Anda di halaman 1dari 21

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PERBANDINGAN KADAR CD4 SEBELUM DAN SESUDAH


TERAPI ANTIRETROVIRAL PADA PASIEN HIV
Kajian Di Rumah Sakit Sele Be Solu dan Puskesmas Kota Sorong
Provinsi Papua Barat

Elim, Ambar M, Tahono

ABSTRAK Elim Ibelina Mangayun. 2015. Perbandingan Kadar CD4 Sebelum


dan enam bulan Sesudah Terapi Antiretroviral Pasien HIV-AIDS. Kajian di
Rumah Sakit Sele be Solu dan Puskesmas Kota Sorong Provinsi Papua Barat.
TESIS. Pembimbing I: Ambar Mudigdo, dr.,SpPA-K., Dr.,Prof, II: Tahono,
dr.SpPK-K. Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

Latar Belakang: Papua barat merupakan daerah yang menempati urutan ketujuh
angka kejadian tertinggi HIV- AIDS di Indonesia. Sel CD4 merupakan sel yang
berperan penting pada progresifitas penyakit HIV-AIDS. Pemeriksaan CD4
merupakan marker monitoring terapi dan prognosis pasien HIV. Peningkatan
kadar CD4 pada terapi ARV merupakan indikator keberhasilan terapi ARV.
Tujuan: Membandingkan kadar CD4 sebelum dan enam bulan sesudah terapi
antiretroviral pada pasien HIV-AIDS serta mengetahui efektifitas terapi
kombinasi ARV lini I terhadap kadar CD4 pasien HIV- AIDS.
Metode: Desain penelitian kuantitatif eksperimental dengan pendekatan pre dan
post terapi. Pengambilan sampel secara konsekutif pada 38 pasien HIV- AIDS di
Rumah Sakit Sele be solu dan Puskesmas Sorong. Analisa data dengan uji t
berpasangan jika data berdistribusi normal atau wilcoxon signed rank test jika data
tidak berdistribusi normal.
Hasil: Terdapat perbedaan kadar CD4 sebelum dan enam bulan sesudah terapi
ARV pada pasien HIV-AIDS di Rumah Sakit Sele be solu dan Puskesmas Sorong
dengan nilai p < 0.05 untuk regimen kombinasi tenofovir, lamivudine dan
efavirenz, sedangkan untuk ketiga regimen lainnya tidak menunjukkan perubahan
yang signifikan dengan nilai p> 0,05.
Simpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan untuk perubahan kadar CD4
sebelum dan enam bulan sesudah terapi ARV menggunakan regimen terapi
kombinasi tenofovir, lamivudine dan efavirenz.

Kata kunci : CD4, ARV, HIV-AIDS

commit to user

i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

A. Latar Belakang 7.477 AIDS, Bali 9.637 HIV dan


4.261 AIDS, Jawa barat13.507 kasus
Human immunodeficiency
HIV dan 4.191 AIDS, Jawa tengah
virus (HIV) merupakan masalah besar
HIV 9.032 kasus dan AIDS 3.767,
yang menjadi ancaman bagi dunia saat
Papua barat HIV sebesar 2.714 kasus
ini. World Health Organization
dan AIDS sebesar 1.734, Sulawesi
(WHO) pada tahun 2013 melaporkan
Selatan HIV 4.314 dan AIDS 1.703
terdapat sekitar 78 juta orang telah
,Kalimantan barat HIV 4.574 dan
terinfeksi HIV dengan angka kematian
AIDS 1.699, dan Sumatera utara HIV
sebesar 39 juta per tahunnya. Saat itu
9.219 dan AIDS 1.573. Jumlah
dilaporkan bahwa angka kejadian
tersebut semakin meningkat setiap
tertinggi berkisar antara usia 15-49
tahunnya terkait dengan banyaknya
tahun dan hampir tidak ada negara
faktor yang berperan pada rantai
yang bebas dari HIV. Penyakit ini
penularan HIV- AIDS.2
bukan menjadi masalah kesehatan saja
Berdasarkan Pedoman
namun memberikan dampak yang
Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi
cukup besar bagi masalah sosial
HIV dan Terapi Antiretroviral oleh
bahkan pembangunan bangsa.1
Kementerian Kesehatan Republik
Di Indonesia dilaporkan bahwa
Indonesia Tahun 2011 menyatakan
angka kejadian HIV adalah sebesar
bahwa CD4 merupakan parameter
7.335 kasus untuk triwulan Juli-
yang perlu dievaluasi secara ketat pada
september 2014,sedangkan yang
pasien HIV untuk menilai terapi
berkembang menjadi AIDS adalah
profilaksis kotrimoksazole dan
sebesar 176 kasus. Jumlah kasus HIV
dimulainya terapi ARV.3
dan AIDS yang dilaporkan untuk
Sel CD4 merupakan limfosit
bulan Januari sampai September 2014
yang memiliki peranan penting dalam
adalah sebesar 22.869 kasus dan 1.876
sistem kekebalan tubuh manusia.
kasus. Berdasarkan laporan
Fungsi CD4 berperan untuk
Kementerian Kesehatan Republik
merangsang sistem imun agar dapat
Indonesia kasus HIV tertinggi terjadi
bekerja dengan baik. Kadar CD4 yang
pada 10 provinsi yaitu Papua sebesar
semakin rendah menandakan bahwa
16. 051 kasus HIV dan 10.184 AIDS,
Jawa Timur 19.249 HIV dan 8.976commit to user
sistem kekebalan tubuh kita juga
semakin rentan terhadap infeksi
AIDS, DKI Jakarta 32.782 HIV dan

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

oportunistik. Pemeriksaan CD4 terjadi penurunan jumlah virus namun


merupakan pemeriksaan untuk jumlah CD4 tidak adekuat.3
penilaian terhadap status imunitas Pemeriksaan CD4 merupakan
ODHA. Pemeriksaan CD4 melengkapi salah satu indikator yang penting
pemeriksaan klinis untuk diagnosa untuk menilai keberhasilan terapi pada
pasien yang perlu profilaksis infeksi pasien HIV. Hal ini mendasari
oportunistik dan sebagai marker untuk perlunya dilakukan penelitian tentang
monitoring terapi pada pengobatan kadar CD4 sebelum dan sesudah terapi
pasien HIV. Tes ini juga dapat ARV pasien HIV untuk menilai
digunakan untuk menilai prognosis keberhasilan maupun adanya
HIV yang berkelanjutan menjadi AIDS kegagalan terapi yang dapat
atau kematian.4,5,6 memberikan informasi mengenai
Pemeriksaan viral load sangat terjadinya resistensi terhadap ARV
penting dalam patogenesis HIV/AIDS. secara imunologi.
Virus HIV menyebabkan kerusakan B. Rumusan Masalah
sel dengan cara berikatan dengan Apakah ada perbedaan kadar
CD4. Kerusakan sel oleh HIV CD4 sebelum dan enam bulan sesudah
tergantung kepada molekul CD4 yang terapi antiretroviral pada pasien HIV-
terdapat pada permukaaan sel, dan sel AIDS ?
yang banyak memiliki CD4 adalah C. Tujuan penelitian
limfosit. Pemeriksaan CD4 bukan 1. Umum
hanya digunakan sebagai dasar Membandingkan kadar CD4
diagnosa AIDS dan pemantauan terapi sebelum dan enam bulan sesudah
ARV namun lebih jauh pemeriksaan terapi antiretroviral.
ini merupakan salah satu syarat dalam 2. Khusus
penegakkan diagnosa terjadinya Untuk mengetahui efektivitas
resistensi ARV. Resistensi obat ARV terapi ARV terhadap kadar CD4
dapat ditegakkan secara klinis, pasien HIV-AIDS.
imunologis pemeriksaan CD4 dan D. Manfaat Penelitian
virologis dengan viral load. Kegagalan 1. Bidang Pelayanan Kesehatan
terapi imunologis dapat terjadi apabila a. Sebagai landasan untuk
commit to user
setelah diberikan terapi ARV telah mengetahui status imunologi
pasien HIV-AIDS.

2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Sebagai acuan memberikan penderita HIV di RSUP H. Adam


terapi Antiretroviral kepada malik Sumatera Utara” pada tahun
pasien HIV-AIDS. 2009. Penelitian ini dilakukan pada 45
c. Sebagai landasan untuk subjek penelitian yang telah
mengetahui resistensi obat memenuhi kriteria inklusi dan eklusi.
secara imunologis. Penelitian tersebut didapatkan
2. Bidang Ilmu Pengetahuan dan peningkatan nilai p CD4 96,58 dan
Teknologi hasil uji t didapat – 5,109 dan p value
Menambah pengetahuan tentang 0,0001 sehingga disimpulkan ada
adanya perubahan respon terapi perbedaan yang bermakna kadar CD4
ARV pada pasien HIV yang dapat sebelum dan sesudah terapi ARV.7
disebabkan oleh berbagai faktor Penelitian yang lain yang
yang mempengaruhi. dilaksanakan oleh Krishnan & Sajeeth
3. Bidang Penelitian tentang studi perbandingan kadar CD4
Sebagai landasan bagi penelitian setelah pemberian ARV. Penelitian ini
selanjutnya, khususnya penelitian dilakukan secara prospekttif pada
tentang kadar CD4 kaitannya Januari sampai Juli 2014 pada 261
dengan resistensi obat secara pasien HIV di District Hospital,
imunologis. Kerala India. Pada penelitian ini
E. Keaslian Penelitian disimpulkan bahwa terjadi
Penelitian ini tentang peningkatan kadar CD4 471,52
perbandingan kadar CD4 sebelum dan cell/m3dengan penggunaan terapi
enam bulan sesudah terapi ARV pada zidovudine, laminovudin, nevirapine
pasien HIV-AIDS, sepengetahuan dan efavirenz setelah 24 minggu.
penulis penelitian yang serupa belum Peningkatan CD4 sebesar 514,43
pernah dilaksanakan di Sorong papua cells/mm3 setelah terapi ARV
Barat. Beberapa penelitian yang terkait kombinasi tenofovir, laminovudine,
dengan penelitian ini diantaranya nevirapine dan efavirenz.8
adalah penelitian yang dilakukan oleh Penelitian ini berbeda dengan
Sihaan Pauline tentang “ Perbedaan penelitian sebelumnya karena
kadar CD4 sebelum dan sesudah penelitian ini dilakukan pada subyek
penggunaan Highly commit to user
Active pasien HIV- AIDS di RS Sele Be Solu
antiretroviral Therapy (HAART) pada dan Puskesmas Kota Sorong Provinsi

3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Papua Barat, sedangkan penelitian konsekutif (berurutan) dan memenuhi


yang lain dilakukan di Sumatera utara kriteria inklusi dan eklusi.
dan India. Penelitian ini juga Kriteria inklusi pada penelitian ini
melakukan perbandingan kadar CD4 adalah :
HIV-AIDS sebelum dan enam bulan 1. Pasien dewasa umur 20 - 45 tahun
sesudah terapi berdasarkan kombinasi 2. Pasien yang minum ARV secara
obat untuk lini pertama yang teratur
dianjurkan oleh Depkes. 3. Pasien yang bersedia ikut dalam
BAB II penelitian ini
METODE DAN CARA PENELITIAN Kriteria eksklusi pada penelitian ini
adalah :
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Pasien yang tidak minum obat
Penelitian ini dilaksanakan di teratur
Instalasi Laboratorium RS.Sele be 2. Pasien dengan terapi
Solu dan Puskesmas Remu, Malawei imunosupresan
dan Yayasan Agustinus Sorong Papua 3. Pasien HIV dengan kemoterapi
Barat pada bulan Mei 2014 sampai 4. Pasien dengan sepsis
dengan Maret 2015. 5. Pasien dengan malaria
B. Jenis Penelitian 6. Pasien dengan tuberculosis
Penelitian ini merupakan D. Besar sampel
penelitian kuantitatif eksperimental Pada penelitian ini subyek
dengan pendekatan pre dan post terapi. penelitian dilakukan secara
C. Populasi consecutive sampling (berurutan) yang
Populasi target pada dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan
penelitian ini adalah pasien HIV- eksklusi penelitian. Pada penelitian
AIDS yang berobat di Rumah Sakit sebelumnya yang dilakukan oleh
sele be Solu dan Puskesmas Sorong. Chithra et al., (2014) tentang
Populasi terjangkau pada penelitian ini perbandingan kadar CD4 setelah terapi
adalah pasien HIV yang berobat di ARV di Kerala, India didapatkan
Rumah Sakit Sele be Solu dan pada taraf kesalahan  = 0,05
puskesmas Sorong Papua Barat pada (confidence interval 95%) dan  =
commit to user
bulan Mei 2014 sampai maret 2015. 0,10 (power 90%) didapatkan nilai
Pengambilan sampel dilakukan secara n1= 26 dan n2 = 26 dimana ukuran

4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

besar sampel menggunakan Sampsize Nucleotide reverse transcriptase


kalkulator online dari software inhibitors (NRTI) terdiri atas
komputer dengan menggunakan zidovudine, stavudine, tenofovir.
comparative study of means. Alamat Non- Nucleotide reverse
website transcriptase inhibitors (NNRTI)
http://sampsize.sourceforge.net/iface/. terdiri atas efavirenz dan
Berdasarkan hasil yang nevirapine. Protease Inhibitors
didapat pada perhitungan sampel (PIs), Fusion inhibitors (FIs),
menggunakan rumus di atas maka Antagonis CCR5, Integrase stand
pada penelitian ini besar sampel yang transfer inhibitors (INSTI) .3
dianjurkan adalah 26 sampel. G. Cara Penelitian
E. Variabel Penelitian Setiap pasien yang datang dan di
Penelitian ini memiliki laboratorium RS sele be solu dan
variabel terikat yaitu kadar CD4 Puskesmas Kota Sorong Provinsi
diukur dengan alat Alere pima yang Papua Barat ditentukan apakah
menggunakan metode memenuhi kriteria inklusi dan
immunofluororesensi sedangkan eksklusi. Data pasien dicatat meliputi
variabel bebas adalah ARV. Data CD4 identitas pasien, pemeriksaan fisik,
pasien pada penelitian ini didapatkan dan pemeriksaan laboratorium.
adalah dari data sekunder. Pengambilan darah pasien dilakukan
F. Definisi Operasional di Instalasi Laboratorium RS selebe
1. Cluster of Deferentiation adalah solu Sorong. Data yang didapat
sel limfosit T-helper yang kemudian dianalisis dengan
memiliki penanda permukaan perhitungan statistik dan dimasukkan
CD4. Kadar CD4 normal berkisar ke dalam tabel hasil pemeriksaan.
antar 410 sel/mm3 sampai 1590
sel/mm3. Pengukuran CD4
menggunakan alat Alere pima
yang menggunakan metode
immunofluororesensi.1
2. Antiretroviral merupakan obat
commit to user
yang menghambat replikasi HIV.
Antiretroviral terdiri atas

5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

H. Skema Alur Penelitian 100%), d=selisih, dan n= jumlah


sampel. Nilai KV(%) yang semakin
Penderita yang dirawat di RSUD Sele be kecil maka semakin kecil metode
Solu dan Puskesmas Sorong Provinsi Papua
tersebut. 9
Barat
Kriteria inklusi Kriteria eksklusi J. Analisis Statistik
Karakteristik sampel
Subyek penelitian diketahui berdasarkan deskripsi tiap-
tiap variabel. Variabel numerik
Pemeriksaan CD4 dideskripsikan dengan nilai mean dan
standar deviasi, sedangkan variabel
Terapi antiretroviral kategorik dideskripsikan dengan
angka frekuensi dan prosentase.
Pemeriksaan CD4 enam bulan Normalitas data diketahui dengan uji
Shapiro wilk dengan pertimbangan
Analisa kadar CD4 ukuran sampel n< 50. Analisis data
berupa uji beda sampel berpasangan
dilakukan dengan uji t (paired samples
Gambar 10. Skema Alur Penelitian
t test) jika data berdistribusi normal

I. Kontrol Kualitas Internal atau wilcoxon signed rank test jika

Pemantapan mutu hasil data tidak berdistribusi normal.

laboratorium pada penelitian ini K. Prosedur Penelitian

dilakukan dengan uji ketelitian Sebelum melakukan

(presisi) dan ketepatan (akurasi) penelitian, pasien diberikan penjelasan

analitik. Uji presisi merupakan uji mengenai tujuan penelitian dan

untuk menilai konsistensi hasil menandatangani lembar persetujuan

pemeriksaan yaitu kedekatan hasil pemeriksaan. Semua hasil dicatat dan

pengukuran pada bahan uji yang sama. dikumpulkan dalam bentuk formulir

Uji presisi ini meliputi uji presisi hari data terpadu, data kemudian dianalisis

ke hari (day to day). dengan perhitungan statistik dan

Presisi diukur dengan rerata, dimasukkan dalam tabel penelitian

simpangan baku (SB) dan koefisien L. Pertimbangan Etik


commit to user
variasi (KV). Rumus SB = ∑d2/2n, Penelitian ini meminta

sedangkan rumus KV = (SB/rerata)x persetujuan komite etika penelitian

6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

biomedis pada Fakultas Kedokteran sedangkan rumus KV =


Universitas Sebelas Maret/ RSDM [(SD/mean)x100%], d = selisih dan n
Surakarta dan pasien dan Dinas = jumlah sampel. Semakin kecil nilai
Kesehatan Kota Sorong beserta KV (%), maka semakin teliti metode
KESBANGPOL Kota Sorong tersebut. Uji presisi dilakukan pada
provinsi Papua Barat. Peneliti parameter pemeriksaan CD4.
menjelaskan tentang tujun dan
manfaat penelitian kepada setiap Tabel 1. Hasil uji presisi hari ke hari
subyek peneliti sebelum dilakukan untuk pemeriksaan CD4
prosedur penelitian. Setelah subyek Kadar Mean SD KV KV (%)
parameter (%) maksimum
mengerti dan setuju mengikuti pemeriksaan
penelitian, subyek diminta untuk CD4 1027,9 4,27 0,41 5
menandatangani surat pernyataan
bersedia menjadi subyek penelitian. Uji presisi dari hari ke hari
M. Validitas Uji Analitik pemeriksaan CD4 berturut-turut
Validitas uji analitik dilakukan adalah 0,41%. Hasil KV yang
terlebih dahulu sebelum dilakukannya didapatkan semuanya tidak melebihi
pemeriksaan sampel penelitian. Uji KV maksimal masing-masing
analitik ini menggunakan uji pemeriksaan, sehingga dapat
presisi/ketelitian. Uji presisi dilakukan disimpulkan bahwa hasil uji presisi
untuk melihat konsistensi hasil hari ke hari parameter pemeriksaan
pemeriksaan yaitu kedekatan hasil CD4 adalah baik dan menunjukkan
beberapa pengukuran dengan bahan ketelitian yang konsisten dari waktu
yang sama. Uji presisi dari hari ke hari ke waktu. Karakteristik Subyek
(day to day) dengan melakukan Penelitian
pemeriksaan 1 contoh bahan sebanyak Obyek penelitian ini adalah
10 kali pada hari yang berbeda atau pasien HIV yang berobat di Rumah
saat dilakukannya kontrol harian. Sakit Sele Be Solu dan Puskesmas
Pemilihan contoh darah dilakukan Kota Sorong Provinsi Papua Barat
secara acak sesuai volume yang selama bulan Mei 2014 hingga Maret
tersedia. Presisi diukur dengan mean, 2015. Berdasarkan kriteria yang telah
commit to user
standard deviasi (SD) dan koefisien ditentukan diperoleh sampel sebanyak
variasi (KV). Rumus SD = √∑d2/2n, 38 pasien. Setiap pasien mendapatkan

7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

terapi pengobatan yang dikategorikan zoster, dan 15 pasien (39,5%) tanpa


menjadi 4 kelompok regimen yaitu infeksi oportunistik.
zidovudine + lamivudine + efavirenz, Distribusi jenis regimen terapi
zidovudine + lamivudine + nevirapine, menunjukkan bahwa tenofovir +
tenofovir + lamivudine + efavirenz, lamivudine + efavirenz adalah
tenofovir + lamivudine + nevirpine. regimen yang paling banyak
Parameter yang digunakan untuk digunakan. Terdapat 25 pasien
mengetahui efek terapi adalah CD4. (65,8%) yang mendapatkan regimen
Sebanyak 38 pasien yang tersebut. Selebihnya ada 6 pasien
menjadi sampel memiliki rata-rata (15,8 %) yang mendapatkan
umur 32,68 tahun (dengan standar zidovudine + lamivudine + efavirenz,
deviasi 4,771 tahun). Jumlah tersebut 6 pasien (15,8%) yang mendapatkan
terdiri atas 16 pasien (42,1%) laki-laki tenofivir + lamivudine + nevirapine
dan 22 pasien (57,9%) perempuan. dan 1 pasien (2,6%) mendapat
Data stadium klinis menunjukkan zidovudine + lamivudine + nevirapine.
bahwa sebagian besar sampel adalah
pasien HIV stadium III yaitu sebanyak Tabel 2 Karakteristik Sampel
Nilai
22 pasien (57,9 %). Selebihnya adalah Variabel
Statistik
Mean +/- SD 32, 68 ±
9 pasien (23,7 %) stadium I, pasien Umur (tahun)
4,771
Jenis_kelamin,f (%) Laki-laki 16 (42,1)
(11,5%) stadium IV, dan 6 pasien Perempuan 22 (57,9)
Stadium_Klinis I 9 (23,7)
(9,8%) stadium IV. Deskripsi II 3 (7,9)
III 22 (57,9)
karakteristik sampel selengkapnya IV 4 (10,5)
Infeksi_opurtunistik TB 14 (36,8)
dapat dilihat pada tabel 2. Kandidiasis 5 (13,2)
Tidak ada 15 (39,5)
PPE 2 (5,3)
Infeksi HIV menyebabkan Herpes Sozter 2 (5,3)
Regimen AZT+3TC+EFV 6 (15,8)
penurunan imunitas tubuh pasien yang AZT+3TC+NVP 1 (2,6)
TDF+3TC+EFV 25(65,8)
dapat menyebabkan terjadinya infeksi TDF+3TC+NVP 6 (15,8)

yang lain. Distribusi infeksi


Imunitas tubuh terkait dengan
oportunistik menunjukkan bahwa 14
infeksi HIV secara klinis dapat
pasien (36,8%) menderita TB, 5
diketahui berdasarkan kadar CD4.
pasien (13,2%) menderita kandidiasis
Semakin tinggi kadar CD4 semakin
oral, 2 pasien (5,3 %) menderita PPE,
baik imunitas tubuh. Pemberian terapi
commit to user
2 pasien (5,3%) menderita herpes
bertujuan untuk meningkatkan kadar

8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

CD4 pada pasien HIV. Berdasarkan regimen ketiga tenofovir + lamivudine


tabel 3 hasil pemeriksaan CD4 + efavirenz rata-rata CD4 sebelum
sebelum terapi dan sesudah terapi terapi adalah sebesar 211,08 sel/ mm3
ARV enam bulan untuk regimen 1 ( SD = 173,36) sedangkan rerata kadar
zidovudine + lamivudine + efavirenz CD4 sesudah terapi ARV 6 bulan
didapatkan kadar CD4 sebelum terapi adalah sebesar 367,56 sel/ mm3 ( SD=
sebesar 306,83 sel/mm3 (SD = 183,56). Pengujian statistik
182,078) sedangkan rerata CD4 menunjukkan bahwa terdapat
sesudah terapi adalah 426,50 sel/mm3 kenaikan yang signifikan (p < 0,05)
(SD = 176,74). Walaupun terdapat untuk kadar CD4 sebelum dan
kenaikan dengan penggunaan terapi sesudah terapi ARV selama 6 bulan
regimen pertama namun pengujian dengan menggunakan regimen ketiga.
statistik menunjukkan bahwa kenaikan Regimen keempat yaitu tenofovir +
tersebut tidak signifikan p = 0,38 ( p > lamivudine + nevirapine rerata kadar
0,05). CD4 sebelum terapi adalah 297,57
Untuk regimen kedua sel/mm3 ( SD = 240,86) sedangkan
zidovudine + lamivudine + nevirapine sesudah terapi ARV adalah sebesar
pengujian statistik untuk menentukan 358,14 sel/mm3 (SD = 157,09). Data
nilai p tidak dapat dilakukan karena kadar CD4 pada regimen ini
jumlah pasien hanya 1 orang. Kadar memperlihatkan adanya kenaikan
CD4 sebelum terapi adalah sebesar kadar CD4 sesudah terapi namun
219 ± 0, sedangkan kadar CD4 dengan pengujian statistik tidak
sesudah terapi adalah sebesar 618 ± 0. menunjukkan perubahan yang
Terdapat perubahan kadar CD4 signifikan (p > 0,05).
sebelum dan sesudah terapi. Untuk
Tabel 3. Perbandingan Kadar CD4 Sebelum dan Sesudah Terapi Pengobatan
Std.
Variabel Mean N p
Deviation
CD4_pre 306,8333 6 182,07846 ,380 Regimen 1
CD4_post 426,5000 6 176,74360
BB_Pretx 57,00 6 11,367 ,019
BB_posttx 67,17 6 8,183
CD4_pre 211,0800 25 173,36448 ,000 Regimen 3
CD4_post 367,5600 25commit to user
183,56654
BB_Pretx 52,68 25 11,908 ,002

9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BB_posttx 57,04 25 14,690


CD4_pre 297,5714 7 240,86432 ,433 Regimen 4
CD4_post 358,1429 7 157,09278
BB_Pretx 50,43 7 10,130 ,103
BB_posttx 53,43 7 11,341

Keterangan: + Uji beda pre dan post untuk CD4 dilakukan dengan paired sample t test (data kenaikan
CD4 berdistribusi normal)
* p < 0,05 artinya hasil uji beda signifikan.
regimen terapi zidovudine +
lamivudine + efavirenz dengan rata-
rata kenaikan sebesar 119,67 (SD =
304,62). Pasien dengan regimen terapi
tenofovir + lamivudine + nevirapine
mengalami kenaikan kadar CD4
terendah dengan rata-rata kenaikan
sebesar 21,83 (SD = 176,08). Hasil di
atas membuktikan bahwa regimen
kombinasi tenofovir + lamivudine dan
Gambar 1. Boxplot Kadar CD4 Sebelum efavirenz merupakan terapi kombinasi
dan 6 bulan Sesudah Terapi ARV yang meningkatkan kadar CD4 lebih
Terapi pengobatan apapun baik dibandingkan dengan regimen
jenis regimennya bertujuan sama yaitu satu dan empat.
meningkatkan kadar CD4. Hasil
pemeriksaan menunjukkan bahwa
apabila sampel dibagi menurut jenis
regimen terapi selalu terdapat
kenaikan kadar CD4 pada tiap-tiap
kelompok. Pada penilaian statistik
untuk kenaikan kadar CD4 tertinggi
dialami pasien dengan regimen terapi
tenofovir + lamivudine + efavirenz
dengan rata-rata kenaikan sebesar Gambar 2. Boxplot berat badan sebelum
156,48 (SD = 179,61). Kenaikan dan enam bulan sesudah terapi ARV
commit to user
tertinggi kedua dialami pasien dengan

2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Terapi pengobatan yang perubahan berat badan pada kelompok


diberikan kepada pasien ternyata juga pasien yang menggunakan regimen
berpengaruh signifikan terhadap berat keempat ternyata tidak terdapat
badan. Berdasarkan gambar 2 perubahan yang signifikan p > 0,05
diketahui bahwa rata-rata berat badan walaupun hasil sesudah terapi menun
awal dari pasien yang menggunakan jukkan peningkatan berat badan.
regimen pertama adalah 57,0 kg (SD Rerata pada awal terapi pasien
= 11,367 kg) sedangkan rata-rata berat memiliki berat badan sebesar 50,43 kg
badan sesudah terapi pengobatan ( SD = 10,13) sedangkan sesudah
adalah 67,17 kg (SD = 8,18 kg). terapi rerata berat badan pasien adalah
Pengujian statistik menunjukkan 53,43 kg ( SD = 11,34).
bahwa kenaikan tersebut tidak N. PEMBAHASAN
signifikan (p > 0,05) walaupun dari Sebanyak 38 pasien yang menjadi
data yang didapatkan hampir semua sampel pada penelitian ini
pasien yang diterapi mengalami diperkirakan memiliki umur rata-rata
peningkatan berat badan. Untuk 32,68 tahun dengan standar deviasi
regimen terapi yang kedua terdapat 4,77 tahun. Hasil penelitian ini
peningkatan sekitar 13 kg sesudah menyimpulkan bahwa angka kejadian
diterapi ARV selama 6 bulan dimana HIV di kota Sorong diperkirakan
berat badan awal adalah 47 kg mengalami peningkatan pada usia 30
sedangkan sesudah terapi terdapat tahun. Data penelitian ini berbeda
peningkatan berat badan menjadi 60 dengan kejadian HIV yang dilaporkan
kg. Terdapat perubahan yang pada tahun 2013 di Amerika Serikat
signifikan untuk berat badan pasien sebanyak 8053 kasus ( 81%) terjadi
yang menggunakan regimen ketiga pada umur 20-24 tahun, angka ini
dengan nilai p < 0,05. Retara berat mengalami peningkatan yang
badan awal adalah 52,68 kg ( SD = sebelumnya dilaporkan pada tahun
11,90) sedangkan berat badan sesudah 2010 sebesar 31%.
terapi 6 bulan adalah 57,04 kg ( SD = Data kasus yang dilaporkan oleh
14, 69), sehingga dapat disimpulkan Depkes pada tahun 2014 di Indonesia
bahwa pemberian obat ARV pada mengenai insiden HIV tertinggi pada
commit to user
pasien HIV berpengaruh terhadap usia 20-29 tahun 15,89 % dan pada
peningkatan berat badan. Hasil usia 20-29 tahun sebesar 18, 35%.

2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Secara keseluruhan prevalensi HIV imunosupresi. Infeksi ini dapat


terjadi pada usia reproduktif dengan disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,
kecenderungan penularan melalui jamur, parasit. Keadaan ini terjadi
hubungan seksual heretoseksual karena penurunan kadar CD4 yang
maupun homokseksual, transfusi berperan penting pada sistem
darah, jarum suntik maupun penularan imunitas. Infeksi oportunistik karena
dari ibu ke janin. Kasus HIV yang bakteri yang sering timbul adalah
dilaporkan oleh Depkes pada tahun tuberkulosis maupun pneumonia,
2014 adalah sebesar 30.001 kasus infeksi virus misalnya herpes zoster,
untuk laki-laki dan wanita sebesar sedangkan kandidiasis oral merupakan
16.149 kasus. Insiden HIV pada salah satu bentuk infeksi yang
penelitian ini lebih tinggi pada wanita disebabkan oleh adanya jamur.11
22 (57,9%) dibandingkan laki-laki, hal Distribusi infeksi oportunistik
ini kemungkinan berkaitan dengan yang ditemukan pada penelitian ini
penularan secara seksual dari menunjukkan bahwa 14 pasien
pasangan yang heteroseksual serta (36,8%) menderita tuberkulosis, 5
terkait juga dengan tingkat pasien (13,2% ) menderita kandidiasis
pengetahuan pasien akan HIV, sosial, oral, 2 pasien (5,3%) menderita PPE, 2
ekonomi, dan kesadaran pasien akan (5,3%) pasien dengan herpes zoster
penggunaan kondom, serta adat dan 15 pasien (39,5 %) lainnya tanpa
istiadat yang berlaku di papua infeksi oportunistik. Penelitian ini
mengenai pernikahan.2 menjelaskan dari sekitar 14 pasien
Richarson et al., 2014 yang menderita tuberculosis, 13
menyatakan bahwa wanita usia 15-24 pasien diantaranya berada pada
tahun cenderung muda terinfeksi HIV stadium III dan 1 pasien stadium I, 10
dibandingkan dengan laki-laki usia diantaranya memiliki kadar CD4 <
muda, hal ini terjadi karena usia muda 200 sel/mm3 dan 4 pasien kadar CD4
merupakan usia yang masih labil > 200 sel/ mm3. Candidiasis oral
sehingga muda sekali untuk terlibat merupakan infeksi oportunistik yang
dalam seks bebas tanpa penggunaan ditemukan pada pasien HIV dengan
10
kondom dan narkoba. rerata kadar CD4 pada kisaran 200-
400 sel/mm 3.
commit to user
Infeksi oportunistik merupakan
infeksi yang timbul karena adanya

3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Infeksi oportunistik yang Moxoplasmosis cryptococcosis,


muncul pada pasien HIV seperti cytomegalovirus, mycobacterium
didapatkan pada penelitian ini avium complex, cytomegalovirus
disebabkan karena virus HIV terjadi pada kadar CD4 100 sel/mm3.
menyerang sel T helper (Th) CD4 Pneumocystis cranii pneumonia,
sehingga menyebabkan penurunan Esophangeal candidiasis,
dalam jumlah maupun fungsi sel Th. Mucocutaneus herpes cenderung
Sel Th merupakan sel yang memiliki terjadi pada kadar CD4 200 sel/mm3.
peranan penting pada sistem imun Oral candidiasis dan tuberculosis
untuk menentukan status imunitas terjadi pada kadar CD4 300 sel/mm3
seseorang. Infeksi akan menyebabkan sedangkan pada kadar CD4 400
respon imunitas seluler yang sel/mm3 infeksi oportunistik yang
diperankan oleh Cell Mediated terjadi adalah herpes zoster. Resiko
Immunity (CMI) dan Cytotoxic T terjadinya infeksi oportunistik terkait
Lymphocyte (CTLs) tidak dengan stadium HIV yang dialami
berlangsung dengan baik sehingga pasien. Semakin tinggi stadium HIV
tubuh sangat rentan terhadap infeksi semakin besar pula resiko untuk
bakteri, virus maupun jamur. Penderita terjadinya infeksi oportunistik. Pada
HIV mengalami penurunan pada penelitian ini di dapatkan bahwa
fungsi fagositosis dan kemotaksis oleh infeksi tuberkulosis dan kandidasis
makrofag terhadap adanya adanya oral cenderung terjadi pada stadium III
organisme intraseluler seperti dan IV. Infeksi tuberkulosis dapat
toksoplasma gondii dan oral terjadi pada awal infeksi HIV dan
candidiasis sehingga menyebabkan berlangsung terus sejalan progresifitas
resiko yang tinggi untuk mudah penyakit. Dilaporkan bahwa
terpapar oleh mikroorganisme.12,13,14 tuberkulosis merupakan salah satu
Penelitian ini sesuai dengan penyebab tertinggi kematian akibat
penjelasan dari Madkar et al., 2012 infeksi oportunistik pada pasien HIV
mengenai hubungan antara kadar CD4 .15,16
dengan terjadinya infeksi oportunistik Penelitian yang dilakukan oleh
pada pasien HIV. Infeksi Goud dan Ramesh pada tahun 2014 di
Cryptosporidiosis biasanya commit to user
terjadi India menyatakan bahwa ada
pada kadar CD4 50 sel/mm3, hubungan antara kadar CD4 dengan

4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kejadian infeksi oportunistik. Pada yang menunjukkan adanya hubungan


penelitian tersebut didapatkan bahwa yang signifikan .19
infeksi oportunistik berupa Virus HIV menyebabkan
tuberculosis berhubungan dengan penekanan pada sel CD4 karena virus
kadar CD4 sekitar 237.02/ µL, ini membentuk ikatan dengan reseptor
candidiasis 189,07/ µL, permukaaan sel CD4 dan
Criptococcosis 62,89/µL, mengakibatkan terjadinya penurunan
pneumocystosis 141,73/ µL, parasitic sistem imunitas sehingga tubuh
diarrhoea 246,67/µL. Pada penelitian menjadi rentan terhadap infeksi.
tersebut dilaporkan bahwa Infeksi yang berlangsung terus dapat
tuberculosis menempati urutan menyebabkan malnutrisi dan
tertinggi untuk kejadian infeksi penurunan berat badan.20
oportunistik pada HIV sebesar 56 % Pemberian ARV diharapkan dapat
kasus, dan candidiasis mernempati meningkatkan CD4 dalam waktu 6
urutan kedua setelah tuberculosis bulan sampai 1 tahun sebesar 50- 150
sebesar 46%.17,18 sel/mm3. Peningkatan status imunitas
Damtie et al., 2013 melakukan ini akan meningkatkan penyembuhan
penelitian untuk menilai hubungan infeksi oportunistik yang timbul,
antara kadar CD4 dengan kejadian meningkatkan asupan makanan serta
infeksi oportunistik pada 360 orang penggunaan nutrisi dalam tubuh.
dewasa yang terinfeksi HIV dan telah Pada penelitian ini perhitungan
diterapi ARV dari bulan Februari 2012 CD4 dilakukan menggunakan alat
sampai dengan april 2013 di Gondar PIMA Alere yang direkomendasikan
University Hospital Ethiopia. oleh WHO. Beberapa penelitian telah
Penelitian ini menyimpulkan bahwa membuktikan bahwa penggunaan
terdapat hubungan yang kuat antara Alere Pima POCT untuk perhitungan
kadar CD4 dengan kejadian infeksi CD4 dapat digunakan untuk
oportunistik pada pasien HIV. Kadar menggantikan alat CD4 yang
CD4 < 200 terkait dengan infeksi menggunakan metode flowcytometry.
oportunistik berupa candidiasis oral ( Penelitian yang dilakukan oleh
OR = 27,20, p < 0,001) dan tambunan tahun 2015 pada 41 sampel
commit to user
tuberculosis (OR = 940, p < 0,001) pasien HIV di RS. Dr. Moewardi
Surakarta didapatkan hasil bahwa nilai

5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

rata-rata sel limfosit CD4 yang diukur kualitas sel CD4 saja namun juga
dengan CD4 PIMA Alere adalah memperbaiki fungsi sel ini yang
226,32 ± 172,09 sedangkan nilai rata- terganggu selama infeksi HIV
rata sel limfosit CD4 yang diukur berlangsung. Penelitian yang
dengan flowcytometry sebagai standar dilakukan oleh Smith dkk melaporkan
baku emas adalah 232,07 ± 162,51 bahwa adanya hubungan antara
dengan nilai p > 0.05. Penelitian ini pentingnya peranan peningkatan
menyimpulkan bahwa tidak ada jumlah sel T CD4 selama 4 minggu
perbedaaan yang bermakna antara pertama terapi dengan banyaknya
hasil perhitungan sel limfosit CD4 jumlah jaringan timus yang terbentuk.
dengan PIMA dan flowcytometry Sel T yang baru ini menghasilkan
sehingga alat PIMA dapat digunakan kode untuk reseptor sel T yang
untuk menggantikan pengukuran CD4 berperan pada suatu sistem
21 .3,22
dengan metode flowcytometri. imunitas
Kombinasi terapi ARV lini Antiretroviral (ARV) yang
pertama yang digunakan pada digunakan pada penelitian adalah
penelitian ini sesuai dengan standar golongan obat nucleoside reverse
Depkes tahun 2011 yaitu kombinasi transcriptase inhibitors (NRTI) dan
pertama zidovudine + lamivudine + non-nucleoside reverse transcriptase
efavirenz, kombinasi kedua yaitu inhibitors (NNRTI). Kedua obat ini
zidovudine + lamivudine + nevirapine, digunakan pada lini pertama
kombinasi ketiga tenofovir + pemberian ARV. Kombinasi obat
lamivudine + efavirenz, kombinasi yang digunakan pada lini pertama
keempat adalah tenofovir + adalah dua obat golongan NRTI
lamivudine + nevirapine. Terdapat ditambah dengan salah satu obat dari
1(1,6%) pasien yang mendapat terapi golongan NNRTI. Antiretroviral
kombinasi ARV pertama, 6 (9,8%) golongan NRTI yang digunakan pada
kombinasi kedua, 6 (9,8%) kombinasi penelitian ini terdiri atas zidovudin,
ketiga, 25(41,0%) mendapat lamivudin, dan tenofovir .23
kombinasi keempat. Corbeau & Golongan NNRTI bekerja
Reynes pada tahun 2011 menyatakan untuk menghambat aktivitas enzim
bahwa pemberian HAART commit to user
tidak polymerase DNA sehingga terjadi
hanya meningkatkan jumlah dan apoptosis mtDNA HIV.24 Golongan

6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

NNRTI yang digunakan pada CD4 untuk kombinasi obat kedua


penelitian ini adalah nevirapine dan cukup tinggi yaitu 399,00 namun hasil
efavirenz. Nevirapine merupakan obat ini tidak dapat digunakan untuk
yang memiliki aktivitas melawan menentukan efikasi terapi pada
HIV-1. Nevirapine merupakan obat kelompok obat ini karena pasien yang
yang memblok aktivitas RNA dan mendapatkan terapi hanya satu orang
DNA polymerase dengan cara sehingga signifikansi perubahan CD4
mengganggu sisi katalitik enzim. tidak dapat dinilai. Kelompok obat
Nevirapine sebaiknya diberikan yang mengalami perubahan signifikan
kombinasi dengan antiretroviral pada kadar CD4 sebelum dan sesudah
lainnya untuk meningkatkan efek terapi adalah kelompok regimen ketiga
terapinya. Evafirenz merupakan obat yaitu tenofovir + lamivudine +
yang berperan sebagai inhibitor pada efavirenz dengan nilai p < 0,005 dan
DNA polymerase sehingga RNA tidak rerata kenaikan CD4 156,48 (SD=
dapat di ubah menjadi DNA yang siap 179,61). Velen et al pada tahun 2013
untuk pembentukan provirus yang melakukan penelitian untuk
baru .25 membandingkan efektivitas tenofovir,
Berdasarkan kombinasi regimen zidovudine dan stavudine sebagai lini
terapi yang diberikan pada penelitian pertama terapi ARV berdasarkan
ini dapat dilihat bahwa terdapat perubahan pada CD4 dan viral load.
kenaikan kadar CD4 untuk masing- Hasil penelitian tersebut
masing regimen terapi ARV lini menyimpulkan bahwa tenofovir
pertama. Terapi kombinasi zidovudine merupakan obat yang lebih baik
+ lamivudine + nevirapine mengalami dibandingkan dengan stavudine dan
kenaikan kadar CD4 yang tertinggi zidovudine.26
setelah 6 bulan yaitu sebesar 399,000 Beberapa penelitian yang
berturut- turut diikuti oleh kombinasi disebutkan diatas menyimpulkan
tenofovir + lamivudine + efavirenz bahwa kombinasi tenofovir +
sebesar 156,48, kombinasi zidovudine lamivudine dan efavirenz lebih baik
+ lamivudine + efavirenz sebesar efektivitasnya karena berdasarkan
119,67 dan terakhir adalah kombinasi penelitian sebelumnya terbukti lebih
commit to user
tenofovir + lamivudine dan nevirapine cepat menurunkan kadar viral load dan
sebesar 21,83. Walaupun kenaikan meningkatkann CD4 dibandingkan

7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan kombinasi yang lainnya, perbandingan efikasi beberapa


bahkan dilaporan bahwa penggunaaan kombinasi antiretroviral pada pasien
kombinasi tenofovir ini dapat HIV/AIDS ditinjau dari kenaikan CD4
mengurangi viral load pada tingkat di RS. Dharmais Jakarta pada tahun
yang rendah. 2005-2006 pada 151 pasien setelah 6-
Tenofovir merupakan analog 12 bulan terapi. Kombinasi keempat
nukleotida yang memiliki jenis ARV tersebut adalah kombinasi I
bioavabilitas sebesar 25% dengan (Lamivudin + Zidovudin + Efavirenz),
kemampuan maksimal berada di kombinasi II (Lamivudin + Zidovudin
dalam darah pada 2 sampai 2,5 + Nevirapin), kombinasi III
jam.Waktu paruh obat ini sekitar 13 (Lamivudin + Stavudin + Efavirenz)
samapi 14 jam. Tenofovir ini tidak dan kombinasi IV (Lamivudin +
dipengaruhi oleh interaksi dengan obat Stavudin + Nevirapin). Keempat
lain sehingga kerjanya lebih efektif kombinasi terapi tersebut memberikan
karena dimetabolisme di hepar. hasil yang signifikan pada perubahan
Lamivudine sendiri merupakan kadar CD4. Penelitian ini
inhibitor HIV-1 dan HIV-2 yang menyimpulkan bahwa ada perbedaan
poten yang memiliki kemampuan kenaikan CD4 pasien HIV/ AIDS
bioavabilitas sebesar 80% dengan yang mendapatkan ARV kombinasi II
waktu paruh setinggi 5 hampir 7 jam. dengan III (p=0.032) sedangkan
Efavirenz sendiri merupakan obat kombinasi lainnya tidak memiliki efek
golongan 2 NNRTI yang memiliki yang bermakna. Hasil penelitian ini
efek menghambat DNA polymerase. menyimpulkan bahwa dari keempat
Kombinasi ketiga obat ini saling kombinasi terapi ARV yang terbaik
melengkapi dalam fungsinya serta adalah kombinasi II dan III .27
interaksi ketiga obat ini tidak saling Nathan et al., 2013 bekerjasama
mempengaruhi satu dengan lainnya dengan WHO melakukan penelitian
sehingga lebih efektif untuk kohort di Athena menyimpulkan
menurunkan kadar CD4 pasien HIV bahwa pada random clinical trial pada
(2,23)
sejumlah 1242 pasien HIV yang
Berbeda dengan penelitian diberikan kombinasi obat lini I
commit to user
yang dilakukan oleh Rahmadani et al., lamivudine dan emtricitabine tidak ada
2008 melakukan penelitian perbedaan yang bermakna pada

8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perubahan viral load ( rr =1,03 dengan terbukti secara signifikan


confidience interval 95%). Pada meningkatkan kadar CD4 lebih efektif
penelitian ini juga menjelaskan bahwa setelah 6 bulan terapi dibandingkan
penggunan lamivudine dapat kedua regimen terapi lainnya.
meningkatkan kegagalan virologi 3
kali dibandingkan dengan efavirenz O. KETERBATASAN PENELITIAN
( RR 2,99 dan CI 95%) .28 Keterbatasan dalam penelitian
Gallant et al., 2006 melakukan ini adalah perhitungan kadar CD4
penelitian pada 517 pasien HIV di hanya diambil setelah 6 bulan post
Charles River Laboratories. Penelitian terapi ARV sehingga belum dapat
ini dilakukan untuk menilai kombinasi menilai secara maksimal efikasi terapi
ARV antara regimen tenofovir, ARV terhadap kadar CD4 serta jumlah
emtricitabine dan efavirenz sampel yang belum merata untuk
dibandingkan kelompok yang masing- masing regimen, serta tidak
menggunakan baseline terapi dilakukannya perhitungan viral load
azidovudine ditambah lamivudine 2 yang dapat memberikan gambaran
kali sehari dan efavirenz. Hasil mengenai replikasi virus secara
penelitian ini menyimpulkan bahwa langsung. Pemeriksaan ini dapat
pada minggu ke 48 setelah diberikan memberikan gambaran mengenai
terapi ARV terdapat penurunan yang efikasi terapi ARV dan kecenderungan
signifikan regimen tenofovir, ke arah terjadinya resistensi terhadap
emtricitabine dan efavirenz untuk ARV.
kadar viral load < 400 copies/m serta Perlu dilakukan penelitian
peningkatan kadar CD4 dibandingkan lebih lanjut untuk menilai kadar CD4
dengan kelompok yang mendapatkan sebelum dan sesudah terapi pada
azidovudine dan lamivudin.29 rentang waktu yang lebih panjang
Hasil penelitian ini menyimpulkan misalnya 6 bulan dan 12 bulan
bahwa pada pemberian regimen ARV sebelum dan sesudah terapi ARV
lini I untuk keempat kombinasi obat dengan melibatkan pengukuran kadar
terdapat kenaikan kadar CD4 untuk CD4 dan viral load sehingga dapat
regimen terapi yang berbeda. Regimen memonitoring efikasi terapi ARV
ketiga yaitu kombinasi commit to user
antara secara lebih maksimal.
tenofovir, lamivudine dan efavirenz P. SIMPULAN

9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berdasarkan hasil pengujian 4. WHO. Clinical and Laboratory


monitoring of antiretroviral therapy in
dan pembahasan pada penelitian di resource-limited and unlimited settings.
atas dapat disimpulkan bahwa terdapat WHO. Western Pacific 2000; (4): 1-4.
5. Sadr-El, W.M., Lundgren, J.D., Neaton,
perbedaan yang signifikan kadar CD4 J.D., Gordin, F., Abrams,D., Arduino,
R.C. Cd4 + Count-Guided interruption of
sebelum dan enam bulan sesudah antiretroviral treatment. N Engl JMed.
terapi ARV pada pasien HIV-AIDS di 2006; 355: 2283-96.
6. Maurice, R.G., O’Gormon.,Zijenah, L.S.
Rumah Sakit Sele be solu dan CD4 T cell measurements in the
management of antiretroviral therapy- A
Puskesmas Sorong untuk kombinasi
review with an emphasis on pediatric
regimen tenofovir, lamivudine dan HIV-infected Patients. Clinical
Cytometry. 2008;74(1): 19-26.
efavirenz, sedangkan untuk kombinasi 7. Sihaan, P.I. Perbedaan kadar CD4
sebelum dan sesudah penggunaan highly
yang lainnya tidak terdapat perbedaan
active anti Retroviral therapy (HAART)
yang signifikan. pada penderita HIV di RSUP H.Adam
malik pada tahun 2009. Fakultas
Q. SARAN Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Berdasarkan adanya 2009;1-65.
8. Krishnan C.R dan Sajeth C.I. A
keterbatasan pada penelitian ini comparative study of antiretroviral
therapy induced CD4 T-cell changes
dianjurkan untuk melakukan among HIV infected patients.
penelitian lanjut mengenai Int.Res.J.Pharm. 2014; 5(9): 1-4.
9. Mangili, A., Murman, D.H., Zampini,
perhitungan kadar CD4 sebelum dan A.M., Wanke, C.A. Nutrition and HIV
infection: Review of weight loss and
sesudah terapi ARV setelah 6 bulan,
wasting in Era of highly active
12 bulan dan 18 bulan dengan jumlah antiretroviral therapy from the nutrition
for healthy living Cohort..Clinical
sampel yang merata. Pemeriksaan Infectious Disease. 2006;42:836-42.
viral load dapat dipertimbangkan 10. Saidu A.S., Bunza D.A., Abubakar A.,
Adamu T., Ladan M.J., et al. A survey of
untuk memantau efikasi terapi ARV opportunistic infections in HIV
Seropositive patients attending major
bersama dengan penilaian kadar CD4. hospitals of Kebbi State, Nigeria, Bayero.
DAFTAR PUSTAKA Journal of Pure and Applied Sciences.
2009; 2:70-74.
1. WHO. Natural history of HIV infection.
11. French, M.A. HIV/AIDS: Immune
In: WHO, Laboratory Guidliness for
reconstitution inflammatory syndrome: a
enumating CD4 T Lymphocytes in the
reappraisal. Clin Infect Dis. 2009; Vol
context of HIV/AIDS. New Delhi. 2007;
(48): 101-7.
pp 8-10.
2. Depkes. Statistik Kasus HIV/AIDS di
12. Babu A. S.R., Chandra T.J.,
Indonesia. 2014. Avalaibe from :
Ramachandramouli B., Kumari E.L.
spiritia.or.id/Stats/ SataCurr.pdf.
Opportunistic Infections vs Immune
3. Depkes. Kegagalan terapi ARV. Dalam:
Supression Among HIV seropositive
Pedoman nasional tatalaksana klinis
commit to user
infeksi HIV dan terapi antiretroviral pada
individuals in East Godavari District,
Andra Pradesh. Global Journal of
orang dewasa. Jakarta, 2011. pp. 37-49.
Medical research. 2014;14(2):1-7.

10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13. Sharma, S.K, Soneja M. HIV & immune Terapi. 5ed.Jakarta: FKUI; 2007.p. 638-
reconstitution inflammatory syndrome 663.\
(IRIS). Indian J Med Res.2011;134 23. Velen K., Lewis J.J., Charalambous S.,
:866.77. Grant A., Churchayrd G.J., Hoffman C.J.
14. Sechin C, Deorukhar, Saini S. Comparative of tenofovir, zidovudine, or
Opportunistic infections in human stavudine as part of first-line antiretroviral
immuodeficiency virus (HIV) infected therapy in a resource- limited-setting : A
patients from rural tertiary care hospital of Cohort Study. Plos One. 2013;8(5):
western Maharashtra. International e64459.
Journal of Biomedical and Advanced 24. Rahmadani Y, Andrajati R, Andalusa R.
Research. 2012;3(12): 908-911. Perbandingan efikasi beberapa kombinasi
15. Komati S., Shaw P.A., Subbs antiretroviral pada pasien HIV/AIDS
N.,Mathibedi M., Malan L., et al. ditinjau dari kenaikan jumlah CD4 rata-
Tuberculosis risk factor and mortality for rata (Analisis data rekam medis di RSK
HIV-infected persons receiving Dharmais Jakarta tahun 2005-2006).
antiretroviral therapy in South Africa. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2008;(5) 2:
AIDS. 2010;24 : 1849-55. 67-74.
16. Goud, T.G, dan Ramesh. Opportunistic 28. Nathan I., Shuleb Z., Hill A., Victoria
infections among HIV patients attending M., Dohery et al.Comparative efficacy of
Tertiary Care hospital, Karnataka, India. lamivudine and emtricitabine. A systemic
Int. J. Curr. Microbiol.App.Sci. review and meta- analysis of randomized
2010;3(4): 824-9. trial. Plos One. 2013.8(11); e79981.
17. Dunggal S., Chugh T,S., Dunggal A,K.. 29. Gallant J.E., De Jesus E., Aristos J.R.,
HIV and malnutrition: Effects on immune Pazniak A.C., Gazzard B., Campo R.E., et
System.Clinical and Development al. Tenofovir DF, emtricitabine, and
Immunology. 2012; Vol (10): 1-8. efavirenz vs zidovudine, lamivudine, and
efavirenz for HIV. N Eng I J Med. 2006;
18. Tambunan B. Perbandingan jumlah 354(3): 251-60.
limfosit CD4 metode imunofluorescence
dengan metode flowcytometri. Program
Pendidikan Dokter Spesialis Patologi
klinik UNS. 2015; Pp: 1-11.
19. Cameron, P.U, & Kelly, M. HIV
immunopathology. Infectious Diseases
Unit, The Alfred Hospital Melbourne.
2010; Avalaible from :
www.ashm.org.au/images/..../HIV/hiv_ma
nagement-chapter_2.pdf
20. Departement of Health and Human
Services (DHHS). Guidelines for the use
of a antiretroviral agents in HIV-1
infected adults and adolescents. 2006.
Available from :
http://aidsinfo.nih.gov/guidelines.

21. Anglemyer A., Rutherford G.W.,


Easterbrook P.J., Horvath T., Vitoria M..,
et al. Early initiation of antiretroviral
therapy in HIV-infected adults and
adolescents: a systematic review. AIDS.
2014;28(2): S105-118.
22. Louisa M dan Setiabudy R. Antivirus. commit
In: to user
Syarif A., Estuningtyas A., Muchtar A.,
Arif A., Bahry B.F et al. Farmakologi dan

11

Anda mungkin juga menyukai