Anda di halaman 1dari 19

1.

1 Bahan Laboratorium
Bahan laboratorium disebut bahan adalah segala sesuatu yang diolah/digunakan untuk
pengujian, kalibrasi, dan/atau produksi dalam skala
terbatas (Permenpan RB No. 03, 2010).
Bahan dilaboratorium sini menurut penggunaannya dikelompokan menjadi 2 yaitu :
Bahan khusus, Bahan yang penanganannya memerlukan
perlakuan dan persyaratan khusus , karena mempunyai sifat eksplosif, korosif, iritant
(Trihadiningrum, 2000).

Contoh bahan kimia khusus

Bahan umum, Bahan yang penanganannya tidak memerlukan perlakuan dan persyaratan
khusus , karena mempunyai sifat tidak eksplosif, tidak korosif, tidak iritant (Lestari, 2009).

Contoh bahan kimia umum


Setiap bahan kimia mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda, maka cara
penyimpanannya harus berdasarkan Sifat dari bahan tersebut, Diberi pelabelan, Pendataan
berdasar nomor katalog (Nurhasanah dan Deliani, 2014)

Dalam laboratorium, penyimpanan zat dan bahan merupakan strategi rencana yang
dilakukan dalam melakukan penyimpanan bahan dan zat yang benar untuk mengurangi resiko
kecelakaan di laboratorium. Wadah bahan yang digunakan dan lokasi penyimpanan harus diberi
label yang jelas. Label wadah harus mencantumkan nama bahan, tingkat bahaya, tanggal
diterima dan dipakai. Alangkah baiknya jika tempat penyimpanan masing-masing kelompok
bahan tersebut diberi label dengan warna berbeda. Misalnya warna merah untuk bahan
flammable, kuning untuk bahan oksidator, biru untuk bahan toksik, putih untuk bahan
korosif, dan hijau untuk bahan yang bahayanya rendah.

Di samping pemberian label pada lokasi penyimpanan, pelabelan pada botol reagen jauh
lebih penting.Informasi yang harus dicantumkan pada botol reagen diantaranya :

• Nama kimia dan rumusnya


• Konsentrasi
• Tanggal penerimaan
• Tanggal pembuatan
• Nama orang yang membuat reagen
• Lama hidup
• Tingkat bahaya
• Klasifikasi lokasi penyimpanan
• Nama dan alamat pabrik
Inventarisasi harus dilakukan terhadap bahan- bahna yang ada di laboratorium.
Perbaharui label-label yang rusak secara secara periodik. Inventarisasi harus melibatkan nama
bahan, rumus, jumlah, kualitas, lokasi penyimpanan, dan tanggal penerimaan, nama industri,
bahaya terhadap kesehatan, bahaya fisik, lama dan pendeknya bahaya terhadap kesehatan.

1.2 Teknik Penyimpanan Bahan di Laboratorium


Bahan bahan yang ada di laboratorium jumlahnya relatif banyak. Disamping jumlahnya
cukup banyak, bahan-bahan dalam laboratorium seperti bahan kimia dapat
menimbulkan resiko bahaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu dalam pengelolaan
laboratorium, aspek penyimpanan, penataan dan pemeliharaan bahan-bahan laboratorium
merupakan bagian penting yang harus diperhatikan. Hal umum yang harus menjadi perhatian
di dalam penyimpanan dan penataan bahan- bahan di Laboratorium diantaranya meliputi
aspek pemisahan (segregation), tingkat resiko bahaya (multiple hazards), pelabelan
(labeling), fasilitas penyimpanan (storage facilities), wadah sekunder (secondary
containment), bahan kadaluarsa (outdate chemicals), inventarisasi (inventory), dan informasi
resiko bahaya (hazard information).
Bahan-bahan yang tidak boleh disimpan dengan bahan lain, harus disimpan secara khusus
dalam wadah sekunder yang terisolasi. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah pencampuran
dengan sumber bahaya lain seperti api, gas beracun, ledakan, atau degradasi kimia. Banyak
bahan kimia yang memiliki sifat lebih dari satu jenis tingkat bahaya. Penyimpanan bahan
kimia tersebut harus didasarkan atas tingkat risiko bahayanya yang paling tinggi. Misalnya
benzena memiliki sifat flammable dan toxic. Sifat dapat terbakar dipandang memiliki
resiko lebih tinggi daripada timbulnya karsinogen. Oleh karena itu penyimpanan benzena
harus ditempatkan pada cabinet tempat menyimpan zat cairflammable daripada disimpan
pada cabinet bahan toxic.
Cara penyimpanan bahan kimia didasarkan atas sifat-sifat dari bahan dan reaksi akibat
interaksi bahan dalam penyimpanan.
1. Penyimpanan bahan Laboratorium didasarkan atas sifat-sifat bahan.
a) Penyimpanan dan penataan bahan kimia radioaktif
Bahan Radioaktif adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan
memancarkan sinar radioaktif. Tidak semua laboratorium dapat atau diizinkan
untuk menyimpan bahan yang bersifat radioaktif. Sehingga bahan radioaktif dapat
diadakan di laboratorium hanya jika mendapatkan izin dari Dapartmen Kesehatan
khususnya bagian radiasi. Cara penyimpanan bahan yang bersifat radioaktif
dalam laboratorium yaitu:
1. Bahan-bahan radioaktif seperti uraian dan thorium disimpan dalam lemari
terkunci yang diberi tanda dan catatan peringatan. Dengan tulisan “HATI-
HATI BAHAN RADIOAKTIF (CAUTION RADIOACTIVE MATERIALS)”
2. Bahan-bahan radioaktif dengan aktifitas radiasi tinggi harus disimpan di
luar gedung dan dilengkapi dengan lapisan pelindung yang memadai
dan terhindar dari api. Packing/kemasan dari bahan radioaktif harus
mengikuti ketentuaan khusus yang telah ditetapkan dan keutuhan kemasan
harus dipelihara.
Dalam penggunaan bahan radiasi juga harus memperhatikan prosedur-
prosedur keselamatan yaitu:
a. Botol-botol yang berisi radioaktif harus diberi label dengan baik dan disimpan
dalam lemari terkunci yang diberi tanda radiasi.
b. Tempat bekerja harus terpisah dari bahan-bahan radioaktif
c. Harus selalu menggunakan jas lab dan bersihkan bahan-bahan sisa dengan
menggunakan lap.
d. Menjaaga agar bahan radioaktif tidak menyentuh kulit
e. Jangan berbicara, makan, atau merokok di daerah yang terkontaminasi
f. Menggunakan alat-alat gelas dalam keadaan kering dan disimpan secara
terpisah
g. Mencuci tangan atau bagian lain tubuh yang terkontaminasi bahan radioaktif
dengan air dan sabun sampai benar-benar bersih.
Peraturan perundangan mengenai bahan radioaktif diantaranya:
1. Undang-undang Nomor 31/64 Tentang Ketentuan Pokok Tenaga Atom
2. Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 1975 Tentang Keseamatan Kerja
terhadap radiasi
3. Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 1975. Tentang Izin Pemakaian Zat
Radioaktif dan atau Sumber Radiasi lainnya.
4. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang Pengangkutan Zat
Radioaktif.

b) Penyimpanan dan penataan bahan kimia reaktif


Bahan reaktif dikategorikan sebagai bahan yang bereaksi sendiri atau
berpolimerisasi menghasilkan api atau gas toksik ketika ada perubahan
tekanan atau suhu, gesekan, atau kontak dengan uap lembab. Biasanya bahan
reaktif memiliki lebih dari satu macam kelompok bahan bahaya, misalnya
bahan tersebut termasuk padatan flammable juga sebagai bahan yang reaktif
terhadap air, karena itu memerlukan penanganan dan penyimpanan secara
khusus. Biasanya sebelum menentukan cara terbaik dalam penyimpanan bahan
kimia reaktif, terlebih harus menentukan bahaya spesifik dari bahan itu.
Bahan kimia reaktif biasanya dikelompokkan menjadi bahan kimia
piroforik, eksplosif, pembentuk peroksida, dan reaktif air.
a. Bahan piroforik adalah bahan yang dapat terbakar ketika kontak
dengan udara pada suhu < 54,44 0C. Bahan kimia piroforik ada yang
berupa padatan seperti fosfor, cairan seperti tributilaluminium atau gas
seperti silan. Bahan piroforik harus disimpan di dalam cabinet
flammable secara terpisah dari cairan flammable dan cairan
combustible. Unsur fosfor harus disimpan dan dipotong dalam air.
Demikian gas silan harus disimpan secara khusus.
b. Bahan eksplosif adalah bahan yang dapat menimbulkan ledakan.
Ledakan tersebut diakibatkan oleh penguraian bahan secara cepat
dan menghasilkan pelepasan energi dalam bentuk panas, api dan
perubahan tekanan yang tinggi. Banyak faktor yang menyebabkan
suatu bahan dapat meledak, sehingga menyulitkan dalam
pengelompokkan bahan eksplosif ini. Faktor yang menunjang
timbulnya ledakan dari bahan kimia di laboratorium diantaranya
adalah :
(1) Kandungan oksigen senyawa. Beberapa peroksida (misalnya
benzyol peroksida kering) dan oksidator kuat lainnya mudah
meledak.
(2) Gugus reaktif. beberapa senyawa seperti hidrazin memiliki gugus
oksidatif dan reduktif, sehingga sangat tidak stabil. Beberapa
senyawa nitro (misalnya Trinitrotoluen/TNT, azida, asam pikrat
kering) juga mudah meledak. Hati-hati dalam membaca label
bahan kimia, dan perhatikan lambang yang menunjukkan
kestabilan dan mudah meledaknya bahan tersebut. Keputusan
yang harus diambil dalam menentukan penyimpanan bahan
mudah meledak atas sifat masing-masing bahan kimia tersebut.
Perhatikan secara khusus agar penyimpanan bahan tersebut
tidak mengundang atau meningkatkan bahaya misalnya
hindari penyimpanan asam pikrat jangan sampai kering.
c. Beberapa eter dan senyawa sejenis cenderung bereaksi dengan udara
dan cahaya membentuk senyawa peroksida yang tidak stabil. Bahan
kimia yang dapat membentuk peroksida tersebut diantaranya adapah p-
dioksan, etil eter, tetrahidrofuran, asetaldehid, dan sikloheksena. Untuk
meminimalkan timbulnya bahaya dari bahan kimia tersebut, maka
cara yang harus diperhatikan dalam penyimpanannya adalah sebagi
berikut :
1. Simpan bahan kimia pembentuk peroksida itu dalam botol tertutup
rapat (tidak kontak dengan udara) atau dalam wadah yang tidak
terkena cahaya.
2. Berikan label pada wadah tentang tanggal diterima dan dibuka
bahan tersebut.
3. Uji secara periodik (3 atau 6 bulan) terjadinya pembentukan
peroksida. Buanglah peroksida yang telah dibuka setelah 3 – 6
bulan.
4. Buanglah wadah bahan kimia pembentuk peroksida yang tidak
pernah dibuka sesuai batas kadaluarsa yang diberikan pabrik atau
12 bulan setelah diterima.
5. Bahan yang reaktif dengan air apabila kontak dengan dengan udara
lembab saja akan menghasilkan senyawa toksik, flammable, atau
gas mudah meledak. Misalnya hipoklorit dan logam hidrida. Oleh
karena itu penyimpanan bahan kimia ini harus dijauhkan dari
sumber air (jangan menyimpannya di bawah atau di atas bak cuci,
dst.) dan tempat yang kering. Gunakan pemadam api dengan bahan
kimia kering apabila terjadi kebaran dengan bahan ini. Simpan
dalam desikator yang diisi dengan silika gel.
c) Penyimpanan dan penataan bahan kimia korosif
Bahan kimia korosif terdiri dari dua macam yaitu asam dan basa.
Penyimpanan bahan kimia korosif jangan sampai bereaksi dengan tempat
penyimpanannya (lemari rak dan cabinet). Biasanya penyimpanan larutan
asam yang korosif atau bersifat asam kuat disimpan dalam lemari asam. Untuk
keperluan penyimpanan, asam- asam yang berujud cairan diklasifikasi lagi
menjadi tiga jenis yaitu:
1) asam-asam organik (misalnya asam asetat glacial)
2) asam format, asam mineral (misalnya asam klorida dan asam fosfat),
3) asam mineral oksidator (misalnya asam kromat, asam florida, asam
perklorat)
4) asam berasap seperti asam nitrat dan asam sulfat).

Contoh gambar lemari asam Contoh gambar lemari basa

Panduan penyimpanan untuk kelompok asam ini diantaranya adalah :

a. Pisahkan asam-asam tersebut dari basa dan logam aktif seperti natrium
(Na), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dll.
b. Pisahkan asam-asam organik dari asam mineral dan asam mineral
oksidator.
c. Penyimpanan asam organik biasanya dibolehkan dengan cairan
flammable dan combustible.
d. Pisahkan asam dari bahan kimia yang dapat menghasilkan gas toksik
dan dapat menyala seperti natrium sianida (NaCN), besi sulfida (FeS),
kalsium karbida (CaC2) dll.
e. Gunakan wadah sekunder untuk menyimpan asam itu, dan gunakan
botol bawaannya ketika dipindahkan ke luar lab.
f. Simpanlah botol asam pada tempat dingin dan kering, dan jauhkan dari
sumber panas atau tidak terkena langsung sinar matahari.
g. Simpanlah asam dengan botol besar pada kabinet atau lemari rak
asam. Botol besar disimpan pada rak lebih bawah daripada botol lebih
kecil.
h. Simpanlah wadah asam pada wadah sekunder seperti baki plastik
untuk menghindari cairan yang tumpah atau bocor. Baki plastik atau
panci kue dari pyrex sangat baik digunakan lagi pula murah harganya.
Khusus asam perklorat harus disimpan pada wadah gelas atau porselen
dan jauhkan dari bahan kimia organik.
i. Jauhkan asam oksidator seperti asam sulfat pekat dan asam nitrat dari
bahan flammable dancombustible.
Penyimpanan basa padatan atau cairan yang bersifat kuat seperti
amonium hidroksida (NH4OH), kalsium hidroksida, Ca(OH)2, kalium
hidroksida (KOH), natrium hidroksida (NaOH) harus dilakukan
sebagai berikut :
a. Pisahkan basa dari asam, logam aktif, bahan eksplosif, peroksida
organik, dan bahan flammable.
b. Simpan larutan basa anorganik dalam wadah polyethylene (plastik).
c. Tempatkan wadah larutan basa dalam baki plastik untuk menghindari
pecah atau keborocan.
d. Simpanlah botol-botol besar larutan basa dalam lemari basa atau rak
atau cabinet yang tahan korosif. Botol besar disimpan pada rak lebih
bawah daripada botol lebih kecil.

d) Penyimpanan dan penataan bahan kimia Flammable & Combustable


Cairan Bahan kimia flammable dan combustible diklasifikasi menurut
titik bakar/nyala (flash point) dan titik didihnya (boiling point). Titik bakar
dinyatakan sebagai suhu minimum cairan untuk menghasilkan uap yang
cukup sehingga dapat terbakar ketika bercampur dengan udara.
Bahan kimia flammable dapat disimpan dengan bahan kimia combustible,
asam organik combustible (misalnya asetat),pelarut non- flammable
(metilklorida). Beberapa cairan flammable yang umumnya dijumpai diantaranya
adalah asetaldehid, aseton, heksana, toluen, ksilena , etanol. Secara umum
penyimpanan cairan flammable di laboratorium adalah sebagai berikut:
a. Cairan flammable kelas I yang jumlahnya > 10 galon hingga 25 galon harus
disimpan dalam wadah (cans) yang aman, sedangkan dari > 25 galon hingga
60 galon harus disimpan juga dalam cabinet.
b. Wadah dari gelas jangan digunakan untuk menyimpan cairan flammable.
Pelarut dengan kualitas teknis harus disimpan dalam wadah logam.
c. Cairan flammable yang memerlukan kondisidingin, hanya disimpan pada
kulkas yang bertuliskan “Lab-Safe” atau “Flammable Storage Refrigerators”.
Jangan sekali-kali menyimpan cairan flammable di dalam kulkas biasa.
d. Jauhkan bahan flammable dari oksidator.
e. Hindari penyimpanan cairan flammable dari panas, sengatan matahari
langsung, sumber nyala atau api.
Bahan kimia padatan yang cepat terbakar karena gesekan ,panas, atau pun
reaktif terhadap air dan spontan terbakar dinamakan padatan flammable. Misalnya
asam pikrat, kalsium karbida, fosfor pentaklorida litium, dan kalium. Unsur litium
(Li), kalium (K), dan natrium (Na) harus disimpan di dalam minyak tanah
(kerosene) atau minyak mineral. Padatan flammable ini harus disimpan dalam
cabinet flammable dan dijauhkan dari cairan flammble atau cairan combustible.
Bila reaktif terhadap air, janganlah disimpan di bawah bak cuci, simpan di tempat
yang kering atau lemari dsb.

e) Penyimpanan dan penataan bahan kimia oksidator


Bahan kimia yang termasuk oksidator adalah bahan kimia yang
menunjang proses pembakaran dengan cara melepaskan oksigen atau bahan yang
dapat mengoksidasi senyawa lain. Misalnya kalium permanganat (KMnO4), feri
klorida (FeCl3), natrium nitrat (NaNO3), hidrogen peroksida (H2O2). Terdapat
penyimpanan Bahan kimia oksidator seperti:
a. Bahan kimia bersifat oksidator harus dipisahkan dari bahan-bahan flammable
dan combustible serta bahan kimia reduktor seperti seng (Zn), logam alkali
(litium = Li, natrium = Na, kalium = K, rubidium = Rb) dan asam formiat
(HCOOH).
b. Jangan menyimpan pada wadah/tempat yang terbuat dari kayu juga jangan
berdekatan dengan bahan lain yang mudah terbakar.
c. Simpan pada tempat dingin dan kering.

f) Penyimpanan dan penataan bahan kimia beracun (toxic)


Bahan beracun merupakan bahan yang berbahaya baik dalam kondisi normal
atau dalam kondisi kecelakaan. Bahan kimia ini terdiri dari bahan beracun tinggi
(highly toxic) dengan ciri memiliki oral rate LD50(Lethal Dosis 50%) < 50
mg/kG, beracun (toxic) dengan oral rate LD50 50-100 mg/kG dan sebagai bahan
kimia karsinogen (penyebab kanker). Penyimpanan bahan beracun dalam
laboratorium yaitu:
1. Harus disimpan dalam ruangan yang sejuk atau tempat yang memiliki
peredaan hawa. Usahakan tidak terkena sinar matahari secara langsung.
2. Jauh dari bahaya kebakaran dan bahan yang inkompatibel (tidak dapat
dicampuri) harus dipisahkan satu sama lain.
3. Jaga jumlah bahan pada tingkat kerja minimal.
4. Beri label area penyimpanan dengan tanda peringatan yang sesuai
5. Batasi akses ke arah penyimpanan
6. Ketika meenggunakan bahan yang beracun, harus mengguankan alat
pelindung diri seperti masker dan sarung tangan

g) Penyimpanan dan penataan bahan kimia sensitif cahaya


Penyimpanan bahan kimia yang sensitif cahaya harus dipisahkan atas
dasar tingkat kebahayaannya. Misalnya brom dengan oksidator, arsen dengan
senyawa beracun. Beberapa concoh senyawa sensitif cahaya diantaranya adalah
brom (Br2), garam merkuri, kalium ferosianida, K4[Fe(CN)6], natrium iodida
(NaI) dll. Agar tidak terjadipenguraian, bahan kimia ini harus terhindar dari
cahaya. Maka teknik penyimpanan bahan yang sensitive cahaya diantaranya:
a. Simpanlah bahan sensitif cahaya ini dalam botol berwarna coklat (amber
bottle).
b. Apabila botol penyimpan bahan kimia ini harus dibungkus dengan foil (kertas
perak/timah), maka tuliskan label pada bagian luar botol tersebut.

h) Penyimpanan dan penataan Gas Terkompresi (Compressed Gases)


Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan ketika kita menyimpan bahan
kimia berupa gas yang terkompresi.
a. Disimpan tegak dan terikat
b. Simpan pada ruangan dingin dan tidak terkena sinar matahari langsung.
c. Pisahkan dan tandai mana tabung gas yang berisi dan mana yang kosong.
d. Amankan bagian atas dan bawah silinder dengan menggunakan rantai dan rak
logam.
e. Atur regulator ketika gas dalam silider digunakan.Pasang tutup pentil ketika
silinder tidak digunakan.
f. Jauhkan silinder dari sumber panas, bahan korosif yang dapat merusak kran ,
serta bahan berasap maupun bahan mudah terbakar.
g. Pisahkan silinder yang satu dengan yang lainnya jika gas dari silinder satu
dapat menimbulkan reaksi dengan gas dari silinder lain.
h. Gunakan lemari asap untuk mereaksikan gas yang diambil dari silinder.
i. Gunakan gerobak yang dilengkapi rantai ketika memindahkan silinder gas
berukuran besar.
j. Jagalah sumbat katup jangan sampai lepas ketika menggeser- geserkan
silinder, karena gas dalam silinder memiliki tekanan tinggi.

2. Penyimpanan bahan Laboratorium terhadap reaksi interaksi bahan dalam


penyimpanan.
a) Interaksi antara bahan dengan lingkungan
Bahan yang dapat berubah ketika terkenan matahari langsung, sebaiknya
disimpan dalam botol gelap dan diletakkan dalam lemari tertutup. Sedangkan
bahan yang tidak mudah rusak oleh cahaya matahari secara langsung dalam
disimpan dalam botol berwarna bening. Contoh: panas/percikan api yang dapat
menimbulkan kebakaran dan ledakan terutama untuk zat yang mudah terbakar dan
mudah meledak seperti pelarut organik dan peroksida.

b) Interaksi antara bahan dengan wadah


Bahan yang dapat bereaksi dengan kaca sebaiknya disimpan dalam botol
plastic. Bahan yang dapat bereaksi dengan plastik sebaiknya disimpan dalam
botol kaca. Contoh: beberapa bahan kimia yang amat korosif, seperti asam sulfat,
asam klorida, natrium hidroksida, dapat merusak wadahnya. Kerusakan
menyebabkan interaksi antar bahan sehingga menimbulkan reaksi-reaksi
berbahaya, seperti kebakaran, ledakan atau menimbulkan racun.

c) Interaksi antara bahan dengan bahan


Contoh: interaksi antara zat oksidator dan reduktor dapat menimbulkan
ledakan dan kebakaran, sedangkan interaksi antara asam dan garam dapat
menimbulkan gas beracun. Oleh karena itu beberapa bahan yang mungkin
bereaksi harus dipisahkan dalam penyimpanannya (Harjanto, 2011).

1.3 Mengetahui Cara Perawatan Bahan-bahan Laboratorium


Bahan yang digunakan dalam kegiatan di laoboratorium khusunya laboratorium Kimia
memerlukan perlakuan khusus, sesuai sifat dan karakteristik masing-masing bahan. Tujuan
dari penyimpanan bahan itu sendiri yaitu untuk:
1. Mengurangi segala resiko yang timbul
2. Mencegah mengatasi kehilangan, pencurian , kebakaran, kerusakan dan penyalahgunaan,
menekan biaya operasional laboratorium sekecil mungkin.
3. Peningkatan kwalitas kerja/SDM untuk mengelola laboratorium secara optimal
memudahkan rencana penambahan bahan yang baru.
Perlakuan yang salah dalam menggunakan dan menyimpan bahan di laboratorium
dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja dan menimbulkan bahaya lainnya.
Untuk itu dalam menyimpan bahan terdapat prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan:
1. Aman
Bahan simpan agar aman dan terhindar dari pencurian bahan serta penggunaan
bahan yang berlebih terutama pada bahan yang berbahaya jika digunakan dalam jumlah
banyak.
2. Mudah dicari
Untuk memudahkan dalam mencari letak masing-masing bahan, dengan
pemberian tanda atau label pada setiap tempat penyimpanan bahan.
3. Mudah diambil
Dalam peyimpanan bahan diperlukan ruang penyimpanan seperti lemari asam,
rak, laci yang ukuranya disesuaikan dengan luas ruangan yang tersedia.

Dalam perawatan bahan dilaboratorium juga harus memperhatikan MSDS


(Material Safety Data Sheet). MSDS merupakan dokumen yang dibuat khusus tentang
suatu bahan kimia mengenai pengenalan umum, sifat-sifat bahan, cara penanganan,
penyimpanan, pemindahan dan pengelolaan limbah buangan bahan kimia tersebut.

Gambar simbol Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


Simbol MSDS berbentuk belah ketupat yang dibagi menjadi 4 bagian dengan
wara yang berbeda, seperti pada gambar:

• Bagian sebelah kiri berwarna biru menunjukkan skala bahaya kesehatan


• Bagian sebelah atas berwarna merah menunjukkan skala bahaya kemudahan
terbakar
• Bagian sebelah kanan berwarna kuning menunjukkan skala bahaya reaktivitas
• Bagian sebelah bawah berwarna putih menunjukkan skala bahaya khusus lainnya.

Dalam simbol tersebut juga terdapat skore yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4. Skore tersebut
menunjukkan skala bahaya dimana skore 1 menunjukkan bahaya pada level rendah dan
skore 4 menunjukkan bahan tersebut sangat berbahaya.

Untuk bahan yang bahan kimia kadaluarsa, bahan kimia yang tidak diperlukan,
bahan kimia yang rusak, dan bahan hasil atau sisa pekerjaan di lab harus dibuang melalui
unit pengelolaan limbah yang disesuaikan dengan sifat bahan. Terdapat beberapa bahan
yang harus dibuang terpisah dari bahan lain seperti logam berat yang bersifat toxic dan
tidak terhancurkan. Apabila tidak terdapat pengolahan limbah yang memadai, sediakan
wadah khusus seperti tong plastik untuk menampung dan kemudian buang melalui
perusahaan pengolahan limbah kimia.

Dalam perawatan bahan, kondisi ruang penyimpanan juga perlu diperhatikan.


Karena bahan-bahan yang disimpan dalam gudang bukan berarti “tidur nyenyak”
tetapi masih tetap peka terhadap kondisi lingkungannnya. Untuk itu diperlukan
pengetahuan akan syarat-syarat penyimpanan, agar mengurangi resiko yang ditimbulkan
dari kecelakaan kerja. Kondisi Ruang Penyimpanan:

1. Letak gudang
Sebaiknya terpisah dari bangunan-bangunan penting , agar saat terjadi kecelakaan
dapat dilokalisasi. Juga dalam penyimpanannya bahan-bahan dipisahkan berdasarkan
sifatnya.
2. Ventilasi
Ventilasi harus ada, dengan tujuan agar saat terjadi kebocoran bahan yang
beracun tidak berakibat fatal bagi orang yang masuk atau bekerja di gudang.
3. Bebas dari sumber penyalaan
Sumber penyalaan contohnya seperti api, bara rokok, loncatan api listrik, atau
loncatan listrik statis. Sehingga untuk pencegahannya ruangan harus diberi keterangan
seperti “DILARANG MEROKOK” atau “AWAS KEBAKARAN”.
4. Ruang dingin
Ruangan yang dingin akan mencegah reaksi penguraian atau memperlambat reaksi.
5. Kering
Usahankan ruangan tetap dalam keadaan kering. Penggunaan AC dapat
mendinginkan dan mngeringkan udara dalam gudang. Dengan memahami syarat gudang
diatas diaharapkan dapat dipenuhi persyaratan kondisi penyimpangan dengan pemenuhan
fasilitas dan nilai bahan yang disimpan.

1.4 Sumber-Sumber Kerusakan Bahan Kimia


Kerusakan bahan-bahan kimia dapat disebabkan oleh:
1. Udara
Udara mengandung oksigen dan uap air. Bahan-bahan kimia yang sifatnya
higroskopis harus disimpan di dalam botol yang dapat ditutup rapat. Bahan-bahan kimia
semacam ini jika menyimpannya tidak benar, maka akan berair, bahkan dapat berubah
menjadi larutan.

2. Cairan: air, asam, basa, cairan lainnya


Bahan-bahan kimia harus disimpan dalam tempat yang kering. Apalagi bahan
kimia yang reaktif terhadap air. Logam-logam seperti Na, K, dan Ca bereaksi dengan air
menghasilkan gas H2 yang langsung terbakar oleh panas reaksi yang terbentuk. Zat-zat
lain yang bereaksi dengan air secara hebat, seperti asam sulfat pekat, logam halide
anhidrat, oksida non logam halide harus dijauhkan dari air atau disimpan dalam ruangan
yang kering dan bebas kebocoran di waktu hujan. Kebakaran akibat zat-zat di atas tak
dapat dipadamkan dengan penyiraman air.
Cairan yang bersifat asam mempunyai daya merusak lebih hebat dari air. Asam yang
sifatnya gas gas, misalnya asam klorida lebih ganas lagi. Sebab bersama udara akan
mudah berpindah dari tempat asalnya. Cara yang paling baik adalah dengan mengisolir
asam itu sendiri, misalnya menempatkan botol asam yang tertutup rapat dan ditempatkan
dalam lemari khusus, atau di lemari asam.

3. Panas/temperatur
Pengaruh temperatur akan menyebabkan reaksi atau perubahan kimia terjadi, dan
juga mempercepat reaksi. Panas yang cukup tinggi dapat memacu terjadinya reaksi
oksidasi. Keadaan temperatur yang terlalu rendah juga mempunyai akibat yang serupa.
Untungnya Indonesia beriklim tropis, sehingga penyebab kerusakan akibat panas tinggi
dan terlalu rendah jarang terjadi di laboratorium kita.

4. Mekanik
Benturan, tarikan, maupun tekanan yang besar harus dihindari, khususnya pada
bahan kimia yang mudah meledak, seperti ammonium nitrat, nitrogliserin, trinitrotoluene
(TNT).

5. Sinar
Sinar, terutama sinar ultra violet (UV) sangat mempengaruhi bahan-bahan kimia.
Sebagai contoh larutan kalium permanganat, apabila terkena sinar UV akan mengalami
reduksi, sehingga akan merubah sifat larutan itu. Oleh karena itu untuk menyimpan
larutan kalium permanganat dianjurkan menggunakan botol yang berwarna coklat. Kristal
perak nitrat juga akan rusak jika terkena sinar UV, oleh sebab itu dalam penyimpanan
harus dihindarkan dari pengaruh sinar UV.

6. Api
Api/kebakaran dapat terjadi bila tiga komponen berada bersama-sama pada suatu
saat, dikenal dengan “segitiga api”
Gambar: Segitiga Api

Ketiga komponen itu ialah:

a. Adanya bahan bakar (bahan yang dapat dibakar)


b. Adanya panas yang cukup tinggi, yang dapat mengubah bahan baker menjadi uap
yang dapat terbakar (mencapai titik bakarnya)
c. Adanya oksigen (di udara, di sekitar kita)

Maka pada saat yang demikian itulah, oksigen yang mudah bereaksi dengan
bahan baker yang berupa uap yang sudah mencapai titik bakarnya akan menghasilkan
api. Api inilah yang selanjutnya dapat mengakibatkan kebakaran. Maka untuk
menghindari terjadinya kebakaran haruslah salah satu dari komponen segitiga api tersebut
harus ditiadakan. Cara termudah ialah menyimpan bahan-bahan yang mudah terbakar di
tempat yang dingin, sehingga tidak mudah naik temperaturnya dan tidak mudah berubah
menjadi uap yang mencapai titik bakarnya.

7. Sifat bahan kimia itu sendiri


Bahan-bahan kimia mempunyai sifat khasnya masing-masing. Misalnya asam
sangat mudah bereaksi dengan basa. Reaksi-reaksi kimia dapat berjalan dari yang sangat
lambat hingga ke yang spontan. Reaksi yang spontan biasanya menimbulkan panas yang
tinggi dan api. Ledakan dapat terjadi bila reaksi terjadi pada ruang yang tertutup. Contoh
reaksi spontan: asam sulfat pekat yang diteteskan pada campuran kalium klorat padat dan
gula pasir seketika akan terjadi api. Demikian juga kalau kristal kalium permanganate
ditetesi dengan gliserin.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C., dkk. 1996. Pengantar Praktikum Kimia Organik. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, DIKTI.

Harjanto, N.T., Suliyanto & Sukesi, E. 2011. Manajemen Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun
Sebagai Upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Perlindungan Lingkungan. Jurnal Pusat
Teknologi Bahan Bakar-BATAN, 4(8), 62-63.

Iswojo PIA. 1983. Pengelolaan Laboratorium IPA. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, DIKTI.

Lestari, F. 2009. Bahaya Kimia: Sampling & Pengukuran Kontaminan Kimia di Udara. Jakarta:
EGC.

Nurhasanah, N. & Deliani, O., 2014. Strategi Pengembangan Laboratorium Program Studi
Teknik Industri di Universitas Al Azhar Indonesia. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains Dan
Teknologi, 2(1):1-15.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, (Nomor
03, 2010), Tentang Jabatan Fungsional . Pranata Laboratorium Pendidikan Dan Angka
Kreditnya.

Soemanto, I. 1990. Keselamatan Kerja dalam Laboratorium Kimia. Jakarta: Penerbit PT.
Gramedia

Trihadiningrum, Y. 2000. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jurusan Teknik
Lingkungan. Surabaya: ITS.

Anda mungkin juga menyukai