Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN BIOKIMIA

Angela Patricia Liestyanto - 202006000059


Clara Angelina - 202006000202
Evanina Alice Pakpahan - 202006000053
Fely Cita Teng - 202006000191
Ivana Angelina Patricia - 202006000002
Jeffrey Ryan - 202006000071
Jeremy Jeconiah - 202006000164
Jessica Stevani Poaler - 202006000090
Oktavianus Nelson - 202006000096
Ni Wayan Mutiara Suasti Suta - 202006000282
Samuel Johnson Kurniawan -202006000013
Sieren Chelga Ostella - 202006000163
Shenia Abigail Christie Homalessy - 202006000072

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

MASYARAKAT UNIVERSITAS KATOLIK ATMA JAYA

JAKARTA 2021
Pendahuluan → Ni Wayan Mutiara Suasti Suta / 202006000282 3
Efek Fisiologis Insulin dan Amylin → Ni Wayan Mutiara Suasti Suta / 202006000282 4
Efek Fisiologis Glukagon → Ni Wayan Mutiara Suasti Suta / 202006000282 5
Efek Fisiologis Hormon Counterregulatory 5
Somatostatin 5
Biokimia → Samuel Johnson Kurniawan / 202006000013 5
Growth Hormone 6
Biokimia → Jessica Stevani Poaler / 202006000090 dan Jeffrey Ryan / 202006000071 6
Pengontrolan Sekresi Growth Hormone → Oktavianus Nelson / 202006000096 8
Efek Growth Hormone pada Metabolisme Energi → Oktavianus Nelson /
202006000096 9
Efek Growth Hormone pada Jaringan Adiposa → Oktavianus Nelson / 202006000096 9
Efek Growth Hormone pada Otot → Oktavianus Nelson / 202006000096 9
Katekolamin (Epinefrin, Norepinefrin, Dopamin) → Angela Patricia Liestyanto /
202006000059 10
Sintesis Katekolamin → Jeremy Jeconiah / 202006000164) 10
Sekresi Katekolamin → Jeremy Jeconiah / 202006000164 11
Efek Fisiologis Epinefrin dan Norepinefrin → Jeremy Jeconiah / 202006000164 12
Glukokortikoid 14
Biokimia → Clara Angelina / 202006000202 14
Sekresi Glukokortikoid → Clara Angelina / 202006000202 14
Efek dari Glukokortikoid → Clara Angelina / 202006000202 15
Hormon Tiroid 16
Biokimia → Fely Cita Teng / 202006000191) 16
Sekresi Hormon Tiroid 18
Efek Fisiologis Hormon Tiroid → Shenia Abigail Christie Homalessy /
202006000072 20
Efek Hormon Tiroid pada Hati → Shenia Abigail Christie Homalessy /
202006000072 20
Efek Hormon Tiroid pada Adiposit → Shenia Abigail Christie Homalessy /
202006000072 21
Efek Hormon Tiroid pada Otot → Shenia Abigail Christie Homalessy /
202006000072 21
Efek Hormon Tiroid pada Pankreas → Shenia Abigail Christie Homalessy /
202006000072 21
Efek Kalorigenik Hormon Tiroid → Shenia Abigail Christie Homalessy /
202006000072 21
Hormon Gastrointestinal Memengaruhi Energi Metabolisme → Evanina Alice Pakpahan /
202006000053 dan Ivana Angelina Patricia / 202006000002 22
Faktor Neural yang Mengontrol Sekresi Insulin dan Hormon Counterregulatory → Sieren
Chelga Ostella Tambunan / 202006000163 27

Tindakan Hormon yang Mengatur Metabolisme Energi

Pendahuluan → Ni Wayan Mutiara Suasti Suta / 202006000282

Banyak jaringan menjalankan fungsi khusus dan mengandung jalur biokimia yang unik.
Insulin dan glukagon merupakan mediator utama untuk mengatur jalur metabolisme. Selain itu,
terdapat juga hormon lain yang mengatur penyimpanan dan penggunaan bahan bakar metabolik.
Hormon-hormon ini terutama melawan efek insulin dan disebut hormon counterregulatory, yaitu
growth hormone, hormon tiroid, glukokortikoid, somatostatin, dan katekolamin.

Banyak hormon yang mempengaruhi metabolisme bahan bakar. Berikut hormon utama
yang mempengaruhi metabolisme nutrisi dan kerjanya pada otot, hati dan jaringan adiposa.

Insulin adalah hormon anabolik utama. Insulin meningkatkan penyimpanan nutrisi


sebagai glikogen di hati dan otot dan sebagai triasilgliserol di jaringan adiposa, menstimulasi
sintesis protein di jaringan seperti otot, dan bekerja untuk menghambat mobilisasi bahan bakar.

Glukagon adalah hormon counterregulatory utama. Counterregulatory berarti bekerja


bertentangan dengan insulin (contrainsular). Fungsi utama glukagon, yaitu untuk mobilisasi
bahan bakar yang tersedia dengan menstimulasi glikogenolisis dan glukoneogenesis. Fungsi ini
memastikan bahwa glukosa akan tersedia untuk jaringan yang bergantung pada makanan.

Epinephrine, norepinephrine, cortisol, somatostatin, dan growth hormone juga


mempunyai aktivitas contrainsular. Hormon tiroid juga diklasifikasikan sebagai sebuah hormon
insulin counterregulatory karena hormon tiroid meningkatkan laju konsumsi bahan bakar dan
juga meningkatkan sensitivitas dari sel target ke hormone insulin counterregulatory.

Insulin dan hormon counterregulatory menggunakan 2 tipe regulasi metabolik. Tipe


kontrol pertama terjadi dalam beberapa menit hingga jam dari interaksi hormon-reseptor dan
biasanya hasil dari perubahan di aktivitas katalitik atau kinetik dari enzim kunci yang sudah ada
sebelumnya disebabkan oleh fosforilasi atau defosforilasi dari enzim ini. Tipe kontrol kedua
melibatkan regulasi sintesis kunci enzim oleh mekanisme yang menstimulasi atau menghambat
transkripsi dan translasi RNA messenger (mRNA). Prosesnya lambat dan membutuhkan berapa
jam sampai hari.

I. Efek Fisiologis Insulin dan Amylin → Ni Wayan Mutiara Suasti Suta / 202006000282

Insulin menstimulasi penyimpanan glikogen di hati dan otot, sintesis asam lemak dan
triasilgliserol dan penyimpanannya di jaringan adiposa. Insulin mempunyai kerja parakrine di
dalam sel pulau pankreas. Ketika insulin dirilis dari β-sel, dia menekan pelepasan glukagon dari
α-sel.

Amylin adalah 37-asam amino peptida yang disintesis di β-sel pankreas dan co-secreted
dengan insulin ketika glukosa darah meningkat. Amylin dapat menekan sekresi glukagon
postprandial untuk pengosongan lambung dengan lambat, yang menurunkan kecepatan makanan
mencapai usus dan aliran darah, dan untuk mengurangi asupan makanan. Semua kerja amylin
diarahkan terhadap pengurangan level glukosa darah, seperti yg insulin lakukan ketika dihasilkan
dari pankreas.

II. Efek Fisiologis Glukagon → Ni Wayan Mutiara Suasti Suta / 202006000282

Glukagon merupakan salah satu hormon counterregulatory (contrainsular). Glukagon


disintesis sebagai bagian dari precursor protein besar yang disebut proglukagon. Proglukagon
diproduksi di sel-α pulau Langerhans di pankreas dan di sel-L di usus. Proglukagon mengandung
beberapa peptida yang dihubungkan bersama-sama. Pembelahan proteolitik dari proglukagon
menghasilkan beragam kombinasi unsur peptida. Glukagon dihasilkan dari proglukagon di
pankreas dan merupakan 30% sampai 40% dari glukagon imunoreaktif di darah.
Immunoreactivity yang tersisa disebabkan oleh pembelahan produk lain hasil proglukagon dari
pankreas dan usus.

Glukagon meningkatkan glikogenolisis, glukoneogenolisis, dan ketogenesis dengan


menstimulasi generasi cAMP di sel target. Hati merupakan organ target utama untuk glukagon
karena konsentrasi hormon ini di sel-sel hati dalam darah portal lebih tinggi daripada sirkulasi
perifer. Level glucagon di vena porta mencapai konsentrasi 500 pg/mL.

Dengan demikian, glukagon menstimulasi hasil insulin dari β-sel pankreas. Pola aliran
darah di sel pulau pankreas diyakini membasahi sel β terlebih dahulu baru kemudian sel α. Oleh
karena itu, sel-β dapat mempengaruhi sel-α berfungsi dengan mekanisme endokrin, sedangkan
pengaruh hormon sel-α pada fungsi sel β lebih cenderung menjadi parakrin. Glukagon
menstimulasi hasil insulin dibutuhkan untuk mengatur level darah glukosa di range fisiologis.

III. Efek Fisiologis Hormon Counterregulatory


a. Somatostatin
1. Biokimia → Samuel Johnson Kurniawan / 202006000013

Somatostatin atau SS-14 merupakan sebuah peptida siklik yang


terbentuk dari 14 asam amino. SS-14 ini pertama kali ditemukan setelah
dipisahkan dari hipotalamus dan dikenal dengan fungsinya untuk
menginhibisi pelepasan hormon pertumbuhan atau somatotropin (GH;
growth hormone) dari lobus anterior glandula pituitaria. Selain dari
hipotalamus, somatostatin juga dapat disekresi melalui D-cells atau δ-cells
pada pankreas. Fungsi lain dari somatostatin berupa menginhibisi insulin,
glukagon, serta sel-sel parietal pada lambung. Pada traktus sistem
pencernaan, juga terdapat prekursor hormon berupa prosomatostatin atau
SS-28 yang terbentuk dari 28 asam amino dan memiliki potensi 7-10 kali
lipat lebih kuat dalam menginhibisi GH dan insulin daripada SS-14.
2. Sekresi Somatostatin → Samuel Johnson Kurniawan / 202006000013
Untuk meningkatkan sekresi somatostatin, metabolit-metabolit
yang berperan adalah glukosa, arginin, dan leusin. Hormon-hormon juga
diperlukan untuk menstimulasi sekresi somatostatin, contohnya glukagon,
VIP; vasoactive intestinal polypeptide, dan kolesistokinin. Insulin juga
memiliki peran dalam sekresi somatostatin, tetapi secara tidak langsung.
3. Efek Fisiologis Somatostatin → Samuel Johnson Kurniawan /
202006000013
Jenis reseptor-reseptor somatostatin semua diidentifikasi sebagai
G-protein-coupled receptors. Hormon ini berperan sebagai inhibitor
adenilat siklase dalam jalur produksi cAMP, pemberhenti regulasi PTPase
dan MAP kinase, serta alterasi konsentrasi ion Ca dan K. Efek inhibisi ini
dapat menghambat sekresi GH dan TSH dari lobus anterior glandula
pituitaria serta sekresi insulin dan glukagon pada pankreas. Efek lainnya
berupa reduksi dalam absorpsi nutrien dengan cara memperlambat
pengosongan lambung karena penghambatan produksi asam lambung.
Somatostatin ini digunakan secara klinis dalam penanganan GH-secreting
tumor pada hipofisis.

b. Growth Hormone
1. Biokimia → Jessica Stevani Poaler / 202006000090 dan Jeffrey Ryan /
202006000071

GH = Polipeptida yang menstimulasi pertumbuhan dan banyak


dari efeknya dimediasi oleh IGF (Insulin-like Growth Factors) /
Somatomedins.IGF diproduksi oleh sel sebagai bentuk respon saat GH
menempel pada reseptor yang ada di membran sel.Selain itu,GH juga
berfungsi sebagai sumber energi untuk metabolisme.

GH terbentuk dari rantai 191 asam amino dengan 2 ikatan


disulfida.Gen untuk GH terletak di kromosom 17 dan disekresi oleh sel
somatotropik di area lateral pituitari anterior.Secara struktural GH
berhubungan erat dengan Hormon Prolaktin dan hCS (Human Chorionic
Somatomammotropin) dari plasenta, hCS ini menstimulasi pertumbuhan
fetus.GH merupakan hormon yang paling banyak dibentuk di pituitari
anterior ( 5-15 mg/gr jaringan).

Aksi dari GH dapat diklasifikasikan sebagai konsekuensi efek


langsung dari hormon kepada target sel dan semua yang terjadi secara
tidak langsung berdasarkan kerja dari GH untuk menghasilkan faktor lain,
spesifiknya seperti IGF-1.

Aksi dari IGF-1 sendiri dari GH diberikan terutama di sel


hepatosit. Masuknya GH diikuti dengan peningkatan sintesis 8-10 protein.
Diantaranya adalah IGF-1, α2-macroglobulin,dan inhibitor serine protease
Spi 2.1 dan Spi 2.3. Ekspresi gen dari ornitin dekarboksilase,sebuah enzim
yang aktif pada sintesis poliamin juga meningkatkan GH secara signifikan

Otot dan membran sel adiposa mengandung reseptor GH yang


berperan sebagai mediator secara langsung, efek metabolik yang terus
menerus pada glukosa dan transport asam amino dan juga pada lipolisis.
Reseptor ini menggunakan tirosin kinase sitoplasmik untuk transduksi
sinyal (seperti Janus kinase). Faktor Transkripsi STAT (Signal Transducer
and Activator of Transcription) diaktifkan dan bergantung pada
jaringannya, jalur MAP kinase juga diaktifkan. Contoh, pada jaringan
adiposa, GH memiliki efek akut yang mirip dengan insulin diikuti dengan
peningkatan lipolisis, inhibisi lipoprotein lipase, stimulasi hormon yang
sensitif terhadap lipase, pengurangan transpor glukosa, dan pengurangan
lipogenesis. Pada otot,GH mengakibatkan peningkatan transpor asam
amino,peningkatan retensi nitrogen,peningkatan jaringan bebas lemak, dan
peningkatan pengeluaran energi total.GH juga memiliki "growth
promoting effects". Reseptor GH ada pada variasi jaringan dimana GH
meningkatkan IGF-1 ekspresi gen. Kemudian peningkatan kadar IGF-1
berkontribusi pada pembelahan sel dan diferensiasi berdasarkan
mekanisme autokrin dan parakrin. Hal-hal ini merujuk pada pertumbuhan
skeletal,muscular,dan visceral. Aksi ini didampingi oleh pengaruh
anabolic secara langsung dari GH pada metabolisme protein dengan
diversi asam amino dari oksidasi sampai sintesis protein dan pergeseran
hingga keseimbangan nitrogen yang positif.

2. Pengontrolan Sekresi Growth Hormone → Oktavianus Nelson /


202006000096

Meskipun pengaturan sekresi GH rumit, pengaruh utamanya


adalah hormonal. Pola denyut sekresi GH mencerminkan interaksi tersebut
antara dua peptida dan pengaturan hipotalamus. Struktur GHRH
diidentifikasi pada tahun 1982. Ada 40- dan 44 peptida asam amino
dikodekan pada kromosom 20 dan diproduksi secara eksklusif di sel-sel
arkuata inti.

GHRH berinteraksi dengan reseptor spesifik pada plasma


membran somatotrof. Selain itu, IGF-1, diproduksi terutama di hati
sebagai respons terhadap aksi GH pada hepatosit, memberi umpan balik
secara negatif pada somatotrof untuk membatasi sekresi GH. Kadar
glukosa yang meningkat di darah biasanya menekan pelepasan GH,
sedangkan hipoglikemia meningkatkan GH sekresi pada subjek normal.
Namun, puasa berkepanjangan, di mana asam lemak digerakkan dalam
upaya protein cadangan, dikaitkan dengan peningkatan sekresi GH.

Modulator sekresi GH memberikan dasar untuk klinis supresi dan


tes stimulasi pada pasien yang dicurigai mengalami kelebihan atau sekresi
GH yang kurang.

3. Efek Growth Hormone pada Metabolisme Energi → Oktavianus Nelson /


202006000096

GH meningkatkan ketersediaan asam lemak, yang dioksidasi


menjadi energi. Efek lain dari glukosa dan protein cadangan GH yaitu, GH
secara tidak langsung menurunkan oksidasi glukosa dan asam amino
4. Efek Growth Hormone pada Jaringan Adiposa → Oktavianus Nelson /
202006000096

Aksi ini menyebabkan pelepasan asam lemak bebas dan gliserol ke


dalam darah dimetabolisme oleh hati. Bukti terbaru menunjukkan bahwa
GH dapat mengganggu pengambilan glukosa oleh sel lemak dan otot oleh
penghambatan aksi insulin pasca reseptor. GH, perjalanan klinis
akromegali mungkin terjadi dipersulit oleh gangguan toleransi glukosa
atau bahkan diabetes melitus yang nyata.

5. Efek Growth Hormone pada Otot → Oktavianus Nelson / 202006000096

Efek lipolitik GH meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam


darah yang memperdarahi otot. Melalui efek pada pengambilan glukosa,
laju glikolisis berkurang secara proporsional. Efek positif pada
keseimbangan nitrogen diperkuat oleh efek protein-hemat dari lipolisis
yang diinduksi GH yang membuat lemak asam tersedia untuk otot sebagai
sumber bahan bakar alternatif.

6. Efek Growth Hormone pada Hati → Angela Patricia Liestyanto /


202006000059
Sintesis glikogen hepatis dirangsang oleh sebagian dari GH karena
adanya peningkatan glukoneogenesis di hati yang menyebabkan
metabolisme glukosa ditekan oleh GH di beberapa jalur glikolitik. Efek
utama GH pada hati sendiri adalah untuk merangsang produksi dan
pelepasan IGF ( Somatomedins ). IGF/ Somatomedin sendiri ada 2 yakni
IGF 1 / Somatomedin C dan IGF 2 / Somatomedins A. IGF 1 Sendiri
adalah rantai tunggal peptida basa yang memiliki 70 asam amino
sedangkan IGF 2 sedikit lebih asam dengan 67 asam amino. Keduanya
identik dengan insulin pada setengah dari residu mereka. Beberapa sel
pada badan memiliki mRNA untuk IGF tetapi hati memiliki konsentrasi
terbesar dan setelahnya diikuti oleh ginjal dan jantung. Sintesis IGF 1
sendiri sebagian besar diatur oleh GH sedangkan IGF 2 tidak dipengaruhi
oleh kadar GH dalam darah.

c. Katekolamin (Epinefrin, Norepinefrin, Dopamin) → Angela Patricia Liestyanto /


202006000059
1. Sintesis Katekolamin → Jeremy Jeconiah / 202006000164)

Tiga neurotransmitter dopamin, norepinefrin, dan epinefrin


disintesis dalam jalur yang sama dari asam amino L-tirosin. Tirosin
disuplai dalam makanan atau disintesis di hati dari asam amino esensial
fenilalanin oleh fenilalanin hidroksilase. Cincin fenil dengan dua gugus
–OH yang berdekatan adalah katekol; karenanya, dopamin, norepinefrin,
dan epinefrin disebut katekolamin.
Langkah kedua dalam sintesis katekolamin adalah dekarboksilasi
L-DOPA untuk membentuk dopamin. Reaksi ini, seperti banyak reaksi
dekarboksilasi asam amino, membutuhkan fosfat piridoksal. Neuron
dopaminergik menghentikan sintesis pada titik ini karena neuron ini tidak
mensintesis enzim yang diperlukan untuk langkah selanjutnya. Seperti
tirosin hidroksilase, ini adalah oksidase fungsi campuran yang
membutuhkan donor elektron.

Asam askorbat berfungsi sebagai donor elektron dan reduktor


dalam reaksi. Tembaga adalah kofaktor terikat yang diperlukan untuk
transfer elektron.

Meskipun medula adrenal adalah tempat utama sintesis epinefrin,


epinefrin juga disintesis di beberapa neuron yang menggunakannya
sebagai neurotransmitter. Neuron ini mengandung jalur di atas untuk
sintesis norepinefrin dan sebagai tambahan mengandung enzim yang
mentransfer gugus metil dari S-adenosylmethionine ke norepinefrin untuk
membentuk epinefrin.
2. Sekresi Katekolamin → Jeremy Jeconiah / 202006000164

Sekresi epinefrin dan norepinefrin dari medula adrenal dirangsang


oleh berbagai tekanan, termasuk nyeri, perdarahan, olahraga,
hipoglikemia, dan hipoksia. Impuls ini merangsang pelepasan
neurotransmitter asetilkolin dari neuron pre ganglionik yang menginervasi
sel adrenomedular. Ca2+ merangsang sintesis dan pelepasan epinefrin dan
norepinefrin dari butiran chromaffin ke dalam ruang ekstraseluler melalui
eksositosis.

3. Efek Fisiologis Epinefrin dan Norepinefrin → Jeremy Jeconiah /


202006000164

Katekolamin bekerja melalui dua jenis reseptor utama pada


membran plasma sel target, yaitu reseptor α-adrenergik dan β-adrenergik.
Tindakan epinefrin dan norepinefrin di hati, adiposit, sel otot
rangka, sel α dan sel β pankreas secara langsung mempengaruhi
metabolisme bahan bakar. Katekolamin ini adalah hormon
counterregulatory yang memiliki efek metabolik yang diarahkan pada
mobilisasi bahan bakar dari tempat penyimpanannya untuk oksidasi oleh
sel guna memenuhi kebutuhan energi yang meningkat pada stres akut dan
kronis. Mereka secara bersamaan menekan sekresi insulin, yang
memastikan bahwa fluks bahan bakar akan terus berlanjut ke arah
penggunaan bahan bakar daripada penyimpanan selama stimulus stres
tetap ada. Selain itu, norepinefrin bekerja sebagai neurotransmitter dan
mempengaruhi sistem saraf simpatis di jantung, paru-paru, pembuluh
darah, kandung kemih, usus, dan organ lainnya. Efek katekolamin pada
jantung dan pembuluh darah ini meningkatkan curah jantung dan tekanan
darah sistemik, perubahan hemodinamik yang memfasilitasi pengiriman
bahan bakar melalui darah ke jaringan yang aktif secara metabolik.

Efek katekolamin pada jantung dan pembuluh darah ini


meningkatkan curah jantung dan tekanan darah sistemik, perubahan
hemodinamik yang memfasilitasi pengiriman bahan bakar melalui darah
ke jaringan yang aktif secara metabolik. Epinefrin memiliki waktu paruh
yang pendek di dalam darah, supaya efektif secara farmakologis, epinefrin
harus diberikan secara parenteral. Hal ini dapat digunakan secara klinis
untuk mendukung detak jantung, untuk melebarkan otot bronkial yang
meradang, dan bahkan untuk mengurangi perdarahan dari organ selama
operasi.
4. Metabolisme dan Inaktivasi Katekolamin → Jeremy Jeconiah /
202006000164

Katekolamin memiliki afinitas yang relatif rendah untuk reseptor α


dan β. Setelah mengikat, katekolamin terlepas dari reseptornya dengan
cepat, menyebabkan durasi respons biologis menjadi singkat. Tindakan
katekolamin dihentikan melalui pengambilan kembali ke terminal
presinaptik dan difusi menjauh dari sinaps. Enzim degradatif hadir di
terminal presinaptik dan di sel yang berdekatan, termasuk sel glia dan sel
endotel.
Dua dari reaksi utama dalam proses inaktivasi dan degradasi
katekolamin dikatalisis oleh monamin oksidase dan katekol
O-metiltransferase. MAO hadir di membran mitokondria luar banyak sel
dan mengoksidasi karbon yang mengandung gugus amino menjadi
aldehid, sehingga melepaskan ion amonium. MAO di hati dan situs lain
melindungi dari konsumsi amina biogenik makanan seperti tyramine yang
ditemukan di banyak keju. Dalam albinisme, baik tirosin hidroksilase yang
bergantung pada tembaga dari melanosit atau enzim lain yang mengubah
tirosin menjadi melanin mungkin rusak. Penderita albinisme menderita
kekurangan pigmen di kulit, rambut, dan mata; memiliki masalah
penglihatan; dan sensitif terhadap sinar matahari. COMT mentransfer
gugus metil dari SAM ke gugus hidroksil pada katekolamin atau produk
degradasinya. Karena reaksi inaktivasi membutuhkan SAM, secara tidak
langsung bergantung pada vitamin B12 dan folat. Kerja MAO dan COMT
dapat terjadi di hampir semua urutan, menghasilkan sejumlah besar
produk degradasi dan zat antara, banyak diantaranya muncul dalam urin.
d. Glukokortikoid
1. Biokimia → Clara Angelina / 202006000202

Kortisol atau hidrokortison merupakan glukokortikoid fisiologi


utama pada manusia. Hal ini disebabkan karena kemampuan kortisol
untuk meningkatkan konsentrasi gula dalam darah. Kelompok
Glukokortikoid ini jg merupakan steroid yang termasuk dalam hormon
“counterregulatory” yang melindungi tubuh dari hipoglikemia yang dipicu
insulin.

2. Sekresi Glukokortikoid → Clara Angelina / 202006000202

Sekresi dari glukokortikoid diawali dari sinyal serebral kortikal ke


midbrain yang diinisiasi di korteks serebral dari sinyal stress, rasa sakit,
hypoglycemia, pendarahan dan olahraga. Sinyal ini akan menimbulkan
reaksi pembentukan dari monoamin di badan sel neuron di midbrain, yaitu
asetilkolin dan serotonin yang nantinya menstimulasi CRH (corticotropin
releasing hormone) . CRH ini nanti akan dikirim melalui pembuluh darah
ke reseptor di membran sel hormon adrenocorticotropic (ACTH). Interaksi
ini akan mengakibatkan ACTH untuk dilepas dalam sirkulasi dan akan
berinteraksi dengan reseptor spesifik ACTH di sel yang berada di zona
fasciculata dan zona retikularis pada korteks adrenal. Pengaruh utama dari
ACTH pada sintesis kortisol adalah banyaknya konversi kolesterol
menjadi pregnenolon yang merupakan turunan dari hormon steroid
adrenal. Kortisol akan disekresi sebagai bentuk tanggapan dari ACTH.
Konsentrasi kortisol yang tinggi akan memberikan feedback negatif pada
sinyal yang mengatur sekresi CRH dan ACTH, dan penurunan kortisol
akan meningkatkan sekresi CRH dan ACTH. Namun pada kondisi stress
yang parah, hambatan sekresi ACTH oleh konsentrasi kortisol yang tinggi
akan dikalahkan stress yang disebabkan oleh aktivitas yang memicu stress.
Berikut merupakan efek dari glucocorticoid pada organ tubuh manusia.

3. Efek dari Glukokortikoid → Clara Angelina / 202006000202


Efek glukokortikoid pada tubuh awalnya terlihat seperti
kontradiksi (menginhibisi penggunaan glukosa pada jaringan). Namun
sebenarnya, glukokortikoid memiliki dampak besar dalam memastikan
keselamatan manusia dalam kondisi stress.
Pada beberapa organ glukokortikoid akan menginhibisi
pembentukan DNA, RNA, dan protein dan menstimulasi pemecahan dari
makromolekul ini. Hal ini sebagai respon dari stress akut pada tubuh
manusia sehingga menyediakan cadangan energi jika nanti dibutuhkan
untuk respon fight or flight. Kenaikan glukokortikoid akan menginhibisi
penggunaan glukosa pada banyak jaringan, lalu akan terjadi lipolisis pada
adiposa serta proteolisis pada kulit dan otot. Asam lemak yang dihasilkan
akan dioksidasi oleh hati sebagai energi dan gliserol serta asam amino
akan digunakan sebagai pembentuk glukosa yang nantinya akan diubah
menjadi glikogen untuk disimpan. Sehingga jika epinefrin tubuh
meningkat saat stress, glikogen akan siap diubah menjadi glukosa sebagai
energi untuk respon fight or flight. Mekanisme ini berhubungan dengan
pengikatan glucocorticoid pada steroid di reseptor intraseluler.

e. Hormon Tiroid
1. Biokimia → Fely Cita Teng / 202006000191)

-Struktur hormon tiroid-

Langkah-langkah dasar dalam sintesis T3 dan T4 dalam sel ini


melibatkan transportasi atau perangkap iodida dari darah ke dalam sel
asinar tiroid melawan gradien elektrokimia, oksidasi iodida untuk
membentuk spesies iodinasi, iodinasi residu tirosil pada protein
tiroglobulin untuk membentuk iodotiriosin, dan kopling residu monoiodo-
dan diiodotyrosine (DIT) dalam tiroglobulin membentuk residu T3 dan
T4.

-Residu T3 dan T4-

Kortisol akan bekerja pada sel penghasil CRH di hipotalamus dan


sel penghasil ACTH dari hipofisis anterior dengan mekanisme umpan
balik negatif untuk menurunkan kadar ACTH dalam darah. Symporter
natrium-iodida (NIS, dikodekan oleh gen SLC5A5) didorong oleh gradien
elektrokimia melintasi membran yang dibentuk oleh Na +, K + -ATPase.
Untuk setiap anion iodida yang diangkut melintasi membran, dua ion
natrium diangkut untuk memfasilitasi dan mendorong translokasi ion.
Mekanisme autoregulasi internal menurunkan pengangkutan iodida ke
dalam sel ketika konsentrasi iodida intraseluler melebihi ambang tertentu
dan meningkatkan transpor ketika iodida intraseluler turun di bawah level
ambang batas ini. Proses konsentrasi atau penjebakan iodida dalam
membran plasma sel asinar tiroid menciptakan kadar iodida di dalam sel
tiroid yang beberapa ratus kali lipat lebih besar daripada yang ada di
dalam darah, tergantung pada ukuran total kumpulan iodida tubuh saat ini
dan kebutuhan saat ini akan kebutuhan baru. sintesis hormon. Oksidasi
iodida intraseluler dikatalisis oleh tiroid peroksidase (terletak di
perbatasan apikal sel tiroid asinar) dalam dua-tahap oksidasi elektron
membentuk I + (ion iodinium). Ion iodinium dapat bereaksi dengan residu
tirosin dalam protein tiroglobulin untuk membentuk tirosin kuinoid dan
kemudian residu 3′-monoiodotyrosine (MIT). Transporter iodida apikal
adalah pendrin (dikodekan oleh gen SLC26A4), dan mutasi pada pendrin
menyebabkan sindrom Pendred. Dalam kebanyakan keadaan, rasio T4 /
T3 di tiroglobulin adalah sekitar 13: 1. Biasanya, kelenjar tiroid
mengeluarkan 80 hingga 100 μg T4 dan sekitar 5 μg T3 per hari. Fraksi
bebas hormon ini memiliki aktivitas biologis karena merupakan
satu-satunya bentuk yang mampu berdifusi melintasi membran sel target
untuk berinteraksi dengan reseptor intraseluler. Protein transpor, oleh
karena itu, berfungsi sebagai reservoir besar hormon yang dapat
melepaskan hormon bebas tambahan saat kebutuhan metabolik meningkat.
Hormon tiroid terdegradasi di hati, ginjal, otot, dan jaringan lain melalui
deiodinasi, yang menghasilkan senyawa tanpa aktivitas biologis.

2. Sekresi Hormon Tiroid → Fely Cita Teng 202006000191

Pelepasan T3 dan T4 dari tiroglobulin dikendalikan oleh TSH dari


hipofisis anterior. TSH merangsang endositosis tiroglobulin untuk
membentuk vesikula endositik di dalam sel asinar tiroid (lihat Gambar
41.10). Lisosom bergabung dengan vesikel ini, dan protease lisosom
menghidrolisis tiroglobulin, melepaskan T4 dan T3 bebas ke dalam darah
dengan rasio 10: 1. Sekresinya diatur terutama oleh keseimbangan antara
aksi stimulasi hormon pelepas tirotropin hipotalamus (TRH) dan
penghambatan (negatif umpan balik) pengaruh hormon tiroid (terutama
T3) pada tingkat di atas kritis ambang batas dalam darah yang
memandikan tirotrof hipofisis. Selain itu, TSH disekresikan secara
berdenyut, dengan interval 2 hingga 6 jam di antara puncak. TSH
merangsang semua fase sintesis hormon tiroid oleh kelenjar tiroid,
termasuk perangkap iodida dari plasma, pengorganisasian iodida,
penggabungan monoiodotyrosine dan diiodotyrosine, endositosis
tiroglobulin, dan proteolisis tiroglobulin untuk melepaskan T3 dan T4.
Mekanisme kerja utama TSH dimediasi oleh pengikatan TSH ke reseptor
G-protein-coupled pada membran plasma sel asinar tiroid, yang
menyebabkan peningkatan konsentrasi cAMP sitosol (melalui Gαs) dan
kalsium (melalui Gαq). ). T3 dan T4 disekresikan ke aliran darah sebagai
respons terhadap peningkatan kadar TSH. Sebagai tingkat T3 bebas dalam
darah yang memandikan tirotrof anterior kelenjar pituitari naik, loop
umpan balik ditutup. Sekresi TSH terhambat sampai kadar T3 bebas
dalam sirkulasi sistemik turun tepat di bawah tingkat kritis, yang sekali
lagi menandakan pelepasan TSH. Mekanisme umpan balik ini memastikan
suplai T3 bebas yang aktif secara biologis dalam darah tanpa gangguan
(Gbr. 41.11). Kadar T3 yang tinggi juga menghambat pelepasan TRH dari
hipotalamus.

-Mekanisme umpan balik-


3. Efek Fisiologis Hormon Tiroid → Shenia Abigail Christie Homalessy /
202006000072

Tindakan fisiologis dari hormon tiroid mempengaruhi metabolisme


bahan bakar yang akan dipertimbangkan untuk digunakan sehingga
penting untuk membahas dari sisi fisiologis karena efek dari konsentrasi
supra fisiologis hormon tiroid pada metabolisme bahan bakar yang
mungkin bukan perluasan sederhana dari efek fisiologisnya.

a. Efek Hormon Tiroid pada Hati → Shenia Abigail Christie


Homalessy / 202006000072
Beberapa aksi hormon tiroid mempengaruhi metabolisme
karbohidrat dan lipid di hati. Hormon tiroid meningkatkan
glikolisis dan sintesis kolesterol serta meningkatkan konversi
kolesterol menjadi garam empedu. Melalui aksinya yaitu dengan
meningkatkan sensitivitas hepatosit terhadap aksi glukoneogenik
dan glikogenolitik epinefrin, T3 secara tidak langsung
meningkatkan produksi glukosa hati (tindakan permisif atau
fasilitasi). Karena kemampuannya untuk membuat peka adiposit
terhadap aksi lipolitik epinefrin, T3 meningkatkan aliran asam
lemak ke hati dan dengan demikian secara tidak langsung
meningkatkan sintesis triasilgliserol hati. Peningkatan aliran
gliserol ke hati secara bersamaan (sebagai akibat dari peningkatan
lipolisis) selanjutnya meningkatkan glukoneogenesis hati.
Kemudian, kelenjar melepaskan lebih banyak TSH dari biasanya
ke dalam darah. Peningkatan kadar TSH menyebabkan pembesaran
kelenjar tiroid (gondok) serta peningkatan sekresi hormon tiroid ke
dalam darah. Akibatnya, kadar T3 dan T4 serum meningkat di
dalam darah.
b. Efek Hormon Tiroid pada Adiposit → Shenia Abigail Christie
Homalessy / 202006000072

T3 memiliki efek fasilitasi pada aksi lipolitik epinefrin pada


sel lemak. Namun, hormon tiroid memiliki efek bipolar pada
penyimpanan lipid karena meningkatkan ketersediaan glukosa ke
sel lemak, yang dimana berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis
asam lemak dan gliserol 3-fosfat.

c. Efek Hormon Tiroid pada Otot → Shenia Abigail Christie


Homalessy / 202006000072

Dalam konsentrasi fisiologis, T3 meningkatkan


pengambilan glukosa oleh sel otot. Ini juga merangsang sintesis
protein, dan, oleh karena itu, pertumbuhan otot melalui tindakan
stimulasi pada ekspresi gen.

d. Efek Hormon Tiroid pada Pankreas → Shenia Abigail Christie


Homalessy / 202006000072

Hormon tiroid meningkatkan sensitivitas sel β pankreas


terhadap rangsangan yang biasanya mendorong pelepasan insulin
dan diperlukan untuk sekresi insulin yang optimal.

4. Efek Kalorigenik Hormon Tiroid → Shenia Abigail Christie Homalessy /


202006000072

Kondisi tubuh dalam keadaan dingin, hormon tiroid berpartisipasi


dalam respons akut dengan membuat sistem saraf simpatis menjadi peka
terhadap efek stimulasi dari paparan dingin. Efek T3 pada sistem saraf
simpatis meningkatkan pelepasan norepinefrin. Norepinefrin akan
menstimulasi termogenin protein pelepasan di jaringan adiposa coklat
(BAT), menghasilkan peningkatan produksi panas dari pelepasan
fosforilasi oksidatif. Norepinefrin juga meningkatkan permeabilitas BAT
dan otot rangka terhadap natrium. Karena peningkatan Na + intraseluler
berpotensi menjadi racun bagi sel, Na +, K + -ATPase dirangsang untuk
mengangkut Na + keluar sel dengan imbalan K. Peningkatan hidrolisis
ATP oleh Na +, K + -ATPase merangsang oksidasi bahan bakar dan
regenerasi lebih banyak ATP dan panas dari fosforilasi oksidatif. Dalam
perjalanan waktu yang lebih lama, hormon tiroid juga meningkatkan kadar
Na +, K + - ATPase dan banyak enzim oksidasi bahan bakar. Karena pada
suhu ruangan normal, penggunaan ATP oleh Na +, K + -ATPase
menyumbang 20% ​atau lebih dari laju metabolisme basal (BMR) kita,
perubahan aktivitasnya dapat menyebabkan peningkatan produksi panas
yang relatif besar.

Hormon tiroid juga dapat meningkatkan produksi panas dengan


menstimulasi penggunaan ATP dalam siklus yang sia-sia (di mana
konversi substrat yang mengkonsumsi ATP yang dapat dibalik menjadi
produk dan kembali ke substrat menggunakan bahan bakar dan, oleh
karena itu, menghasilkan panas).

f. Hormon Gastrointestinal Memengaruhi Energi Metabolisme → Evanina Alice


Pakpahan / 202006000053 dan Ivana Angelina Patricia / 202006000002
Selain insulin dan hormon- hormon yang sudah dibahas, berbagai
peptida yang disintesis di sel endokrin dalam pulau pankreas, atau sel yang
ada di sistem saraf pusat dan perifer, atau di sel endokrin yang ada di
lambung, usus kecil, usus besar dapat mempengaruhi energi untuk
metabolisme secara langsung. Contoh dari peptida tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut.
Selain itu, ada juga yang disebut seperti gastrin, motilin,
pancreatic polypeptide (PP), peptida YY (PYY), dan sekretin juga dapat
mempengaruhi energi untuk metabolisme tetapi secara tidak langsung.
Sebagai contoh, gastrin akan menginduksi sekresi dari asam lambung,
dimana hal tersebut akan berdampak pada absorbsi nutrisi dan
metabolisme. Motilin, yang dihasilkan oleh sel M enteroendokrin dari
bagian atas usus kecil, akan menstimulasi sekresi dari enzim yang ada di
lambung maupun yang ada di pankreas, dimana hal tersebut akan
berdampak pada pencernaan nutrisi. PP yang dihasilkan dari pulau-pulau
pankreas akan menurunkan pengosongan lambung dan memperlambat
motilitas dari usus bagian atas. PYY yang dihasilkan dari sel alfa pada
pulau-pulau pankreas akan menghambat sekresi dari asam lambung.
Sekretin yang dihasilkan oleh sel S enteroendokrin dari bagian atas usus
kecil memicu sekresi enzim pankreas dan menghambat pelepasan gastrin
dan sekresi dari asam lambung.

Meskipun hormon-hormon usus ini tidak berdampak pada energi


metabolisme secara tidak langsung, tetapi memiliki dampak yang
signifikan pada bagaimana nutrisi tersebut dicerna dan dipersiapkan untuk
diserap nantinya. Apabila proses pencernaan atau proses penyerapan
terganggu, maka energi untuk metabolisme pun akan terganggu.

Ghrelin adalah hormon yang ada hubungannya dengan stimulus


rasa lapar atau nafsu makan. Mekanisme dimana ini terjadi melalui
aktivasi protein kinase yang diaktivasi AMP hipotalamus. Aktivasi dari
protein kinase akan melepaskan neuropeptida Y yang berfungsi untuk
meningkatkan rasa lapar. Para peneliti mengemukakan bahwa apabila
reseptor dari hormon ghrelin ini terganggu/ diganggu maka ghrelin tidak
akan bekerja dan akan membuat suatu agen untuk anti obesitas.

Beberapa gastrointestinal peptide, seperti glucagonlike peptide-1


(GLP - 1) dan gastric inhibitory polypeptide / glucose-dependent
insulinotropic polypeptide (GIP), tidak bekerja secara langsung pada
sekresi dari insulin ketika gula darah normal tetapi akan bekerja secara
langsung ketika sesudah makan yang akan mengakibatkan konsentrasi
gula itu tinggi. Demikian juga, efek ini (beberapa faktor yang berpotensi
untuk menghasilkan insulin) dikenal sebagai efek inkretin / incretin effect
, efek ini dapat terjadi apabila ada beban glukosa yang diberikan secara
oral, maka jumlah insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas lebih
banyak bila dibandingkan dengan pemberian beban glukosa yang sama
secara intravena. Jadi, saluran cerna memiliki peran yang penting dalam
homeostasis energi perifer melalui kemampuan untuk mempengaruhi
proses pencernaan, penyerapan, dan asimilasi nutrisi yang tertelan.
Hormon inkretin juga berfungsi untuk regulasi banyaknya nutrisi yang
tercerna sebagai sinyal kenyang.

GLP-1 dan GIP berperan dalam pembentukan dan pelepasan


insulin yang berfungsi untuk mengatur homeostasis glukosa. GLP-1
bekerja dengan cara menghambat sekresi glukagon oleh sel alfa pankreas
dan memperlambat pengosongan lambung. Sedangkan GIP berhubungan
dengan reseptor GIP pada adiposit, yang bertujuan untuk menyimpan
energi. Selain itu, GLP-1 dan GIP juga berperan dalam menjaga
keberlangsungan hidup sel pulau pankreas. Berikut adalah tabel
mengenai peran GLP-1 dan GIP dalam meregulasi homeostasis glukosa.
Skema berikut merupakan pengaruh GLP-1 dan GIP pada regulasi
homeostasis glukosa. Secara garis besar, GLP-1 dan GIP meningkatkan
sekresi insulin melalui peran sel beta pankreas. Hormon CCK /
kolesistokinin dan pergerakan lambung tidak secara langsung berperan
dalam meregulasi glukosa darah, tetapi berperan dalam proliferasi sel
beta.

Inkretin (GLP-1 dan GIP) dapat menjadi pengobatan yang efektif


bagi penderita diabetes tipe 2 dengan cara meningkatkan sekresi insulin
atau meningkatkan waktu paruh inkretin. Waktu paruh GLP-1 dan GIP
dalam sirkulasi adalah 2,5 menit. DPP-4 (dipeptidyl peptidase)
merupakan protease yang dapat menginaktivasi GLP-1 dan GIP. Protease
ini ditemukan pada ginjal, usus halus, hati dan jaringan lainnya. Oleh
karena itu, untuk mengatasi diabetes tipe 2, dikembangkanlah inkretin
mimetik / inkretin sintetis dengan waktu paruh yang lebih panjang dan
obat-obatan yang bekerja untuk menghambat DPP-4 sehingga
meningkatkan waktu paruh GLP-1 dan GIP.

Salah satu tipe obat yang sering digunakan adalah agonis reseptor
GLP-1. Exendin-4 / exenatide (Byetta) merupakan obat yang diisolasi
dari racun kadal Heloderma suspectum. DPP-4 membelah GLP-1 dengan
memecah ikatan alanin-glutamat pada asam amino 2. Exendin-4 lebih
resisten terhadap DPP-4 karena memiliki ikatan glisin-glutamat pada
asam amino 2 dan 3 sehingga waktu paruhnya lebih lama. Pemberian
obat secara subkutan dan hanya dua kali sehari.

Liraglutida juga merupakan agonis reseptor GLP-1. Liraglutida


merupakan versi modifikasi GLP-1 yang memiliki substitusi pada posisi
34 (K34R) dari arginin menjadi lisin dan penambahan palmitat pada
posisi 26 (K26) (secara kovalen terikat dengan rantai samping lisin).
Dengan penambahan asam lemak ke peptida, memungkinkan liraglutida
untuk mengikat albumin dalam sirkulasi, sehingga melindunginya dari
DPP-4 dan hanya butuh satu dosis sehari.

Tipe obat lainnya adalah inhibitor DPP-4 yang diberikan secara


oral, disebut sitagliptin. Sitagliptin bekerja menghambat laju pembelahan
katalitik GLP-1 dan GIP oleh DPP-4, sehingga memperpanjang waktu
paruh keduanya dalam darah. Sitagliptin diberikan hanya dua kali sehari.
Inhibitor DPP-4 selain sitagliptin adalah alogliptin, linagliptin,
saxagliptin, dan vildagliptin. Tabel berikut merupakan persamaan dan
perbedaan agonis reseptor GLP-1 dan inhibitor DPP-4.

Pasien diabetes tipe 2 dapat ditangani dengan menjalani prosedur


bypass lambung. Hal ini dikaitkan dengan kecepatan dan keberlanjutan
peningkatan amilin dan GLP-1 yang lebih besar dibanding sebelum
menjalani prosedur operasi, sehingga terjadi penurunan kadar glukosa
darah pasien.

g. Faktor Neural yang Mengontrol Sekresi Insulin dan Hormon Counterregulatory


→ Sieren Chelga Ostella Tambunan / 202006000163
Walaupun pemeriksaan menyeluruh berada diluar cakupan teks ini,
sistem gastrointestinal neuroendocrine dijelaskan secara singkat mengenai
efeknya pada bahan bakar metabolisme. Pulau kecil (Pulau Langerhans)
pankreas diinervasi oleh bagian adrenergik dan kolinergik dari sistem saraf
otomatis. Meskipun stimulasi dari sistem simpatik dan parasimpatik
meningkatkan sekresi glukagon, sekresi insulin ditingkatkan oleh serat
saraf vagus dan disupresi oleh serat simpatis melalui α-adrenoreceptors.
Terdapat juga bukti yang menyarankan bahwa sistem saraf simpatis
meregulasi sel β pankreas secara tidak langsung, melalui stimulasi atau
supresi sekresi somatostatin, β2 – reseptor angka adrenergic, dan
neuropeptida Y dan galanin. Interaksi yang sangat terkontrol diantara
faktor hormonal dan neural yang mengontrol metabolisme nutrisi yang
dibutuhkan untuk mempertahankan bahan bakar normal dan homeostasis
energi.

Untuk menetapkan diagnosis tumor sekretori dari glandula


endokrin, hal pertama yang harus dilakukan adalah mendemonstrasikan
bahwa tingkat serum basal dari hormon tersebut teregulasi secara reguler.
Selain itu, yang lebih penting lagi adalah hipersekresi hormon tersebut
harus ditunjukkan (maka it, levelnya yang meningkat di darah peripheral)
tidak dapat terhambat oleh manuver yang dikenal mensupresi sekresi dari
glandula yang berfungsi secara normal (harus menunjukkan bahwa
hipersekresi tersebut otonom).
Untuk memastikan bahwa kedua level basal dan pasca-supresi dari
hormon yang akan di tes tersebut akan menunjukkan tingkatan sekresi
sejati dari tumor endokrin yang diduga, semua faktor yang diketahui dapat
menstimulasi hormon sintesis harus dieliminasi. Untuk GH, contohnya,
stimulus (stimulan sekresi) seperti faktor nutrisional; tingkat aktivitas
pasien, kesadaran, stress; dan obat obatan tertentu. Sekresi GH distimulasi
oleh makanan tinggi protein atau rendah asam lemak atau glukosa di
darah. Olahraga yang kuat, tidur tingkat III-IV, stress psikologis dan fisik,
dan levodopa, clonidine, dan estrogen juga meningkatkan pengeluaran
GH.

Tes supresi dulu digunakan untuk mendemonstrasi hipersekresi


otonom dari GH yang melibatkan pemberian glukosa kepada pasien secara
oral dan mengukur level GH sesudahnya. Glukosa darah yang tiba tiba
naik mensupresi serum GH sampai 2 ng/mL atau lebih sedikit di subjek
yang normal tetapi tidak pada pasien dengan akromegali aktif.

Jika demonstrasi otonom hipersekresi dari GH pada pasien yang


diduga memiliki akromegali dilakukan, maka, sebelum mengambil darah
dari kedua pre glucose load serum GH level dan post glucose load serum
GH level, harus dipastikan bahwa pasien belum makan sekitar 6-8 jam,
tidak melakukan aktivitas berat sekitar 4 jam, tetap dalam keadaan sadar
selama pemeriksaan (dalam kondisi tidak stress) dan tidak ada
mengonsumsi obat obatan yang bisa meningkatkan sekresi GH dalam
waktu 1 minggu.

Di bawah keadaan keadaan terkontrol tersebut, jika kedua level


serum dari basal dan pasca supresi hormon tersebut ter elevasi, dapat
disimpulkan bahwa terdapat hipersekresi otonom. Di keadaan ini, prosedur
lokal (seperti MRI glandula pituitari pada pasien yang didiagnosa
memiliki akromegali) akan dilakukan untuk memastikan diagnosa
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai