Anda di halaman 1dari 5

JAWABAN UAS

Guna untuk memenuhi Tugas Akhir Semester


Mata Kuliah Studi Hadits

Dosen :
Dr. Nanang Nurcholis, MA

Oleh

Nama : Muhammad Ali Makhrus M


NIM :19200011103

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2020
1. Konsepsi kaidah keshohihan hadits menurut ulama klasik dan ulama’ modern
kontemporer.
Metode pemahaman hadits shohih dibangun diatas paradigma positivis, dan metode
modern dibangun atas daar konstruktivis.
Hadis Nabi saw. sejak pertama kali diungkapkan kemudian dikutip, disampaikan
kepada orang lain, membentuk tradisi periwayatan, lalu dikodifikasikan dalam kitab-kitab
hadis dan kemudian kitab-kitab syarah hadis, merupakan rangkaian teks. Ia bahkan
menjadi teks primer yang mendorong produksi teks-teks sekunder dalam peradaban Islam.
Pada abad kedua hijriah, karena kondisi sosial yang berubah, masyarakat Muslim
mengembangkan cara-cara memahami hadis yang beragam. Misalnya, karena terjadi
perubahan komposisi masyarakat Muslim dari mayoritas Arab menjadi dominasi non-
Arab, dimana mereka memiliki keterbatasan dalam mengakses serta menggunakan
bahasa Arab, muncul fenomena laḥn atau kesalahan berbahasa.
Masuknya tradisi berfikir rasional misalnya, yang digunakan untuk menjelaskan
peristiwa-peristiwa sosial dalam sejarah awal Muslim, telah melahirkan polarisasi
sektarian di tubuh umat Islam. Hasilnya, lahir sejumlah sekte keagamaan yang sebagian
di antaranya menolak penggunaan hadis (ahad) dalam rujukan keagamaan. Penolakan ini
didasarkan kepada fakta bahwa beberapa hadis hadis disinyalir bertentangan satu dengan
lainnya. Hal ini membuat sebagian Muslim saat itu berfikir bahwa hadis ahad menyimpan
sejumlah keraguan yang tidak bisa diterima. Pertentangan ini kemudian melahirkan
problem kontradiksi dalam proses pemahaman hadishadis Nabi saw. Sejumlah sarjana
bangkit menjawab problem ini dan melahirkan diskursus keilmuan mukhtalif al-ḥadīth.

2. Sejarah dinamika pemikiran hadits (as-sunah an nabawiyah) dalam sudut pandang


ahl al fiqih dan ahl al hadits.
Permasalahan Hadis, jika diurai, meliputi banyak hal, dari mulai otentisitas yang
banyak digugat oleh orientalis, melebar pada pentransmisian (isnad), sejarah perubahan
tradisi verbal pada kodifikasi menjadi teks hadis, hingga pada problem understanding dan
meaning. Problem ini menempati posisi penting sekaligus secara substantive memberi
spirit, reevaluatif dan reinterpretatif terhadap berbagai pemahaman dan penafsiran hadis.
Pemahaman ini kemudian dicoba untuk dicarikan solusinya oleh para pemerhati
hadis dan ilmuwan hadis yang mencoba memahami matan hadis dengan berbagai metode.
Salah satunya adalah Yusuf al-Qaradawi, yang mencoba menawarkan metode memahami
hadis dalam karyanya yaitu pertama memahami as-Sunnah dengan berpedoman pada
alQur‟an al-Karim, Kedua mengumpulkan hadis-hadis dalam satu objek, ketiga
menggabungkan atau mentarjih antara hadis-hadis yang kontradiktif, keempat memahami
hadis-hadis dengan berpedoman pada sebab, hubungan dan tujuannya, kelima
membedakan antara sarana yang berubah-ubah dan tujuan permanen hadis, keenam
membedakan antara hakikat dan majas dalam memahami hadis, ketujuh membedakan
antara yang gaib dan yang nyata, kedelapan mengkonfirmasi pengertian kata-kata hadis.
Sehingga, hadis-hadis Nabi saw. haruslah dipahami secara benar dan tepat. Namun,
karena banyaknya serangan-serangan yang dilakukan oleh orang-orang Barat, maka
banyak dari kalangan muslim yang mulai berbeda pendapat dalam memaknai dan
memahami hadis-hadis itu sendiri.
Selain itu di kalangan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia juga banyak
terjadi perbedaan dalam memahami sunah. Hal itu dapat dilihat melalui prilaku
masyarakat sehari-hari yang menyatakan bahwa perbuatan yang mereka lakukan
merupakan Sunah Nabi saw. berdasarkan dalil yang mereka pegang. Oleh sebab itu
penyatuan pemahaman umat menjadi pusat perhatian penulis yang terus diberikan solusi
untuk mencerahkan pemahaman umat tentang hakikat As-Sunnah yang satu sehingga
penerapan ajaran Islam yang sebenarnya dapat terwujud.
Dalam kitab Kaifa Nata‟amal Ma‟a as-Sunnah Nabawiyah yang ditulis Yusuf al-
Qaradawi menjadi hal yang menarik bagi penulis untuk diteliti dikarenakan pemahaman
Yusuf alQaradawi tentang hadis memiliki makna yang berbeda yaitu hadis dipahami
sebagai sebuah penafsiran praktis terhadap al-Qur‟an, implementasi realistis, dan juga
implementasi ideal Islam. Selain itu dalam memahami hadis Yusuf al-Qaradawi
memberikan metode-metode yang unggul sehingga umat dapat memahami hadis dengan
benar.
3. Kitab subulussalam, juz 2 bab shalat al jamaah wa al imamah.
Artinya: Dan bagi Ibnu Majah dari hadits Jabir: Janganlah sekali-sekali seorang
perempuan mengimami laki-laki, dan janganlah orang Arab desa (mengimami)
muhajir; dan jangan lah fajir (orang jahat) mengimami orang Mu`min. Tetapi isnadnya
sangat lemah.

Penjelasan
Dalam Sunan Ibnu Majah 1:343 lafazh hadits di atas adalah sebagai berikut:
Artinya: Ketahuilah janganlah sekali sekali perempuan meng imami laki-laki, dan
(janganlah) orang Arab desa mengimami kaum muhajir, dan janganlah orang jahat
mengimami orang Mu`min kecuali jika ia memaksanya dengan kekuasaan yang ditakuti
(yaitu) pedang dan cambuknya.

Maksud hadits ini melarang seorang perempuan menjadi imam bagi laki-laki; Arab
gunung tidak boleh menjadi imam bagi kaum muhajirin; dan orang jahat tidak boleh
menjadi imam bagi orang-orang Mu‟min
Setelah diperiksa ternyata hadits ini tidak shah karena pada sanadnya Abdullah bin
Muhammad al-`Asawi at-Tamimi dan dia sangat lemah (Dha`if jiddan) . Selain Abdullah
bin Muhammad juga terdapat rawi Ali bin Zaid al-Jad`an, dia termasuk rawi yang lemah,
ia dituduh berdusta dan suka membuat hadits palsu, salah satunya adalah hadits ini. (Baca
juga Khulashatul Kalam fi Takhriji Ahaditsi Bulughul Maram halaman 367)
Karena haditsnya lemah maka otomatis matan haditsnya tidak dapat dipakai kecuali
yang dikuatkan oleh keterangan lain seperti tentang larangan perempuan manjadi imam
bagi laki-laki.

4. Review kitab fikih ulma’ Nusantara

Judul buku : Mir-atul Thullab


Judul asli : Mir-atul Thullab fi Tas-hil al-Ma’rifat al-Ahkam wal Syari’ah lil
Malik al-Wahhab
Penulis : Syeikh Abdul Rauf bin Ali al-Jawi al-Singkili
Penerbit : Akbar Media
Kota terbit : Aceh
Tahun Terbit : 1663
Kitab Mir-atul Thullab terdiri atas 3 bab/pembahasan:
a). Hukum Fiqih, baik persoalan muamalah, nikah dan segala permasalahan keluarga, termasuk
didalamnya permasalahan warisan (faraidh: pembagian harta pusaka), termasuk hukum warisan
tanah negara, dan segala hasil bumi di dalamnya .
b). Hukum Ba’i (persoalan jual beli dan segala perkara yang terkandung di dalamnya, hukum
laba dan bunga).
c). Hukum Jinayah (penegakan hukum syariat, termasuk di dalamnya hukum perdata dan
kriminal atau permasalahan kontemporer).

Anda mungkin juga menyukai