Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

STASE KULIT DAN KELAMIN


PUSTULAR PSORIASIS GENERALISATA

Pembimbing:
dr. Lucky Handaryati, Sp.KK

Presentan:
Faridah Azzah Sari
1913020025

PENDIDIKAN DOKTER PROGRAM PROFESI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................3
1.1 Definisi..................................................................................................................3
1.2 Prevalensi.............................................................................................................3
1.3 Etiologi dan Faktor Resiko.................................................................................3
1.4 Klasifikasi.............................................................................................................6
1.5 Manifestasi Klinis................................................................................................6
1.6 Patogenesis.........................................................................................................10
1.7 Diagnosis............................................................................................................12
1.8 Diagnosis Banding.............................................................................................16
BAB II TATALAKSANA..............................................................................................18
BAB III KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS...............................................................22
3.1 Komplikasi.........................................................................................................26
3.2 Prognosis............................................................................................................26
BAB IV............................................................................................................................27
4.1 Kesimpulan........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................28
LAMPIRAN....................................................................................................................29
A. Data Pasien.........................................................................................................29
B. Anamnesis..........................................................................................................29
C. Pemeriksaan Fisik.............................................................................................30
D. Diagnosis............................................................................................................30
E. Terapi.................................................................................................................30
F. Dokumentasi......................................................................................................30

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Psoriasis pustulosa adalah salah satu bentuk klinis dari psoriasis yang
ditandai adanya erupsi pustul yang bersifat steril (non infectious pus) dengan
dasar eritematosa (Ricotti, 2013).

1.2 Prevalensi

Prevalensi psoriasis pustulosa di Jepang yaitu 7,46 kasus per 1 juta


penduduk. Penyakit ini dapat mengenai semua ras. Perbandingan kejadian
penyakit ini pada lakilaki dan perempuan dewasa adalah 1:1 dan pada anak-
anak perbandingan kejadian pada laki-laki dan perempuan adalah 3:2. Usia
rata-rata kejadian penyakit ini pada dewasa yaitu usia 50 tahun. Pada anak-
anak, penyakit ini terjadi rata-rata pada usia 6-10 tahun (Ricotti, 2013).

1.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Psoriasis pustulosa generalisata mempunyai beberapa faktor resiko
yang dapat memicu terjadi penyakit tersebut, yaitu penghentian
kortikosteroid yang mendadak, obat-obatan seperti antimalaria, salisilat,
iodine, penisilin, β-blockers, IFN-α dan lithium. Faktor lain selain obat
adalah kehamilan, sinar matahari, alkohol, merokok, hipokalsemia
sekunder akibat hipoparatiroidisme, stress emosional, serta infeksi bakteri
dan virus (Ricotti, 2013).
a. Faktor Genetik
Jika orang tuanya tidak menderita psoriasis risiko mendapat psoriasis
12% sedangkan jika salah seorang orang tuanya menderita psoriasis
risikonya mencapai 34-39%. Berdasarkan onset penyakit dikenal dua
tipe. Psoriasis tipe I dengan onset dini bersifat famillial, psoriasis tipe
II dengan onset lambat bersifat non familial. Psoriasis berkaitan

3
dengan HLA. Psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27
(Djuanda, 2010).
b. Faktor Imunologi
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu
dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau
keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk
aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan
limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4
dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada
lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8
(Djuanda, 2010).
Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya
bertambah. Sel Langerhans juga berperan pada imunopatogenesis
psoriasis.Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan adanya
pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel
Langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat hanya
3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Lebih dari
90% kasus dapat mengalami remisi setelah diobati dengan
imunosupresif (Djuanda, 2010).

4
Gambar 1.1. Perkembangan lesi psoriasis (Feedberg, 2008).
Berikut keterangan dari gambar diatas.

Gambar 1.2. Keterangan gambar perkembangan psoriasis (Feedberg, 2008).

5
c. Faktor pencetus lainnya
Stres psikis, infeksi lokal, trauma (fenomena Köbner), endokrin,
gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Obat yang umumnya
menyebablan residif ialah beta adrenergic blocking agent, litium,
antimalaria dan penghentian mendadak kortikosteroid sistemik
(Djuanda,2010).
1.4 Klasifikasi
Terdapat 2 pendapat yang membahas mengenai psoriasis pustular, pertama
dianggap sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian
psoriasis. Terdapat 2 bentuk pustular psoriasis yaitu bentuk lokalisata dan
generalisata. Bentuk lokalisata, contohnya psoriasis pustulosa palmo-
plantar (Barber) dan Acropustulosis (Acrodermatitis continua of
Hallopeau) sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis pustulosa
generalisata akut (von Zumbusch) (Djuanda, 2010).

Gambar 1.3. Klasifikasi psoriasis pustulosa


1.5 Manifestasi Klinis
a. Psoriasis Pustulosa palmoplantar (Barber)
Psoriasis pustulosa palmoplantar (Barber) pada dasarnya adalah
dermatosis bilateral dan simetris. Predileksi tersering pada tenar atau
hipotenar, bagian tengah telapak tangan dan telapak kaki. Lesi mulai
sebagai daerah eritematosa dan timbul pustul. Awalnya berukuran
seperti jarum pentul, lalu membesar dan bergabung membentuk lake of

6
pus. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustul kecil steril dan
dalam, di atas kulit yang eritematosa disertai rasa gatal (Djuanda,
2010).
b. Psoriasis Pustulosa Generalisata (Von Zumbusch)
Psoriasis pustulosa generalisata akut (Von Zumbusch) merupakan
penyakit kulit dengan gejala awalnya ialah kulit yang nyeri, kemerahan
dan hiperalgesia dengan disertai gejala umum berupa demam, atralgia,
malaise, nausea, dan anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin
eritematosa. Setelah beberapa jam timbul banyak plak eritematosa dan
eritematosa pada kulit yang normal. Kemudian dalam beberapa jam
timbul banyak pustul miliar pada plak tersebut, pustul superfisial
berdiameter 2-3 mm. Dalam sehari pustul-pustul tersebut akan
berkonfluensi membentuk “lake of pus” berukuran beberapa cm
(Djuanda, 2010).
Tempat yang paling banyak terjadi psoriasis pustulosa adalah
bagian fleksural dan anogenital sedangkan pada area wajah jarang
terjadi. Pustul dapat terjadi pada lidah sehingga menyebabkan disfagia.
Pustul juga terjadi pada kuku dan menghasilkan onikodistrofi,
onikolisis dan defluvium unguim. Arthritis juga sering menyertai
penyakit ini, baik secara akut maupun kronis, dan terjadi pada
sepertiga kasus. Daerah interphalangeal distal, begitu juga pola
polyarthritic lainnya dan bahkan sacroilitis, dapat terjadi pada episode
penyakit ini. Episode pustul akan terjadi dalam harian atau minggu
sehingga menyebabkan ketidaknyamanan dan kelelahan (Ricotti,
2013).
Telogen effluvium dapat terjadi dalam 2-3 bulan. Remisi dari
psoriasis pustulosa ditandai dengan hilangnya gejala sistemik
kemudian menjadi eritroderma atau menjadi lesi psoriasis vulgaris.
Pada tipe ini akan menjadi subakut atau kronik dengan manifestasi
klinis yang tidak berat. Penyakit ini dapat muncul pada orang yang
sedang menderita psoriasis atau telah menderita psoriasis. Dapat pula

7
muncul pada penderita yang belum pernah menderita psoriasis (James,
2006).

Gambar 1.4. Kelainan kulit pada psoriasis pustulosa generalisata (Feedberg,


2008).
c. Acropustulosis (Acrodermatitis continua of Hallopeau)
Penyakit ini merupakan tipe yang jarang pada psoriasis, yang
ditandai adanya lesi kulit pada ujung jari tangan dan jari kaki. Kadang-
kadang lesi kulit muncul setelah adanya trauma pada kulit atau infeksi.
Lesi yang timbul dapat membuat cacat dan deformitas pada kuku.2
Penyakit ini bersifat kronik residif, terjadi pada nail folds, nail bed dan
ujung-ujung jari yang dapat menyebabkan hilangnya kuku. Penyakit
ini dapat terjadi dengan atau tanpa psoriasis pustulosa generalisata
(Wolff, 2007).

8
Gambar 1.5. Kelainan kulit pada psoriasis pustulosa palmoplantar
(Feedberg, 2008).

Gambar 1.6. Kelainan kulit pada Acrodermatitis (Feedberg, 2008).

9
Gambar 1.7. Mekanisme Manifestasi Klinis (Corwin, 2009).
1.6 Patogenesis
Psoriasis pustulosa generalisata akut (Von Zumbusch) terjadi
akibat proses autoimun dan faktor genetik. Psoriasis berkaitan dengan
HLA. Untuk psoriasis pustulosa berhubungan dengan psoriasis tipe 2
dengan HLA-B2 (Djuanda, 2010).
Kerusakan sel target pada psoriasis terdiri dari beberapa sel,
termasuk keratinosit, namun secara histopatologik menunjukkan tiga
faktor patogenik utama, yaitu diferensiasi abnormalitas keratinosit,
hiperproliferasi keratinosit, dan infiltrasi komponen sel radang. Secara
singkat terlihat adanya siklus sel yang memendek sekitar 1,5 hari pada
proliferasi keratinosit psoriasis, fase maturasi, dan pelepasan keratinosit
memerlukan waktu sekitar 4 hari sehingga keratinosit sel basal
memperbanyak diri 10 kali lebih cepat dibandingkan orang normal
(Ferrandiz, 2002).
Analisis HLA didapatkan kerentanan terhadap psoriasis terletak
pada ujung distal kromosom 17, dan disebut sebagai psoriasis
susceptibility (Psor gene). Penemuan ini menunjukkan suatu lokus mayor
Psor1 berdekatan dengan HLA-C pada kromosom 6p21, dan gen Psors
lain seperti Psors2 pada kromosom 17q24-q25, dan Psors3 pada
kromosom 4q (Ferrandiz, 2002).

10
Selain itu terdapat faktor pencetus yang berperan dalam
menginduksi atau mengeksaserbasi psoriasis pada individu yang secara
genetik memiliki predisposisi untuk psoriasis. Telah diketahui bahwa
pertahanan sistem imun secara normal di kulit diperankan oleh limfosit T.
Sel T yang teraktivasi dan berdiferensiasi menjadi sel T helper-1 akan
menghasilkan berbagai jenis sitokin yang mampu merangsang berbagai sel
di dekatnya, kemudian mensekresi sitokin tambahan yang mengakibatkan
positive feed back dalam mempertahankan keadaan peradangan menahun
(Feedberg, 2008).
Hal ini melengkapi bukti bahwa sel T yang teraktivasi berperan
dalam psoriasis. Proinflamatori atau profil sitokin T helper-1 (IL-1, IL-2,
IFNγ, TNFα) mendominasi respons psoriatik sel T. Terdapat peningkatan
produksi IFNγ pada plak psoriasis. Pelepasan IFNγ akan menginduksi
TNFα dan sitokin lainnya untuk memproduksi protein inflamasi oleh
keratinosit. Selain itu keratinosit yang teraktivasi tersebut juga akan
melepaskan kemokin dan berbagai macam growth factor yang akan
menstimulasi influks netrofil, perubahan vaskular, dan hiperplasia
keratinosit (Hunter, 2003).
Peningkatan kemotaksis polymorphonuclear (PMN) leukocyte
lebih banyak terdapat pada psoriasis pustulosa dibandingkan psoriasis
vulgaris. Hal ini berkaitan dengan defek intrinsik PMN atau terdapatnya
chemoattractants pada lapisan epidermis pasien psoriasis. Adanya faktor
pencetus menyebabkan migrasi PMN dari pembuluh darah ke epidermis
dan pengaruh dari keratinosit yang melepaskan sitokin. Pemeriksaan
menggunakan mikroskop elektron menunjukkan adanya basal keratinocyte
herniation. Hal ini karena adanya penonjolan sitoplasma ke dalam dermis
melalui celah-celah di lamina basal pada lesi psoriasis pustulosa. Herniasi
ini timbul karena terkumpulnya neutrofil di dalam dermis. Oleh karena itu,
adanya peningkatan produksi neutrophilicproteolytic enzyme di dalam
dermis pasien psoriasis pustulosa. Homozygous missense mutation pada
gen yang mengkode anti inflammatory cytokine, IL-36 receptor

11
antagonist, berkaitan dengan psoriasis pustulosa generalisata yang
diturunkan secara autosomal resesif (Ferrandiz, 2002).

Gambar 1.7. Interaksi sitokin pada lesi psoriasis (Feedberg, 2008).


IL-23 mempertahankan CD4 T cell, dan Th 17 memproduksi IL-17
dan IL-22. Sitokin dihasilkan juga dari sel dendritik, CD4 T cell, CD8 T
cell, & keratinosit. IFN gama & TNF alfa menginduksi keratinosist untuk
memproduksi IL-7, IL-8, IL-12, IL-15, IL-18. IL-12 dengan IL-18 bekerja
pada sel dendritik untuk meningkatkan produksi IFN gama, IL-7 & IL-15
yang penting untuk proliferasi & homeostatic maintenance sel CD8 T cell
(Feedberg, 2008).
1.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Psoriasis bentuk ini didominasi oleh erupsi pustula milier yang
disertai dengan gejala sistemik seperti demam, malaise, anoreksia
yang berlangsung beberapa hari. Pustulanya bersifat steril dengan
ukuran 2–3 mm, tersebar pada tubuh dan ekstremitas, jarang mengenai

12
muka. Kulit sekitar pustulosa biasanya eritematosa. Pada awalnya
kelainan kulit berupa bercak dengan sejumlah pustula yang kemudian
menyatu (konfluen) membentuk gambaran danau (lake of pus).
Psoriasis pustulosa von Zumbusch biasanya sebagai komplikasi
psoriasis setelah penghentian mendadak kortikosteroid topikal atau
sistemik, dapat juga karena obat topikal yang iritatif, iodida, dan
litium (Freedberg, 2008).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada psoriasis pustulosa generalisata nantinya
akan dilihat derajat keparahannya menggunakan Psoriasis Area and
Severity Index (PASI). Metode digunakan untuk mengukur mengukur
intensitas kuantitatif penderita berdasarkan gambaran klinis dan luas
area yang terkena, cara ini digunakan ntuk mengevaluasi perbaikan
klinis setelah pengobatan. Beberapa elemen yang diukur oleh PASI
adalah eritema, skuama dan ketebalan lesi dari setiap lokasi di
permukaan tubuh seperti kepala, badan, lengan dan tungkai. Bagian
permukaan tubuh dibagi menjadi 4 bagian antara lain: kepala (10%),
abdomen, dada dan punggung (20%), lengan (30%) dan tungkai
termasuk bokong (40%) (Departement of Health and Ageing, 2005).
Karakteritis klinis yang dinilai adalah; eritema (E), skuama (S),
dan ketebalan lesi/indurasi (T). Karakteristik klinis tersebut diberi
skor sebagai berikut:

tidak ada lesi =0, ringan=1, sedang=2, berat=3 dan sangat berat=4.

13
Gambar 1.8. Skor keparahan lesi psoriasis (Departement of Health and Ageing,
2005).
Nilai derajat keparahan diatas dikalikan dengan weighting factor
sesuai dengan area permukaan tubuh : kepala = 0,1, tangan/lengan =
0,2, badan = 0,3, tungkai/kaki = 0,4. Total nilai PASI diperoleh
dengan cara menjumlahkan keempat nilai yang diperoleh dari keempat
bagian tubuh. Total nilai PASI kurang dari 10 dikatakan sebagai
psoriasis ringan, nilai PASI antara 10-30 dikatakan sebagai psoriasis
sedang, dan nilai PASI lebih dari 30 dikatakan sebagai psoriasis berat
(Departement of Health and Ageing, 2005).

14
Gambar 1.9. Psoriasis Area and Severity Index (PASI) (Departement of Health and Ageing,
2005).

c. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap pada pasien
psoriasis pustulosa generalisata akut dapat ditemukan adanya
leukositosis (leukosit dapat mencapai 20.000/ul) dan peningkatan laju
endap darah. Pada pemeriksaan kimia darah dapat ditemukan
peningkatan plasma globulin dan penurunan albumin. Pada
pemeriksaan elektrolit dapat ditemukan adanya penurunan kalsium
dan zink. Jika pasien menderita oligemik, akan terjadi peningkatan
BUN (blood urea nitrogen) dan kreatinin. Pada pemeriksaan kultur
dapat dilakukan untuk menyingkirkan adanya infeksi bakteri atau viral
(Ricotti, 2014).
Pada pemeriksaan histopatologi nantinya akan ditemukan
perubahan histopatologi pada psoriasis yang dapat terjadi pada
epidermis maupun dermis adalah sebagai berikut:
 Hiperkeratosis adalah penebalan lapisan korneum.
 Parakeratosis adalah terdapatnya inti pada stratum korneum
 Akanthosis adalah penebalan lapisan stratum spinosum dengan
elongasi rete ridge epidermis.
 Granulosit neutrofilik bermigrasi melewati epidermis membentuk
Munro microabses di bawah stratum korneum.
 Peningkatan mitosis pada stratum basalis.
 Edema pada dermis disertai infiltrasi sel-sel polimorfonuklear,
limfosit, monosit dan neutrofil.
 Pemanjangan dan pembesaran papila dermis.
Salah satu kriteria diagnosis dari psoriasis pustulosa
generalisata dalam pemeriksaan histopatologi adalah ditemukannya
kogoj’s spongioform pustules, yaitu dengan ditunjukkannya akumulasi
neutrofil dibawah stratum korneum dan pembengkakan atau

15
perusakan keratinosit yang dapat ditemui pada lesi kulit psoriasis
termasuk parakeratotik hiperkeratosis, Munro’s microabses, dilatasi
kapiler pada dermis dan infiltrasi sel mononuklear di dermis (Ricotti,
2014).

Gambar 1.9. Histopatologi lesi pada psoriasis (Hunter, 2003)

Gambar 1.10. Gambaran histopatologi spongioform pustul


(Freedberg, 2008)

1.8 Diagnosis Banding

Salah satu diagnosis banding PPG adalah subcorneal pustular


dermatosa (SCPD). SCPD adalah kelainan kulit kronik berulang, ditandai
dengan pembentukan pustula steril subkorneal yang mengandung neutrofi
l dengan penyebab yang tidak diketahui. Pustula-pustula tersebut terutama
mengenai batang tubuh, aksila, leher, lipatan payudara, dan lipatan

16
inguinal. Lesi primer timbul dalam beberapa jam sebagai pustula yang
lunak dengan diameter beberapa milimeter, pada permukaan kulit yang
normal atau sedikit eritem. Pustula dapat diskret ataupun membentuk
kelompok dan pola anular, sirsinar, ataupun serpiginosa.3 Gatal dan iritasi
merupakan gambaran yang bervariasi tapi tidak menonjol. Demam dan
gejala sistemik lainnya tidak ada. Pada psoriasis pustulosa generalisata
tanpa riwayat psoriasis plak, dinding pustula lebih tipis dan gambaran
klinisnya hampir sama dengan SCPD (Freedberg, 2008).

Impetigo dibagi menjadi dua yaitu impetigo krustosa dan impetigo


bulosa. impetigo krustosa disebabkan oleh Streptococcus B hemolyticus,
sedangkan impetigo bulosa disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
prevalensi impetigo krustosa hanya terdapat pada anak, sedangkan
impetigo bulosa dapat terjadi pada anak dan dewasa. predileksi impetigo
krustosa di muka dengan lesi berupa eritma dan vesikel yang cepat pecah
sehingga terbentuk krusta berwarna kuning. sedangkan pada impetigo
bulosa predileksinya berada di ketiak, dada, punggung dengan lesi berupa
eritema, bula dan bula hipopion (Freedberg, 2008).

Diagnosis banding lainnya yaitu superficial folliculitis yang


disebabkan Staphylococcus aureus. Predileksi area yang berambut seperti
janggut, aksila dan tungkai. Penyakit ini berbatas dalam epidermis.
Gambaran lesinya berupa papul atau pustul yang eritematosa dan
ditengahnya terdapat rambut dan biasanya multipel (Freedberg, 2008).

17
BAB II
TATALAKSANA

Gambar 2.1. Tatalaksana Psoriasis Pustulosa (Lebwohl, 2010)


Pasien dengan Psoriasis purtulosa Generalisata akut harus segera
diterapi dan rawat inap di Rumah Sakit agar segera mendapatkan
perawatan yang intensif. Pemberian obat-obatan yang adekuat serta
pemberian terapi suportif seperti cairan, makanan bergizi, serta injeksi
antibiotik sebagai preventif untuk septikemia yang bisa saja terjadi kapan
saja. Pengobatan saat ini yang dapat digunakan untuk psoriasis pustulosa
generalisata ialah golongan obat sitotoksik, metotrexat. Cara penggunaan
metotreksat adalah mula-mula diberikan tes dosis inisial 5 mg per os untuk
mengetahui, apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika tidak
terjadi efek yang tidak dikehendaki diberikan dosis 3 x 2,5 mg, dengan
interval 12 jam dalam seminggu dengan dosis total 7,5 mg. Jika tidak
terjadi perbaikan dosis dinaikan hingga 5 mg per minggu. Biasanya
dengan dosis 3 x 5 mg per minggu sudah terjadi perbaikan. Cara lain
adalah injeksi interamuskular dengan dosis 7.5-25 mg dosis tunggal setiap
minggu tetapi mempunyai efek samping yang lebih besar. Jika penyakit
sudah terkontrol dosis turunkan atau masa interval diperpanjang kemudian
dihentikan dan diganti topikal. Setiap 2 minggu diperiksa : Hb, jumlah

18
leukosit, hitung jenis, jumlah trombosit, urin lengkap, fungsi ginjal dan
fungsi hepar. Bila jumlah leukosit kurang daripada 3.500, metrotreksat
agar dihentikan. Jika fungsi hepar normal, biopsi hepar dilakukan setiap
dosis total mencapai 1,5 gr. Jika fungsi hepar abnormal, biopsi dilakukan
pada dosis 1 gr. Kontraindikasi dari obat ini adalah kelainan hepar, ginjal,
sistem hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif ( contoh TB), ulkus
peptikum, kolitis ulserosa, dan psikosis. Efek samping obat ini adalah
nyeri kepala, alopesia, gangguan saluran cerna, sum-sum tulang belakang,
anemia, hepar, lien, dan gangguan hepar seperti sirosis atau fibrosis
(Omezawa, 2003).
Terapi dengan golongan retinoid seperti acitretin dan isotretinoin
sangat efektif untuk menginduksi deskuamasi dan cukup efektif untuk
supresi plak psoriasis. Obat ini sangat efektif bila dikombinasi PUVA
fotokemoterapi. Kombinasi PUVA dengan acitretin dosis 20-50 mg/hari
untuk laki-laki dan untuk wanita PUVA dikombinasikan dengan
isotretinoin dengan dosis 1 mg/kgbb (Lebwohl, 2010).
Terapi lain yang dapat digunakan ialah siklosporin. Dosisnya
adalah 6 mg/kgbb/hari.Obat ini bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik.Hasil
pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat
terjadi kekambuhan.Terapi biologik merupakan obat yang baru yang
efeknya memblok langkah molekular spesifik yang penting pada
patogenesis psoriasis ialah alefasep, efalizumab,infliximab dan tumor
necrosis factor-ɑ antagonist.Infliximab dengan dosis 5 mg/kgbb dapat
digunakan pada pasien yang sedang hamil (Lebwohl, 2010).
Jenis terapi lain yang dapat digunakan adalah PUVA. Karena
psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek yang
sinergik. Mula-mula 10 - 20 mg psoralen diberikan dan 2 jam kemudian
dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, diantaranya 4 x
seminggu.Penyembuhan mencapai 93% setelah 3-4 minggu, setelah itu
dilakukan terapi pemeliharaan (maintenance) seminggu sekali atau
dijarangkan untuk mencegah rekuren (Lebwohl, 2010).

19
Gambar 2.2. Alur Diagnosis dan tatalaksana Psoriasis (Lebwohl, 2010)
Berikut ini merupakan beberapa terapi yang dapat diberikan kepada
pasien-pasien dengan psoriasis pustulosa baik terapi farmakologi berupa
terapi topikal dan sistemik, maupun fototerapi.

20
21
22
23
24
Gambar 2.3. Terapi Psoriasis Pustulosa (Freedberg, 2008).

25
BAB III
KOMPLIKASI DAN PROGNOSA
3.1 Komplikasi
Komplikasi pada psoriasis pustulosa generalisata yaitu
hipokalsemia yang kemungkinan berhubungan dengan
hipoparatiroidisme, dan dapat menyebabkan tetani, delirium, serta
kejang. Komplikasi lain yang dapat terjadi pada psoriasis pustulosa
generalisata : (Ricotti, 2013)
a. Secondary bacterial skin infections, hair loss (telogen effluvium), nail
loss
b. Hypoalbuminemia secondary karena kehilangan protein plasama ke
jaringan
c. Hypocalcemia, Malabsorption and malnutrition
d. Renal tubular necrosis akibat dari oligemia
e. Kerusakan hepar karena oligemia dan general toxicity
f. Acute respiratory distress syndrome
3.2 Prognosis
Acute respiratory distress syndrome merupakan komplikasi pada
penyakit generalized pustular psoriasis. Prognosis buruk pada
generalized pustular psoriasis karena penyakit ini dapat mengancam
nyawa. Kematian pada penyakit ini sering disebabkan karena
cardiorespiratory failure (Ricotti, 2013).

26
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Psoriasis pustulosa adalah salah satu bentuk klinis dari psoriasis
yang ditandai adanya erupsi pustul yang bersifat steril (non infectious
pus) dengan dasar eritematosa. Psoriasis pustulosa mempunyai beberapa
faktor pencetus terjadinya penyakit tersebut, yaitu penghentian
kortikosteroid yang mendadak, obat-obatan,banyak terpapar sinar UV,
kehamilan, stress emosional, serta infeksi bakterial dan virus.
Psorisasis pustulosa bentuk lokalisata contohnya psoriasis
pustulosa palmoplantar (Barber). Penyakit ini mengenai telapak tangan
atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-
kelompok pustul kecil steril dan dalam, di atas kulit yang eritematosa
disertai rasa gatal. Sedangkan bentuk generalisata contohnya psoriasis
pustulosa generalisata akut (von Zumbusch).Gejala awalnya ialah kulit
yang nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum berupa demam, malaise,
nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin eritematosa dan
eritematosa pada kulit normal. Dalam beberapa jam timbul banyak pustul
miliar pada plak tersebut. Dalam sehari, pustul-pustul berkonfluensi
membentuk "lake of pus" berukuran beberapa cm.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2010
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI,
dkk. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. Volume 1 &
2. New York Mc Graw Hill, 2008.
3. Carlos Ricotti, MD; Chief Editor: Dirk M Elston, Pustular Psoriasis. Jun
21, 2013.
4. Hunter J et.al.Clinical Dermatology. 3rd edition. Oxford: Blackwell
Publishing;2003.
5. James, WD, et.al. Andrews Disease of The Skin Clinical Dermatology.
10th edition. Philadelphia,USA:Saunders Elsevier;2006.
6. Corwin, EJ. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta:EGC;2009
7. Ferrandiz C, Pujol RM, Gracia-Palos V, Bordas X, et al. Psoriasis of early
and late onset: a clinical and epidemiologic study from Spain. J Am Acad
Dermatol. 2002.
8. UmezawaY., OzawaA.,Kawasima T., et.all. Therapeutic guidelines for the
treatment of generalized pustular psoriasis (GPP) based on a proposed
classification of disease severity. Arch Dermatol Res (2003)
9. Lebwohl MG, et.al. Treatment of Skin Disease : Comprehensive
Therapeutic Strategies. 3rd edition. USA: Saunders Elsevier;2010

28
LAMPIRAN

A. Data Pasien
 Nama : Tn. S
 Usia : 62 tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Alamat : Jl. Dewi kurin Grogol 9/4
 Pekerjaan : Buruh
 Status Pernikahan : Sudah Menikah
 Tanggal Pemeriksaan : 18 Desember 2019

B. Anamnesis
o Keluhan Utama : gatal-gatal seluruh tubuh
o Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien konsulan dokter spesialis penyakit dalam dengan Diabetes
Melitus mengeluh gatal, perih dan muncul bintil-bintil kecil berisi
nanah dengan tepi kemerahan sejak 4 hari yang lalu. Diawali dengan
muncul kemerahan dari ketiak, lalu meluas ke badan, dan berlanjut
hingga lengan dan kaki. 2 hari setelah munculnya keluhan tersebut,
pasien pergi ke salah satu dokter untuk berobat dan mendapatkan
salep. Saat diberikan salep, pasien merasa lebih baik tetapi masih
terasa gatal dan perih yang terasa mengganggu.
o Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah memiliki keluhan yang serupa sebelumnya.
Pasien telah lama menderita penyakit Diabetes Melitus dan Hipertensi
sejak 10 tahun yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat alergi, asma
maupun rhinitis alergi.

29
o Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluhan serupa pada keluarga. Riwayat Diabetes Melitus
ada pada ayah pasien dan 4 saudara kandung pasien.
o Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien merupakan buruh, berobat ke rumah sakit menggunakan
BPJS.
C. Pemeriksaan Fisik
o Keadaan Umum : Baik
o Kesadaran : Compos mentis
o Tanda Vital
Tekanan Darah : 144/80 mmHg
Denyut Nadi : 93 x/menit
o Status Dermatologi
Lokasi : Seluruh Tubuh
Inspeksi : plak eritema, pustul multipel, skuama.
D. Diagnosis
o Diagnosis Banding
 Pustular Psoriasis Generalisata
 Impetigo
 Folikulitis superfisialis
 subcorneal pustular dermatosa (SCPD)
o Diagnosis Kerja
 Pustular Psoriasis Generalisata
E. Terapi
o Methilpresdnisolone 2x 62,5 mg
o Cetirizin 10 mg 1x1
o Desoksimethasone + Fucilex oint
F. Dokumentasi

30
Gambar 1. Lesi hari pertama pengobatan

31
Gambar 2. Lesi hari kedua pasca pengobatan

32
Gambar 3. Lesi saat kontrol pasca rawat inap

33

Anda mungkin juga menyukai