kelenjar endokrin dan

eksokrin, elektrofisiologi jantung dan otot polos. Konsentrasi kalsium

serum diatur oleh hormon paratiroid, vitamin D, dan kalsitonin. Normal

konsentrasi kalsium serum total adalah 8,6-10,2 mg/dL.1,6

Sekitar 99% dari total kalsium tubuh ditemukan di tulang, dan <1%

terdapat di dalam serum. Sekitar 40–50% kalsium di dalam darah terikat

pada protein plasma, terutama albumin. Hipoalbuminemia sering terjadi

pada pasien dengan sakit kritis, oleh karena itu dapat menyebabkan

penurunan kadar kalsium serum total. Untuk setiap penurunan 1 g/dL

albumin serum (di bawah 4 g /dL) dapat mengakibatkan konsentrasi

kalsium serum total berkurang sekitar 0,8 mg/dL. Oleh karena itu, pada

pasien dengan hipoalbuminemia konsentrasi kalsium serum harus

dikoreksi. Kalsium serum pada pasien dengan hipoalbuminemia dapat

diperkirakan menggunakan persamaan berikut:

Koreksi kalsium = konsentrasi Ca serum + (0,8 × [4 - albumin

serum])1

Kalsium terionisasi atau tidak terikat adalah bentuk kalsium aktif

yang menyumbang sekitar 50% kalsium dalam darah dalam kondisi

normal. Kalsium serum terionisasi diatur secara ketat oleh sistem endokrin

dan merupakan indikator yang lebih baik dari status fungsional

metabolisme kalsium dibandingkan kadar kalsium total.1


29

Penyebab korelasi yang buruk antara kalsium terionisasi dan total

kadar kalsium, terutama pada pasien ICU dengan hipoalbuminemia atau

ketidakseimbangan asam basa. Oleh karena itu, pengukuran langsung

konsentrasi kalsium terionisasi pada pasien ICU yang sakit kritis

disarankan. Nilai normal konsentrasi kalsium serum terionisasi adalah

1,12–1,30 mmol / L. Alkalosis metabolik meningkatkan ikatan kalsium

dan protein plasma serta mengurangi tingkat serum kalsium terionisasi.

Sebaliknya, asidosis metabolik menurunkan ikatan kalsium dan plasma

protein serta meningkatkan konsentrasi serum kalsium terionisasi.1

4.1 Hipokalsemia

Hipokalsemia adalah konsentrasi kalsium serum total dari <8,6 mg / dL

atau konsentrasi kalsium terionisasi <1,1 mmol/L, terjadi terutama karena

hipoalbuminemia. Penyebab lain termasuk hipomagnesemia,

hiperfosfatemia, sepsis, pankreatitis, insufisiensi ginjal,

hipoparatiroidisme, dan pemberian darah yang diawetkan dengan sitrat.

Tanda khas dari hipokalsemia akut adalah spasme otot, spasme carpopedal

(trousseau’s sign), spasme otot wajah (Chovstek’s sign), spasme laring,

kejang pemanjangan interval QT, dan aritmia.1,6

Hipokalsemia asimtomatik yang terjadi karena hipoalbuminemia

biasanya tidak membutuhkan terapi. Hipokalsemia berat dengan total

konsentrasi kalsium serum <7.5 mg/dL atau konsentrasi kalsium

terionisasi <0,9 mmol/L atau hipokalsemia dengan gejala akut


30

membutuhkan koreksi cepat dengan pemberian kalsium intravena.

Pemberian awal 1000 mg kalsium klorida (13,6 meq kalsium) atau 3 g

kalsium glukonat (13,7 meq kalsium) dapat diberikan dengan kecepatan

lebih dari 10 menit untuk mengontrol gejala. Hipokalsemia akut dengan

gejala berat sebaiknya tidak dikoreksi dengan pemberian kalsium

intravena secara intermiten, Sebaliknya, koreksi dapat diberikan secara

terus menerus, dengan pemantauan ketat terhadap kadar kalsium setiap

enam jam. Kecepatan pemberian kalsium intravena tidak boleh melebihi

0.8-1.5 meq/min karena berpotensi mengakibatkan aritmia jantung.1

Kalsium glukonat diberikan dengan dosis 1–2 g (4,56–9,12 meq

kalsium) dicampur dalam 100 mL injeksi dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%

yang diberikan selama 30-60 menit. Dosis dapat diulang setiap 6 jam

sesuai kebutuhan sampai kadar kalsium serum menjadi normal.

Hipokalsemia akibat sitrat dari pemberian transfusi dapat ditangani dengan

pemberian 1,35 meq kalsium untuk setiap 100 mL darah yang

ditransfusikan.1

Jika terjadi hipokalsemia terjadi bersamaan dengan

hipomagnesemia, pemberian suplemen magnesium harus diberikan untuk

membantu memperbaiki hipokalsemia. Mekanisme yang tepat dari

interaksi ini tidak diketahui namun, diduga bahwa defisiensi magnesium

dapat mengganggu pelepasan atau aktivitas hormon paratiroid. Suplemen

kalsium oral mungkin digunakan setelah kadar kalsium serum dikoreksi

dengan pemberian intravena. Hipokalsemia kronis atau asimtomatik dapat


31

diobati dengan pemberian suplemen kalsium oral dan vitamin D

(ergocalciferol: 50.000 hingga 100.000 unit / hari; kalsitriol: 0,5–2 µg

/hari).1,6

Tabel 10. Terapi hipoikalsemia1


Derajat
Dosis Dosis
hipokalsem Sediaan
intermiten kontinyu
ia
RIngan 1–2 g kalsium 4.56–9.12 meq
sampai Gluconas glukonas diberikan 30 kalsium selama 30-60
sedang –60 menit dan dapat menit dan dapat
asimtomatik diulang setiap 6 jam diulang setiap 6 jam
1000 mg kalsium
klorida atau 3 g 13.6 meq kalsium
Gejala berat Klorida atau gluconas kalsoium glukonas diberikan selama 10
diberikan selama 10 menit dan dapat
menit dan dapat diulang
diulang

Gejala berat 0.8–1.5 meq kalsium


yangrefrakter Klorida atau gluconas per menit, monitor ser
terhadap pemberian Tidak ada um kalsium setiap 6
interniten jam

4.2 Hiperkalsemia

Hiperkalsemia didefinisikan sebagai konsentrasi kalsium serum total >10,2

mg / dL. Hiperkalsemia dibagi menjadi hierkalsemia ringan sampai sedang

bila konsentrasi kalsium serum total 10,3-12,9 mg/dL dan hiperkalsemia

berat bila total konsentrasi kalsium serum ≥13 mg/dL. Penyebab utama

hiperkalsemia adalah keganasan (misalnya kanker payudara, kanker paru-


32

paru, multiple myeloma, limfoma non-Hodgkin), hiperparatiroidisme

primer. Penyebab lain adalah obat-obatan (tiazid diuretik, litium),

toksisitas vitamin A, toksisitas vitamin D, insufisiensi adrenal, penyakit

paget, rabdomiolisis, dan tuberkulosis. Hiperkalsemia kronis dapat

menyebabkan nefrolitiasis, metastasis kalsifikasi, dan gagal ginjal.1,6

Hiperkalsemia ringan biasanya berespon baik terhadap hidrasi.

Hiperkalsemia berat dapat disertai dengan anoreksia, kelelahan, atau

kebingungan. Hiperkalsemia berat dapat disertai dengan manifestasi

kardiak seperti bradikardia atau aritmia dengan perubahan EKG.

Hiperkalsemia berat atau krisis hiperkalsemia dengan konsentrasi kalsium

serum total >13 mg/dL, membutuhkan penangnanan segera karena dapat

mengakibatkan gagal ginjal akut, aritmia, penurunan kesadaran, dan

kematian. Oleh karena itu, pengobatan harus segera dimulai dengan

pemberian hidrasi intravena menggunakan natrium klorida 0,9% dengan

kecepatan 200-300 mL/jam untuk membalikkan kontraksi volume

intravaskular yang disebabkan oleh hiperkalsemia. Setelah hidrasi adekuat

tercapai, furosemide 40–100 mg intravena setiap 1-4 jam untuk

meningkatkan eliminasi kalsium ginjal dan menghindari pemberian cairan

berlebih akibat hidrasi saline dengan pemantauan ketat. Hidrasi saline dan

pemberian furosemide dapat menurunkan kalsium serum sekitar 2-3 mg /

dL dalam 48 jam pertama pengobatan. Hemodialisis diperlukan pada

hiperkalsemia yang mengancam jiwa atau pada pasien dengan gangguan

fungsi ginjal.1
33

Bifosfonat (misalnya, etidronat,pamidronate, asam zoledronic)

adalah inhibitor kuat reasorpsi tulang melalui aksi pada osteoblas dan

prekursor osteoklas dan seringkali digunakan untuk pengobatan

hiperkalsemia akibat keganasan. Disodium etidronat efektif bila diberikan

secara intravena dengan dosis 7,5 mg/ kg/hari diberikan lebih dari 2 jam

selama 3-7 hari. Disodium pamidronat diberikan sebagai dosis tunggal

intravena 60–90 mg diinfuskan lebih dari 2–24 jam. Dosis asam

zoledronat adalah dosis tunggal 4–8 mg diinfuskan selama 15 menit.

Bifosfonat memiliki peran terbatas dalam pengobatan hiperkalsemia akut

karena onset kerja yang lama. Konsentrasi kalsium serum biasanya mulai

menurun dalam dua hari setelah dosis bifosfonat pertama. Keuntungan

utama dari asam pamidronat dan zoledronat adalah efektivitas mereka

dalam rejimen dosis tunggal. Asam zoledronat juga memiliki keuntungan

karena waktu infus yang singkat.1

Bifosfonat tetap menjadi obat pilihan untuk pengobatan

hiperkalsemia nonakut. Namun, obat lain, termasuk glukokortikoid,

kalsitonin, plikamisin, dan galium nitrat, juga telah digunakan. fosfat tidak

boleh digunakan memperbaiki hiperkalsemia karena mengakibatkan

presispitasi kalsium-fosfat, yang dapat mengakibatkan morbiditas lebih

lanjut, termasuk kalsifikasi metastasis, hipotensi, dan gagal ginjal.1

5. Gangguan magnesium pada pasien kritis

Magnesium adalah kation terbanyak kedua di intraseluler dan banyak

ditemukan terutama di tulang, otot, dan jaringan lunak dengan sekitar 1%


34

dari total isi tubuh dalam cairan ekstraseluler. Konsentrasi normal

magnesium berkisar 1,5 hingga 2,4 mg/dL. Magnesium berfungsi sebagai

kofaktor penting untuk berbagai enzim dan reaksi biokimia serta

merupakan kofaktor yang dibutuhkan untuk reaksi yang melibatkan ATP.

Magnesium diserap di seluruh usus halus, terutama di ileum dan jejunum.

Homeostasis magnesium diregulasi terutama oleh ginjal. Fungsi

gastrointestinal, hormon paratiroid, dan konsentrasi plasma magnesium

juga memainkan peran penting dalam regulasi magnesium. Beberapa

faktor lain yang dapat mempengaruhi homeostasis magnesium, termasuk

kondisi klinis pasien, obat-obatan (loop diuretik, amfoterisin B), dan

penggunaan alkohol.1,7

5.1 Hipomagnesemia

Hipomagnesemia adalah konsentrasi magnesium serum <1,5 mg / dL.

Hipomagnesemia sering terjadi diamati pada pasien yang sakit kritis dan

telah dikaitkan dengan peningkatan mortalitas. Hipomagnesemia berat,

yaitu konsentrasi magnesium serum <1,0 mg / dL dapat mengakibatkan

perubahan EKG, aritmia (termasuk torsades de pointes), kejang, koma,

dan bahkan kematian. Hipomagnesemia mungkin menyebabkan

hipokalemia refrakter dan hipokalsemia secara bersamaan. Meskipun

mekanisme persisnya tidak diketahui, hipokalemia mungkin merupakan

akibat dari gangguan aktivitas pompa natrium-kalium dan hipokemia


35

kemungkinan besar karena gangguan pelepasan atau aktivitas hormon

paraatiroid.1,7

Penyebab hipomagnesemia meliputi kehilangan melalui sistem

gastrointestinal yang berlebihan, kehilangan melalui sistem ginjal, operasi,

trauma, infeksi atau sepsis, luka bakar, transfusi darah dengan komponen

sitrat, gizi buruk, alkoholisme, obat-obatan tertentu (misalnya, tiazid dan

loop diuretik, aminoglikosida, amphotericin B, cisplatin, cyclosporine).

Penggunaan digoksin juga dapat mengakibatkan hipomagnesemia sebagai

akibat peningkatkan ekskresi magnesium, dan hipomagnesemia mungkin

mempotensiasi toksisitas digoksin.1

Sekitar 1% magnesium ditemukan di ekstraseluler dan kadar

magnesium serum mungkin tidak berkorelasi dengan konsentrasi

intraseluler atau kadar total magnesium tubuh. Oleh karena itu,

pengobatan hipomagnesemia sebagian besar dilakukan secara empiris.

Memantau kadar magnesium serum dan memantau gejala hipomagnesemia

adalah metode yang paling mungkin untuk menilai efektivitas terapi

pemberian magnesium. Karena hipomagnesemia sering terjadi pada pasien

sakit kritis dan dikaitkan dengan peningkatan moralitas, maka konsentrasi

magnesium serum harus dijaga ≥ 1,5 mg / dL dan pada pasien dengan

infark miokard akut, konsentrasi magnesium serum harus di jaga ≥1,7

mg / dL untuk mencegah aritmia.1

Tujuan terapi hipomagnesemia adalah untuk menghindari dan mengatasi

gejala dengan target konsentrasi magnesium serum 1,5–2,4 mg/dL serta


36

menghindari hipermagnesemia. Suplementasi magnesium oral dapat diberikan,

namun memiliki onset kerja yang lambat dan intoleransi terhadap sistem

gastrointestinal. Pada pasien sakit kritis dengan gejala hipomagnesemia berat

pemberian regimen intravena disarankan. Distribusi magnesium ke dalam

jaringan terjadi secara perlahan, tetapi eliminasi ginjal terjadi secara cepat dengan

sekitar 50% dari total pemberian magnesium intravena diekskresikan melalui urin.

Oleh karena itu, kecepatan pemberian magnesium secara infus sangat penting dan

tambahan suplementasi mungkin diperlukan setelah dosis awal. Hipomagnesemia

ringan sampai sedang dapat diberikan 8-32 meq magnesium sampai 1,0 meq/kg.

Pada hipomagnesemia berat dapat diberikan 32-64 meq magnesium sampai 1,5

meq/kg. Dosis <6 g magnesium sulfat dapat diberikan selama 8-12 jam dan dosis

yang lebih tinggi dapat diberikan lebih dari 24 jam.1

Tabel 11. Terapi empiris hipomagnesemia1


Konsentrasi
Derajat serum
Terapi
keparahan magnesium
(mg/dL)
Ringan 8-32 meq (1-4 gram) magnesium sulfat,
1-1,5
sedang dosis maksimal 1 meq/KgBB
32-64 meq (4-8 gram) magnesium sulfat,
Berat <1
dosis maksimal 1,5 me/KgBB

Pada pasien dengan insufisiensi ginjal direkomendasikan

pemberian magnesium sebanyak 50% atau kurang dari dosis magnesium

empiris untuk menurunkan risiko hipermagnesemia. Untuk pemberian

intravena, konsentrasi magnesium sulfat harus diencerkan 20% atau 20


37

g/100 mL atau kurang sebelum diberikan, tetapi 50%larutan magnesium

sulfat murni dapat diberikan secara intra muskuler pada orang dewasa.

Kecepatan maksimum pemberian magnesiun sulfat secara intravena

adalah 1g/jam atau 8 meq magnesium per jam pada pasien

hipomagnesemia asimtomatik dengan dosis total tidak melebihi 12 g (100

meq magnesium) selama 12 jam. Pemberian yang terlalu cepat melebihi

ambang eliminasi dapat mengakibatkan peningkatan ekskresi magnesium

urin dan meningkatkan risiko efek samping dan hipermagnesemia.

Hipomagnesemia dengan gejala berat atau pada kondisi seperti

preeklamsia dan eklamsia mungkin memerlukan terapi magnesium yang

lebih agresif dengan dosis hingga 4 g magnesium sulfat (32 meq

magnesium) selama empat hingga lima menit, dengan pemantauan ketat.

Kadar magnesium serum harus dipantau setidaknya sekali setiap hari

selama terapi magnesium selain Selain pemantauan rutin (setiap 24-48

jam).1

5.2 Hipermagnesemia

Hipermagnesemia didefinisikan sebagai konsentrasi magnesium serum

>2,4 mg/ dL.Umumnya, pasien mentolerir hipermagnesemia ringan, yaitu

konsentrasi magnesium serum 2,5–4 mg / dL dan biasanya

asimtomatik.Pasien dengan hipermagnesemia sedang, yaitu konsentrasi

magnesium serum 4-12,5 mg/dL dan dapat menunjukkan tanda dan gejala,

termasuk mual, muntah, kehilangan refleks tendon, hipotensi, bradikardia,


38

dan perubahan EKG (misalnya, PR interval memanjang, durasi interal

QRS meningkat). Hipermagnesemia berat, yaitu konsentrasi magnesium

serum >12,5-32 mg/dL dan dapat menyebabkan paralisis otot pernapasan,

hipotensi refrakter, atrioventrikular blok, henti jantung, dan kematian.1

Penyebab paling umum hipermagnesemia adalah insufisiensi ginjal

insufisiensi dan iatrogenik. Terapi utama untuk hipermagnesemia adalah

menghentikan pemberian magnesium eksogen dan pemberian kalsium

intravena harus diberikan untuk pasien dengan gejala berat. Dosis kalsium

klorida intravena dapat diberikan 500–1000 mg atau 7,8–13,6 meq

kalsium dan harus diberikan melalui kateter vena sentral lebih dari 5-10

menit dan diulangi sampai gejala hilang. Jika pasien tidak memiliki kateter

vena sentral, 1–3 g dari kalsium glukonat intravena atau 4,56-13,7 meq

kalsium yang diberikan selama 3–10 menit. Pasien dengan

hipermagnesemia asimtomatik dapat diobati dengan restriksi magnesium,

loop diuretik, atau hemodialisa. Obat yang mengandung magnesium harus

dihindari pada pasien dengan insufisiensi ginjal. Kadar magnesium serum

harus dipantau setidaknya sekali sehari selama pengobatan. Pemantauan

lebih sering mungkin diperlukan pada pasien dengan gejala bila lebih

agresif . Konsentrasi serum magnesium harus dipertahankan dalam kisaran

normal 1,5–2,4 mg/dL dan hipomagnesemia dihindari selama pengobatan.1

Anda mungkin juga menyukai