102016001
Jl. Terusan Arjuna Utara no. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat – 11510
Abstrak
Diabetes mellitus (DM) atau disebut diabetes saja merupakan penyakit gangguan metabolik menahun
akibat pancreas yang tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang
diproduksi secara efektif. Pengobatan Diabetes Mellitus meliputi empat (4) pilar penatalaksanaan yaitu
edukasi, pola makan, olahraga, dan farmakologi. Upaya penyuluhan dan sosialisasi tentang DM dari
pemerintah, puskesmas, tenaga medis lainnya, hingga kesadaran masyarakat penting untuk menekan
angka kejadian DM. Skrining merupakan langkah yang dapat digunakan untuk mendeteksi dini penyakit
DM di sebuah populasi guna menurunkan penyakit DM agar tenaga medis lainnya dapat mengaplikasikan
tindakan kuratif, promotif, preventif, dan rehabilatatif.
Kata Kunci : Diabetes melitus, Insulin, Skrining.
Abstract
Diabetes mellitus (DM) or simply called diabetes is a chronic metabolic disorder caused by pancreas
that does not produce enough insulin or the body cannot use insulin produced effectively. Treatment of
Diabetes Mellitus includes four (4) pillars of management, namely education, diet, exercise, and
pharmacology. Outreach and socialization efforts on DM from the government, health centers, other
medical personnel, to public awareness is important to reduce the incidence of DM. Screening is a step
that can be used to detect DM disease early in a population to reduce DM disease so that other medical
personnel can apply curative, promotive, preventive and rehabilatative measures.
Keywords : diabetes mellitus, insulin, screening
Pendahuluan
Diabetes mellitus (DM) atau disebut diabetes saja merupakan penyakit gangguan
metabolik menahun akibat pancreas yang tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak
dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin sendiri adalah hormon yang
mengatur keseimbangan kadar gula darah di dalam tubuh. Akibatnya terjadi peningkatan
konsentransi glukosa di dalam darah ) hiperglikemia. Terdapat dua kategori utama diabetes
mellitus yaitu DM tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut juga sebagai insulin dependent
atau juvenile/childhood-onset diabetes, ditandai dengan kurangnya produksi insulin. Diabetes
tipe 2, dulu disebut pula sebagai non-insulin dependent atau adult onset diabetes, disebabkan
karena penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh, kejadian DM tipe 2 mencapai 90%
dai seluruh kasus diabetes. Sedangkan diabetes gestasional adalah hiperglikemia yang
2
didapatkan hanya pada saat kehamilan. Toleransi glukosa terganggu atau Impaired Glucose
Tolerance (IGT) dan Glukosa Darah Puasa terganggu atau Impaired Fasting Glycaemia (IFG)
merupakan kondisi transisi antara normal dan diabetes. Orang dengan IGT atau IFG berisiko
tinggi berkembang menjadi diabetes mellitus tipe 2. Dengan penurunan berat badan dan gaya
hidup, perkembangan menjadi diabetes dapat dicegah atau ditunda.1
Program P2PTM (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular tahun 2015-
2019).
peningkatan IPM antara lain, indeks Pendidikan, Indeks Daya Beli, dan Usia Harapan Hidup.
Informasi besaran masalah DM dan PM serta dampak komplikasinya sangat penting untuk
diinformasikan kepada masyarakat untuk mencegah adanya, impotensi, gagal ginjal, kebutaan,
masalah jantung, kecacatan, hingga kematian. Hal ini akan lebih mendorong perhatian para
pengambilan keputusan dalam memprioritaskan kegiatan pengendalian DM dan PM.4
Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang membutuhkan perhatian medis jangka
panjang untuk membatasi terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk keadaan pasien dan
untuk mengatasinya apabila komplikasi sudah terlanjur terjadi. Diabetes Melitus terbagi atas 2
tipe yaitu tipe 1 dan tipe 2. Diabetes mellitus tipe 2 terdiri dari serangkaian disfungsi yang
ditandai oleh hiperglikemia dan dihasilkan dari kombinasi resisten terhadap aksi insulin, sekresi
insulin yang tidak adekuat, dan sekresi glukagon yang berlebihan. Diabetes tipe 2 yang tidak
terkontrol berhubungan dengan berbagai komplikasi mikrovaskuler, makrovaskuler dan
neuropati. Komplikasi mikrovaskular diabetes termasuk pada penyakit yang menyerang retina,
ginjal, dan kemungkinan penyakit neuropati lainnya. Komplikasi makrovaskuler meliputi
penyakit yang menyeran arteri coroner dan penyakit pembuluh darah perifer. Neuropati diabetes
yang mempengaruhi saraf otonom dan perifer. Perbedaan yang membedakan antara diabetes
mellitus tipe 1 dan 2 diantaranya adalah, tipe 2 tidak sepenuhnya bergantung pada insulin seumur
hidup karena disebabkan oleh gaya hidup yang sesuai. Perbedaan ini adalah dasar untuk istilah
yang lebih lama untuk tipe 1 dan 2, tergantung pada insulin dan diabetes yang tidak bergantung
pada insulin. Kebanyakan pasien dengan diabetes tipe 2 pada akhirnya akan dirawat dengan
insulin, karena mereka mempertahankan kemampuan untuk mengeluarkan beberapa insulin
endogen, mereka dianggap membutuhkan insulin tetapi tidak bergantung pada insulin. Studi
epidemiologi menjelaskan bahwa potensi diabetes mellitus tidak hanya menyerang orang dengan
usia 40 tahun keatas, namun juga dapat terjadi pada usia yang lebih muda. Meskipun biasanya
diabetes mellitus tipe 2 menyerang orang yang lebih tua dari 40 tahun. Banyak kasus dan
komunitas mengatakan bahwa diabetes mellitus tipe 2 sekarang melebihi jumlah 1 diantara anak-
anak dengan diabetes yang baru didiagnosis.5
Faktor risiko diabetes mellitus bisa dikelompokkan menjadi faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah ras
dan etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan diabetes mellitus, riwayat melahirkan
bayi dengan berat badan lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah
(kurang dari 2500 gram). Sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan
perilaku hidup yang kurang sehat, yaitu berat badan lebih, obesitas abdominal/sentral, kurangnya
aktivitas fisik, hipertensi, dyslipidemia, diet tidak sehat/tidak seimbang, riwayat Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula Darah Puasa terganggu (GDP terganggu), dan merokok.1
Diabetes mellitus utamanya disebabkan oleh dua hal, yaitu: [1] meningkatnya gula darah dan [2]
kurangnya produksi insulin. Peningkatan kadar gula darah dapat disebabkan oleh meningkatnya
asupan zat gizi yang masuk ke dalam tubuh, terutama asupan karbohidrat. Sementara, kurangnya
produksi insulin dapat disebabkan oleh dua hal yaitu, defisiensi insulin dan resistensi insulin.
Resistensi insulin disebabkan oleh jaringan tubuh yang menjadi kurang sensitif terhadap dampak
6
dari insulin. Hal ini menyebabkan gula darah tidak meninggalkan darah, justru memasuki sel
tubuh. Defisiensi insulin disebabkan oleh ketidakmampuan insulin untuk memenuhi kadar yang
dibutuhkan oleh tubuh. Beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap resistensi atau
defisiensi insulin, diantaranya berat badan lebih, peningkatan usia, gaya hidup yang kurang
dengan aktivitas, kelainan hormon, dan faktor genetic atau keturunan.6
Pengobatan
Pencegahan Diabetes mellitus khususnya tipe 2 juga perlu diperhatikan oleh pihak tenaga
medis, kader, dan masyarakat guna menurunkan angka kejadian DM. Langkah yang tepat adalah
dengan memberikan edukasi atau penyuluhan dengan merekomendasikan agar masyarakat atau
keluarga yang mempunyai risiko DM dapat memberlakukan hidup yang sehat seperti nutrisi
yang tepat, aktivitas fisik yang teratur, tidak merokok, mengkonsumsi alkohol dan menjaga berat
badan. peningkatan gaya hidup sederhana seperti penurunan berat badan akan mengurangi risiko
terkena diabetes pada pasien berisiko tinggi.5
Definisi Skrining adalah untuk mengidentifikasi sangkaan terhadap suatu penyakit atau
kelainan yang tidak dikenal dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur lainnya yang
dapat digunakan dengan cepat, untuk membedakan pada orang sehat apakah ia mempunyai
kemungkinan untuk sakit atau tidak. Ketentuan skrining juga merupakan uji saring yang berarti
suatu cara penentuan dari sesuatu individu untuk mendapatkan pengobatan dini, dimana
8
pengobatan ini sangat memungkinkan dan efektif/deteksi dari suatu keadaan yang sangat
bermanfaat bagi seseorang dan bukan merupakan alat diagnostik. Skrining sendiri juga bagian
dari proses perhitungan. Agar dokter mengetahui apakah penderita berisiko terhadap suatu
penyakit, mereka harus melakukan skrining terhadap populasi yang mereka tangani. Agar syarat-
syarat ini terpenuhi, penyakit tersebut harus mempunyai tahap preklinik dan harus dapat
dideteksi melalui penggunaan uji yang akurat, harus juga ada perawatan yang efektif dipandang
dari segi biaya yang dapat diterima dan memberikan hasil yang lebih baik apabila digunakan
pada fase preklinik daripada terapi yang diberikan setelah gejala-gejala yang berkembang.
Kesulitan yang timbul pada saat menerapkan rekomendasi untuk skrining untuk skala nasional
sering kali karena kenyatannya prinsip-prinsip ini diabaikan. Skrining biasanya berdasarkan
populasi dan berusaha untuk mendiagnosis kondisi pada sekolompok orang yang pada dasarnya
sehat. Aktivitas yang dilaksanakan dalam tempat praktek lebih layak disebut penemuan kasus.9,10
Evaluasi yang matang perlu dilakukan sebelum skrining masal dilakukan. Jenis penyakit
yang tepat untuk skrining: [1] penyakit serius. Alasan mengapa penyakit yang tepat dalam
program skrining adalah biaya skrining harus sesuai dengan hilangnya konsekuensi kesehatan,
aspek etik, konsekuensi tidak terdiagnosis, dan pengobatan dini harus lebih menguntungkan
daripada akibat yang didapat dari prosedur skrining, dan menyelamatkan hidup (mis. Kanker
9
paru/serviks). [2] Pengobatan sebelum gejala muncul harus lebih menguntungkan dalam
pengertian mortalitas dan morbiditas dibandingkan setelah gejala muncul. Kegiatan skrining
yang dilakukan harus memperhatikan tahap mana yang lebih menghasilkan manfaat baik dari
segi materi dan material. [3] Prevalens penyakit preklinik harus tinggi pada populasi yang di
skrining. Kegiatan skrining sangat bermanfaat bila kejadian di masyrakat sering dijumpai dan
dapat terdeteksi dengan cepat sehingga kegiatan ini dengan biaya program skrining yang murah
dapat dideteksi kasus yang terjadi di masyarakat. Skrining terbatas dapat dilaksanakan dengan
baik. Dalam melakukan tes skrining, agar mencapai tujuan yang diinginkan hendaknya
berpedoman pada kriteria: harus tersedia, tidak mahal, mudah dilakukam, mengakibatkan
ketidaknyamanan, valid/reliabel/dapat digandakan.11
Validitas tes skrining merupakan kemampuan dari tes skrining dalam mengukur sesuatu
yang seharusnya diukur. (tabel 2).11
Keterangan : [a] jumlah individu skrining tes positif dan benar sakit (true positive),[b]
jumlah individu skrining tes positif tetapi sebenarnya tidak sakit (false positive),[c] jumlah
individu skrining tes negative tetapi sebenarnya sakit (false negative),[d] jumlah individu
skrining tes negative dan benar tidak sakit (true negative).11
Terdapat dua probabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan sebuah uji
skrining dalam membedakan antara individu yang sakit dan yang tidak sakit. Pengukuran-
10
pengukuran validitas uji skrining ini ditentukan dengan membandingkan hasil menurut uji
skrining dengan hasil yang didapat dari uji yang lebih akurat. Nilai tertentu pada hasil-hasil uji
skrining yang bersesuaian dengan hasil-hasil gold standard menghasilkan ukuran sensitivitas dan
spesifisitas. Sensitivitas adalah kemampuan uji skrining untuk memberikan hasil positif mereka
yang mengidap penyakit. sensitivitas dinyatakan sebagai sebuah presentase:12
Hasil perhitungan di
atas mungkin terlihat bahwa sensitivitas merupakan semua yang diperlukan untuk sebuah uji.
Tentu saja sensitivitas dapat memenuhinya jika benar-benar dapat mengidentifikasi semua orang
yang sakit. Namun, hanya orang yang benar-benar sakit yang harus dinyatakan positif oleh uji
skrining.12
Spesifisitas adalah kemampuan suatu uji untuk memberikan hasil negative pada mereka
yang sehat (tidak sakit). Spesifisitas juga dapat ditampilkan sebagai suatu presentase.12
Dari tabel 2, akan terlihat bahwa proporsi subjek dengan hasil uji positif benar-benar
sakit menurut diagnosis adalah a/(a+b). rasio ini disebut nilai prediktif positif. Nilai prediktif
11
positif suatu uji meningkat seiring dengan meningkatnya sensitivitas dan spesifisitas, sesuai yang
diharapkan. Akan tetapi, jika prevalensi penyakit pada populasi yang diskrining meningkat, nilai
prediktif positif juga meningkat, dan begitu pula sebaliknya. Dengan cara yang serupa nilai
prediktif negative dapat dihitung sebagai d/(c+d). Namun, karena tujuan utama uji skirining
adalah untuk mengidentifikasi subjek-subjek yang sakit, perhitungan nilai prediktif negative
tidak sering digunakan.12
Kesimpulan
Diabetes mellitus adalah penyakit gangguan metabolik menahun akibat pancreas yang
tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi
secara efektif. DM dapat dikendalikan dengan baik apabila pasien dapat menerapkan pola hidup
sehat, makan nutrisi yang tepat, berolahraga dan menjaga berat badan sesuai dengan empat pilar
tatalaksana diabetes mellitus. Upaya penyuluhan dan sosialisasi tentang DM dari pemerintah,
puskesmas, tenaga medis lainnya, hingga kesadaran masyarakat penting untuk menekan angka
kejadian DM. Skrining merupakan langkah yang dapat digunakan untuk mendeteksi dini
penyakit DM di sebuah populasi guna menurunkan penyakit DM agar tenaga medis lainnya
dapat mengaplikasikan tindakan kuratif, promotif, preventif, dan rehabilatatif.
DAFTAR PUSTAKA
12
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Situasi dan analisis diabetes. 2014. Diunduh
dari http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
diabetes.pdf. 16 Mei 2020
2. BPJS Kesehatan. Skrining kesehatan. 2014. Diunduh dari https://bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/766b7ad3cebfc396c13c3cafcabd3119.pdf 16 Mei
2020
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Program P2PTM dan indikator. 2015.
Diunduh dari http://www.p2ptm.kemkes.go.id/profil-p2ptm/latar-belakang/program-
p2ptm-dan-indikator. 16 Mei 2020
4. Yusharmen D. Pedoman pengendalian diabetes mellitus dan penyakit metabolik. 2008.
Diunduh dari https://extranet.who.int/ncdccs/Data/IDN_D1_Diabetes%20guidlines.pdf.
16 Mei 2020
5. Khardori R. Type 2 diabetes mellitus.2019. Diunduh dari
https://emedicine.medscape.com/article/117853-overview#a1. 16 Mei 2020
6. Garnita D. Faktor risiko diabetes mellitus di Indonesia. Depok:Universitas
Indonesia;2012.h.26-8
7. Ardana IW, Berawi KN. Empat pilar penatalaksanaan pasien diabetes mellitus tipe 2.
Jurnal Majority.2012;4(9).h.9-11
8. Darakay CN. Pengaruh pemberian home care terhadap kepatuhan, kadar glukosa darah,
dan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan hipertensi dan hyperlipidemia di
puskesmas Srandakan Bantul. Yogyakarta;2015.h.2-3
9. Syahril. Diagnostic dan screening.Medan:Universitas Sumatera Utara;2005.h.1-6
10. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak ed.15th.Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2000.h.26-7
11. Rajab W.Buku ajar epidemiologi.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.2009.h.155-7
12. Morton RF, Hebel JR, McCarter RJ.Panduan studi epidemiologi dan
biostatistika.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.2009.h.53-7