Anda di halaman 1dari 18

Nama : MA'SHUM NAHDI BELA BANGSA

NIM : E1A016314

BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS TENTANG PENATAAN PASAR
TRADISIONAL

A. Ketentuan Umum
Dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas tentang Penataan Pasar
Tradisional terdapat beberapa istilah yang perlu diberikan pengertian maupun definisi sebagai
suatu pengertian normatif sehingga tidak menimbulkan perbedaan interpretasi yang dapat
mengakibatkan pertentangan. Pengertian atau definisi terhadap peristilahan tersebut akan
dicantumkan di dalam Ketentuan Umum. Istilah-istilah tersebut beserta dengan pengertian atau
definisinya, sebagai berikut.
1. Daerah adalah Kabupaten Banyumas.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Banyumas.
3. Bupati adalah Bupati Banyumas.
4. Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan adalah Dinas Koperasi, UKM,
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banyumas.
5. Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu, baik yang
disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, tempat
perdagangan maupun sebutan lainnya.
6. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintahan
Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Koperasi
termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda
yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi
dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui
tawar menawar.
7. Pusat Perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan
yang didirikan secara vertikal maupun horizontal yang dijual atau disewakan kepada pelaku
usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang.
8. Toko adalah bangunan gedung dengan fungsi usaha yang digunakan untuk menjual barang
dan terdiri dari hanya satu penjual.
9. Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang
secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Departemen Store, Hypermarket
ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.
10. Minimarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan barang-barang
kebutuhan sehari-hari secara eceran langsung kepada konsumen dengan cara pelayanan
mandiri (swalayan).
11. Supermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan barang-barang
kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokok secara eceran dan
langsung kepada konsumen dengan cara pelayanan mandiri.
12. Department Store adalah sarana atau tempat usaha yang menjual secara eceran barang
konsumsi utamanya produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan barang
berdasarkan jenis kelamin dan/atau tingkat usia konsumen.
13. Hypermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan barang-barang
kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokok secara eceran dan
langsung kepada konsumen, yang di dalamnya terdiri atas pasar swalayan, toko modern dan
toko serba ada, yang menyatu dalam satu bangunan yang pengelolaanya dilakukan secara
tunggal.
14. Perkulakan/Grosir adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan pembelian berbagai
macam barang dalam partai besar dari berbagai pihak dan menjual barang tersebut dalam
partai besar sampai pada sub distributor dan/atau pedagang eceran.
15. Pengelola Jaringan Minimarket adalah pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha di
bidang Minimarket melalui satu kesatuan manajemen dan sistem pendistribusian barang ke
outlet yang merupakan jaringannya.
16. Pemasok adalah pelaku usaha yang secara teratur memasok barang kepada Toko Modern
dengan tujuan untuk dijual kembali melalui kerjasama usaha.
17. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik perorangan dan/atau badan usaha perorangan
yang memenuhi kriteria Usaha Mikro yaitu memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
18. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil yaitu
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus juta rupiah).
19. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh
orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
20. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang
meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang
melakukan kegiatan ekonomi di Daerah.
21. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung
atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat dan menguntungkan yang
melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan Usaha Besar.
22. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan
mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh
pelayanannya dalam satu hubungan hierarki.
23. Syarat Perdagangan (trading terms) adalah syarat-syarat dalam perjanjian kerjasama antara
Pemasok dan Toko Modern / Pengelola
Jaringan Minimarket yang berhubungan dengan pemasokan produk- produk yang
diperdagangkan dalam Toko Modern yang bersangkutan.
24. Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional selanjutnya disingkat IUP2T, Izin Usaha Pusat
Perbelanjaan selanjutnya disingkat IUPP dan Izin Usaha Toko Modern selanjutnya disingkat
IUTM adalah izin untuk dapat melaksanakan usaha pengelolaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan, dan Toko Modern yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.

B. Materi Yang akan Diatur


Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas tentang Perlindungan, Pembinaan Pasar
Tradisional, Penataan Pasar Modern, Pusat Pembelanjaan dan Toko Modern akan memuat materi
yang akan diatur, paling sedikit mengenai:
1. Ketentuan umum.
2. Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, yang meliputi:
a. Persyaratan Fasilitas.
b. Persyaratan Sosial Ekonomi.
c. Persyaratan Jam Kerja.
d. Persyaratan Luas Tempat Usaha.
e. Sistem Penjualan dan Jenis Barang Dagangan.
f. Persyaratan Lokasi dan Jarak Pendirian.
3. Perizinan.
4. Kemitraan Usaha.
5. Pembinaan dan Pengawasan.
6. Sanksi Administratif.
7. Penyidikan.
8. Ketentuan Pidana.
9. Ketentuan Peralihan.
10. Ketentuan Penutup.

C. Materi Pokok yang Diatur


Pedoman 110 Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011 menegaskan bahwa materi pokok yang
diatur di dalam peraturan daerah ditempatkan langsung setealh Bab tentang Ketentuan Umum.
Dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas tentang Perlindungan, Pembinaan Pasar
Tradisional, Penataan Pasar Modern, Pusat Pembelanjaan dan Toko Modern, Ketentuan Umum
ditempatkan dalam
Bab I, Pasal 1. Karena itu, materi pokok yang diatur ditempatkan mulai dari Bab II. Materi pokok
tersebut meliputi, sebagai berikut.
1. Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Materi pokok mengenai Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
meliputi: Persyaratan Fasilitas, Persyaratan Sosial Ekonomi, Persyaratan Jam Kerja, Persyaratan
Luas Tempat Usaha, Sistem Penjualan dan Jenis Barang Dagangan, dan Persyaratan Lokasi dan
Jarak Pendirian. Materi muatan tersebut akan diatur mulai dari Pasal 2.

Persyaratan fasilitas ditentukan dalam Pasal 4 Perpres No. 112 Tahun 2007, paling tidak
meliputi:

a. Areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) unit kendaraan roda empat untuk
setiap 60 m2 (enam puluh meter per segi) luas lantai penjualan Toko Modern; dan
b. Fasilitas yang menjamin Toko Modern yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang
publik yang nyaman.
Namun sesuai dengan hasil kajian terhadap potensi dan permasalahan yang ada, maka persyaratan
fasilitas juga harus mempertimbangkan kondisi social ekonomi masyarakat dan keberadaan Pasara
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern serta UMKM dan Koperasi yang sudah ada.
Karena itu, persyaratan fasilitas untuk mendirikan Pasar Tradisional harus
memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern serta Usaha Kecil, termasuk koperasi yang ada di wilayah Daerah.
Persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 4 Perpres disesuaikan dengan kondisi daerah, sehingga
persyaratan tersebut menjadi, sebagai berikut:
a. menyediakan areal parkir, paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) buah kendaraan
2
roda empat untuk setiap 100 m (seratus meter per segi) luas lantai penjualan Pasar
Tradisional; dan
b. menyediakan fasilitas yang menjamin Pasar Tradisional yang bersih, sehat (hygienis),
aman, tertib, dan ruang publik yang nyaman.
Persayaratan mendirikan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern selain harus memenuhi
ketentuan Pasal 4 Perpres No. 112 Tahun 2007, juga harus mempertimbangkan kondisi daerah,
sehingga persyaratan tersebut meliputi:
a. memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan Pasar Tradisional,
Usaha Kecil dan Usaha Menengah yang ada di wilayah Daerah;
b. memperhatikan jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
dengan Pasar Tradisional yang telah ada sebelumnya;
c. menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) buah kendaraan
2
roda empat untuk setiap 60 m (enam puluh meter per segi) luas lantai penjualan Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern; dan
d. menyediakan fasilitas yang menjamin Pusat Perbelanjaan danToko Modern yang bersih,
sehat (hygienis), aman, tertib, dan ruang publik yang nyaman.
Penyediaan areal untuk Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern dapat dilakukan
berdasarkan kerjasama antara pengelola Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, atau Toko Modern
dengan pihak lain.
Persyaratan Sosial Ekonomi dibedakan antara persyaratan mendirikan minimarket dengan
mendirikan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan atau Toko Modern. Pelaku usaha yang hendak
mendirikan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan atau Toko Modern harus memenuhi persyaratan
social ekonomi yaitu melakukan analisa kondisi sosial, ekonomi, lingkungan, masyarakat,
keberadaan Pasar Tradisional dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang berada di wilayah
Daerah, yang meliputi:

a. struktur penduduk menurut mata pencaharian dan pendidikan;


b. tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga;
c. kepadatan penduduk;
d. pertumbuhan penduduk;
e. kemitraan dengan UMKM lokal;
f. penyerapan tenaga kerja lokal;
g. ketahanan dan pertumbuhan Pasar Tradisional sebagai sarana bagi UMKM lokal;

h. keberadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang sudah ada;


i. dampak positif dan negatif yang diakibatkan oleh jarak antara Hypermarket dengan
Pasar Tradisional yang telah ada sebelumnya; dan
j. tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility).

Hasil analisa tersebut merupakan kajian yang dilakukan oleh Badan/Lembaga independen
yang berkompeten, dan harus mendapatkan persetujuan/rekomendasi dari Organisasi Perangkat
Daerah yang membidangi perdagangan. Analisa kondisi sosial ekonomi yang telah mendapat
pengesahan/rekomendasi tersebut dijadikan dasar pertimbangan untuk memberikan Izin Prinsip
Usaha.
Hasil analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat tersebut merupakan dokumen pelengkap
yang tidak terpisahkan dengan syarat- syarat dalam mengajukan Surat Permohonan izin
mendirikan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan, atau Toko Modern; atau izin usaha Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan, atau Toko Modern. Hal itu juga berlaku bagi Toko Modern yang terintegrasi dengan
Pusat Perbelanjaan atau bangunan lain. Sedangkan untuk Minimarket tidak diberlakukan
persyaratan tersebut. Bagi Minimarket baik yang berdiri sendiri maupun yang terintegrasi dengan
Pusat Perbelanjaan atau bangunan lain harus memperhatikan:
a. kepadatan penduduk;
b. perkembangan pemukiman baru;
c. aksesibilitas wilayah (arus lalu lintas);
d. dukungan/ketersediaan infrastruktur; dan
e. keberadaan Pasar Tradisional dan warung/toko di wilayah sekitar yang lebih kecil daripada
Minimarket tersebut.
Tetapi, itu pun diutamakan diberikan kepada pelaku usaha yang
domisilinya sesuai dengan lokasi Minimarket dimaksud.
Persyaratan Jam Kerja ditujukan terutama untuk pelaku usaha
Minimarket, Hypermarket, Departement Store dan Supermarket, yaitu:

a. Senin – Jumat: pukul 10.00 WITA – 22.00 WITA.


b. Sabtu dan Minggu: pukul 10.00 WITA – 23.00 WITA.
c. Hari besar keagamaan, libur nasional atau hari tertentu lainnya dapat melampaui pukul 22,
tetapi berdasarkan penetapan oleh Bupati.
Khusus untuk Minimarket dapat beroperasi 24 (dua puluh empat) jam, tetapi hal itu atas seizing
Bupati. Oleh karena itu, mengenai batasan waktu jam kerja toko modern akan ditentukan lebih
lanjut dengan peraturan Bupati.
Persyaratan luas lantai penjualan. Pelaku usaha yang akan mendirikan Toko Modern
harus memenuhi persyaratan batasan luas lantai. Pasal 6 Permendag No. 70/M-DAG/PER/12/2013
jo. Permendag No. 56/M-DAG/PER/ 9/2014 menentukan luas lantai toko modern, sebagai berikut:
a. Minimarket, kurang dari 400 M²
b. Supermarket, lebih dari 400 M²
c. Department Store, lebih dari 400 M²
d. Hypermarket, lebih dari 5.000 M²
e. Perkulakan, lebih dari 5.000 M².
Pada persyaratan tersebut di atas tampak tidak ada perbedaan luas lantai antara Supermarket
dan Department Store, yaitu sama-sama lebih dari 400 M2. Padahal faktanya luas lantai
Supermarket dan Department
Store berbeda. Karena itu perlu dilakukan kualifikasi yang lebih limitative, yaitu luas lantai untuk

2
Supermarket yakni 400 M2 sampai dengan 5,000 M , sedangkan luas lantai penjualan untuk
Department Store yaitu lebih dari 400 M² sampai dengan kurang dari kurang dari 2.000 M². Artinya,
walaupun ditetapkan luas lantai penjualan Department Store lebih dari
2
400 M² tetapi tidak mencapai 2.000 M . Sebab jika suatu Department Store memiliki luas lantai

2
mencapai 5.000 M , maka pelaku usaha tersebut tidak dapat lagi disebut Department Store,
melainkan Supermarket. Dengan demikian, luas lantai penjualan toko modern, sebagai berikut:
2
a. Minimarket, luas lantai kurang dari 400 M .
2 2
b. Supermarket, luas lantai 400 M – 5.000 M .
2 2
c. Departement Store, luas lantai di atas 400 M – 2.000M .
2
d. Hypermarket, di atas 5.000 M .
2
e. Perkulakan, di atas 5.000 M .
Persyaratan sistem penjualan dan jenis barang yang dijual. Hal itu ditentukan dalam
Pasal 7 Permendag No. 70/M-DAG/ PER/12/2013 jo. Permendag 56/M-DAG/PER/9 /2014.
Persyaratan tersebut lebih jelas disajikan dengan tabel di bawah ini.
N Toko Modern Sistem Penjualan Barang yang dijual
o
1 Minimarket Menjual secara Barang konsumsi terutama
eceran produk makanan dan produk
rumah tangga lainnya.
2 Supermarket Menjual secara Sama dengan Minimarket
eceran
3 Hypermarket Menjual secara Sama dengan Minimarket
eceran
4 Departement store Menjual secara Produk sandang dan
eceran perlengkapannya dengan penataan
barang berdasarkan jenis kelamin
dan/atau tingkat
usia konsumen.
5 Perkulakan menjual secara grosir Barang konsumsi.

Berdasarkan pada ketentuan sistem penjualan dan jenis barang yang dijual tersebut di atas
maka, sistem penjualan Toko Modern yaitu:
a. Minimarket, supermarket, departement store dan hypermarket
melakukan penjualan secara eceran.
b. Perkulakan melakukan penjualan secara grosir. Sedangkan jenis
barang yang dijual yaitu:
a. Minimarket, supermarket dan hypermarket menjual barang konsumsi terutama produk
makanan dan produk rumah tangga lainnya.
b. Departement store menjual barang konsumsi utamanya produk
sandang dan perlengkapannya dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin dan/atau
tingkat usia konsumen.
c. Perkulakan menjual barang konsumsi.
Persyaratan Lokasi Pendirian. Pasal 2, 3, dan Pasal 5 Perpres No. 112 Tahun 2007
menentukan persyaratan lokasi untuk mendirikan Pasar tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern. Namun demikian, persyaratan tersebut tidak dapat diturunkan seutuhnya menjadi norma
dalam peraturan daerah, sebab masih harus diselaraskan dengan kondisi daerah – Kabupaten
Banyumas, misalnya diadaptasi berdasarkan RTRW, RDTR, dan peraturan zonasi. Selain itu juga
harus memperhatikan sistem jaringan jalan. Persyaratan lokasi yang ditentukan dalam Perpres No.
112 Tahun 2007 dideskripsikan dengan tabel sebagai berikut.

No Bentuk Toko Modern Loka


. si
1 Perkulakan Pada akses sistem jaringan jalan arteri atau
kolektor primer atau sekunder.
2 Hypermarket dan Pusat Pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor.
Perbelanjaan Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau
lingkungan di dalam kota/perkotaan.

3 Supermarket, Swalayan Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan


dan Departement Store lingkungan.
Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan
lingkungan di dalam kota/perkotaan.
4 Minimarket Pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan
jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan
(perumahan) di dalam
kota/perkotaan.

Dengan demikian, persyaratan lokasi Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern, sebagai berikut:
a. Lokasi pendirian Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, dan Rencana Detail Tata Ruang, termasuk
Peraturan Zonasinya.
b. Pendirian Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern harus memperhatikan
persyaratan berlokasi pada Sistem Jaringan Jalan di Daerah.
c. Persyaratan lokasi pada Sistem Jaringan Jalan, yaitu:
1) Pasar Tradisional berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan
jalan lokal atau jalan lingkungan pada kawasan pelayanan bagian kota atau lokal atau
lingkungan (perumahan) didalam kota.
2) Perkulakan atau grosir berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor
primer atau sekunder.
3) Hypermarket dan Pusat Perbelanjaan:
a) berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri atau
kolektor; dan
b) tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan di dalam
kota/perkotaan.
4) Supermarket, Toko Modern, Swalayan dan Departement Store:
a) tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan; dan
b) tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan di dalam kota/perkotaan.
5) Minimarket berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan
lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam
kota/perkotaan.
Persyaratan jarak. Pasal 3 Permendag No. 70/M- DAG/PER/12/2013 jo. Permendag
56/M-DAG/PER/9 /2014 menentukan secara umum mengenai persyaratan jarak untuk mendirikan
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, yakni menyerahkan kepada daerah untuk
menentukan lebih lanjut. Berdasarkan pada kondisi eksisting dari Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern maka dapat ditentukan persyaratan jarak untuk mendirikan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern harus mempertimbangkan:
a. Lokasi pendirian Hypermarket atau Pasar Tradisional dengan
Hypermarket atau Pasar Tradisional yang sudah ada sebelumnya.

b. Iklim usaha yang sehat antara Hypermarket dan Pasar Tradisional.


c. Aksesibilitas wilayah (arus lalu lintas).
d. Dukungan / ketersediaan infrastruktur.
e. Perkembangan pemukiman baru.
Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan tersebut masih bersifat umum sehingga perlu
dijabarkan agar lebih konkrit dan operasional. Hal itu akan lebih tepat dijadikan materi muatan
Peraturan Bupati. Dengan demikian, ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan jarak mendirikan
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern diatur dalam Peraturan Bupati.

2. Perizinan
Perpres No. 112 Tahun 2007 dan Permendag No. 70/M- DAG/PER/12/2013 jo.
Permendag 56/M-DAG/PER/9 /2014 menentukan bahwa izin wajib dimiliki untuk dapat
melaksanakan usaha pengelola pasar trdisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern. Kewenangan
untuk menerbitkan izin berada pada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
perdagangan.
Kewenangan tersebut dapat dilimpahkan kepada Bupati, dan Bupati dapat melimpahkan kepada
Kepala Dinas yang bertanggung jawab di bidang perdagangan atau Kepala Unit Pelayanan
Terpadu Satu Pintu.
Kemudian, berdasarkan pada ketentuan Pasal 12 Keppres No. 112 Tahun 2007, pelaku
usaha yang melakukan usaha Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, wajib
memiliki:
a. Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional (IUP2T) untuk Pasar Tradisional.
b. Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP) untuk Pertokoan, Mall, Plasa dan Pusat Perdagangan.
c. Izin Usaha toko Modern (IUTM) untuk Minimarket, Supermarket, Departement Store,
Hypermarket dan Perkulakan.

d. IUTM untuk Minimarket diutamakan bagi Pelaku Usaha Kecil dan Usaha Menengah
setempat.
Izin usaha diterbitkan diterbitkan oleh Bupati Banyumas. Bupati dapat melimpahkan
kewenangan penerbitan izin usaha kepada Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan
Perdagangan. Sedangkan mengenai prosedur, tata cara dan persyaratan, IUP2T, IUPP, dan IUTM
diatur dalam Peraturan Bupati.
Izin usaha yang diterbitkan oleh Bupati atau Dinar Koperasi, UMKM, Perindustrian dan
Perdagangan berlaku hanya untuk 1 (satu) lokasi usaha dan selama masih melakukan kegiatan pada
lokasi yang sama. Karena itu, pelaku usaha wajib melakukan pendaftaran ulang setiap 5 (lima)
tahun.
Tetapi, jika terjadi perubahan lokasi usaha Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern maka, pengelola/penanggung jawab perusahaan wajib mengajukan permohonan izin usaha
baru. Sedangkan jika terjadi perubahan terhadap kepemilikan, bentuk badan hukum, merk dagang
dan lisensi maka, pengelola Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib untuk melapor dan
mendapat persetujuan dari Bupati melalui Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan.
Namun untuk pelaku usaha pengelola Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang
telah ada dan memperoleh izin, tidak diwajibkan memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP).

3. Kemitraan Usaha.
Keprres No. 112 Tahun 2007 menentukan bahwa kemitraan merupakan kerjasama usaha,
secara langsung maupun tidak langsung atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai,
memperkuat dan menguntungkan antara pelaku UMKM dan Usaha Besar. Kemitraan dilakukan
dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha,
atau penerimaan pasokan dari pemasok kepada Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang
dilakukan secara terbuka.
Kerjasama pemasaran dapat dilakukan dalam bentuk memasarkan barang produksi
UMKM yang dikemas atau dikemas ulang (repackaging) dengan merek pemilik barang, Toko
Modern atau merek lain yang disepakati dalam rangka peningkatan nilai jual barang. Selain itu
dapat pula dilakukan dengan memasarkan produk hasil UMKM melalui etalase atau outlet dari
Toko Modern.

Dalam kerangka kemitraan tersebut, Perkulakan, Hypermarket, Departement Store,


Supermarket, dan Pengelola Jaringan Minimarket, dapat menggunakan merek sendiri dengan
mengutamakan barang produksi Usaha Kecil dan Usaha Menengah serta mengutamakan jenis
barang yang diproduksi di Indonesia. Toko Modern bertanggung jawab bahwa barang yang
menggunakan merek Toko Modern sendiri telah memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), bidang keamanan dan kesehatan
produk, serta peraturan perundang-undangan lainnya.
Kemitraan dalam bentuk penyediaan lokasi usaha dapat dilakukan oleh pengelola Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern kepada UMKM dengan menyediakan ruang usaha dalam areal
Pusat Perbelanjaan atau Toko Modern. Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib menyediakan
tempat usaha untuk UMKM dengan harga jual atau biaya sewa yang sesuai dengan kemampuan
UMKM, atau yang dapat dimanfaatkan oleh UMKM melalui kerja sama dalam rangka kemitraan.
Sebaliknya, UMKM harus memanfaatkan ruang usaha sesuai dengan peruntukan yang disepakati.

Kemitraan antara Pemasok dengan Perkulakan, Hypermarket, Departement Store,


Supermarket, dan Pengelolaan Jaringan Minimarket dibuat dengan perjanjian tertulis dalam bahasa
Indonesia dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

Dalam perjanjian dapat diatur syarat-syarat perdagangan, sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari perjanjian tertulis tersebut. Sesuai dengan azas-azas kebebasan berkontrak maka,
syarat-syarat perdagangan harus jelas, wajar, berkeadilan, saling menguntungkan, disepakati kedua
belah pihak tanpa tekanan, dan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Kemitraan antara Pemasok Usaha Mikro dan Usaha Kecil dengan Perkulakan,
Hypermarket, Departement Store, Supermarket dan Pengelola
Jaringan Minimarket dapat diadakan perjanjian kerjasama, dengan ketentuan:
a. Tidak memungut biaya administrasi pendaftaran barang dari Pemasok Usaha Mikro dan
Usaha Kecil.
b. Pembayaran kepada Pemasok Usaha Mikro dan Usaha Kecil wajib dilakukan secara
tunai untuk nilai pasokan sampai dengan Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
atau dengan alasan teknis tertentu dapat dilakukan dalam jangka waktu 15 (lima belas)
hari setelah seluruh dokumen penagihan diterima.
Pembayaran tidak secara tunai dapat dilakukan sepanjang cara tersebut tidak merugikan Pemasok
Usaha Mikro dan Usaha Kecil dengan memperhitungkan biaya resiko dan bunga untuk Pemasok
Usaha Mikro dan Usaha Kecil. Hal itu dimaksudkan berlaku untuk 1 (satu) outlet atau 1 (satu)
jaringan usaha.
Kemitraan antara Pemasok dengan Toko Modern dimaksudkan untuk menciptakan
hubungan kerjasama yang berkeadilan, saling menguntungkan dan tanpa tekanan antara satu
pihak dengan pihak yang lain. Karena itu, Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi kepentingan
Pemasok dan Toko Modern dalam merundingkan perjanjian kerjasama.

4. Pembinaan dan Pengawasan.


Perpres No 112 Tahun 2007 menentukan bahwa pembinaan dan pengawasan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dapat dilakukan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah secara sendiri- sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan bidang tugas
masing- masing. Pemerintah Daerah melakukan pembinaan Pasar Tradisional dalam bentuk:
a. Mengupayakan sumber-sumber alternatif pendanaan untuk pemberdayaan Pasar Tradisional
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Meningkatkan kompetensi pedagang dan pengelola Pasar Tradisional.
c. Memprioritaskan kesempatan memperoleh tempat usaha bagi pedagang Pasar Tradisional
yang telah ada sebelum dilakukan renovasi atau relokasi Pasar Tradisional.
b. Mengevaluasi pengelolaan Pasar Tradisional.
Sedangkan pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dilakukan dengan memberdayakan
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dalam membina Pasar Tradisional, dan mengawasi
pelaksanaan kemitraan yang
telah dilakukan. Dalam rangka pengawasan oleh Pemerintah, Menteri mewajibkan Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern untuk memberikan data dan/atau informasi penjualan sesuai
ketentuan peraturan perundang- undangan.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas maka, dalam disusun materi muatan
Perda, sebagai berikut:
a. Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern.
b. Dalam rangka pembinaan Pasar Tradisional, Pemerintah Daerah:

1 mengupayakan sumber-sumber alternatif pendanaan untuk pemberdayaan Pasar


Tradisional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2 meningkatkan kompetensi pedagang dan pengelola Pasar Tradisional;

3 memprioritaskan kesempatan memperoleh tempat usaha bagi pedagang Pasar


Tradisional yang telah ada sebelum dilakukan renovasi atau relokasi Pasar
Tradisional; dan
4 mengevaluasi pengelolaan Pasar Tradisional.
c. Dalam rangka pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, Pemerintah Daerah
mewajibkan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern memfasilitasi dalam rangka
pemberdayaan Pasar Tradisional, dan membina UMKM dalam rangka peningkatan
kualitas produk sehingga memenuhi standart kualitas yang dipersyaratkan.
d. Pelaku Usaha wajib menyampaikan laporan berupa jumlah outlet yang dimiliki; omset
penjualan seluruh outlet; jumlah UMKM yang bermitra dan pola kemitraannya; dan
jumlah tenaga kerja yang diserap. Laporan disampaikan setiap semester kepada Dinas
Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan.
e. Penyampaian laporan dilakukan setiap Bulan Juli tahun yang bersangkutan untuk semester
pertama dan Bulan Januari tahun berikutnya untuk semester kedua.
f. Pelaku Usaha Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib memberikan data dan/atau
informasi yang dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembinaan dan
pengawasan.
g. Apabila dipandang perlu Bupati dapat membentuk Forum Komunikasi yang anggotanya
terdiri wakil-wakil dari para pemangku kepentingan dibidang Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern, yang masing-masing bertindak atas nama pribadi secara
profesional. Forum Komunikasi tdersebut bertugas memberikan rekomendasi kepada
Bupati dalam rangka pembinaan dan pengembangan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan
dan Toko Modern.

5. Sanksi Administratif.
Sanksi administratin dijatuhkan terhadap Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan dalam
Pasal 4 ayat (1), Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9
ayat (2), Pasal 10, Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13, Pasal 15 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal
21. Sanksi administratif dapat berupa peringatan tertulis; pembekuan izin usaha; atau pencabutan
izin usaha.
Pembekuan Izin Usaha dilakukan apabila telah dilakukan peringatan secara tertulis
berturut-turut 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu paling lama 1 (satu) bulan. Sedangkan
pencabutan Izin Usaha dilakukan apabila Pelaku Usaha tidak mematuhi peringatan secara tertulis
berturut-turut 3 (tiga) kali.

6. Penyidikan.
Penyidikan tindak pidana atas pelanggaran ketentuan-ketentuan dalam Perda dilakukan
oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah. Wewenang Penyidik
meliputi :
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan Tindak Pidana;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan
tindak pidana;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan, dan
dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada
saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau
dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada


penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

7. Ketentuan Pidana
Tindak pidana dalam Perda ini masuk dalam klasifikasi pelanggaran. Sanksi pidana
dikenakan terhadap setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat
(1), Pasal
11 ayat (1), Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 17 (1), Pasal 19 ayat (3), dan Pasal 20 ayat (1),
dan Pasal 21. Sedangkan ancaman pidana yaitu pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

8. Ketentuan Peralihan
Ketentuan nomor 127 Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011
menegaskan bahwa adanya Ketentuan Peralihan dimaksudkan untuk:
a. menghindari terjadinya kekosongan hukum;
b. menjamin kepastian hukum;
c. memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan; dan
d. mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara. Karena itu, Ketentuan
Peralihan Perda tentang Perlindungan, Pembinaan Pasar Tradisional, Penataan Pasar Modern, Pusat
Permbelanjaan dan Toko Modern memuat materi sebagai berikut:
a. Ijin Usaha yang dimiliki Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern sebelum berlakuknya
Peraturan Daerah ini, dipersamakan dengan IUPP dan/atau IUTM berdasarkan Peraturan
Daerah ini.
b. Ijin Pengelolaan yang dimiliki Pasar Tradisional sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini,
dipersamakan dengan IUP2T berdasarkan Peraturan Daerah ini.
c. Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang sedang dalam proses
pembangunan atau sudah selesai dibangun
namun belum memiliki ijin usaha sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, dianggap
telah memenuhi persyaratan lokasi dan dapat diberikan Ijin Usaha berdasarkan Peraturan
Daerah ini.
d. Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang telah memiliki Persetujuan Prinsip yang
diterbitkan dan belum dibangun sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, selanjutnya
wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini.
e. Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang telah berdiri, beroperasi dan belum
melaksanakan program kemitraan, wajib melaksanakan program kemitraan dalam waktu
paling lambat 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Daerah ini.
f. Perjanjian kerjasama usaha antara Pemasok dengan Perkulakan, Hypermarket,
Departement Store, Supermarket, Pengelola Jaringan Minimarket yang sudah ada pada
saat berlakunya Peraturan Daerah ini, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian
tersebut.

9. Ketentuan Penutup
Ketentuan No.137 Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011 menegaskan bahwa pada umumnya
Ketentuan Penutup memuat ketentuan mengenai:
a. penunjukan organ atau alat kelengkapan yang melaksanakan
Peraturan Perundang-undangan;
b. nama singkat Peraturan Perundang-undangan;
c. status Peraturan Perundang-undangan yang sudah ada; dan
d. saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan.
Ketentuan Penutup Perda tentang Perlindungan, Pembinaan Pasar Tradisional, Penataan Pasar
Modern, Pusat Permbelanjaan dan Toko Modern memuat materi mengenai mulai berlakunya, dan
perintah pengundangan, sebagai berikut:
a. Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
b. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Banyumas.
.

Anda mungkin juga menyukai