Anda di halaman 1dari 6

2.

Langkah-Langkah Diagnosis
a) Anamnesis
1. Keluhan utama
Pada penyakit endokrin keluhan utama yang sering adalah berat badan menurun,
adanya pembesaran pada kelenjar tiroid, kegemukan, dll. Pada skenario keluhan
utamanya adalah berat badan yang menurun.
2. Onset
Kapan, berapa lama, jumlah penurunan berat badan, penurunan berat badan
drastis atau tidak. Pada skenario penurunan berat badan yang dialami sejak 4 bulan
terakhir.
3. Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan berat badan.
4. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau
mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).
5. Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.
6. Perkembangan keluhan (membaik atau memburuk).
7. Keluhan yang menyertai penurunan berat badan :
a. Sering kencing :
b. Cepat lelah
c. Sering haus
d. Nafsu makan bertambah walaupun berat badan makin menurun
8. Menggali riwayat penyakit terdahulu.
Menanyakan penyakit yang diderita sebelumnya (hipertensi, penyakit jantung,
kolesterol intggi, asam urat tinggi).
9. Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia,
hipoglikemia).
10. Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenital.
11. Riwayat alergi.
12. Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi
medis dan penyuluhan yang telah diperoleh.
13. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan
dan program latihan jasmani.
14. Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan
riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain).
15. Riwayat keluarga (orang tua, saudara, anak, keluarga yang berhubungan darah) :
kesehatan, penyakit, usia dan penyebab kematian.
16. Riwayat sosial : perkawinan, pekerjaan, tempat tinggal, orang-orang yang tinggal
serumah, kegemaran, binatang peliharaan.

b) Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Disfungsi sistem endokrin :
Menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap tumbang, keseimbangan
cairan&elektrolit, seks&reproduksi, metabolisme dan energi.
Hal-hal yang harus diamati :
a. Penampilan umum :
1. Apakah tampak kelemahan berat, sedang dan ringan
2. Amati bentuk dan proporsi tubuh
3. Apakah terjadi kekerdilan atau seperti raksasa
b. Pemeriksaan Wajah :
Fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti dahi, rahang
dan bibir.
c. Pemeriksaan
1. Mata : Amati adanya edema periorbital dan exopthalamus serta ekspresi wajah
tampak datar atau tumpul.
2. Pemeriksaan daerah leher :
Amati bentuk leher apakah tampak membesar, asimetris, terdapat peningkatan
JVP, warna kulit sekitar leher apakah terjadi hiper/hipopigmentasi dan amati
apakah itu merata.
3. Apakah terjadi hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut :
Biasanya dijumpai pada orang yg mengalami gangguan kelenjar Adrenal.
4. Apakah terjadi Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit :
Biasanya tampak pada orang yang mengalami hipofungsi kelenjar adrenal sebagai
akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses autoimun. Amati adanya
penumpukan massa otot berlebihan pada leher bagian belakang atau disebut
bufflow neck atau leher/punuk kerbau. Terjadi pada kelainan hiperfungsi
adrenokortikal
5. Amati keadaan rambut axilla dan dada :
Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut
hirsutisme dan amati juga adanya striae pada buah dada atau abdomen biasanya
dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal.
2. Palpasi
Hanya kelenjar tiroid dan testis yang dapat diperiksa secara palpasi. Palpasi kelenjar
tiroid dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pemeriksa dibelakang klien, tangan diletakkan mengelilingi leher.
b. Palpasi pada jari ke 2 dan 3.
c. Anjurkan klien menelan atau minum air.
d. Bila teraba kelenjar tiroid, rasakan bentuk,ukuran,konsisten,dan permukaan.
Palpasi pada testis dilakukan dengan cara :
a. Gunakan handscoen, jaga privacy klien
b. Palpasi daerah skrotum, apakah teraba testis atau tidak
c. Skrotum biasanya akan terangkat ke atas jika dilakukan rangsangan
3. Auskultasi
Auskultasi pada daerah leher diatas tiroid dapat mengidentifikasi bunyi " bruit ". Bunyi
yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada arteri tiroidea.
4. Perkusi
1. Fungsi Motorik Mengkaji tendon dalam :
a. Tendon reflex
Refleks tendon dalam disesuaikan dengan tahap perkembangan biceps,
brachioradialis, triceps, Patellar, achilles. Peningkatan refleks dapat terlihat pada
penvakit hipertiroidisme, penurunan refleks dapat terlihat pada penyakit
hipotiroidisme .
2. Fungsi sensorik
a. Tes sensitivitas klien terhadap nyeri, temperature, vibrasi, sentuhan, lembut.
Stereognosis. Bandingkan kesimetrisan area pada kedua sisi dan tubuh. Dan
bandingkan bagian distal dan proksimal dan ekstremitas. minta klien untuk
menutup mata. Untuk mengetes nyeri gunakan jarum yang tajam dan tumpul.
b. Untuk tes temperature. gunakan botol yang berisi air hangat dan dingin.
c. Untuk mengetes rasa getar gunakan penala garpu tala.
d. Untuk mengetes stereognosis. tempatkan objek (bola kapas, pembalut karet) pada
tangan klien. kemudian minta klien mengidentifikasi objek tersebut.
e. Neuropati periperal dan parastesia dapat terjadi pada diabetes, hipotiroidisme dan
akromegali.
f. Struktur Muskuloskeletal . Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh klien
Orang jangkung, yang disebabkan karena insufisiensi growth hormon. Tulang
yang sangat besar, bisa merupakan indikasi akromegali.
g. Peningkatan kadar kalsium, tangan dan jari- jari klien kontraksi (spasme karpal).

c) Pemeriksaan Antropometri

1. Pemeriksaan tinggi badan


Pemeriksaan tinggi badan penting untuk mengetahui apakah pasien mengalami
masalah pertumbuhan yang tidak sejalan dengan umur.
2. Pemeriksaan berat badan
Pemeriksaan penting untuk mengetahui tingkat penurunan berat badan pasien selama
mengalami keluhan.
a. Menghitung IMT
IMT penting diketahui setiap penderita penyakit endokrin agar dapat menurunkan
berat badan jika obes dan mempertahankan berat badan jika normal. Rumus
menghitung IMT:
BB ( kg )
IMT=
TB2 ( m )
b. Pengukuran lingkar perut
Pengukuran lingkar perut dimulai dari titik tengah kemudian sejajar horizontal
melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik tengah di awal pengukuran.
Apabila pasien mengalami perut gendut ke bawah, pengukuran mengambil bagian
yang paling buncit kemudian berakhir pada titik tengah tersebut lagi. Interpretasi
Lingkar perut:
-Laki laki > 90 cm
-Perempuan > 80 cm
d) Pemeriksaan Penunjang
a. Gula Darah Puasa
Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita dipuasakan 8-12 jam
sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang digunakan, bila ada obat yang
harus diberikan perlu ditulis dalam formulir. Intepretasi pemeriksan gula darah puasa
sebagai berikut : kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126
mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah
puasa terganggu (GDPT). Pemeriksaan gula darah puasa lebih efektif dibandingkan
dengan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral.
b. Gula Darah 2 jam Post Prandial
Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang
mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan merokok serta
berolahraga. Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukkan DM bila kadar glukosa darah
≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl.
c. TTGO
Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila pada
pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200 mg/dl untuk
memastikan diabetes atau tidak. Sesuai kesepakatan WHO tahun 2006,tatacara tes
TTGO dengan cara melarutkan 75gram glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-
anak kemudian dilarutkan dalam air 250-300 ml dan dihabiskan dalam waktu 5
menit.TTGO dilakukan minimal pasien telah berpuasa selama minimal 8 jam.
Penilaian adalah sebagai berikut; 1) Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl; 2)
Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200
mg/dl; dan 3) Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus.
d. HbA1C
HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang tersimpan dan
bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai dengan umur eritrosit. Kadar
HbA1c bergantung dengan kadar glukosa dalam darah, sehingga HbA1c
menggambarkan rata-rata kadar gula darah selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan
gula darah hanya mencerminkan saat diperiksa, dan tidak menggambarkan
pengendalian jangka panjang. Pemeriksaan gula darah diperlukan untuk pengelolaaan
diabetes terutama untuk mengatasi komplikasi akibat perubahan kadar glukosa yang
berubah mendadak.
a) HbA1c < 6.5 % = Kontrol glikemik baik
b) HbA1c 6.5 -8 % = Kontrol glikemik sedang
c) HbA1c > 8 % = Kontrol glikemik buruk
e. Periksa kadar kortisol baseline pada pagi hari dan ACTH, lalu dilakukan cosyntropin
(ACTH) stimulation test. Kadar kortisol biasanya rendah dan kadar ACTH tinggi dan
eksogen ACTH tidak meningkatkan kortisol karena kelenjar adrenal tidak berfungsi.
Pemeriksaan lebih lanjut tergantung dari kemungkinan penyebab penyakit yaitu
autoimun, infeksi dan keganasan. Tes ACTH dengan cara menentukan terlebih dahulu
nilai dasar kortisol darah kemudian pemasukan 250 mcg ACTH intravena, lalu melihat
serum kortisol 30 dan 60 menit setelah pemasukan ACTH. Peningkatan kurang dari 9
mcg/dL dipertimbangkan insufisiensi adrenal. Nilai kortisol serum < 20mcg/dL pada
stres berat atau setelah stimulasi ACTH mengarah kepada insufisiensi adrenal.

Referensi :
PERKENI. 2015. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia.
https://med.unhas.ac.id/farmakologi/Ppcontent/uploads/2014/10/Panduan-Klinis
Endokrin.pdf
IGN Adhiarta, Nanny NM Soetedjo. Krisis Adrenal. Sub Bagian Endokrinologi dan
Metabolisme Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS. Hasan Sadikin/ FK UNPAD Bandung.

Anda mungkin juga menyukai