A. Pendahuluan
Agama adalah prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan aturan-
aturan syariat tertentu. Dapat dikatakan bahwa agama adalah sebuah
kepercayaan. Agama merupakan aspek yang sangat penting dalam
kehidupan. Dengan adanya agama membuat hidup manusia menjadi
teratur dan terarah. Agama dalam hal ini agama Islam mengatur
kehidupan umatnya di berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, budaya,
politik, pendidikan, akhlak, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.
Politik adalah hal-hal yang berkenaan dengan tata Negara, urusan
yang mencakup siasat dalam pemerintahan negara atau terhadap negara
lain-lain. Politik dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyâsah.
Politik artinya adalah mengurusi urusan umat. Berkecimpung dalam dunia
politik berarti memperhatikan kondisi kaum Muslim dengan cara
menghilangkan kezaliman penguasa dan melenyapkan kejahatan kaum
kafir atas mereka.
Politik Islam berarti mengurusi urusan masyarakat melalui
kekuasaan, melarang dan memerintah, dengan landasan hukum/syariah
Islam. Landasan hukum Islam tersebut adalah al-Qur’an.
Politik senantiasa diperlukan oleh masyarakat manapun. Ia
merupakan upaya untuk memelihara urusan umat di dalam dan di luar
negeri. Kalau kita memandang seseorang dalam sosoknya sebagai
manusia (sifat manusiawinya), ataupun sebagai individu yang hidup
dalam komunitas tertentu, maka sebenarnya ia bisa disebut sebagai
seorang politikus. Di dalam hidupnya manusia tidak pernah berhenti dan
mengurusi urusannya sendiri, urusan orang lain yang menjadi tanggung
jawabnya, urusan bangsanya, ideologi dan pemikiran-pemikirannya. Oleh
karena itu setiap individu, kelompok, organisasi ataupun negara yang
memperhatikan urusan umat (dalam lingkup negara dan wilayah-wilayah
mereka) bisa disebut sebagai politikus. Kita bisa mengenali hal ini dari
tabiat aktivitasnya, kehidupan yang mereka hadapi serta tanggung
jawabnya.
Islam sebagai agama yang juga dianut oleh mayoritas umat di
Indonesia selain sebagai aqidah ruhiyah (yang mengatur hubungan
manusia dengan Rabb-Nya), juga merupakan aqidah siyasiyah (yang
mengatur hubungan antara sesama manusia dan dirinya sendiri). Oleh
karena itu Islam tidak bisa dilepaskan dari aturan yang mengatur urusan
masyarakat dan negara. Islam bukanlah agama yang mengurusi ibadah
mahdoh individu saja.
Persatuan Islam termasuk dari maqoshid syar’iyyah (tujuan syari’at)
yang paling penting yang terkandung dalam agama ini. Al-Qur’an dan
Rasulullah senantiasa menyerukannya. Persatuan dalam masalah
aqidah, ibadah, dan akhlak, semuanya diperhatikan dan diserukan oleh
Islam. Diharapkan akan terbentuk persatuan di atas petunjuk dan
kebenaran. Bukan persatuan semu, yang tidak ada kenyataan, karena
tidak ada faidahnya. Sebenarnya telah ada fonemena persatuan di dalam
perilaku kaum Muslimin, antara satu dengan yang lainnya.
ُ َمث َُل الْ ُم ْؤ ِم ِن َني يِف ت ََوا ِ ّدمِه ْ َوتَ َرامُح ِ ه ِْم َوتَ َع ُاط ِفه ِْم مَك َث َِل الْ َج َس ِد الْ َوا ِح ِد َذا ْاش َتىَك ِم ْن ُه ُعضْ ٌو تَدَ ا َعى هَل
ِإ
َسائِ ُر الْ َج َس ِد اِب َّلسهَ ِر َوالْ ُح َّمى
“Perumpamaan kaum Muslimin dalam saling mengasihi, saling
menyayangi, dan saling menolong di antara mereka seperti perumpamaan
satu tubuh. Tatkala salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka
anggota tubuh yang lainnya akan merasakan pula dengan demam dan
tidak bisa tidur”. (HR. Imam Muslim dalam Shahih-nya).
1
https://kbbi.web.id/agama
2
https://kbbi.web.id/satu
3
WJS. Poerwadarminta, 1987
tetap satu jua". Keragaman budaya turut serta didukung oleh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah wilayah-wilayahnya
oleh lautan. Keragaman merupakan suatu kondisi pada kehidupan
masyarakat. Perbedaan seperti itu ada pada suku bangsa, agama, ras,
serta budaya.
C. Suku di Indonesia
Di Indonesia sendiri, kurang lebih terdapat 300 suku bangsa yang
tersebar dari Sabang sampai Merauke. Menurut sensus BPS tahun 2010
jumlah suku di Indonesia 1.340 suku bangsa, yang tersebar di seluruh
penjuru Nusantara. Ini menjadikan Indonesia menjadi negara paling
beragam di dunia, dengan berbagai jenis suku, yang masing masing
memiliki tradisi, bahasa, budaya dan adat istiadat tersendiri.
Mengapa kita mempunyai suku bangsa yang beraneka ragam? Pada
awalnya nenek moyang kita berasal dari kelompok suku yang berbeda.
Kelompok-kelompok tersebut adalah Kelompok Austro Melanesoid.
Persebarannya dari Australia – Irian – Kai – Seram – Sulawesi – Timor -
Sumatra Utara – Aceh – Kedah – Pahang - Malaysia. Kelompok yang lain
adalah Kelompok Mongoloid. Persebarannya melalui dua rute. Rute
pertama, Jepang – Taiwan – Filipina – Sangir - Sulawesi. Rute kedua, Asia
Tenggara - Sulawesi Utara – Halmahera - Maluku Selatan.
Ada teori yang menyatakan penduduk Indonesia berasal dari daratan
Cina Selatan, Provinsi Yunan sekarang. Ada juga teori “Nusantara.”
Menurut teori pertama Suku bangsa Yunan datang ke Indonesia secara
bergelombang. Ada dua gelombang terpenting. 4
1. Gelombang pertama terjadi sekitar 3000 tahun yang lalu. Mereka
yang pindah dalam pe-riode ini kemudian dikenal sebagai rumpun
bangsa Proto Melayu. Proto Melayu disebut juga Melayu Polynesia.
Rumpun bangsa Proto Melayu tersebar dari Madagaskar hingga
Pasifik Timur. Mereka bermukim di daerah pantai. Termasuk dalam
bangsa Melayu Tua adalah suku bangsa Batak di Sumatera, Dayak di
Kalimantan, dan Toraja di Sulawesi.
2. Gelombang kedua terjadi sekitar 2000 tahun lalu, disebut Deutero
Melayu. Mereka disebut penduduk Melayu Muda. Mereka
mendesak Melayu Tua ke pedalaman Nusantara. Termasuk bangsa
Melayu Muda adalah suku bangsa Jawa, Minangkabau, Bali,
Makassar, Bugis, dan Sunda.
D. Agama di Indonesia
Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang menghasilkan
kebudayaan.5 Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan atau juga disebut
dengan nama dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut.
Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan
masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi Bangsa Indonesia,
Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia
berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya.
Menurut hasil sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk
Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69%
Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya, dan
0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan.
Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada
pada konstitusi, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun
1945 (“UUD 1945”): “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah
negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang
berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I
ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan
hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga
menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduknya untuk memeluk agama.
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di
Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari
itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam
hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi
secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah
Timur Indonesia.
Berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama
keanekaragaman agama dan kultur di dalam negeri dengan pendatang
dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini
sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk
menyesuaikan kultur di Indonesia.
Dalam Penjelasan pasal 1 Undang-Undang Penodaan Agama
dinyatakan bahwa agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia
ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu
(Confusius). Tapi, hal demikian tidak berarti bahwa agama-agama lain
dilarang di Indonesia. Penganut agama-agama di luar enam agama di atas
5
Soerjono Soekanto, 1983
mendapat jaminan penuh seperti yang diberikan oleh Pasal 29 ayat (2)
UUD 1945 dan mereka dibiarkan keberadaanya, selama tidak melanggar
peraturan perundang-undangan di Indonesia.
1. Islam
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di
dunia, dengan 88% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran
Islam. Mayoritas muslim dapat dijumpai di wilayah Barat Indonesia
seperti di Jawa dan Sumatera. Masuknya agama Islam ke Indonesia
melalui perdagangan sekitar abad 7 Masehi.
2. Hindu
Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad 1 Masehi,
bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Budha, yang
kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Budha seperti
Kutai, Mataram dan Majapahit.
3. Budha
Budha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada
sekitar abad 6 Masehi. Sejarah Budha di Indonesia berhubungan erat
dengan sejarah Hindu.
4. Kristen Katolik
Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada
bagian pertama abad 7 di Sumatera Utara. Dan pada abad 14 dan 15
telah ada umat Katolik di Sumatera Selatan. Kristen Katolik tiba di
Indonesia dibawa oleh bangsa Portugis, yang kemudian diikuti
bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
5. Kristen Protestan
Kristen Protestan masuk di Indonesia dibawa oleh Kolonial Belanda
(VOC), pada sekitar abad 16. Kebijakan VOC yang mengutuk paham
Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut
Protestan di Indonesia.
6. Konghucu
Agama Konghucu berasal dari Cina Daratan dibawa oleh para
pedagang Tionghoa dan Imigran. Diperkirakan abad 3 Masehi, orang
Tionghoa tiba di kepulauan nusantara. Berbeda dengan agama yang
lain, konghucu lebih menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik
yang individual.
E. RAS di Indonesia
Secara bahasa ras berasal dari kata bahasa Latin, radix yang artinya
asal atau akar. Didefinisikan secara luas, ras adalah salah satu sistem
pengelompokkan atau penggolongan manusia yang ada di muka bumi ini
berdasarkan ciri-ciri fisik secara umum. Dengan demikian, ras suatu
negara bisa sama atau berbeda dengan negara lain. Dan ada beberapa
negara yang memliki ras khusus yang mendiami wilayahnya.
Secara umum, ras dapat didefinisikan sebagai sebuah kelompok
besar manusia yang memiliki ciri fisik yang sama. Sehingga antara ras
satu dengan yang lainnya akan sangat mudah terlihat dari faktor
perubahan sosial sebagai penampilan fisiknya. Mulai dari warna kulit,
bentuk wajah, warna mata, bentuk badan, dan masih banyak ciri fisik
lainnya. Di Indonesia sendiri, keberagaman ras sangat terlihat dan
tersebar ke seluruh daerah di Indonesia.
Nenek moyang bangsa Indonesia sekarang berasal dari Yunan (Cina
Selatan). Namun, sebelum kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia,
Kepulauan Indonesia sendiri sudah didiami oleh penduduk asli. Macam-
macam ras yang ada di Indonesia,6 yaitu :
2. Ras Veddoid
Ras Veddoid merupakan ras khusus yang mempunyai ciri sendiri.
Orang-orang Veddoid mempunyai ciri, antara lain perawakan kecil,
rambut berombak, dan kulit sawo matang. Mereka berasal dari Sri
Langka. Suku bangsa di Indonesia yang termasuk ras Veddoid, yaitu
Suku Toala di Semenanjung Barat Daya Sulawesi, Suku Tomuna di
Pulau Muna, Suku Gayo di sekitar Danau Toba, Suku Kubu di
Jambi, Suku Sakai di Siak, dan Suku Tomuna di Kepulauan
Mentawai. Suku-suku tersebut mempunyai persamaan ciri dengan
Suku Senai di Malaysia.
6
Deutro Melayu sebenarnya juga merupakan golongan Melayu
Mongoloid dengan ciri-ciri fisik yang sama. Mereka juga datang dari
Yunan (Asia Utara) pada sekitar tahun 500 SM dan dianggap sebagai
gelombang kedua datangnya nenek moyang di Indonesia. Selain ciri-
ciri fisik yang sama, Ras melayu Muda mempunyai ciri-ciri antara
lain membawa kebudayaan zaman perunggu dan sudah tidak
menganut paham animisme dan dinamisme. Di Indoensia mereka
dipengaruhi oleh berbagai agama yang ada, seperti agama Hindu dan
Budha dari penduduk Indonesia umumnya pada saat itu, agama
Kristen dari bangsa Eropa, dan agama Islam dari orang-orang Aceh.
Suku bangsa di Indoensia yang masih ada dan termasuk ras Melayu
Muda antara lain Suku Jawa, Suku Abli, Suku Madura di Jawa
Timur, Suku Banjar di Kalimantan Selatan, Suku Aceh, Suku
Minangkabau di Sumatera Barat, dan Suku Bugis di Sulawesi
Selatan.
5. Ras-Ras Lain
Selain keempat ras yang mendominasi wilayah Indonesia, ada
beberapa kelompok bangsa atau ras tertentu yang ikut tinggal di
beberapa wilayah Indonesia. Di antara ras-ras tersebut adalah Cina,
Jepang, Korea, orang-orang Arab, Pakistan, dan India. Orang-orang
Cina, Jepang, dan Korea merupakan kelompok ras Mongoloid Induk
atau Asiatic Mongoloid. Sedangkan orang-orang Arab, Pakistan dan
India merupakan kelompok ras Kaukasoid.
7
c. Tidak memaksakan keyakinan agama yang dianutnya kepada
orang lain.
d. Toleran terhadap pelaksanaan ibadah yang dianut pemeluk
agama lain.
8
Kartodirjo, 1999 hlm. 373
dan kesatuan bangsa baik ketika merebut kemerdekaan maupun pasca
kemerdekaan. Hal ini sangat mungkin didorong oleh ajaran Islam yang
memang sangat menganjurkan persatuan dan persudaraan. Sebagaimana
dikemukakan bahwa fenomena keberagaman manusia dapat dilihat dari
normativitas ajaran wahyu dan historisitas, demikian pula Islam dapat
dilihat segi normativitasnya dan historisitasnya, sepak terjang umat Islam
dalam mengupayakan persatuan dan kesatuan bangsa. 9
Di Negara Kesatuan Republik Indonesia agama dapat menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa apabila :
1. Umat berbagai agama mempunyai komitmen bersama pada
persatuan bangsa dengan pemahaman yang sama (common) tentang
konsep dan wawasan kebangsaan Indonesia dengan segala
implikasinya
2. Jika umat berbagai agama mempunyai komitmen bersama pada cita-
cita keadilan dan kesejahteraan. Kita bersama-sama berjuang
menegakkan keadilan dan menciptakan kesejahteraan umum sebagai
perwujudan cinta kasih dan pengabdian kepada sesama. Pada
gilirannya, hal itu merupakan penjabaran iman, cinta kasih, dan
pengabdian kepada Tuhan, sekalipun melalui agama yang berbeda-
beda.
3. Jika umat berbagai agama dapat mengembangkan pemahaman
bersama tentang kedudukan agama dalam negara Pancasila. Ini
meliputi pengertian tentang UUD 1945, terutama ideologi Pancasila,
sebagai sumber hukum, dan tentang kebebasan beragama serta
implementasinya secara konsisten.
9
Amin Abdullah, 1996 hlm. v
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal“. (Qs. Al-Hujurat : 13).
ِ َو َّن َهٰ ِذ ِه ُأ َّم ُتمُك ْ ُأ َّم ًة َوا ِحدَ ًة َوَأاَن َربُّمُك ْ فَات َّ ُق
ون
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama
kamu semua, ِإ
agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah
kepada-Ku”. (Qs. al-Mukminun : 52)
1. Pra Kemerdekaan
Untuk meraih kemerdekan umat Islam bersama-sama dengan
umat lainnya berusaha mengusir penjajah. Kebersaman itu lahir
menurut Ernes Renan karena didorong oleh perasan senasib yakni
ditindas oleh penjajah asing. 10 Dan satu hal yang terpenting menurut
Kartodirdjo bahwa identitas kafir yang diberikan pada penjajah asing
menjadi dorongan umat Islam untuk menyerukan perang sabil atau
jihad.11 Sehingga pada masa itu slogan-slogan seperti hidup mulia
atau mati syahid, hubbul wathon minal iman (cinta tanah air sebagian
dari iman) menggema hampir di seluruh dada bangsa Indonesia.
Seperti yang dikemukakan oleh Ma’arif 12, slogan-slogan itu
dikobarkan oleh umat Islam untuk membakar semangat bangsa
Indonesia melawan penjajah asing. Teriakan-teriakan Allahu Akbar
yang selalu mewarnai pertempuran bangsa Indonesia seakan
terkesan kalau bangsa Indonesia adalah semuanya umat Islam.
Dengan adanya hal-hal seperti di atas maka dapat dipahami kalau
agama dapat mengokohkan semangat nasionalisme.
Melihat kenyataan penindasan yang dialami bangsa Indonesia
maka mendorong umat Islam untuk mendirikan organisasi yang
bergerak pada sosial keagamaan, seperti Muhammadiyah (1912), Al
Irsyad (1914), Persis (1923) dan NU. Dan organisasi yang bergerak di
bidang politik adalah Sarekat Islam pada tahun 1911 sebagai
organisasi politik Indonesia pertama.13
Adanya kesadaran pentingnya persatuan di kalangan organisasi
Islam maka K.H. Mas Mansur, (Muhammadiyah). K.H.Abdul Wahab
Chasbullah (NU) dan pemimpin Islam lainnya seperti dari Al Irsyad,
Al Islam mendirikan federasi MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) di
Surabaya pada tanggal 21 September 1937 dengan penyebab melihat
usaha politik Islam yang belum mantap dan mewujudkan persatuan
seperti yang diserukan Al Qur’an.14
Perjuangan umat Islam agar Islam memiliki kedudukan strategis
dalam politik terlihat dengan adanya Piagam Jakarta. Namun
akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945 karena adanya desakan-
desakan pihak lain maka wakil-wakil Islam menyetujui dihapusnya 7
kata dalam Piagam Jakarta. Sebagian orang melihat hal itu sebagai
kekalahan politik umat Islam, namun pada hakekatnya seperti yang
10
Dalam Rustam, 1999 hlm. 82
11
Ibid, 372
12
Ma’arif, 1984, hlm. 98
13
Benda, 1980
14
Maarif,1996 hlm. 16
dikemukakan oleh Alamsyah (menteri agama ketika Itu) hal tersebut
merupakan hadiah Umat Islam terhadap bangsa Indonesia dalam
menjaga Persatuan dan Kesatuan. Ternyata pada saat yang lalu
sebagian umat Islam yang diserukan oleh partai politik Islam seperti
PPP, PK dan PBB menuntut kembali diberlakukannya Piagam
Jakarta. Tanggapan masyarakat pun bermacam-macam, namun yang
paling bijaksana jika semangat Piagam Madinah yang dikedepankan
demi terjaganya persatuan bangsa ini.
2. Pasca kemerdekaan.
Dengan adanya kesempatan mendirikan partai politik setelah
kemerdekaan sebagai sarana mewujudkan demokrasi maka umat
Islam tidak menyia-nyiakannya untuk menggalang kekuatan politik
umat Islam. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya partai politik
Islam yaitu Masyumi. 15 Menurut Syadzali bahwa Masyumi disamping
bertujuan menegakan kedaulatan rakyat Indonesia juga untuk
menegakan agama Islam. Namun akhirnya dalam perjalanan
selanjutnya timbul perpecahan terlihat dengan PSII keluar dari
Masyumi yang kemudian diikuti oleh NU mendirikan partai politik
sendiri. Kemudian partai-partai politik yang berbeda itu selanjutnya
pada masa orde baru difungsikan menjadi satu yakni PPP (Partai
Persatuan Pembangunan), hal ini pun tidak memuaskan umat Islam
karena aspirasi politik umat Islam banyak yang tidak tertampung.
Dan satu hal yang cukup penting terjadi pemerintah membentuk
MUI (Majelis Ulama Indonesia) sebagai partisipasi umat Islam dalam
memetakan kebijakan pemerintah, semula organisasi ini cenderung
hanya sebagai alat pemerintah namun pada era reformasi ini MUI
sudah mulai independen untuk menyuarakan suara Islam.
15
Ma’arif, 1984 hlm. 110
16
(Maarif, 1984 : 102).
17
(Sjadzali, 1990:193)
polemik dan akhirnya diperoleh kompromi dengan lahirnya Piagam
Jakarta.
Hal inilah yang menjadi dorongan agar hukum Islam terlegitimasi
dan diaktualisasikan melalui kekuasan negara. Pandangan tersebut
melahirkan perbedaan yang tajam antara kaum modernis dan kaum
tradisonal. Kaum tradisionalis berpendapat bahwa untuk
menjalankan syariat Islam harus ada legitimasi dari negara, bahkan
kalau bisa menjadi dasar negara. Puncak dari ambisi sebagian umat
Islam itu terlihat dengan adanya gerakan DI/TII, NII dan Aceh
Merdeka. Sementara kaum modernis berpandangan meskipun dalam
menjalankan syariat Islam perlu adanya kekuasan dalam hal ini
negara namun adanya label negara Islam tidak menjamin
dilaksanakannya syariat Islam. oleh karena menurut mereka yang
terpenting adalah nilai-nilai Islam termuat dalam peraturan negara.
18
( Rais , 1996 : 163 )
19
Maarif, 1996 hlm. 39 dan Karim, 1992 hlm. 11
20
Yusuf Qordhowi, 1995 hlm. 70
menghormati.21 Seperti yang ditulis oleh sayyed Husain Nasr, 22 bahwa
umat Islam dalam usahanya mengaktualisasikan nilai-nilai terbagi
dalam berbagai tipe yakni muslim modernis, muslim tradisionalis,
muslim mesianis dan muslim fundamentalis. Masing-masing
memiliki kekhasan tersendiri dalam berekspresi di panggung sejarah
kehidupan yang tak dapat dipungkiri menjadi perbedaan-perbedaan.
Dan menurut Fuad Ansyari,23 bahwa adanya perpedaan-perbedaan
yang akhirnya meimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam di
Indonesia disebabkan karena adanya perbedaan paham mengenai
acuan Islam terutama dalam ibadah Mahdah, visi politik dari
beberapa tokoh Islam dan adanya interes pribadi yang terselubung
dalam aktivitas dakwah Islamiyah.
Untuk menjembatani perbedaan-perbedan yang terjadi di
kalangan umat Islam menurut Nurcholis Majid diperlukan
keterbukaan.24 Untuk memperkuat pendapatnya Nurcholis menyitir
surat al-An’am (6) : 159, al-Qur’an mengingatkannya jangan berlebih-
lebihan dalam beragama. Sementara itu menurut Fananaie dan
Ansyari hendaknya dialog intern umat Islam dihidupkan untuk
memecahkan persolan secara bersama-sama dan lebih baik lagi agar
terjalin kerja sama.
Sedangkan upaya integrasi umat Islam dengan umat agama
lainnya, seperti yang dituntun oleh al-Qur’an adalah mencari ttik
temu (kalimatun sawa) karena menyadari adanya truth claim yang
melekat dalam jiwa pemeluk-pemeluk agama. Titik temu itu menurut
Amin Abdullah dapat dilakukan dengan melalui perjumpaan dan
dialog yang konstruktif untuk membahas masalah-masalah di luar
teologis yakni masalah kemanusian seperti kemiskinan, lingkungan
hidup dan HAM, diharapkan dengan adanya dialog seperti itu maka
akan timbul tolerasi terhadap perbedaan yang ada sehingga
persatuan dan kesatuan umat dapat terwujud. Upaya ini terlihat
dengan adanya konferensi antar umat beragama. Kerukunan umat
beragama di Indonesia memang sangat tampak, hal ini merupakan
bagian dari usaha pemerintah dalam mewujudkan tiga kerukunan
beragama. Dengan adanya upaya-upaya diatas maka niscaya
persatuan dan kesatuan bangsa akan tetap terjaga meski dalam
nuansa perbedaan agama maupum perbedaan intern umat
beragama.
H. Kesimpulan
Sara adalah singkatan dari kata suku, agama, ras, dan
antargolongan. Istilah suku, agama, ras, dan antargolongan apabila
disingkat yaitu menjadi sara. Merupakan singkatan/akronim resmi dalam
Bahasa Indonesia.
Islam sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk
Indonesia dapat berfungsi sebagai salah satu alat perekat integrasi
nasional. Hal ini karena nilai-nilai universal yang terkandung dalam
21
Kahar, 1995 hlm. 5.
22
dalam Amin Abdullah, 1996 hlm. 67
23
Fuad Ansyari, 1990 hlm. 20
24
dalam Malik, 1998 hlm. 220
ajaran agama Islam. Bila nilai-nilai itu dipahami dan diaktualisasikan
maka Islam benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam, tidak hanya
menurut orang Islam tapi seluruh umat manusia mengakuinya. Dan
secara historitas umat Islam telah mengupayakan baik sebelum
kemerdekaan maupun pasca kemerdekaan. Pluralitas yang biasa ditemui
dalam kehidupan bangsa Indonesia menjadi sumber dinamika dalam
membangun negeri ini.
I. Daftar Pustaka
Al-Qur’anonline.com
Amin, Masyhur. 1995. Dinamika Islam. Yogyakarta : LKPSM.
Ansyari Fuad. 1990. Strategi Umat Islam di Indonesia. Bandung :
Mizan.
Ashraf, Adudus Salam. 1995. Bahaya ashabiyyah bagi Keimanan
Muslim. Panji Masyarakat No. 820.1-10 maret 1995.
Assegaf, Arifin. 2001. Memahami sumber Konflik antar Iman (ed)
Suwartana dan kawan–kawan dalam Pluralisme Konflik dan
Pendidikan Agama di Indonesia. Yogyakrta : Pustaka Pelajar.
Boisard, Marcel. 1980. Humanisme dalam Islam. Jakarta : Inter Masa.
Departemen Agama RI. 1994. Al-Qur’an dan terjemahannya. Jakarta :
Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an.
Fananie Zainudin. 2000. Sumber Konflik masyarakat Muslim
Muhammadiyah-NU. Surakarta : Muhammadiyah Universitas Press.
Harry J. 1980. Bulan Sabit dan Matahari terbit Islam Indonesia pada
mmasa pendudukan Jepang. Jakarta :Pustaka Jaya
Imarah. 1999. Islam dan Pluralitas. Jakarta : Gema Insani Press.
Karim, Rusli. 1992. Islam dan konflik politik era orde baru.
Yogyakarta : Media Widya Manelala .
Kahar, Masyhur. 1965. The spirit of Islam. London : Mehtesen Press.
Kartodirdjo Sartono. 1992. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-
1990. Jakarta : Gramedia.
Malik, Dedi Jamaluddin. 1989. Zaman baru Islam Indonesia. Bandung
: Zaman Wacana Mulia.
MR Kurnia. 2002. Al-Jamaah, Tafarruq dan Ikhtilaf. Bogor: Al Azhar
Press
Ma’arif, Ahmad Syafi’i. 1996. Islam dan praktek teori belah bambu
masa demokrasi terpimpin. Jakarta : Gema Insani Press.
____________. 1984. Islam dan Masalah Kenegaraan. Jakarta :LP3ES.
Nasr, Sayyed Husein. 1975. Ideals and realitas of Islam. Boston :
Beacan Press.
Nurcholish Madjid. 1999. Cita-Cita Politik Islam Era
Reformasi. Jakarta: Paramadina
Qardhawi, Yusuf. 1991. Al Shahwah al Islam, Baina al Ikhtilaf al
masyruwa al tafaruq al madzum ( Ainur Rafiq Saleh, penerjemah ).
Jakarta : Rabbani Press.
Rais, Amin. 1996. Cakrawala Islam antara cita dan fakta. Bandung :
Mizan.
Rustam. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah, Sejarah tentang Filsafat,
Sejarah Filsafat dan Iptek. Jakarta : Rineka Cipta.
Sjadzali, Munawir. 1990. Islam dan tata Negara : Ajaran Sejarah dan
Pemikiran . Jakarta : UI Press