Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH METODOLOGI KEPERAWATAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Disusun Oleh
Kelompok 1
Nama : 1. Afifah Kristiani Putri N.A (PO.71.20.1.20.003)
2. Surya Tirta Samudra (PO.71.20.1.20.006)
3. Nadinda Nathania (PO.71.20.1.20.010)
4. Angie Anindita (PO.71.20.1.20.012)
5. Gina Khairaatun Hisaan (PO.71.20.1.20.017)
6. Viera Santriani (PO.71.20.1.20.018)
7. Ricca Marsela Rosalina (PO.71.20.1.20.034)
8. Rizka Novitrisia (PO.71.20.1.20.039)
9. Yenisa (PO.71.20.1.20.042)

Kelas : Tingkat 1 (A)

Dosen Pengampu : Maliha Amin, SKM., M.kes,

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIPLOMA III
TAHUN AKADEMIK 2020-2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penyusun kemudahan
dalam menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-
Nya, penyusun tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi agung Muhammad
SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, dan juga kami ucapkan terima kasih kepada ibu Maliha Amin,
SKM., M.kes, sehingga makalah dapat diselesaikan. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Metodologi. Penyusun berharap makalah tentang
Makalah Metodologi Kperewatan Medikal Bedah dapat menjadi referensi
bagi masyarakat.

Penyusun menyadari makalah berjudul Makalah Metodologi Keperawtan


Medikal Bedah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan dan
kekurangan. Penyusun terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar
makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini, baik terkait penulisan maupun konten, penyusun memohon maaf.

Demikian yang dapat penyusun sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Palembang, Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 2

1.3 Tujuan ....................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN....................................................................4

2.1 Defini Hipertensi......................................................................4

2.2 Jenis Dan Klasifikasi Hipertensi............................................. 5

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi.................................. 6

A. Faktor Yang Tidak Dapat Dikontrol..................................6

B. Faktor Resiko Yang dapat Dikontrol..................................8

2.4 Gejala Hipertensi................................................................... 11

2.5 Komplikasi.............................................................................12

2.6 Cara Penjegahan Hipertensi...................................................14

2.7 Penyebab Hipertensi...............................................................15

2.8 Asuhan keperawatan hipertensi.............................................16

2.9 Contoh Kasus Asuhan Keperawatan Hipertensi....................29

BAB III PENUTUP ..........................................................................39

3.1 Kesimpulan............................................................................39

3.2 Saran.......................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................40

ii
iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu gangguan pada
pembuluh darah dan jantung yang mengakibatkan suplay oksigen dan nutrisi
yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh.Tekanan darah
tinggi yang terus menerus menyebabkan jantung bekerja keras, sehingga
mengakibatkan terjadinya kerusakan pembuluh darah jantung, otak,
danmata.1Prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan
pengukuran mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur.

Prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 25,8%.2Prevalensi hipertensi


Nasional Basic Health Surveypada tahun 2013, prevalensi hipertensi di
Indonesia pada kelompok usia 15-24 tahun adalah 8,7%, usia 25-34 tahun
adalah 14,7%, usia 35-44 tahun 24,8%, usia 45-54 tahun 35,6%, 55-64 tahun
45,9%, usia 65-74 tahun 57,6 %, dan lebih dari 75 tahun sebesar 63,8%.
Diketahui pola penyakit hipertensi di Kabupaten Sleman sebanyak 63,377
kasus.3Risiko hipertensi pada wanita lebih besar dari pada laki-laki, hal ini
dapat dilihat dari hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi hipertensi pada
wanita (28.8%) dan prevalensi hipertensi laki-laki (22,8%).2Hipertensi dapat
terjadi karena berbagai faktor risiko diantaranya faktor yang dapat diubah dan
fakor yang tidak dapat diubah. Faktor risiko yang dapat diubah antara lain:
riwayat keluarga, usia, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor risiko yang
dapat diubah adalah diabetes, stress, obesitas, asupan natrium, merokok, dan
konsumsi alkohol.4Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus
merujuk pada kriteria diagnosis Joint National Commite (JNC) VII pada tahun
2003, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan
darah diastolik ≥90 mmHg.

Kriteria JNC VII 2003 hanya berlaku untuk umur ≥18 tahun, maka prevalensi
hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah dihitung hanya pada

1
penduduk umur ≥18 tahun.2Salah satu kepatuhan yang harus ditaati penderita
hipertensi adalah makanan (kepatuhan diet). Faktor makanan (kepatuhan diet)
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada penderita hipertensi.
Penderita hipertensi sebaiknya patuh menjalankan diet hipertensi agar dapat
mencegah terjadinya komplikasi yang lebih lanjut. Penderita hipertensi harus
tetap menjalankan diet rendah garamsetiap hari dengan ada atau tidaknya sakit
dan gejala yang timbul.

Hal ini dimaksudkan agar keadaan tekanan darah penderita hipertensi tetap
stabil sehingga dapat terhindar dari penyakit hipertensi dan
komplikasinya.5Kunjungan pasien hipertensi primer Puskesmas Gamping I
baik pasien lama maupun baru tahun 2016untuk usia 20-44 tahun
sebanyak719 pasien (29.5%), usia 45 –54 tahun sebanyak 706
pasien(28.95%), dan usia 55-59 sebanyak 1013 pasien (41.55%).6Penyakit
hipertensi masuk ke dalam 10 besar penyakit yang terdapat di Puskesmas
Gamping I. Hal ini juga serupa dengan Puskesmas Godean I, yaitu penyakit
hipertensi masuk ke dalam 10 besar penyakit dan mendapat peringkat ke tiga
terbanyak di puskesmas.Pemberian reminder mempengaruhi tingkat
kepatuhan pasien hipertensi.

Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian pada kelompok intervensi


remindersubjek penelitian memiliki perbedaan yang signifikan dalam
penurunan tekanan darahsistolik dan diastoliksetelah perlakuan, hal tersebut
sebanding dengan tingginya tingkat kepatuhan pasien dalam konsumsi
obat.8Tigahal yang diperlukan dalamberperilaku sehat antara lain pengetahuan
yang tepat, motivasi danketerampilan untuk berperilaku sehat.Masalah lain
yang menyebabkan seseorang sulit termotivasi untuk berperilaku sehat adalah
karena perubahan perilaku dari yang tidak sehat menjadi sehat tidak
menimbulkan dampak secara langsung.

2
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Ddefinisi hipertensi ?


2. Apa saja jenis dan klasifikasi hipertensi?
3. Apa saja faktor yg mempengaruhi hipertensi?
4. Apa saja gejala hipertensi?
5. Apa itu komplikasi?
6. 6.Bagaimana cara pencegahan hipertensi?
7. Apa penyebab hipertensi?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada hipertensi?
9. Apa saja contoh kasus asuhan keperawatan hipertensi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu definisi hipertensi


2. Untuk mengetahui apa saja Jenis dan klasifikasi hipertensi
3. Untuk mengetahui apa saja faktor yg mempengaruhi hipertensi
4. Untuk mengetahui apa saja gejala hipertensi
5. Untuk mengetahui apa itu komplikasi
6. Untuk mengetahui.bagaimana cara pencegahan hipertensi
7. Untuk mengetahui apa penyebab hipertensi
8. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada hipertensi
9. Untuk mengetahui apa saja Contoh kasus asuhan keperawatan hipertensi

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hipertensi


Hipertensi merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyebabkan
penyempitan dalam arteri sampai terjadi kematian. Tekanan darah merupakan
tekanan yang berasal dari jantung yang berfungsi untuk menggerakkan darah
keseluruh tubuh sehingga sangat penting pada system sirkulasi tubuh manusia.
Tekanan darah tinggi atau yang disebut dengan hipertensi merupakan penyakit
yang berbahaya di dalam dunia medis karena penyakit tersebut dapat
menyebabkan kematian pada setiap orang. Hipertensi tersebut merupakan
suatu kondisi dimana seseorang yang mempunyai tekanan darah di dalam
tubuh berada di atas batas normal sesuai dengan aturan medis yaitu sistolik
140 mmHg dan diastolik 90 mmHg (Purnomo, 2009).

Hipertensi sebagian besar tidak akan ditemukan suatu gejala apapun tetapi
tekanan darah yang dimiliki seseorang akan terjadi peningkatan secara
langsung sehingga menimbulkan risiko berbagai penyakit yang muncul di
dalam tubuh seperti gagal ginjal, kerusakan ginjal, stroke, serangan jantung
(Sutanto, 2010). Hipertensi disebut pembunuh gelap atau silent killer karena
merupakan penyakit mematikan tanpa disertai dengan gejalagejala terlebih
dahulu sebagai peringatan bagi penderita. Gejala yang muncul sering dianggap
gangguan biasa sehingga penderita terlambat menyadari akan datangnya
penyakit (Sustrani, 2004). Hipertensi dapat memengaruhi kualitas hidup
karena jika seseorang mengalami tekanan darah yang tinggi dan tidak
mendapatkan pengobatan secara rutin akan menyebabkan terjadinya kematian
(Wolff , 2006).

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah abnormal yang dapat


menjadi penyebab utama timbulnya penyakit kardiovaskuler. Oleh karena
prevalensi hipertensi yang masih cukup tinggi di Indonesia, maka pemerintah
mencanangkan program deteksi dini penyakit tidak menular (PTM) yakni

4
posbindu guna mengendalikan faktor risiko yang ada. Salah satu penyakit
tidak menular yang saat ini menjadi prioritas dalam dunia kesehatan secara
global adalah hipertensi. Berdasarkan rekomendasi Join National Committee
dalam The Eighth Report of Join National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure menyatakan
bahwa tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan suatu keadaan dimana
tekanan darah seseorang ≥140 mmHg (sistolik) dan/atau ≥ 90 mmHg. Selain
sebagai salah satu jenis penyakit tidak menular, Hipertensi juga menjadi faktor
risiko utama penyakit kardiovaskuler lainnya.

2.2 Jenis Dan Klarifikasi Hipertensi


Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu hipertensi primer
atau hipertensi esensial (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%). Hipertensi
primer yaitu tidak ditemukan penyebab dari peningkatan tekanan darah
tersebut. Hipertensi primer merupakan penyakit multifaktorial yang
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan yang dapat diperparah oleh
faktor obesitas, stres, konsumsi alkohol yang berlebihan, dan lain-lain.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit atau keadaan seperti penyakit
gagal ginjal kronik, hiperaldosteonisme, renovaskular, dan penyebab lain yang
diketahui (Wolff , 2006).

Hipertensi terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor risiko untuk
hipertensi terdiri dari jenis kelamin paling banyak menyerang pada pria, usia
yang lebih lanjut (lebih dari 50 tahun), mempunyai riwayat keluarga
mengalami hipertensi, mengalami peningkatan berat badan atau obesitas,
aterosklerosis (terjadi penyempitan dalam arteri), sering merokok,
mengonsumsi garam dengan kadar tinggi), minum alcohol dan sering
mengalami stres (Baradeo, M.,dkk, 2008).

Hipertensi bersifat diturunkan atau bersifat genetik. Individu dengan


mempunyai riwayat keluarga hipertensi mampu mengalami risiko dua kali
lebih besar untuk menderita hipertensi daripada individu yang tidak

5
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.

Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi 2 macam yaitu faktor yang tidak
dapat dikontrol dan faktor yang dapat di kontrol.
Faktor yang tidak dapat dikontrol antara lain :
 keturunan
 jenis kelami
 umur

Faktor yang dapat dikontrol antara lain :


 kegemukan
 gaya hidup
 pola makan
 aktivitas
 kebiasaan merokok
 alkohol dan garam (Dalimartha, Setiawan, 2008)

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi


Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi dapat dibedakan
menjadi dua yaitu faktor yang dapat di kontrol dan faktor yang tidak dapat di
kontrol.
A. Faktor yang Tidak Dapat Dikontrol
1. Umur

Semakin bertambahnya umur elastisitas pembuluh darah semakin menurun


dan terjadi kekakuan dan perapuhan pembuluh darah sehingga aliran darah
terutama ke otak menjadi terganggu, seiring dengan bertambahnya usia
dapat meningkatkan kejadian hipertensi (Gama, dkk., 2014). Berdasarkan
penelitian prevalensi hipertensi dan determinannya di Indonesia tahun
2009 didapatkan hasil kelompok usia 25-34 tahun mempunyai risiko
hipertensi 1,56 kali dibandingkan usia 18-24 tahun. Risiko hipertensi 12
meningkat bermakna sejalan dengan bertambahnya usia dari kelompok

6
usia ≥75 tahun berisiko 11,53 kali (Rahajang & Sulistyowati, 2009).

2. Jenis Kelamin

Faktor gender berpengaruh pada kejadian hipertensi, dimana pria lebih


berisiko menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan risiko sebesar
2,29 kali untuk meningkatkan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki
gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah
dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki menopause,
prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65
tahun, hal ini terjadi diakibatkan oleh faktor hormon yang dimiliki wanita.
Berdasarkan penelitian cross sectional di Kosovo menunjukkan bahwa pria
lebih berisiko menderita hipertensi dengan nilai OR= 1,4 hal ini berarti
lakilaki lebih berisiko terkena hipertensi 1,4 kali dibandingkan dengan
perempuan (Hashani, 2014; Aripin, 2015).

3. Keturunan

Riwayat hipertensi yang di dapat pada kedua orang tua, akan


meningkatkan risiko terjadinya hipertensi esensial. Orang yang memiliki
keluarga yang menderita hipertensi, memiliki risiko lebih besar menderita
hipertensi esensial. Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan
menyebabkan keluarga tersebut memiliki risiko menderita hipertensi. Hal
ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya antara potassium terhadap sodium (Hanyawanita, 2008;
Widyaningtyas, 2009). Hipertensi cenderung merupakan penyakit
keturunan, jika seorang dari orang tua memderita hipertensi maka
sepanjang hidup keturunanya mempunyai 25% kemungkinan menderita
pula. Jika kedua orang tua menderita hipertensi 13 maka kemungkinan
60% keturunanya akan menderita hipertensi. Hasil penelitian case control
yang dilakukan di Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto Tahun 2012
berdasarkan uji chi square dapatan hasil bahwa riwayat keluarga
berhubungan dengan kejadian hipertensi dengan nilai OR 4.36 hal ini

7
berarti orang yang memiliki keluarga dengan riwayat hipertensi 4.36 kali
lebih berisiko untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan orang tidak
memiliki keluarga dengan riwayat hipertensi (Mannan, 2012)

B. Faktor yang Dapat Dikontrol


1. Obesitas

Berat badan dan Indek Masa Tubuh (IMT) berkolerasi langsung dengan
tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukan satu-
satunya penyebab hipertensi namun prevalensi hipertensi pada orang
dengan obesitas jauh lebih besar, risiko relatif untuk menderita hipertensi
pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
berat badannya normal (Buku Pedoman Hipertensi, 2010). Penentuan
obesitas pada orang dewasa dapat dilakukan dengan pengukuran IMT, 14
Berdasarkan penelitian case control yang dilakukan pada laki-laki dewasa
di Puskesmas Petang I Kabupaten Badung didapakan hasil pada hasil
analisis regresi logistik diperoleh nilai OR=1.664. Hal ini berarti laki-laki
dewasa yang menderita obesitas di wilayah kerja Puskesmas Petang I
mempunyai risiko 1.664 kali untuk mengalami hipertensi dibandingkan
dengan laki-laki dewasa yang tidak obesitas. Obesitas Meningkatkan
pengeluaran insulin, suatu hormon yang mengatur gula darah. Insulin
dapat menyebabkan penebalan pembuluh darah dan karenanya
meningkatkan resistensi perifer. Pada orang-orang yang kegemukan rasio
lingkar pinggang terhadap pinggul yang lebih tinggi sering dikaitkan
dengan hipertensi (Widyaningtyas, 2009).

2. Konsumsi Alkohol

Awalnya alkohol merupakan minuman rutin (staple drink), karena lebih


aman dan lebih lebi bersih dari air bahkan alkohol juga digunakan sebagai
pengobatan medis. Namun menjelang akhir abad kesembilan belas alkohol
dipandang sebagai ancaman bagi kesehatan karena dapat menyebabkan
kecanduan (White, 2012). Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan

8
darah telah dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat
alkohol masih belum jelas. Namun, diduga pengikatan kadar kortisol, dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan
dalam meningkatkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan
hubungan langsung antara tekanan darah dan konsumsi alkohol, efek
terhadap tekanan darah baru nampak apabila mengonsumsi alkohol sekitar
2-3 gelas ukuran stadar setiap harinya. Di negara barat seperti Amerika,
konsumsi alkohol yang berlebih berpengaruh terhadap kejadian hipertensi.
Sekitar 10% hipertensi di Amerika disebabkan oleh asuman alkohol yang
berlebih dikalangan pria separuh baya (Direktorat Pengendalian Penyakit
Tidak Menular, 2006) Berdasarkan penelitian case control yang dilakukan
di wilayah kerja Puskesmas Airmadidi Kabupaten Minahasa Utara pada
tahun 2013 didapatkan hasil berdasarkan uji chi square bahwa dari 104
responden, yang mengonsumsi alkohol sebanyak 10% dengan OR sebesar
4.54 hal ini berarti orang yang mengonsumsi alkohol 4.54 kali lebih
berisiko untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak
mengonsumsi alkohol (Talumewo, M. C, 2013). Penelitian lain yang
dilakukan di Desa Sidmen, Kecamatan Karangasem pada prevalensi dan
faktor risiko terjadinya hipertensi didapatkan hasil bahwa 16 responden
yang memiliki riwayat konsumsi alkohol didapatkan 6,2% responden
memiliki riwayat mengonsumsi alkohol. Selain itu didapatkan pula
hubungan yang positif antara konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi
yaitu nilai p=0,891 (Adnyani, 2014)

3. Kebiasaan Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihispa
melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan
endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan tekanan darah tinggi.
Merokok juga dapat menyebabkan meningkatnya denyut nadi jantung dan
kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada
penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan
pada pembuluh darah arteri (Depkes RI, 2006) Berdasarkan hasil

9
penelitian case control yang dilakukan di Puskesmas Baturiti II terhadap
hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki
umur 40 tahun keatas, berdasarkan analisis chi square diperoleh nilai OR
2,925. Hal ini berarti laki-laki umur 40 tahun ketas sebagai perokok berat
mempunyai risiko 2,952 kali lebih besar menderita hipertensi
dibandingkan dengan perokok ringan/ tidak merokok untuk menderita
hipertensi. Secara teoritis beberapa zat kimia dalam rokok bersifat
kumulatif, suatu saat dosisi racun akan mencapai titik toksin sehingga
mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan, maka hal ini bagi perokok berat
akan merasakan dampak lebih cepat dibandingkan perokok ringan (Widya,
2012)

4. Aktivitas Fisik

Berdasarkan penelitian case control yang dilakukan di Puskesmas Petang I


Kabupaten Badung terhadap 100 orang wanita usia lanjut didapatkan hasil
pada 17 wanita lansia yang aktivitas fisiknya tidak aktif sebagian besar
menderita hipertensi dengan derajat ringan (51,4%) dengan nilai OR=
2,912. Artinya wanita usia lanjut yang memiliki aktivitas fisik tidak aktif
memiliki risiko 2,912 kali untuk mengalami hipertensi dibandingkan
dengan wanita usia lanjut yang aktif secara fisik (Sucipta, 2009) Penelitian
case control yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kalibawang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas
fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia dengan nilai OR= 2,33 hal ini
berarti lansia yang tidak beraktivitas fisik akan meningkatkan risiko
kejadian hipertensi sebesar 2,33 kali dibandingkan dengan lansia yang
beraktivias fisik (Lewa, dkk, 2010).

5. Konsumsi Garam

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik


cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga akan menyebabkan
peningkatan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi

10
(esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi
asupan garam. Pada masyarakat yang mengonsumsi garam 3 gram atau
kurang, ditemukan tekanandarah rata-rata rendah, sedangkan pada
mayarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih
tinggi (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2006).
Berdasarkan penelitian case control yang dilakukan di Puskesmas Petang
Kabupaten Badung terhadap 100 orang wanita usia lanjut didapatkan hasil
pada wanita lansia yang konsumsi garamnya tinggi sebagian besar
menderita hipertensi dengan derajat berat, yaitu sebanyak 84,2% dengan
nilai OR 5.467. Artinya wanita usia lanjut yang konsumsi garamnya tinggi
5.467 kali lebih berisiko 18 menderita hipertensi derajat berat
dibandingkan dengan wanita lanjut usia yang konsumsi garamnya rendah
(Sucipta, 2009).

2.4 Gejala Hipertensi


Klien yang menderita hipertensi terkadang tidak menampakkan gejala hoptiku
betahun-tahun. Gejala jika ada menunjukkan adanya kerusakan vaskular,
dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasikan
oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan petologis pada ginjal dapat
bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan
azetoma (peningkatan nitrogen urea darah dan kreatinin).

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apa pun selain tekanan darah
yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat,
edema pupil (edema dan diskus optikus).

Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau


seranganiskeemik transien (transient ischemic attack, TIA) yang
bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau
gangguan ketajaman penglihatan (Smeltxer, 2002).

11
Gejala umum yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak sama pada
setiap orang., bahkan terkadang timbul tanpa gejala. Secara umum gejala yang
dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai berikut :

1. Sakit kepala
2. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
3. Perasaan berputar seperti ingin jatuh
4. Berdebar atau detak jantung cepat
5. Telinga berdenging

Menurut Edward K Chung, 1995 tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan
menjadi :
1. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan


peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis.

2.5 Komplikasi
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi essensial. kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa gejala
dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti pada
ginjal, mata, otak, dan jantung. gejala-gejala-gejala seperti sakit kepala,
mimisan, pusing, migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi
essensial.

Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala-gejala sebagai berikut:


pusing, mudah marah, telinga berdengung, (jarangan), sukar tidur, sesak

12
nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang. Gejala
akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah: gangguan
penglihatan, gangguan saraf, gagal jantung, fungsi ginjal, gangguan serebral
(otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang
mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma, sebelum
bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal, serangan
jantung, stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan
merubah gaya hidup dan pola makan. beberapa kasus hipertensi erat kaitannya
dengan gaya hidup tidak sehat. seperti kurang olah raga, stress, minum-
minuman, beralkohol, merokok, dan kurang istirahat. kebiasaan makan juga
perlu diwaspadai. pembatasan asupan natrium (komponen utama garam),
sangat disarankan karena terbukti baik untuk kesehatan penderita hipertensi.

Tekanan darah tinggi dalam waktu lama akan merusak pembuluh darah
sehingga mempercepat terjadinya penyempitan dan pengerasan pembuluh
darah arteri. Komplikasi dari hipertensi termaksud rusaknya organ tubuh
seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. hipertensi
adalah factor risiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient
ischemic attact), penyakit arteri coroner (infark myocard, angina), gagal ginjal,
demensia, dan atrial fibrilasi. Menurut studi Framingham, pasien dengan
hipertensi mempunyai peningkatan risiko yang bermakna untuk penyakit
coroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung (Kowalak, 2016).

Komplikasi yang disebabkan oleh hipertensi adalah:


1. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di
otak,atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang
terpaja tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila
arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan,
sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak
yang mengalami aterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma.

13
2. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melewati pembulhuh
darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel
dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikels
sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko
pembentukan bekuan.
3. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggipada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran
darah ke nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksisk dan
kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar
melalui urine sehinga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan
menyebabkan edema, yang sering djumpai pada hipertensi kronis.
4. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi
maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang
sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler
dan mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat.
Neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
5. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklampsia. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat lahir rendah akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat,
kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami
kejang selama atau sebelum proses persalinan.

2.6 Cara Pencegahan Hipertensi


Pencegahan hipertensi sebenarnya dapat dilakukan mulai dari ibu kepada
anaknya dengan cara menyusui. Menyusui adalah hal yang disarankan oleh
semua lembaga kesehatan, baik nasional maupun internasional, karena
manfaat yang diberikannya untuk kesehatan ibu dan anak. Hal ini telah
dibuktikan bahwa ibu yang menyusui anaknya hanya sedikit yang menderita
gangguan kardiovaskular termasuk hipertensi, daripada wanita-wanita yang

14
tidak menyusui anaknya baik dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Seorang ibu yang menyusui dapat mencegah anaknya dari obesitas, dan
diketahui bahwa obesitas merupakan faktor risiko hipertensi dan penyakit
kardiovaskular. Dengan demikian, menyusui memberikan pengaruh positif
terhadap kesehatan penduduk selama semua tahap kehidupan.

Pencegahan hipertensi juga bisa dilakukan dengan latihan aerobik karena


dapat menurunkan tekanan darah 5-7 mmHg pada orang dewasa dengan
hipertensi. Direkomendasikan agar berolahraga dengan frekuensi 3-4 hari per
minggu selama minimal 12 minggu pada orang dewasa dengan hipertensi.
Joint National Commite 8 (JNC 8), Lifestyle Work Group dan American Heart
Association (AHA) merekomendasikan pasien hipertensi untuk terlibat dalam
intensitas latihan aerobik moderat (40% sampai ˂60% VO 2max) sedangkan
JNC 7 tidak menentukan intensitas latihan.
Terdapat berbagai langkah pencegahan yang bisa dilakukan terhadap penyakit
hipertensi, antara lain:

1. Mengonsumsi makanan sehat.


2. Mengurangi konsumsi garam jangan sampai berlebihan.
3. Mengurangi konsumsi kafein yang berlebihan seperti teh dan kopi.
4. Berhenti merokok.
5. Berolahraga secara teratur.
6. Menurunkan berat badan, jika diperlukan.
7. Mengurangi konsumsi minuman beralkohol.
8. Menghindari konsumsi minuman bersoda.

2.7 Penyebab Hipertensi


Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg yang dapat mengakibatkan suplai
oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan
tubuh yang membutuhkan, sehingga memberi gejala berlanjut pada suatu

15
target organ tubuh yang menimbulkan kerusakan lebih berat pada target organ
bahkan kematian. Penyakit hipertensi timbul karena berbagai faktor yaitu
faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti jenis kelamin, usia, genetik dan
faktor risiko yang dapat diubah seperti kegemukan, psikososial dan stress,
merokok, olahraga, konsumsi alkohol berlebih, konsumsi garam berlebih, dan
hiperlipidemia.

Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Risiko terkena hipertensi menjadi


lebih besar seiring dengan bertambahnya umur, sehingga prevalensi hipertensi
dikalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian
sekitar diatas 65 tahun. Pada usia lanjut, hipertensi ditemukan hanya berupa
kenaikan tekanan darah sistolik. Sedangkan menurut WHO dalam menentukan
ada tidaknya hipertensi memakai tekanan diastolik sebagai bagian tekanan
yang lebih tepat dipakai. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya
umur akibat perubahan struktur pada pembuluh darah besar, yaitu lumen
menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai
akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik.

Tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, semakin


bertambah usia kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin
besar. Pada umumnya penderita hipertensi adalah orang-orang yang berusia 40
tahun ke atas. Namun saat ini tidak menutup kemungkinan hipertensi diderita
oleh orang berusia muda karena faktanya hipertensi bisa menyerang semua
kelompok umur, termasuk usia muda di bawah 40-an tahun.

Harus diakui sangat sulit untuk mendeteksi dan mengobati penderita


hipertensi secara adekuat, karena harga obat-obatan hipertensi yang tidaklah
murah, obat-obat baru amat mahal, dan mempunyai banya kefek samping.
Untuk alasan inilah pengobatan hipertensi memang penting tetapi tidak
lengkap tanpa dilakukan tindakan pencegahan untuk menurunkan faktor resiko
penyakit kardiovaskuler akibat hipertensi. Pencegahan sebenarnya merupakan
bagian dari pengobatan hipertensi karena mampu memutus matarantai

16
penatalaksanaan hipertensi dan komplikasinya.

2.8 Asuhan Keperawatan Hipertensi


a. Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan darah tinggi
secara terus-menerus dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg, tekanan
diastolik 90 mmHg atau lebih. Hipertensi atau penyakit darah tinggi
merupakan suatu keadaan peredaran darah meningkat secara kronis. Hal ini
terjadi karena jantung bekerja lebih cepat memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan nutrisi di dalam tubuh (Koes Irianto, 2014).
Hipertensi juga merupakan faktor utama terjadinya gangguan kardiovaskular.
Apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan gagal ginjal, stroke,
dimensia, gagal jantung, infark miokard, gangguan penglihatan dan hipertensi
(Andrian Patica N Ejournal keperawatan volume 4 nomor 1, Mei 2016)

b. Jenis Hipertensi
Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri tetapi sering
dijumpai dengan penyakit lain, misalnya arterioskeloris, obesitas, dan diabetes
militus. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi
dua golongan yaitu (WHO, 2014) :
 Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Sebanyak 90-95 persen kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui
dengan pasti apa penyebabnya. Para pakar menemukan hubungan antara
riwayat keluarga penderita hipertensi (genetik) dengan resiko menderita
penyakit ini. Selain itu juga para pakar menunjukan stres sebagai tertuduh
utama, dan faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor-faktor lain yang
dapat dimasukkan dalam penyebab hipertensi jenis ini adalah lingkungan,
kelainan metabolisme, intra seluler, dan faktor-faktor ynag meningkatkan
resikonya seperti obesitas, merokok, konsumsi alkohol, dan kelainan
darah.
 Hipertensi renal atau hipertensi sekunder

17
Pada 5-10 persen kasus sisanya, penyebab khususnya sudah diketahui,
yaitu gangguan hormonal, penyakit diabetes, jantung, ginjal, penyakit
pembuluh darah atau berhubungan dengan kehamilan. Kasus yang sering
terjadi adalah karena tumor kelenjar adrenal. Garam dapur akan
memperburuk resiko hipertensi tetapi bukan faktor penyebab.

Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Hipertensi

1) Pengkajian
A. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
B. Sirkulasi
Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup
dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis,
tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat,
sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin
lambat/ bertunda.
C. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue
perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
D. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayatpenyakit
ginjal pada masa yang lalu).
E. Makanan/cairan

18
Gejala: Maanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak
serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir
ini(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
F. Neurosensori
Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,subojksipital
(terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam)
Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek,
proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
G. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung), sakit kepala.
H. Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea,
batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas
tambahan (krakties/mengi), sianosis.
I. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

2) Diagnosa Dan Rencana Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang muncul dan Rencana Keperawatan pada Klien
dengan Hipertensi adalah :
A. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
a. Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak
terjadi iskemia miokard.
b. Intervensi keperawatan :
1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik
yang tepat.
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.

19
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler.
5. Catat edema umum.
6. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
7. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapat
tidur/kursi.
8. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.
9. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher.
10. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.
11. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.
12. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi.
13. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.
c. Hasil yang diharapkan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan
TD, mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima,
memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil.

B. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler


serebral.
a. Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
b. Intervensi keperawatan :
1. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit
penerangan.
2. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan.
3. Batasi aktivitas.
4. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin.
5. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan.
6. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres
es, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari
konstipasi.
c. Hasil yang diharapkan : Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
dan tampak nyaman.

20
C. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan
dengan gangguan sirkulasi
a. Tujuan : sirkulasi tubuh tidak terganggu
b. Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur
2. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan
pemantau tekanan arteri jika tersedia
3. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan
4. Amati adanya hipotensi mendadak
5. Ukur masukan dan pengeluaran
6. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan
7. Ambulasi sesuai kemampuan; hibdari kelelahan
c. Hasil yang diharapkan : Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang
membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima,
tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas
normal. Haluaran urin 30 ml/ menit ada tanda-tanda vital stabil.

D. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses


penyakit dan perawatan diri
a. Tujuan ; Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi
b. Intervensi keperawatan :
1. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur.
2. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress.
3. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan
dan efek samping atau efek toksik.
4. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan
dokter.
5. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan
dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah..
6. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil.
7. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat.
8. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan.

21
9. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat,
jumlah yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung
kafein, teh serta alcohol.
10. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan.
c. Hasil yang diharapkan : Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan
penatalaksanaan perawatan dini. Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai
pesanan.

E. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
a. Kriteria Hasil : klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi
dengan kegemukan, menunjukan perubahan pola makan, melakukan /
memprogram olah raga yang tepat secara individu.
b. Intervensi :
1. Kaji emahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi
dengan kegemukan. (Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah
tinggi, kerena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah
jantung berkaitan dengan masa tumbuh).
2. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
lemak,garam dan gula sesuai indikasi. (Kesalahan kebiasaan makan
menunjang terjadinya aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan
predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke,
penyakit ginjal, gagal jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak
volume cairan intra vaskuler dan dapat merusak ginjal yang lebih
memperburuk hipertensi).
3. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan. (motivasi untuk
penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan
untuk menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali
tidak berhasil).
4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet. (mengidentivikasi
kekuatan / kelemahan dalam program diit terakhir. Membantu dalam
menentukan kebutuhan inividu untuk menyesuaikan / penyuluhan).

22
5. Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya :
penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. (Penurunan masukan kalori
seseorang sebanyak 500 kalori per hari secara teori dapat menurunkan
berat badan 0,5 kg / minggu. Penurunan berat badan yang lambat
mengindikasikan kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya
dengan cara mengubah kebiasaan makan).
6. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian
termasukkapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan
perasaan sekitar saat makanan dimakan. (memberikan data dasar tentang
keadekuatan nutrisi yang dimakan dan kondisi emosi saat makan,
membantu untuk memfokuskan perhatian pada factor mana pasien telah /
dapat mengontrol perubahan).
7. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging
dll) dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk
kalengan,jeroan). (Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan
kolesterol penting dalam mencegah perkembangan aterogenesis).
8. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi. (Memberikan konseling dan
bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual).

F. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif,


harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
a. Kriteria Hasil : Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan
konsekkuensinya, menyatakan kesadaran kemampuan koping / kekuatan
pribadi, mengidentifikasi potensial situasi stress dan mengambil langkah
untuk menghindari dan mengubahnya.
b. Intervensi :
1. Kaji keefektipan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
misalnya : kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana pengobatan. (Mekanisme adaptif perlu
untuk megubah pola hidup seorang, mengatasi hipertensi kronik dan
mengintegrasikan terafi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-

23
hari).
2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak
mampuan untuk mengatasi / menyelesaikan masalah. (Manifestasi
mekanisme koping maladaptive mungkin merupakan indicator marah
yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic).
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
strategi untuk mengatasinya. (pengenalan terhadap stressor adalah
langkah pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor).
4. Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan
partisifasi maksimum dalam rencana pengobatan. (keterlibatan
memberikan klien perasaan kontrol diri yang berkelanjutan.
Memperbaiki keterampilan koping, dan dapat menigkatkan kerjasama
dalam regiment teraupetik.
5. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas / tujuan hidup. Tanyakan
pertanyaan seperti : apakah yang anda lakukan merupakan apa yang
anda inginkan ?. (Fokus perhtian klien pada realitas situasi yang relatif
terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja
keras, kebutuhan untuk kontrol dan focus keluar dapat mengarah pada
kurang perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal).
6. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan
hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketibang membatalkan
tujuan diri / keluarga. (Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistic untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya).

3) Implementasi/ Pelaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.

Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :


a. Terapi tanpa Obat

24
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat
ini meliputi :
1. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
1) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr.
2) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh.
3) Penurunan berat badan.
4) Penurunan asupan etanol.
5) Menghentikan merokok.
6) Diet tinggi kalium

2. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu
1) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lainlain.
2) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik
atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
Denyut nadi maksimal dapat ditentukan dengan rumus 220– umur.
3) Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona
latihan.
4) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x
perminggu.

3. Edukasi Psikologis.
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
1) Tehnik Biofeedback.
2) Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan
pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar
oleh subyek dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama
dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan

25
migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan
ketegangan.
3) Tehnik relaksasi Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara
melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks
4) Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan ) Tujuan pendidikan kesehatan
yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit
hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

b. Terapi dengan Obat


Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja
tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh
Komite Dokter Ahli Hipertensi ( Joint National Committee On Detection,
Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure, USA, 1988 )
menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau
penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
1. Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE
inhibitor
2. Step 2 : Alternatif yang bisa diberikan : a. Dosis obat pertama dinaikan b.
Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama c. Ditambah obat ke –2 jenis
lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker,
clonidin, reserphin, vasodilator
3. Step 3 : alternatif yang bisa ditempuh : a. Obat ke-2 diganti b. Ditambah
obat ke-3 jenis lain
4. Step 4 : alternatif pemberian obatnya
a. Ditambah obat ke-3 dan ke-4

26
b. Re-evaluasi dan konsultasi
c. Follow Up untuk mempertahankan terapi Untuk mempertahankan
terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik
antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara
pemberian pendidikan kesehata n. Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai
berikut :
1) Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil
pengukuran tekanan darahnya
2) Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai
mengenai tekanan darahnya
3) Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat
sembuh, namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan
morbiditas dan mortilitas
4) Meyakinkan penderita/clien. Yakinkan penderita bahwa
penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas
dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat
diketahui dengan mengukur memakai alat tensimeter
5) Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan
lebih dahulu
6) Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup
penderita
7) Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
8) Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita
atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah
9) Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi
misal 1 x sehari atau 2 x sehari
10) Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi,
efek samping dan masalahmasalah yang mungkin terjadi
11) Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis
atau mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal
dan efektifitas maksimal. Usahakan biaya terapi seminimal

27
mungkin
12) Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih
sering
13) Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang
ditentukan. Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam
pengobatan maka sangat diperlukan sekali pengetahuan dan
sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan
hipertensi.

5) Evaluasi
1. Resiko penurunan jantung tidak terjadi
2. Intoleransi aktivitas dapat teratasi
3. Rasa sakit kepala berkurang bahkan hilang
4. Klien dapat mengontrol pemasukan / intake nutrisi
2. Klien dapat menggunakan mekanismekoping yang efektif dan tepat
3. Klien paham mengenai kondisi penyakitnya.

Langkah-langkah untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan :


a. Menentukan garis besar masalah kesehatan yang di hadapi,
b. Menentukan bagaimana rumasan tujuan perawatan yang akan dicapai,
c. Menentukan kriteria dan standar untuk evaluasi. Kriteria dapat
berhubungan dengan sumber-sumber proses atau hasil, tergantung kepada
dimensi evaluasi yang diinginkan,
d. Menentukan metode atau tehnik evaluasi yang sesuai serta sumber-sumber
data yang diperlukan,
e. Membandingkan keadaan yang nyata (sesudah perawatan) dengan kriteria
dan standar untuk evaluasi,
f. Identivikasi penyebab atau alasan yang tidak optimal atau pelaksanaan
yang kurang memuaskan,
g. Perbaiki tujuan berikutnya. Bila tujuan tidak tercapai perlu ditentukan
alasan : mungkin tujuan tidak realistik, mungkin tindakan tidak tepat, atau
mungkin ada faktor lingkungan yang tidak diatasi.

28
Macam-macam evaluasi yaitu :
a. Evalusi kuantitatif Evaluasi ini dilaksanakan dalam kuantitas atau jumlah
pelayanan atau kegiatan yang telah dikerjakan. Contoh : jumlah pasien
hipertensi yang telah dibina selama dalam perawatan perawat.
b. Evaluasi kualitatif Evaluasi kualitatif merupakan evaluasi mutu yang dapat
difokuskan pada salah satu dari tiga diimensi yang saling terkait yaitu :
1. Struktur atau sumber Evaluasi ini terkait dengan tenaga manusia,
atau bahan-bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan.
Dalam upaya keperawatan hal ini menyangkut antara lain: -
Kualifikasi perawat - Minat atau dorongan - Waktu atau tenaga yang
dipakai - Macam dan banyak peralatan yang dipakai - Dana yang
tersedia
2. Proses Evaluasi proses berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan. Misalnya : mutu penyuluhan yang
diperlukan kepada klien dengan gejala-gejala yang ditimbulkan.
3. Hasil Evaluasi ini difokuskan kepada bertambahnya klien dalam
melaksanakan tugas-tugas kesehatan. Hasil dari keperawatan pasien
dapat diukur melalui 3 bidang :
a) Keadaan fisik Pada keadaan fisik dapat diobservasi melalui
suhu tubuh turun, berat badan naik, perubahan tanda klinik.
b) Psikologik-sikap Seperti perasaan cemas berkurang, keluarga
bersikap positif terhadap patugas kesehatan.
c) Pengetahuan-perilaku Misalnya keluarga dapat menjalankan
petunjuk yang diberikankeluarga dapat menjelaskan manfaat
dari tindakan keperawatan.

2.9 Contoh Kasus Asuhan Keperawatan Hipertensi

TINJAUAN
KASUS

29
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 9 Mei 2012 di bangsal multazam B11, Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Data diperoleh dari pasien, keluarga, dan
catatan medik
1. Identitas diri pasien
Nama Tn. H, Umur 60 tahun, jenis kelamin laki – laki. Alamat
betongan, 01/07, mangu, ngemplak, boyolali, status perkawinan sudah
menikah, agama Islam, suku jawa, pendidikan SD, pekerjaan sebagai
petani, No. RM 068309, Diagnosa medik Hipertensi.
2. Keluhan utama Pasien mengeluh kepalanya pusing. Riwayat kesehatan
sekarang sebelum dibawa ke Rumah Sakit pasien mengeluhkan
kepalanya terasa pusing, perut terasa mual,muntah bercampur darah,
dan tangan terasa kesemutan. Kemudian oleh keluarga Tn. H langsung
di bawa ke Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta agar segera
mendapatkan penanganan lebih lanjut. Riwayat kesehatan dahulu 9
tahun yang lalu Tn. H pernah di rawat di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta karena kecelakan.
B. Analisa Data

No Data Fokus Problem Etiologi


1. DS : Pasien mengatakan kepala Gangguan perfusi Peningkatan

terasa pusing, tengkuk terasa jaringan serebral tekanan

kaku, tangan terasa kesemutan Intrakranial

( jimpe – jimpe )

DO : Pasien tampak lemas, mata

sulit untuk di buka, Tekanan

darah 170/110 mmHg, Nadi;

92 x/mennit, pernapasan; 24

x/menit, suhu 36,8˚ c


2. DS :Pasien mengatakan makan Nutrisi kurang Intake yang

30
hanya habis ½ porsi tenggorokanya dari kebutuhan tidak adekuat

sakit saat menelan. tubuh

DO : Mukosa bibir kering, Berat

badan sebelum sakit 75 kg.

Status nutrisi:

a.Antropometri: Berat badan:75kg,

Tinggi badan: 170 cm

Indeks Masa Tubuh ( IMT )

BB(kg) 75
=

2 2
TB 170

100 100

=75/2,89 = 25,95

b. Biochemi cal Data: Hb 14,6 g/dl.,

Hematokrit 42,7, Trombosit

285.000, GDS 152 mg/dl.

c. Clinical Sign:Kesadaran compos

mentis, keadaan lemah,turgor kulit

baik

Dietary:BRG 1
3 DS : Pasien mengatakan tangan Intoleransi Kelemahan fisik

kirinya sulit untuk digerakkan aktivitas

(mengeggam ), belum bisa

duduk, kaki juga masih kaku

untuk digerakkan, belum bisa

31
banyak gerak

DO : Semua kebutuhan pasien

dibantu oleh keluarga

32
C. Diagnosa Keperawatan dan Prioritas

Berdasarkan analisa data yang penulis peroleh, maka prioritas masalah yang dapat
ditegakkan ;
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
3. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

D. Intervensi Keperawatan

Tujuan dan
Tanggal Diagnosa Intervensi Paraf
Kriteria Hasil
9 Mei 1 Setelah dilakukan 1. Pantau tekanan darah Riza
2012 tindakan 2. Pertahankan tirah baring
keperawatan selama fase akut
selama 3 x 24 jam 3. Ajari teknik relaksasi
tidak terjadi 4. Beri tindakan
kerusakan organ, nonfarmakologis untuk
dengan kriteria menghilangkan rasa
hasil ; tekanan sakit misal; kompres
darah dalam batas dingin pada dahi, pijat

33
normal ( 130/90 punggung atau leher
mmHg – 140/95 5. Anjurkan pasien untuk
mmHg ) meminimalkan aktivitas
yang dapat
menyebabkan kepala
pusing misal ; mengejan
saat buang air besar,
batuk panjang,
membungkuk
6. Bantu pasien dalam
ambulasi sesuai
kebutuhan
7. Kolaborasi dengan tim
dokter dalam pemberian
terapi
9 Mei 2 Setelah dilakukan 1 Beri makanan dalam Riza
2012 tindakan porsi sedikit tapi sering
keperawatan 3 X 2 Motivasi pasien untuk
24 jam kebutuhan menghabiskan
nutrisi pasien makanannya
dapat terpenuhi, 3 Beri higien oral sebelum
dengan kriteria dan sesudah makan
hasil ; mukosa 4 Awasi pemasukan diit
bibir lembab, diit 5 Kaji ulang pola makan
dari rumah sakit 6 Berikan diet,makanan
bisa habis 2/3 ringan tambahan
porsi yang disukai pasien
7 Kolaborasi dengan ahli
gizi

34
9 Mei 3 Setelah dilakukan 1. Observasi keadaan Riza
2012 tindakan umum
keperawatan 2. Kaji tingkat aktivitas
selama 3 X 24 jam pasien
diharapkan pasien 3. Bantu pasien dalam
dapat memenuhi melakukan aktivitas
kebutuhannya 4. Beri support kepada
secara optimal, pasien
dengan kriteria 5. Anjurkan keluarga
hasil; aktivitas untuk membantu pasien
dapat dilakukan dalam memenuhi
secara mandiri kebutuhannya
6. Instruksikan pasien
tentang teknik
penghemat energi.
7. Beri dorongan untuk
melakukan
aktivitas/perawatan diri

35
PEMBAHASAN ASUHAN KEPERAWATAN

Pada BAB ini penulis menguraikan tentang pembahasan asuhan


keperawatan pada Tn.H dengan hipertensi di Ruang Multazam Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Surakarta

a. Pengkajian
Dalam pengkajian didapat hasil yaitu pasien mengatakan kepala tersa
pusing, tengkuk tersa berat dan mata sulit untuk di buka. Dimana didapatkan
hasil pengukuran tekanan darah lebih dari normal yaitu 170/110 mmHg. Hal
yang menyebabkan pasien mengalami peningkatan tekanan darah yaitu gaya
hidup pasien yang monoton, pasien mengatakan kalau dirumah pasien jarang
beraktifitas, hanya dirumah saja, kurang berolah raga, pola makan yang tidak
baik dimana pasien tidak suka mengkonsumsi sayur dan buah, pasien lebih suka
mengkonsumsi makanan yang berlemak dan kolesterol. Selain itu pengkajian
yang belum penulis kaji yaitu menimbang berat badan karena keadaan pasien
yang lemah dan ketidakmamapuan pasien untuk naik turun tempat tidur untuk
menimbang berat badan. Pada pengkajian seksual penulis lupa menanyakan
karena memang penulis menyadari kurangnya kelengkapan dalam
membuat/menyiapkan pertanyaan untuk pasien. Data yang menunjang bahwa
pasien mengalami hipertensi yaitu didapatkan hasil pemeriksaan tanda – tanda
vital TD; 170/110 mmHg. N; 92 x/menit, pernapasan; 24 x/menit, S: 36,8˚ c dan
keluhan pasien yang menunjukkan tanda dan gejala penyakit hipertensi yaitu
pusing, rasa berat di tengkuk, peningkatan tekanan darah dari batas normal,
mual dan muntah.

Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus dan sesuai dengan teori:

a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan


tekanan intrakranial.
Gangguan perfusi jaringan serebral adalah suatu keadaan dimana individu
mengalami penurunan dalam nutrisi dan oksigenasi pada tingkat selular
sehubungan dengan kurangnya suplai darah kapiler.( Carpenito, 2009 ).

36
Diagnosa ini penulis tegakkan sebagai diagnosa pertama karena merupakan
keluhan utama yang muncul pada pasien, pasien mengeluhkan kepala
pusing dan tengkuk terasa kaku. Dan data – data lain yang mendukung
diagnosa ini adalah hasil pemeriksaan tanda – tanda vital: tekanan darah:
170/110 mmHg, nadi92 x/menit, pernafasan; 24 x/menit, suhu: 36,8˚c.
Penulis menegakkan prioritas pertama karena jika tidak segera ditangani
akan muncul masalah lain yaitu komplikasi penyakit stroke, gagal jantung.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah
suatu keadaan ketika individu yang tidak puasa mengalami atau beresiko
mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat. ( Carpenito, 2009 )
c. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi secara fisiologis


maupun psikologis untuk men eruskan/menyelesaikan aktifitas yang
diminta atau aktivitas sehari- hari. ( NANDA, 2007 )

b. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan atau implementasi didasarkan atas
intervensi yang disusun sebelumnya, maka tindakan untuk diagnosa 1 tindakan
keperawatan yang telah dilakukan adalah: melakukan pengkajian dan
menanyakan keluhan pasien, melakukan pemeriksaan tanda – tanda vital,
mengajarkan teknik napas dalam, memberikan tindakan nonfarmakologis yaitu
memberikan pijatan pada pundak, memberikan obat oral analsik 2 x 2 mg dalam
24 jam, memberikan injeksi gastrofer 25 mg/ 12 jam obat masuk melalui selang
infus.

Pelaksanaan tindakan yang dilakukan atau implementasi didasarkan atas


intervensi yang disusun sebelumnya, untuk diagnosa 2 tindakan keperawatan
yang dilakukan yaitu: mengobservasi keadaan umum pasien, menanyakan
keluhan pasien, memberikan makanan ringan tambahan pada pasien sesuai
dengan diit hipertensi. memberikan injeksi dexametazone 5 mg/8 jam obat

37
masuk melalui selang infus, carnevit 1 vial/24 jam, ceftriaxone 1 gr/12 jam, dan
brain act 250 mg/12 jam obat masuk melalui selang infus, mengobservasi
keadaan umum pasien. Berdasarkan diagnosa dan intervensi diatas, maka
tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa ke 3 adalah melakukan
pemeriksaan tanda – tanda vital dan menanya keluhan pasien, memberikan
injeksi dexa 5 mg/8 jam, carnevit 1 vial/24 jam, ceftriaxone 1 gr/12 jam, obat
masuk melalui selang infus, memberikan mengajarkan pasien untuk
menggerakkan tangannya dan menekukkan kaki, membantu pasien untuk
memenuhi kebutuhannya membantu pasien untuk duduk, menganjurkan
keluarga untuk selalu membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya.

c. Evaluasi Keperawatan
Untuk diagnosa pertama gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan peningkatan tekanan intrakranial dengan kriteria hasil tekanan darah
dalam batas normal yaitu ( 130/90 mmHg - 140/95 mmHg ), untuk data
subyektif pasien mengatakan kepala masih pusing, masih didapatkan tekanan
darah 150/95 mmHg, sehingga masalah keperawatan teratasi sebagian dan
penulis memodifikasi planning yaitu dengan memberikan ruangan dan suasana
yang tenang dan nyaman dengan cara membatasi pengunjung, tidak
membiarkan semua keluarga untuk menungguhi pasien. Diagnosa kedua
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat, kriteria hasil yang penulis harapkan nafsu makan dapat
meningkat dan bisa menghabisakan diit menjadi 2/3 porsi, pasien mengatakan
nafsu makan sudah bertambah,mampu menghabiskan makanan sebanyak 2/3
porsi, tenggorokan sudah tidak sakit saat menelan, sehingga masalah
keperawatan teratasi, penulis menambahkan rencana yaitu dengan
menghidangkan makanan selagi hangat dan akan mempertahankan rencana
tersebut.

Diagnosa ketiga intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik


kriteria hasil yang penulis harapkan yaitu pasien dapat memenuhi kebutuhannya
secara optimal.

38
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipertensi merupakan peningkatantekanan sistolikmelebihi 140 mmHg dan
atau diastoliknya melebihi 90 mmHg berdasarkan rerata dua atau tiga kali
kunjungan yang cermat sewaktu duduk dalam satu atau dua kali
kunjungan.Salah satu tujuan tata laksana hipertensi adalah untuk memperbaiki
kualitas hidup dan mencegah terjadinya komplikasi. Diet/nutrition carepada
pasien hipertensi memeran peranan penting dalam tata laksananya. Untuk
mencegah penurunan dan mempertahankan status gizi, perlu perhatian melalui
monitoring dan evaluasi status kesehatan serta asupan makanan oleh tim
kesehatan. Pada dasaranya pelayanan dari suatu tim terpadu yang terdiri dari
dokter, perawat, ahli gizi serta petugas kesehatan lain diperlukan agar terapi
yang diperlukan kepada pasien optimal. Asuhan gizi (Nutrition Care) betujuan
untuk memenuhi kebutuhan zat gizi agar mencapai status gizi optimal, pasien
dapat beraktivitas normal, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, yang
pada akhirnya mempunyai kualitas hidup yang cukup baik.

3.2 Saran
Penulis berharap dengan adanya saran-saran berikut ini dapat menjadi
masukan bagi semua pihak terkait.
1. Bagi Puskesmas Lebih menigkatkan promosi kesehatan tentang diet
hipertensi pada masyarakat khususnya pada keluarga dan penderita
hipertensi.
2. Bagi Keluarga Tetap berperan sebagai pendamping dan pengatur pola
makan pada penderita hipertensi selama melakukan diet hipertensi.
2. Bagi Penderita Diharapkan agar penderita mau mengikuti diet hipertensi
dan mau mencari tahu tentang kesehatannya dengan cara banyak bertanya
tentang hipertensi dan terbiasa melakukan diet hipertensi.

39
DAFTAR PUSTAKA

Adriaansz, P., Rottie, J., Lolong., J. 2016. Hubungan Konsumsi Makanan dengan
Kejadian Hipertensi Pada Lansia diPuskesmas Ranomuut Kota Manado.
Ejournal Keperawatan Volume 4 Nomor 1, Mei 2016. Manado: Fakultas
KedokteranUniversitas Sam Ratulangi.
Michael, Natalia D, Margaretta SL, Putra WD, Rosela C. Tata Laksana Terkini
pada Hipertensi Tata Laksana Terkini pada Hipertensi. J Kedokt Meditek.
2014;20(52):36–41.
WHO. Global Status Report On Noncommunicable Diseases. Switzerland: WHO
Press; 2014.
10 p.
Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
https://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM/article/view/123
journal.unnes.ac.id
http://jurnal.akper-whs.ac.id/index.php/mak/article/download/7/22/
Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart (Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC
Chung, E. K., 1995, Penuntun Praktis Penyakit Kardiovarkular ( Quick Reference
To Cardiovaskular Diaseases) Edisi 3, diterjemahkan oleh Andrianto, P. 73-
74, Jakarta, EGC.
Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC. Muscari, Mary E.
Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart (Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC
Chung, E. K., 1995, Penuntun Praktis Penyakit Kardiovarkular ( Quick Reference
To Cardiovaskular Diaseases) Edisi 3, diterjemahkan oleh Andrianto, P. 73-
74, Jakarta, EGC.
Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC. Muscari, Mary E.
http://eprints.ums.ac.id/21288/23/NASKAH_PUBLIKASI

40

Anda mungkin juga menyukai