Anda di halaman 1dari 5

2.

Sejarah Bilangan dalam Pandangan Islam


Pada masa sebelum Islam, Bangsa Mesir kuno telah menggunakan jari
manusia dalam perhitungan. Sistem penghitungan menggunakan jari inilah yang
kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari saat ini. Tidak hanya berhenti dalam
penghitungan bilangan satuan karena keterbatasan jari manusia, Bangsa Mesir
kuno juga menggunakan sepuluh jari manusia dalam penghitungan bilangan
puluhan, ratusan bahkan desimal. Dan mereka juga mempermudah
penghitungannya tersebut dengan membuat kolom penghitungan satuan, puluhan
serta ratusan.
Terlepas dari sejarah bilangan dan angka sebelum memasuki masa Islam,
jauh sebelum itu Al-Qur’an yang merupakan Kalamulloh yang bersifat terdahulu
sudah membahas tentang bilangan. Bilangan-bilangan yang dibahas didalam Al-
Qur’an meliputi bilangan kardinal, ordinal, dan juga bilangan pecahan 1. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, bilangan cardinal yaitu bilangan yang
menyatakan banyaknya anggota suatu himpunan. Sedangkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia bilangan ordinal yaitu bilangan yang menyebutkan suatu urutan.

a
Dan bilangan pecahan sendiri yaitu bilangan yang bebentuk dengan b ≠ 0, dan b
b
bukan pembagi dari a. Bilangan pecahan yang disebutkan didalam Al-Qur’an
ialah pecahan biasa.
Al-Qur’an juga sudah memperkenalkan operasi aljabar. Seperti operasi
penjumlahan yang disebutkan didalam firman Allah Surat Al-Kahfi ayat 252 :
َ ‫ فِ ْي َك ْهفِ ِه ْم ثَاَل‬G‫َولَبِثُوْ ا‬
ْ ‫ث ِمائَ ٍة ِسنِ ْينَ َو‬
‫ازدَا ُدوْ تِ ْسعًا‬
“dan mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun ditambah sembilan tahun
lagi”.
Dari ayat tersebut, terlihat dengan jelas bahwa Al-Qur’an juga berbicara tentang
matematika dan menghendaki ummat islam untuk mempelajari ilmu matematika
untuk dapat menemukan jawaban bahwa Ashabul Kahfi berada didalam gua
selama tiga ratus sembilan tahun.

1
Abdussakir. 2005. Matematika Dan Al-Qur’an. Malang: UIN Malang Press
2
Ibid
Selanjutnya operasi pengurangan juga disebutkan dalam Al-Qur’an dalam
surat Al-Ankabut ayat 143 :
ّ ‫م ْألفَ َسنَ ٍة إاَّل خَ ْم ِس ْينَ عَا ًما فَأَخَ َذهُ ُم‬Gْ ‫ث فِ ْي ِه‬
‫الطوْ فَانُ َوهُ ْم‬ َ ِ‫َولَقَ ْد أَرْ َس ْلنَا نُوْ حًا إِلَى قَوْ ِم ِه فَلَب‬
‫ظَالِ ُموْ ن‬
“Dan seseungguhnya Kami telah mengutus Nabi Nuh kepada kaumnya, maka ia
tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka
ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang dzolim”.
Tidak hanya operasi penjumlahan dan pembagian yang disebutkan didalam Al-
Qur’an, namun juga operasi perkalian dan pembagian.
Karena didalam Al-Qur’an terdapat penyebutan angka puluhan dan
ratusan, ribuan, jutaan hingga puluhan juta yang mana angka-angka tersebut tak
bisa lepas dari angka nol dibelakangnya. Banyak yang mengira bahwa angka nol
ditemukan oleh ilmuwan Eropa, padahal angka nol ditemukan oleh ilmuan
muslim yang bernama Abu Ja’far Muhammad bin Musa Al-Khwarizmi atau yang
biasa kita kenal dengan nama Al-Khwarizmi.
Sejarah matematika Islam abad pertengahan tidak dapat ditulis dengan
lengkap, karena banyak manuskrip Arab yang belum dipelajari. Namun tetap saja
cerita garis besarnya dapat diketahui, yaitu Al-Khawarizmi penemu aljabar, angka
nol, bilangan rasiaonal dll. Matematikawan Islam memiliki pengaruh besar dalam
perkembangan ilmu pengetahuan Eropa dan memperkayanya dengan temuan
mereka sendiri dan tmuan yang diwariskan oleh bangsa lainnya.

Al-Khawarizmi lahir di Uzbekistan pada tahun 194 H/780 M. Semua


bermula saat setelah Islam masuk ke Persia dan Baghdad menjadi pusat ilmu serta
perdagangan. Saat itu banyak sekali pedagang serta ilmuwan Cina dan India yang
mendatangi kota tersebut, termasuk Al-Khwarizmi. Di Persia, beliau juga
menjadi bagian dari para Ilmuwan yang bekerja di Bayt al-Hikmah. Bayt Al-
Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) merupakan sebuah lembaga penelitian yang
didirikan oleh Ma’mun Ar-Rasyid, yang merupakan khalifah ketujuh pada masa
Dinasti Abbasiyah. Pada masa tersebut, Bayt Al-Hikmah disebut sebagai institusi
pendidikan Islam tertinggi di dunia Islam dan juga Barat oleh guru besar Studi

3
Ibid
Islam Temple University AS, Mahmoud Ayoub. Di lembaga tersebut, Al-
Khawarizm belajar ilmu alam dan matematika, juga terjemahan manuskrip
Sansekerta dan Yunani.
Sebelum Al-Khawarizmi memperkenalkan penemuannya, yakni angka nol, para
Ilmuwan lainnya menggunakan daftar yang membedakan bilangan satuan,
bilangan puluhan, bilangan ratusan dan seterusnya. Daftar yang digunakan para
Ilmuwan tersebut dikenal dengan nama abakus. Fungsinya, untuk menjaga supaya
setiap angka dalam bilangan tersebut tidak tertukar dari tempat atau posisi
mereka.
Abakus digunakan hingga abad ke-12 M, ketika para ilmuwan Barat mulai
memilih menggunakan raqm al-binji (angka Arab) dalam sistem bilangan mereka.
Raqm al-binji menggunakan angka “nol” yang diadopsi dari angka India, yang
akhirnya menghadirkan sistem penomoran desimal yang belum pernah digunakan
sebelumnya.
Kita mengenal Al-Khawarizmi sebagai penemu aljabar. Dalam buku
pertamanya yang berjudul Al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wa Al-Muqabalah
(Ringkasan Perhitungan Aljabar dan Perbandingan), Al-Khawarizmi
memperkenalkan angka nol yang dalam bahasa Arab yang disebut shifr. Karya
monumental tersebut juga membahas solusi sistematik dari linear dan notasi
kuadrat.
Buku Al-Khawarizmi tersebut diterjemahkan di London pada 1831 oleh
matematikawan Inggris, Fredrick Rosen, dan selanjutnya diedit dalam bahasa
Arab pada tahun 1939 oleh dua Ahli Matematika dari Mesir, yakni Ali Mustafa
Musyarrafa dan Muhammad Mursi Ahmad. Pada abad 12 karya Al-Khawarizmi
tersebut juga diterjemahkan oleh seorang matematikawan asal Chester, Inggris,
Robert dengan judul Algebras et Al-Mucabola. Ini berarti buku pertama karangan
Al-Khawarizmi yang berisi penemuannya memperkenalkan angka nol dan yang
lainnya begitu laris dikalangan ilmuwan luar.
Di abad 12 juga, buku berbahasa latin tersebut kemudian diedit oleh
matematikawan aal New York, LC Karpinski. Versi keduanya De Jebra et
Almucabola, yang ditulis oleh Gerard da Cremona (114-1187), yang merupakan
matematikawan dan penerjemah asal Italia. Buku terjemahan yang ditulis oleh
Gerard itu dianggap lebih baik dan bahkan mengungguli buku yang diterjemahkan
oleh Fredrick Rosen.
Dari beberapa linimasa diatas, penelitian Al-Khawarizmi yang telah
diperkenalkan mulai pertengahan pertama abad ke-9, angka nol baru dikenal dan
digunakan oleh kalangan ilmuwan Barat dua setengah abad kemudian. Setelah itu,
angka nol digunakan sebagai pemegang tempat dalam notasi berbaris posisi,
Masih dalam abad yang sama, yakni abad ke-12, matematikawan muslim
asal Spanyol, Ibrahim Ibn Meir Ibn Ezra, menulis tiga risalah mengenai angka
yang membawa simbol-simbol India dan pecahan desimal ke Eropa hingga
mendapatkan perhatian dari beberapa ilmuwan di Eropa. Risalah berjudul The
Book of The Number itu menjelaskan tentang sistem desimal untuk bilangan bulat
dengan nilai tempat dari kiri ke kanan. Ibn Ezra menggunakan nol dengan sebutan
galgal (yang berarti roda atau lingkaran).
Selanjutnya, pada 1247, matematikawan Cina yang bernama Ch’in Chiu-
Shao, menulis Mathematical Treaties in Nine Section yang menggunakan simbol
0 untuk angka nol. Dan pada 1303, Zhu Shijie menggunakan simbol yang sama
untuk nol dalam karyanya Jade mirror of the Four Elements. Sistem angka
tersebut selanjutnya uga berkembang di Eropa.
Al-Khawarizmi yang merupakan ilmuwan muslim pada abad ke-9, yang
berada dibalik penemuan besar matematika mengenai aljabar dan sebagainya itu
wafat di Baghdad pada tahun 850M4.

4
Heri Ruslan, “Al-Khawarizmi dan Angka Nol”
(https://republika.co.id/berita/m64kh5/alkhawarizmi-dan-angka-nol, Diakses pada 30 September
2020, 18:45)
Penutup
Berdasarkan uraian diatas, sejarah bilangan telah ditulis dalam Al-Qur’an
yang merupakan Kalamulloh di lauh mahfudz jauh sebelum bangsa-bangsa di
dunia menemukannya. Dan juga, salah satu angka terpenting dalam deret bilangan
yakni angka nol, juga ditemukan oleh matematikawan muslim yaitu Al-
Khawarizmi. Oleh karena itu, matematika seutuhnya bukan ditemukan oleh
Ilmuwan Barat. Namun ilmuwan Barat lah yang mengadopsi beberapa penemuan
dalam matematika dari ilmuwan Islam. Maka, seyogyanya kita sebagai umat
Islam harus mempelajari matematika sebagai bekal dikehidupan sehari-hari baik
untuk pengetahuan dunia maupun agama.

Daftar Rujukan
Abdussakir. (2005). Matematika dan Al-Qur’an. Malang: UIN Malang Press
https://republika.co.id/berita/m64kh5/alkhawarizmi-dan-angka-nol

Anda mungkin juga menyukai