XDMW BJS062 05HPWR Ringkasan Eksekutif
XDMW BJS062 05HPWR Ringkasan Eksekutif
Asahan‐1
RINGKASAN EKSEKUTIF
I. Pendahuluan
Berdasar Surat Kementerian Negara Lingkungan Hidup No. B‐3444/Dep.I/LH/05/2010 tertanggal
12 Mei 2010, Audit Lingkungan Hidup yang Diwajibkan dilaksanakan pada tanggal 8 – 10 Juni
2010 terhadap kegiatan PLTA Asahan 1 yang dikelola oleh PT. Bajradaya Sentranusa dengan
alamat di Jl. Dharmawangsa VII/7 Jakarta 12160 dengan lokasi kegiatan berada di Sungai
Asahan, Kabupaten Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara.
Kegiatan Audit Lingkungan Hidup ini dilakukan setelah Rencana Audit Lingkungan Hidup yang
diwajibkan disetujui berdasar Surat Kementerian Negara Lingkungan Hidup No. B‐5008/
Dep.I/LH/07/2010 tertanggal 5 Juli 2010.
Audit Lingkungan Hidup yang Diwajibkan dilaksanakan oleh Ketua tim Ir. Anhar K. Kramadisastra
MSc berdasar Surat Kementerian Negara Lingkungan idup No. B‐4027/Dep.I/LH/06/2010.
Audit Lingkungan Hidup yang Diwajibkan ini bertujuan untuk: (i) menentukan status penaatan
kegiatan PLTA Asahan 1 terhadap ketentuan dan persyaratan perundang‐undangan lingkungan
hidup yang berlaku, (ii) untuk mengevaluasi kemampuan sistem pengelolaan lingkungan hidup
PLTA Asahan 1 dalam mencegah dan mengendalikan dampak lingkungan yang telah, sedang dan
akan terjadi, (iii) untuk mengidentifikasi akar penyebab ketidakpatuhan, serta mengidentifikasi
kemungkinan peningkatan sistem dan kinerja pengelolaan lingkungan hidup, dan (iv) untuk
merumuskan rekomendasi penanganan perbaikan dan peningkatan kinerja pengelolaan
lingkungan hidup yang hasilnya akan menjadi arahan RKL dan RPL bagi PLTA Asahan 1.
Lingkup Audit Lingkungan Hidup yang diwajibkan ini adalah untuk tahap pasca‐konstruksi
hingga operasi yaitu: (i) terhadap seluruh fasilitas utama dan pendukung kegiatan PLTA Asahan‐
1; (ii) penetapan klasifikasi temuan audit berupa kesesuaian, ketidaksesuaian, dan observasi; (iii)
Kajian terhadap aspek fisik, kima dan sosial ekonomi pada tapak PLTA Asahan‐1 yang meliputi
pengelolaan sumber daya air dan kualitas air sungai, udara, kebisingan, getaran, pengelolaan
limbah padat (B3 dan non‐B3) serta bahan B3, aspek sosial ekonomi dan kesehatan keselamatan
kerja; (iv) kajian terhadap dokumen terkait; (v) kajian terhadap perijinan; (vi) kajian waktu audit
adalah tahap pasca‐operasi hingga operasi; dan (vii) arahan RKL&RPL PLTA Asahan‐1.
PLTA Asahan 1 merupakan sebuah Independence Power Plat (IPP) yang dibangun oleh PT.
Bajradaya Sentranusa (BDSN) dengan investor utama China Huadian, dan berlokasi di Sungai
Asahan, Desa Siruar‐Kecamatan Parmaksian, Desa Ambar Halim‐Kecamatan Pintu Pohan
Meranti, Kabupaten Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara. Pembangunan ini bertujuan untuk
memasok kebutuhan tenaga listrik di area Sumatera Bagian Utara (SUMBAGUT).
Dalam pelaksanaan kegiatannya, BDSN menunjuk PLN Enjiniring (PLNE) sebagai Konsultan
Pengawas dan China Huadian Engineering Company (CHEC) sebagai Kontraktor Utama.
PLTA Asahan 1 merupakan suatu fasilitas pembangkit listrik bertenaga air dengan jenis Run‐Off
Hydro Power Plant yang dilokasikan di hulu Sungai Asahan untuk memanfaatkan Bendung
1
Ringkasan Eksekutif Laporan Audit Lingkungan Final
PLTA Asahan‐1
Pengatur (regulating dam) Siruar yang telah dibangun oleh INALUM pada tahun 1980, sebagai
bendung penadah (intake dam) dari PLTA Asahan 1 serta untuk memanfaatkan beda ketinggian
air sekitar 170 m antara Danau Toba dengan Bendungan Siguragura (Asahan 2). Debit rata‐rata
tahunan sebesar 95.3 m3/detik digunakan untuk menggerakan dua unit turbin berkapasitas 90
MW yang akan menghasilkan energi listrik tahunan sebesar 1,175 x 106 kWh.
Kegiatan konstruksi PLTA Asahan 1 pada dasarnya mencakup fasilitas utama yang meliputi
terowongan tekanan (headrace tunnel), pipa pesat (penstock), tangki pendatar air (surgetank),
rumah pembangkit (powerhouse), tailrace dan fasilitas pendukung yang meliputi area
pemukiman pekerja, terowongan‐terowongan bantu (adit), batching plant, spoil bank, kolam
sedimentasi, dsb.
Kegiatan konstruksi dimulai pada tahun 1996 dan pada saat dilaksanakannya audit, persentase
penyelesaian telah mencapai 98.8% serta direncanakan untuk mulai beroperasi pada Bulan
Agustus 2010.
Berdasar surat permohonan ijin pembangunan PLTA di Asahan, Sumatera Utara oleh konsorsium
PT. PLN (Persero)/PT Bajragraha Sentranusa/PT Tridaya Esta tertanggal 29 Desember 1995,
dikeluarkan Surat Persetujuan Awal (Letter of Preliminary Approval) dengan nomor
1520/41/600.4/1996 oleh Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi pada tanggal 29
Maret 1996.
Surat Persetujuan Awal (Letter of Preliminary Approval) ini menyatakan bahwa Dirjen Listrik dan
Pengembangan Energi memberikan ijin untuk membangun PLTA di Asahan dengan kapasitas 2 x
90 MW kepada Konsorsium (selanjutnya diantara konsorsium menunjuk PT Bajradaya
Sentranusa/BDSN sebagai penanggungjawab).
Mengantisipasi terbitnya surat persetujuan awal tersebut, BDSN menunjuk Lembaga
Pengabdian Pada Masyarakat Institut Teknologi Adityawarman (LPPMITA) sebagai konsultan
penyusun studi lingkungan berdasar kontrak pada 28 Maret 1996.
Pada 8 April 1996 Direktur Bina Program Tenaga Listrik selaku Ketua Tim Teknis AMDAL DJLPE,
menerbitkan Surat Nomor 1617/008/620.5/96 tentang penugasan kepada Staf Direktorat Bina
Program Tenaga Listrik DJLPE untuk menghadiri kegiatan kajian lingkungan untuk pembangunan
PLTA Asahan‐1.
Melalui serangkaian proses sejak saat itu, kajian lingkungan diarahkan sebagai penyusunan
dokumen UKL/UPL untuk rencana pembangunan PLTA Asahan‐1 dengan mengacu pada
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep‐11/MENLH/3/1994 tentang Jenis Usaha Atau
Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dimana
kegiatan PLTA dengan tipe aliran permukaan tidak termasuk dalam kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan AMDAL.
2
Ringkasan Eksekutif Laporan Audit Lingkungan Final
PLTA Asahan‐1
Selain bentuk kegiatan PLTA Asahan‐1 yang merupakan PLTA dengan tipe aliran permukaan,
areal kegiatan pembangunan PLTA Asahan‐1 juga telah diperiksa dan dinyatakan berada di luar
dan tidak termasuk Kawasan Hutan Lindung dan areal Tanaman Reboisasi (Surat Dinas
Kehutanan Cabang XII Toba Samosir nomor 522.4/1117 tanggal 26 Juni 1996) sehingga
pembangunan PLTA Asahan‐1 di lokasi tersebut cukup dilengkapi dengan penyusunan dokumen
UKL/UPL sesuai dengan peraturan perundang‐undangan yang berlaku (KEP‐11/MENLH/3/1994
tentang Jenis Usaha atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan).
Sementara itu pada Bulan Agustus 1996, Kementerian Lingkungan Hidup mengeluarkan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep‐39/MENLH/8/96 tentang Jenis Usaha Atau
Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dimana kegiatan
PLTA dengan kapasitas tidak kurang dari 50 MW wajib dilengkapi dengan AMDAL. Peraturan ini
dinyatakan berlaku sejak tanggal ditetapkan nya, yatitu pada 26 Agustus 1996. Namun demikian
tidak terdapat pasal tentang peralihan bagi kegiatan yang sedang melakukan penyusunan
UKL/UPL sebelum peraturan ini berlaku.
Berhubung proses penyusunan UKL/UPL sudah berlangsung sejak Maret 1996, maka Direktorat
Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi, DPE tetap meneruskan dan mengesahkan Dokumen
UKL&UPL Proyek Pembangunan PLTA Asahan No.1 dan SUTT 150 kV Route PLTA Asahan No.1 –
Porsea, pada 23 Oktober 1996 melalui surat nomor 6352/008/620.5/96
Berdasarkan pada Dokumen UKL&UPL PLTA Asahan‐1 tersebut dapat dinyatakan bahwa
Pembangunan PLTA Asahan‐1 memiliki prakiraan dampak lingkungan yang dapat dikelola
dengan sumberdaya dan teknologi yang ada di lokasi kegiatan. Disamping itu Pembangunan
PLTA Asahan‐1 juga memiliki dampak lingkungan positif bagi masyarakat di sebagian Sumatera
Utara dalam memberikan pasokan energi listrik.
Persetujuan terhadap dokumen UKL&UPL PLTA Asahan‐1 oleh Direktorat Jenderal Listrik dan
Pengembangan Energi melalui surat nomor 6352/008/620.5/96 tanggal 23 Oktober 1996 adalah
valid dan dinilai Sesuai untuk situasi dan kondisi saat keputusan tersebut dibuat pada saat itu
(23 Oktober 1996)
Sejak diterbitkan nya pengesahan atas Dokumen UKL&UPL Pembangunan PLTA Asahan‐1 pada
23 Oktober 1996, pemrakarsa (BDSN) melanjutkan pengurusan ijin terkait lainnya.
Ijin Lokasi untuk Keperluan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Kepada PT. Bajradaya
Sentranusa diberikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tapanuli Selatan, Badan Pertanahan
Nasional Nomor 460/04/04/IL/TU/12/1996 tanggal 20 Desember 1996.
Terkait dengan adanya peraturan baru tentang Jenis Usaha atau Kegiatan yang Wajib Amdal
(KEP‐39/MENLH/8/1996), maka BDSN meminta penegasan atas status UKL&UPL 1996.
Penegasan dikeluarkan oleh Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Listrik
dan Pengembangan Energi No. 3732/008/620.5/1997 tertanggal 16 Juni 1997, yang menetapkan
bahwa Status UKL&UPL 1996 masih berlaku dengan alasan tidak berada dalam kawasan lindung,
tidak ada pemindahan penduduk dan tidak mengganggu penggunaan air untuk sektor lain.
3
Ringkasan Eksekutif Laporan Audit Lingkungan Final
PLTA Asahan‐1
Ijin Penggunaan Air dan atau Sumber Air Sungai Asahan untuk Pembangkitan Tenaga Listrik
pada PLTA Asahan Nomor 1 Kepada P.T. Bajradaya Sentranusa dikeluarkan oleh Menteri
Pekerjaan Umum No. 292/KPTS/1997 tertangal 22 Juli 1997.
Proyek PLTA Asahan 1 dimulai pembangunannya pada 1 Agustus 1997, tetapi dengan terjadinya
krisis moneter dan Indonesia masuk dalam program Dana Moneter Internasional (IMF), maka
pembangunan PLTA Asahan‐1 ini ditunda karena termasuk dalam katagori dikaji ulang oleh
Pemerintah Republik Indonesia.
Setelah memperoleh kembali penetapan Status Proyek‐proyek Listrik Swasta dari semula dikaji
ulang menjadi diteruskan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
149K/30/MEM/2002 tertanggal 24 September 2002, maka BDSN kembali meneruskan rencana
pembangunan PLTA Asahan‐1.
Sehubungan dengan akan dimulai kembali pembangunan fisik PLTA Asahan 1, maka BDSN
meminta penegasan keabsahan dokumen UKL‐UPL yang disahkan tahun 1996 kepada instansi
terkait, yaitu:
1. Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
kemudian mengeluarkan Surat No. 3491/41/640.3/2003 tertanggal 22 Desember 2003
yang menetapkan bahwa UKL&UPL 1996 masih berlaku dengan pertimbangan Proyek
PLTA Asahan 1 secara rutin terus melaksanakan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan setelah sekitar 6 tahun terjadi penundaan kegiatan utama pembangunan
PLTA Asahan‐1.
2. Dinas Lingkungan Hidup dan Pertambangan, Kabupaten Toba Samosir tangal 21 Oktober
2005 berdasar surat bernomor 660/692/DLHP/2005.
Setelah melakukan beberapa kegiatan administrasi pendanaan Proyek dan penetapan Konsultan
Pengawasan dan Pemboroang pembangunan PLTA Asahan‐1, maka kegiatan Survai dan
Investigasi lapang dimulai pada 1 Agustus 2006 dan penyiapan untuk konstruksi termasuk
pembangunan base camp dimulai pada 18 Desember 2006.
Pembangunan PLTA Asahan‐1 tidak melakukan perubahan bentuk dan lokasi fasilitas‐fasilitas
utama berdasarkan studi perencanaan dan desain teknik yang disusun pada 1987 oleh Nippon
Koei dan Wiratman and Associates.
Namun demikian rona lingkungan saat dimulainya pembangunan (2006) berbeda dengan rona
lingkungan saat UKL/UPL disusun pada 1996 dan juga terjadi perubahan jadwal kegiatan yang
tertera pada UKL/UPL 1996.
Dokumen UKL/UPL 1996 juga belum mencantumkan kegiatan dredging, operasi kolam
pengendapan, areal spoil bank 1&2 untuk tahap konstruksi. Sedangkan untuk tahap operasi
kegiatan pemantauan UKL/UPL 1996 hanya terbatas pada kondisi sosial ekonomi dan budaya
masyarakat serta penyerapan tenaga kerja lokal
Berkaitan dengan hal tersebut di atas maka dinilai materi dokumen UKL‐UPL tersebut Tidak
Sesuai, terlebih untuk tahap paska konstruksi dan operasi.
4
Ringkasan Eksekutif Laporan Audit Lingkungan Final
PLTA Asahan‐1
3. Pelaporan UKL&UPL
Sejak disahkan nya Dokumen UKL&UPL, PLTA Asahan‐1 mulai melakukan kegiatan perencanaan
dan persiapan pelaksanaan pembangunan di lokasi.
Berdasarkan Surat Pengesahan Ditjen LPE atas Dokumen UKL&UPL No 6352/008/620.5/96
tanggal 23 Oktober 1996, ditetapkan bahwa PLTA Asahan‐1 wajib untuk:
1 Menyampaikan Laporan Pelaksanaan UKL/UPL secara berkala (triwulanan dan tahunan)
kepada Dpeartemen Pertambangan dan Energi cq. Dijen LPE dengan tembusan kepada
instansi terkait.
2 Memperhatikan lebih seksama masalah pemanfaatan air untuk kepentingan sektor lain
3 Melaporkan secara tertulis apabila ada masalah baru yang sebelumnya tidak muncul dalam
dokumen UKL/UPL dan penyimpangan‐peyimpangan yang terjadi serta penggulangannya.
Pelaporan UKL/UPL disampaikan kepada Ditjen LPE, Departemen ESDM dengan tembusan
kepada : Otorita Asahan, Gubernur Sumatera Utara, Dirut PLN, Distamben Sumut, Bupati
Tobasa, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertambangan Toba Samosir sejak 1997 hingga Mei 2010,
dengan rata‐rata 1 tahun sekali.
Dilaporkan, berhubung terjadi penundaan kegiatan pembangunan PLTA Asahan‐1, frekuensi
Pelaporan UKL/UPL yang disampaikan kepada Ditjen LPE tidak sesuai dengan Surat Pengesahan
yang ada. Kondisi ini telah disampaikan dalam Laporan UKL/UPL periode Juli‐September 1997
dan Oktober‐Desember 1997. Selanjutnya akibat penundaan jadwal pembangunan Pelaporan
UKL/UPL dilaporkan dalam kurun waktu satu tahun sekali.
Dari pelaporan UKL/UPL yang ada, baru 1 (satu) kali dilakukan pengambilan dan uji laboratorium
sampel air dan udara, yaitu pada Januari 2009. Sedangkan dalam dokumen UKL/UPL diminta
untuk dilakukan pemantauan secara berkala setiap 3 bulan sekali selama masa konstruksi untuk
parameter Debu, Kebisingan, dan kadar sedimen (TSS) dalam air sungai.
Dilaporkan, tidak ada teguran dan atau surat peringatan dari instansi pembina terhadap
kurangnya frekuensi pelaporan dan parameter yang harus dipantau.
Berdasarkan hal tersebut, maka kegiatan Pelaporan Pelaksanaan UKL/UPL PLTA Asahan‐1 dinilai
Tidak Sesuai.
PLTA Asahan 1, sesuai dengan UU Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air dan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Tata Cara Persyaratan Ijin Penggunaan Air dan atau
Sumber Air, telah mematuhi peraturan yang berlaku.
Pemberian Ijin Penggunaan Air dan Atau Sumber Air Sungai Asahan Untuk Pembangkitan Tenaga
Listrik pada PLTA Asahan Nomor 1 Kepada PT. Bjaradaja Sentranusa dikeluarka oleh Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 292/KPTS/1997 pada tanggal 22 Juli 1997.
PLTA Asahan 1 juga telah memberikan bantuan air bersih kepada masyarakat terdekat seabagai
salah satu program bantuan pengembangan masyarakat sesuai dengan 47 Ayat 1 dan 2 dari UU
7 tahun 2004.
Dengan demikian PLTA Asahan 1 telah Sesuai peraturan yang berkaitan dengan Pengelolaan
Sumber Daya Air yang berlaku.
5
Ringkasan Eksekutif Laporan Audit Lingkungan Final
PLTA Asahan‐1
Dalam dokumen Panduan Pengelolaan Lingkungan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang
digunakan oleh Kontraktor dan telah disetujui oleh PLTA Asahan‐1, disebutkan untuk
menghindari segala ceceran minyak, oli ke dalam air dan atau tanah.
PLTA Asahan‐1 melakukan kegiatan pengerukan (dredging) pada lokasi intake untuk
memperbaiki aliran air yang kan masuk ke terowongan air (headrace tunnel) dengan cara
sedimen sungai dipompa. Lumpur sedimen kemudian ditempatkan ke dalam kolam
pengendapan (settlement pond). Terdapat 1 kolam pengendapan yang beroperasi dan 1 kolam
pengendapan yang sedang dibangun. Pembangunan dua kolam pengendapan ini memilki
dinding penahan sesuai dengan kriteria desain teknis yang direncanakan agar tahan terhadap
resiko runtuh.
Peletakan dua kolam pengendap ini berjarak < 50 m dari tepi Sungai Asahan. Aliran air buangan
setelah melalui kolam pengendapan juga langsung dibuang ke Sungai Asahan tanpa melalui
kolam kontrol untuk menekan kandungan padatan terlarut nya.
Dari hasil analisa laboratorium pada Sungai Asahan di sekitar lokasi intake yang dekat dengan
lokasi genset, tidak dijumpai kandungan minyak dan lemak serta padatan terlarut yang melebihi
baku mutu yang berlaku (PP No.82/2001).
Namun demikian dalam pengamatan lapang ke lokasi PLTA Asahan 1 terdapat beberapa potensi
dampak terhadap lingkungan dari kegiatan PLTA Asahan 1 selama tahap paska konstruksi hingga
operasi. Tumpahan minyak solar yang terjadi pada areal penyimpanan genset bagi kegiatan
pengerukan dan mes karyawan, PLTA Asahan‐1 menyediakan pasir untuk menahan ceceran
minyak dan oli tersebut. Pasir yang telah bercampur minyak dan oli tersebut dikumpulkan
dalam tong besi dan dilaporkan dibuang ke Spoil Bank 1.
Kegiatan pengerukan sungai (dredging) yang akan dilakukan secara berkala sebagai upaya
perawatan tinggi muka air sungai di daerah intake dan operasi kolam pengendapan memiliki
potensi mengembalikan kandungan padatan tersuspensi ke sungai Asahan dan resiko terjadinya
tumpahan minyak saat pengoperasian genset dan mesin pompa. Demikian pula dengan potensi
erosi yang berasal dari daerah bukaan yang belum direklamasi pada areal spil bank 1&2 dan
jalan‐jalan masuk yang telah dibuat.
Dengan belum disiapkannya rencana eliminasi pencemaran untuk kondisi normal dan darurat
sesuai dengan Pasal 25 PP 82/2001, PLTA Asahan 1 dinilai Tidak Sesuai berdasar persyaratan PP
82/2001.
Limbah padat di sini adalah limbah non B3, seperti sampah domestik dan dari aktifitas
perkantoran atau dapat dikelompokan menjadi sampah. Untuk itu digunakan Undang‐Undang No.
18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah untuk penilaian nya.
Dari observasi lapang dijumpai bahwa PLTA Asahan 1 tidak melakukan kegiatan diantaranya:
Pemilahan sampah (Pasal 13)
Melakukan upaya pengelolaan sampah rumah tangga atau sampah sejenis sampah
rumah tangga yang dihasilkan dalam kegiatan usahanya, meliputi: (i) Pengurangan
sampah (pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah dan/atau pemanfaat
kembali sampah); dan (ii) Penanganan sampah (Pasal 19)
6
Ringkasan Eksekutif Laporan Audit Lingkungan Final
PLTA Asahan‐1
Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau sifat sampah (Pasal 22).
Menurut dokumen Panduan Pengelolaan Lingkungan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja yang
disusun oleh Kontraktor Utama (CHEC) berdasar Kontrak Kerja antara BDSN (Penangung jawab
PLTA Asahan‐1) dengan CHEC, telah disebutkan untuk melakukan pengelolaan sampah dengan
tidak dibuang disembarang tempat. Temuan berdasar observasi menunjukan tidak terdapatnya
tumpukan sampah domestik disekitar lokasi pembangunan PLTA Asahan‐1. Menurut informasi
sampah domestik yang dihasilkan secara berkala diangkut dan dibuang ke Tempat Pembuangan
Akhir Sampah di daerah Sosorladang, Porsea.
Namun demikian upaya pemilahan dan pemanfaatan sampah masih belum dilakukan selama
masa konstruksi.
Berdasarkan hal tersebut PLTA Asahan‐1 dinilai Tidak Sesuai untuk Pengelolaan Limbah Padat
Non‐B3.
E. Manajemen Limbah B3
Limbah B3 termasuk didalamnya tetapi tidak terbatas pada oli bekas, tumpahan solar, bahan
(cair atau padat) bekas pembersihan alat/mesin. Penilaian nya mengacu pada PP 18 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Timbulan limbah B3 yang berupa oli bekas dan filter oli dari alat berat dan atau kendaraan
penumpang selama masa konstruksi diangkut oleh pengumpul yang berlokasi di Porsea. Tidak
ada data mengenai jumlah timbulan dan pengumpul libah B3 ini.
Pasir yang terkontaminasi ceceran minyak dan oli pada lokasi genset dekat intake, dilaporkan
dibuang langsung ke tanah (spoil bank 1) meskipun dalam jumlah kecil .
Dilaporkan bahwa potensi timbulan oli bekas selanjutnya adalah pada saat operasi nanti yang
umumnya berasal dari penggantian oli dalam proses perawatan (overhaul) mesin pembangkit
namun akan dilakukan dalam periode sepuluh (10) tahun sekali.
PLTA Asahan 1 belum melakukan penyimpan limbah B 3 (oli bekas dan pasir terkontaminasi)
sesuai Pasal Pasal 10, 14, 20, 23 dan 29 PP 18/1999.
PLTA Asahan 1 belum memiliki sistem tanggap darurat dalam hal penanganan Limbah B3 (oli
bekas) sesuai Pasal Pasal 58 dan 60 PP 18/1999.
PLTA Asahan 1 belum melakukan pemeliharaan rekaman dan pelaporan limbah B3 (oli bekas)
sesuai Pasal 11 dan 16 PP 18/1999.
Oleh karena akan terjadi nya timbulan limbah B3 yang umumnya berupa oli bekas dan sisa
bahan‐bahan pembersih mesin meskipun dalam jumlah terbatas, maka PLTA Asahan 1 Tidak
Sesuai dengan PP 18/1999 tersebut.
F. Manajemen Bahan B3
Penilaian terhadap pengelolaan Bahan B3 mengacu pada PP 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun.
Khusus tentang penyimpanan dan penggunaan Bahan Peledak yang termasuk salah satu dari
Bahan B3, PLTA Asahan 1 telah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
7
Ringkasan Eksekutif Laporan Audit Lingkungan Final
PLTA Asahan‐1
Berdasar peraturan terkait PLTA Asahan 1 diwajibkan melakukan hal‐hal berikut:
memastikan diterapkannya pencegahan polusi dan pengrusakan lingkungan (pasal 4 PP
74/2001)
memastikan bahwa B3 tersebut dilengkapi dengan MSDS (pasal 12 PP 74/2001)
melengkapi dengan simbol yang tepat pada tempat dan ditempatkan secara benar
(pasal 18 dan 19 PP 74/2001)
memiliki rencana tanggap darurat (pasal 24, 25 dan 27 PP 74/2001)
Berdasar pengamatan dan catatan yang ada, bahan B3 utama yang masih tersisa saat Pasca
Konstruksi adalah sejumlah bahan peledak sisa. Dilaporkan bahwa bahan peledak tersebut
masih dalam pengawasan Kepolisian setempat, termasuk inspeksi secara berkala oleh personil
dari Direktorat Intelkam, Mabes Polri. Sisa bahan peledak dilaporkan akan dikembalikan ke PT
Pindad (produsen bahan peledak) berdasar perjanjian hibah sesuai dengan mekanisme Mabes
Polri.
Dengan demikian PLTA Asahan 1 Sesuai dengan PP 74 tahun 2001.
Gangguan kebisingan dinilai berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. KEP‐
48/MENLH/11/1996 kualitas ambient dan Keputusan Menteri Kesehatan No.
718/Men.Kes/Per/XI/1987 untuk lingkungan kerja.
Dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh PLN di dalam gedung pembangkit hingga 99 dbA di
dekat turbin, sedangkan pengukuran di luar gedung pembangkit listrik (power house) diperoleh
hasil 88,4 dbA. Demikian pula pengukuran yang dilakukan saat audit menunjukan tingkat
kebisingan 79,12 dBA di luar dekat Power House.
Mengingat lokasi Power House jauh dari permukiman, maka tingkat kebisingan ini tidak
mengganggu permukiman masyarakat. Disamping itu, pengukuran yang dilakukan juga masih
bersifat sesaat dan belum dilakukan secara berkala.
Kewajiban pemakaian alat pelindung diri (ear muff) bagi pekerja di pusat bising (ruang
generator) juga tertera dalam pedoman LK3 yang ada.
Pengukuran di desa Simangkok dekat kantor dan mes utama PLTA Asahan‐1 menunjukan tingkat
kebisingan sebesar 57 dBA, atau sesuai baku mutu.
Pengukuran getaran dari percobaan operasi generator menunjukan hasil yang masih di bawah
baku mutu untuk Getaran.
Oleh karena itu PLTA Asahan 1 Sesuai untuk tingkat Kebisingan berdasar kedua baku mutu
tersebut diatas.
Dokumen UKL/UPL untuk kegiatan prakonstruksi dan konstruksi menetapkan potensi dampak
berupa tingkat keresahan, pendapatan, kecelakaan lalu lintas, dan perubahan mata pencaharian.
Dalam pembebasan lahan PLTA Asahan‐1 melibatkan masyarakat pemilik dan perangkat desa
melalui beberapa tahapan seperti pemberian informasi, negosiasi dan pembayaran sesuai
dengan kesepakatan. Seluruh lahan yang dibebaskan dan digunakan sebagai areal sarana utama
8
Ringkasan Eksekutif Laporan Audit Lingkungan Final
PLTA Asahan‐1
(seperti pembangkit, mes karyawan, jalan, spoil bank 1&2) telah bibuatkan sertifikatnya sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Perbaikan beberapa rumah penduduk yang rusak akibat terkena getaran sewaktu dilakukan
pembangunan terowongan air, telah dilakukan oleh PLTA Asahan‐1 melalui kontraktor
utamanya.
Beberapa program bantuan bagi masyarakat yang telah dilakukan oleh PLTA Asahan‐1 sebagai
berikut:
1. Pembangunan sarana air bersih di Desa Ambarhalim
2. Pambangunan Gereja di Desa Pintupohan
3. Bantuan bahan bangunan (semen) untuk pembangunan Balai Desa di Sosor Ladang
4. Bantuan bibit pohon pada acara Penghijauan di SMA Pintupohan
Dari pengamatan lapang tidak dijumpai adanya masalah serius antara PLTA Asahan‐1 dengan
masyarakat setempat. Olehkarena itu PLTA Asahan‐1 dinilai Sesuai untuk pengelolaan aspek
sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat baik yang tertuang dalam dokumen UKL/UPL
maupun perkembangan situasi yang ada selama tahap pra‐ konstruksi hingga paska‐konstruksi.
I. Ketenagakerjaan
Peraturan terkait yang digunakan adalah UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.02/MEN/III/2008.
Audit ini tidak mengkaji dan melihat Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan
pengesahan nya sesuai dengan Pasal 12 PER.02/MEN/III/2008 tersebut serta pengujian visa kerja
yang berlaku terhadapnya.
Persyaratan Penggunaan Tenaga Kerja Asing berdasar Permenakertrans tersebut mewajibkan
PLTA Asahan‐1 untuk:
Dapat berbahasa indonesia (Pasal 21 Ayat c)
Bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan kehalian nya kepada tenaga kerja
warga negara Indonesia khususnya tenaga kerja TKI Pendamping (Pasal 21 ayat b).
Telah terdapat sepuluh (10) orang tenaga ahli lokal dalam bidang pengoperasian dan
pemeliharaan pembangkit listrik yang berasal dari PT. Pembangkitan Jawa Bali (anak
perusahaan PT. PLN (Persero)).
Berdasarkan observasi lapangan, keterbatasan berbahasa Indonesia tersebut diatasi engan
penyediaan penterjemah. Dilaporkan bahwa saat paska‐konstruksi ini sejumlah besar tenaga
kerja asing akan kembali ke negaranya.
Oleh karena itu dinilai Tidak Sesuai untuk masalah ketenagakerjaan.
BDSN dalam kontrak kerja dengan China Huadian Engineering Corporation Ltd (CHEC) yang
ditandatangani pada 27 Desember 2007 telah mengikat CHEC sebagai Kontraktor Utama untuk
menjaga LK3 yang secara spesifik tertera pada Pasal 19, yang berbunyi:
1 Pemenuhan seluruh peraturan di bidang K3
2 Menjaga keselamatan dan kesehatan seluruh karyawan nya
9
Ringkasan Eksekutif Laporan Audit Lingkungan Final
PLTA Asahan‐1
3 Menjaga lingkungan di dalam dan sekitar proyek PLTA Asahan‐1 dan mengindari polusi,
kebisingan, emisi, pembuangan air kotor, efluen dan material lainnya secara langsung
dapat menggangu kualitas air sungai Asahan
4 Menghindari kerusakan berbagai infrastruktur di sekitar operasi Inalum
Meskipun Sistem Majajemen LK3 ini bersifat sukarela (volunteer), namun dianggap penting
untuk mengidentifikasi dan mengelola berbagai resiko dampak lingkungan, kesehatan dan
keselamatan kerja khususnya pada saat operasi nantinya. SM‐LK3 ini akan lebih baik bila
mencakup juga hubungan BDSN dengan seluruh Kontraktor dan Supplier yang akan terlibat
nantinya.
Personil BDSN secara formal tidak memiliki sertifikat atau pelatihan di bidang LK3, sedangkan
penanggung jawab yang mewakili CHEC sebagai kontraktor utama, dalam bidang LK3 telah
memiliki sertifikat dan pelatihan di bidang LK3 dari lembaga di negaranya (China).
Penunjukan secara jelas personil beserta tugas dan wewenangnya dalam bidang LK3 sangat
diperlukan untuk dapat mewakili manajemen BDSN dalam menyusun dan melaksanakan
program LK3 agar dapat dilakukan perbaikan dan peningkatan secara terus menerus.
Dilaporkan bahwa BDSN telah menunjuk personil ditingkat manajemen yang bertanggungjawab
terhadap LK3 yang beroperasi di kantor pusat Jakarta dan kantor PLTA Asahan 1 untuk
perwakilan di lapangan.
Namun demikian bedasarkan observasi dan interview dengan personil yang terlibat, didapati
bahwa PLTA Asahan 1 belum mengembangkan secara formal (de jure) Sistem Manajemen LK3.
Oleh karena itu penguasaan SM‐LK3 oleh PLTA Asahan‐1 dinilai Tidak Sesuai.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan pengkajian dan verifikasi terhadap seluruh fakta, data/informasi, dan bukti yang
terkait dengan lingkup audit, Tim Auditor menyimpulkan hal‐hal sebagai berikut.
1. Dokumen lingkungan UKL/UPL PLTA Asahan‐1 tahun 1996 telah memenuhi persyaratan
dan ketentuan peraturan perundang‐undangan yang berlaku untuk situasi dan kondisi
saat keputusan persetujuan dokumen UKL/UPL tersebut diterbitkan saat itu (23 Oktober
1996). Namun, materi dokumen UKL/UPL tersebut tidak sesuai untuk digunakan sebagai
landasan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada saat dimulainya kegiatan
konstruksi utama sampai berakhirnya kegiatan PLTA Asahan‐1.
PLTA Asahan 1 masih belum sepenuhnya mentaati ketentuan peraturan perundangan
lingkungan hidup dalam hal:
a. Materi UKL/UPL
b. Pelaporan UKL/UPL
c. Pengendalian Pencemaran Air
d. Manajemen Limbah Padat Non‐B3
e. Manajemen Limbah B3 (oli bekas dan sisa pembersih alat dan peralatan)
f. Ketenagakerjaan (tenaga kerja asing)
2. Komitment PLTA Asahan‐1 dalam upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan,
kesehatan dan keselamatan kerja (LK3) dituangkan ke dalam kontrak kerja dengan
kontraktor utama (CHECH) dan konsultan pengawas (PLNE) pada tahap pembangunan
10
Ringkasan Eksekutif Laporan Audit Lingkungan Final
PLTA Asahan‐1
seluruh fasilitas PLTA Asahan‐1. Namun, komitmen tersebut belum secara jelas
menguraikan hak dan kewajiban dari personil PLTA Asahan‐1 serta pihak‐pihak yang
terkait didalamnya, seperti belum adanya pedoman umum sistem manajemen LK3 bagi
kontraktor, subkontraktor, supplier dan/atau operator nantinya.
Oleh karena itu tidak ditemukan standard yang digunakan Bersama oleh BDSN, PLNE dan
CHEC beserta sub‐kontraktor lainnya dalam bidang pengelolaan Lingkungan, Kesehatan
dan Keselamatan Kerja selama ini.
Sehingga kemampuan sistem pengelolaan lingkungan hidup PLTA Asahan 1 dalam
mencegah dan mengendalikan dampak lingkungan hidup yang telah dan sedang terjadi
dinilai masih lemah. Namun demikian melihat adanya komitmen dan pengalaman
personil PLTA Asahan‐1 kemampuan ini dapat dikembangkan untuk mengendalikan
dampak lingkungan hidup yang akan terjadi.
3. Akar permasalahan dari kurangnya frekuensi pemantauan beberapa parameter sesuai
UKL/UPL 1996 seperti pengukuran debu dengan dust sampler, kebisingan dengan sound
level meter dan kualitas air melalui pengukuran kadar sedimen yang diminta setiap 3
bulan sekali selama tahap konstruksi, serta frekuensi penyampaian laporan, adalah
karena tidak adanya pemantauan dan/atau teguran dari instansi Pembina di tingkat
Pusat (Dirjen LPE), tingkat Provinsi (BLH) dan Kabupaten (BLH) selama ini.
Manajemen konstruksi proyek PLTA Asahan‐1 menetapkan BDSN sebagai pemilik, CHEC
sebgai kontraktor utama, dan PLNE sebagai konsultan pengawas. Namun, PLTA Asahan‐
1 memiliki masalah komunikasi kerja internal diantara Kontraktor Utama (CHEC) dengan
Konsultan Pengawas (PLNE) pada tahap konstruksi dan paska konstruksi. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa akar penyebab ketidakpatuhan, yang umumnya pada masalah teknis
dilapangan, adalah Komunikasi internal diantara personil BDSN dan PLNE dengan
Kontraktor yang umumnya berasal dari China.
Akar penyebab ketidakpatuhan lainnya adalah belum ditetapkan nya Kebijakan serta
Program untuk LK3 oleh BDSN sebagai penanggung jawab dari kegiatan PLTA Asahan‐1
ini.
4. Rekomendasi untuk tindakan koreksi (corrective actions) terhadap ketidakpatuhan yang
terjadi adalah sebagai berikut:
a. Perbaikan materi UKL/UPL dengan fokus pada Pengendalian Pencemaran Air dan
Tanah
i. Pembuatan wadah‐wadah pencegah tumpahan (secondary containment) untuk
lokasi‐lokasi yang masih menggunakan genset sebagai sumber listrik
ii. Melakukan analisa sifat kimia dan fisik material timbunan di spoil bank. Hasilnya
digunakan untuk menetapkan perlu tidaknya kolam‐kolam kontrol dan pre‐
treatment (bila perlu) sebelum aliran air yang melalui spoil bank menuju Sungai
Asahan
iii. Melakukan uji lab terhadap:
1. Air buangan (discharge water) dari kolam‐kolam pengendapan yang
mengalir ke Sungai Asahan, untuk parameter pH, TSS dan TDS untuk
menjaga kualitas air sungai Asahan terhadap potensi peningkatan
sedimentasi kembali.
2. Kualitas air Sungai Asahan sebelum intake, daerah intake, sebelum tail race,
dan setelah tail race sesuai sengan baku mutu yang berlaku (PP 82/2001).
11
Ringkasan Eksekutif Laporan Audit Lingkungan Final
PLTA Asahan‐1
iv. Memastikan penghijauan kembali pada bekas tapak bukaan yang sudah tidak
digunakan kembali (Adit 1 & 2, Mes Karyawan, Jalan Masuk, Areal Spoil Bank
1&2, dll) agar dimonitor selalu pelaksanannya dengan baik.
b. Penyampaian Laporan UKL/UPL secara berkala setiap 6 bulan sekali yang
disampaikan kepada Instansi Pusat (Kementerian Negara Lingkungan Hidup,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten
Toba Samosir, dan Otorita Asahan).
c. Pengendalian Pencemaran Air sesuai PP 82/2001:
1. Membuat rencana penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat dan
atau keadaan tidak terduga lainnya
2. Membuat mekanisme pelaporan dugaan atau terjadinya pencemaran air kepada
Pejabat yang berwenang
3. Memberikan informasi yang bernar dan akurat mengenai pelaksanaan
kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
d. Upaya Pengelolaan limbah Non‐B3 (Sampah Domestik)
i. Penyusunan Program Pengelolaan sampah secara sistematis dan jelas
ii. Menyediakan fasilitas pemilahan sampah di seluruh areal kerja dan mes
karyawan
iii. Melakukan pembatasan timbulan, pendauran ulang dan pemanfaatan kembali
sampah
e. Upaya Pengelolaan Limbah B3
i. Menyediakan tempat penampungan sementara
ii. Menyusun Program Pengelolaan Limbah B3 secara sistematis dan jelas sesuai
peraturan yang berlaku
iii. Menyediakan label yang tepat pada container yang sesuai dan tempat
penyimpanan sementara sesuai peraturan yang berlaku
iv. Mengidentifikasi lokasi akhir dari limbah B3 beserta agen pengangkutnya sesuai
dengan peraturan yang berlaku
f. Perbaikan Komunikasi Internal dan Eksternal
i. Mewajibkan semua Tenaga Kerja Asing untuk dapat berkomunikasi dengan
Karyawan Indonesia dengan Baik, misal nya pelatihan penggunaan Bahasa
Indonesia di tempat kerja.
ii. Mewajibkan bagi Kontraktor, Supplier dan Konsultan Asing untuk menyiapkan
seluruh Prosedur Tertulis yang berkaitan dengan LK3 ke Dalam Bahasa Indonesia
dan/atau Bahasa Inggris.
iii. Melakukan training/kursus secara teratur untuk meningkatkan pengetahuan di
bidang LK3.
12
Ringkasan Eksekutif Laporan Audit Lingkungan Final