ETIKA
202006000282
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
membimbing berlangsungnya kegiatan Problem Based Learning (PBL). Atas penyertaan-Nya,
penulis serta kelompok dapat menjalankan serta menyelesaikan kegiatan Problem Based
Learning (PBL) yang ketiga dalam blok Humaniora. Penulis menyadari bahwa keberlangsungan
kegiatan Problem Based Learning (PBL) serta proses penulisan laporan ini tidak terlepas dari
bantuan, bimbingan serta partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Jojor L Manalu, SSi, MT selaku dosen pembimbing yang telah setia membimbing
kelompok PBL 3 selama pelaksanaan Problem Based Learning (PBL), baik sesi
pertama maupun kedua. Tanpa bimbingan dari beliau, maka kegiatan proses Problem
Based Learning (PBL) serta penulisan laporan ini tidak akan terwujud dan terselesaikan
dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih atas arahan, masukan serta saran yang
diberikan beliau demi terwujudnya laporan ini.
2. Teman-teman dari PBL 3 yang telah turut aktif dalam kegiatan diskusi Problem Based
Learning (PBL). Tanpa adanya partisipasi dari teman-teman PBL maka kegiatan
Problem Based Learning (PBL) serta laporan ini tentunya tidak akan terwujud dan
berjalan dengan baik.
3. Tidak lupa juga penulis ingin mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang tidak
bisa penulis sebutkan dalam laporan ini. Terima kasih penulis ucapkan atas bantuan
secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan Problem Based Learning
(PBL) serta penulisan laporan PBL ini.
Tema yang kelompok penulis dapatkan dalam kegiatan Problem Based Learning (PBL)
kali ini adalah tentang etika. Melalui pembahasan skenario yang diberikan, kelompok PBL 3
mendapatkan 3 poin Learning Objectives (LO) yang akan penulis jelaskan secara rinci dalam
laporan kali ini. Seluruh rangkaian kegiatan Problem Based Learning (PBL) ini melibatkan 2
peran utama yakni ketua dan sekretaris. Adapun pembagian jabatan masing-masing adalah
sebagai berikut :
1
PBL 1.1 : Senin, 11 Mei 2021 PBL 1.2 : Jumat, 21 Mei 2021
Penulis berharap bahwa informasi yang ada dalam laporan ini dapat berguna bagi pembaca
untuk menambah ilmu pengetahuan, meningkatkan minat pembaca serta meningkatkan
kemampuan berpikir secara kritis pada suatu kasus atau skenario khususnya dalam bidang
kesehatan. Penulis juga menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran membangun yang diberikan oleh semua
pihak untuk meningkatkan kesempurnaan dari laporan ini. Terima kasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................ i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................. iii
BAB I.......................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN...................................................................................................................................... 1
1. Latar Belakang 1
2. Skenario 1
BAB II........................................................................................................................................................ 2
DISKUSI DAN PEMBAHASAN.............................................................................................................. 2
1. Klarifikasi Istilah Asing 2
2. Identifikasi Masalah 2
3. Brainstorming 2
4. Skema 4
5. Penentuan Learning Objective(s) 4
6. Hasil Belajar Mandiri 4
BAB III................................................................................................................................................. 16
PENUTUP................................................................................................................................................ 16
1. Kesimpulan
16
2. Saran
17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................. 18
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika berasal dari Bahasa Yunani Kuno. Kata ethos dalam bentuk tunggal mempunyai
banyak arti: kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk
jamak, ethos berarti adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup
yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau kepada masyarakat. Etika
menyoroti tingkah laku manusia yang baik dan yang buruk secara moral. Dalam perspektif
moral, kita tidak membatasi diri pada satu aspek saja dari tingkah laku seseorang, tetapi kita
memandang manusia seluruhnya.
Sejak permulaan sejarah, sudah dikenal hubungan kepercayaan antara dua insan yaitu sang
pengobat dan penderita. Dalam zaman modern, hubungan ini disebut hubungan kesepakatan
terapeutik antara dokter dan pasien yang dilakukan dalam suasana konfidensial serta
senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan, dan kekhawatiran makhluk insani. Dengan
demikian, diperlukan adanya etika kedokteran yang selalu mengutamakan pasien yang berobat
demi keselamatan dan kepentingan pasien. Etika kedokteran harus dilandaskan atas norma-
norma etik yang mengatur hubungan manusia umumnya. Etika kedokteran di Indonesia telah
diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang diuraikan dalam pasal-pasal.
Dalam menjalankan tugasnya, kedokteran juga memiliki 4 prinsip fundamental dalam etika.
Pada penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat yang merupakan tanggung jawab
bersama antara pemerintah dan masyarakat diperlukan kebijakan publik mengenai kesehatan.
Oleh karena itu, terdapat hukum yang mengatur, yaitu hukum kesehatan. Hukum kesehatan
adalah seperangkat kaidah yang mengatur seluruh aspek yang berkaitan dengan upaya dan
pemeliharaan di bidang kesehatan. Terdapat beberapa undang-undang yang mengatur terkait
hukum kesehatan, seperti UU No 36/2009 dan UU No 29/2004.
Fokus pembahasan PBL kali ini adalah etika dan hukum kedokteran. Pada Problem Based
Learning (PBL) pertama ini, kami akan membahas mengenai 4 prinsip etika kedokteran,
hukum, etika moral kedokteran, klinik dan sanksi yang didapat ketika melanggar, dan solusi
agar tidak terjadi pelanggaran serta menghubungkan hasil pembelajaran kami dengan skenario
yang telah diberikan.
1
1.2 Skenario
Klinik sehat mempunyai 2 dokter. Kira kira setiap harinya klinik tsb memiliki 80 pasien.
Klinik tsb buka jam 8 pagi - 12 siang. Namun untuk konsultasi dengan dokter hanya bisa
jam 9 pagi sampai 11 pagi. Yang pertama ada dokter B dimana dokter B itu dokter muda
baru melakukan praktek selama 3 bulan. Dari beberapa pasien, pasien itu bilang kalau dokter
B baik dalam pemeriksaan dan mengedukasi pasien. Seluruh komplain dari pasien didengar
dengan baik dan diterima sama dokter dengan baik dan ia memberikan terapi medis kepada
pasien. Disisi lain ada dokter A. dokter A ini lebih senior. Dia sudah praktek di klinik selama
10 tahun, dia di kenal sama pasien sebagai dokter yang sering terlambat karna dia praktek
juga di klinik lain. Dia juga sedang mempunyai pasien yang terlalu banyak, ia sering terburu
buru. Komplain sama pasien tsb terdengar sekilas saja. Dia juga tulis rekap pasien secara
buru - buru. Meskipun itu menurut beberapa pasien dokter A pun, dia dapat bersikap ramah
dan baik, dia juga bisa bertingkah lebih ramah dan mementingkan pasien terlebih dahulu dan
pasiennya ini pun tidak perlu menunggu lama karena bakal lebih dipentingkan
pemeriksaannya walaupun harus membayar lebih dari pasien lain.
Klinik “SEHAT” has 2 doctors. Approximately, they have 80 patients per day.
The clinic is usually opens at 8am-12 pm. However, doctor consultation time is usually at
9 am -11 am. Doctor B, a junior doctor, has only been practicing for 3 months. According to
some patients, he is very friendly, thorough in checking, and willingly provides education for
patients. All patient’s complaints are heard and recorded completely in the patient's medical
record including the therapy that is given. Meanwhile, Doctor A (a more senior doctor), has
been practicing at the same clinic for 10 years. Many patients know him and tend to choose
him, but he often comes late because he is also practicing in other clinic. When he is late or
having to many patients, he usually serves the patient in a hurry. The patient's complaints is
only briefly heard, and the examination is carried out quickly. He educates the patients and
writes the medical records in a hurry. Nevertheless, according to some patients, the senior
doctor (Doctor A) can be friendly and kind. He can even more friendly towards patients and
prioritize them first. They do not have to wait in a long time because they always take
precedence to be examined, although they have to pay a little bit more than other patients.
2
BAB II
2.2 Pertanyaan
1. Bagaimana etika seorang dokter yang baik?
2. Apa etika yang dilanggar di skenario di atas?
3. Apa solusi yang dapat diberikan dari permasalahan diatas?
2.3 Brainstorming
1. Bagaimana etika seorang dokter yang baik?
Seorang dokter yang baik mendengar semua keluhan pasien dengan baik. Ia juga harus
bertindak adil dan mempunyai sifat altruistik yang bermaksud kepentingan pasien adalah
yang terutama, tanpa pandang bulu. Seorang dokter juga harus Menjunjung profesionalitas.
Ia harus disiplin di profesi selain kepada kode etik dan juga harus menerapkan profesionalitas
tersebut di tempat dia kerja. Selain itu, seorang dokter harus berintegritas, setia, tulus, ikhlas
dan antusias dalam pekerjaannya. Seorang dokter harus juga menerapkan sumpah kedokteran
hippocrates yaitu melakukan yang terbaik untuk pasien. Seorang dokter yang baik juga harus
tahu tujuan utama dia sebagai dokter, yaitu kesehatan pasien lebih penting dari pada uang.
3
dikatakan melanggar etika. Pelanggaran etika yang terjadi di kasus tersebut adalah dokter A
memprioritaskan pasien yang membayar lebih. Sehingga seorang dokter hendaknya
mempunyai kemampuan komunikasi yang efektif dan tidak boleh ada diskriminasi terhadap
pasien. Tidak bersikap adil → mengutamakan yang bayar → tidak boleh
4
2.4 Skema
1. 4 prinsip kedokteran
a. Menghormati otonomi → seseorang memiliki kebebasan dalam mengambil
keputusan yang berhubungan dengan dirinya. Misalnya ada pengobatan, dan pasien
boleh memilih.
i. Berasal dari bahasa Yunani : autos (sendiri) dan nomos (hukum, peraturan,
pemerintahan)
5
ii. John Stuart Mill → otonomi tidak ada orang ataupun instansi lain yang boleh
ikut campur dalam keputusan bebas seseorang terkait kesehatannya
iii. implikasi:
1. orang menentukan hak apa yang akan terjadi
2. orang tidak boleh menghalangi pilihan dan keputusan otonom
seseorang
iv. Kompetensi seseorang dibutuhkan
1. syarat:
a. Kemampuan untuk berbuat baik
b. kemampuan untuk memahami
c. kemampuan untuk menalar (pertimbangin alasan yang ada)
v. Menghargai privasi pasien dengan tidak menyebarkan rahasia pasien yang tau
hanya kita (dokter) dengan Tuhan
vi. Dokter harus menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya
b. Tidak merugikan → menimbang kerugian yang akan terjadi. Disebut juga the
principle of nonmaleficence dalam bahasa Inggris. Asal katanya dari bahasa Latin :
non = tidak; mal- = buruk, jahat; -ficere = melakukan, berbuat. Prinsip ini dapat
diartikan juga sebagai “prinsip tidak berbuat jahat”. Prinsip ini berkaitan dengan hak-
hak asasi manusia (hak untuk tidak dibunuh, hak untuk tidak dilukai / disakiti, hak
untuk tidak diambil miliknya, hak untuk tidak dibuka rahasianya kepada orang lain).
i. Ada pendukung dan pelengkap:
1. Prinsip efek ganda → ada efek baik dalam efek buruk
a. syarat → efek baik harus sama dengan efek buruk
i. tindakan harus netral secara moral
ii. hanya efek baik dan bukan efek buruk yang dimaksud
oleh pelaku
iii. efek baik tidak dihasilkan efek buruk. Efek baik
maupun efek buruk sekaligus berasal dari tindakan
yang sama
iv. harus ada alasan proporsional untuk membiarkan efek
buruk yang diketahui akan terjadi
2. Prinsip totalitas → amputasi
6
a. bagian tubuh boleh dikorbankan demi menjamin kualitasnya
3. Membunuh atau biarkan meninggal
4. Sarana biasa dan sarana luar biasa
a. Respirator itu sarana luar biasa untuk pasien terminal.
5. Ada pelanggaran:
a. mutilasi, abortus, penyiksaan, atau kekerasan
b. melakukan tindakan medis yang tidak perlu atau menggunakan
metode yang berbahaya tanpa alasan yang kuat
c. melakukan tindakan merugikan kehormatan dengan membuka
informasi pasien yang bersifat konfidensial
c. Berbuat baik → Dokter harus berbuat baik untuk pasien
i. Asal kata dari bahasa latin : bene = baik; -ficere = melakukan, berbuat
ii. berbuat baik sebagai cita cita moral (karya amal, altruisme, dll) dan berbuat
baik sebagai kewajiban.
iii. Dalam konteks etika kedokteran, yang dimaksudkan adalah berbuat baik
sebagai kewajiban
iv. melindungi dan membela hak orang lain, membantu orang cacat,
menyelamatkan orang lain dari bahaya
v. syarat:
1. orang yang kita bantu akan mengalami kerugian yang besar
2. perbuatan kita mencegah kerugian itu
3. tidak mengandung resiko bagi diri sendiri
4. mengimbangi kerugian yang kita alami
d. Keadilan → dokter harus mengutamakan keadilan. Melibatkan masyarakat luas
i. distributif → negara memberikan hak rakyat
1. formal
2. material , ada 6 prinsip:
a. setiap orang bagiannya sama
b. setiap orang kebutuhan individunya
i. mampu membayar
ii. pejabat negara
iii. kasus besar
7
→ ketiganya harus didahulukan
c. setiap orang harus sesuai dengan haknya
d. setiap orang sesuai dengan usaha individunya
e. setiap orang sesuai dengan kontribusi pada masyarakat
f. setiap orang sesuai jasanya.
ii. komutatif → antara dokter ke pasien ( janji harus ditepati)
iii. Umum → keadilan yang harus diberikan pada masyarakat supaya masyarakat
menjalankan kewajiban yang diberikan negara
2. Pelanggaran dan sanksi dari tindakan yang dilakukan dokter dan klinik, dari sisi
a. Hukum
i. Salah dalam manajemen rumah sakit
ii. UU no 29 tahun 2004 tentang Hak dan Kewajiban Dokter/ Dokter gigi
1. Pasal 51
a. Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai kewajiban
i. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional serta
kebutuhan medis pasien
ii. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik,
apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan
iii. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia
iv. melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain
yang bertugas dan mampu melakukannya
v. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi
2. Pada kasus dokter A melanggar pasal 51
8
a. Dokter tersebut terburu buru, dianggap sudah tidak
memberikan pelayanan medis yang sesuai standar profesi yang
ada , dan dianggap tidak profesional
iii. UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
1. pasal 23 ayat 4
a. Pasal 23
i. (1) Tenaga kesehatan berwenang untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
ii. (2)Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.
iii. (3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan,
tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.
iv. (4) Selama memberikan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
mengutamakan kepentingan yang bernilai materi.
v. (5) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan
Menteri.
1. Dokter A melanggar pasal tersebut karena pada
scenario dokter A lebih mengutamakan pasien
yang membayar lebih
2. Pasal 24 ayat 1
a. (1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak
pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional.
b. (2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi
profesi.
c. (3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan,
standar pelayanan, dan standar prosedur operasional
9
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri
i. Dimana dokter A melanggar hal tersebut karena tidak
melakukan standar profesi, memeriksa pasien dengan
terburu-buru.
3. Pasal 53 ayat 3
a. (1) Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk
menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan
perseorangan dan keluarga.
b. (2) Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
penyakit suatu kelompok dan masyarakat.
c. (3) Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus mendahulukan pertolongan keselamatan
nyawa pasien dibanding kepentingan lainnya.
i. Dokter A melangga pasal 53 ayat 3 dimana, pada
scenario dokter tersebut justru lebih mementingkan
pasien yang membayar lebih dibandingkan pertolongan
keselamatan nyawa pasien.
4. Pasal 54 ayat 1
a. (1) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara
bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan
nondiskriminatif.
b. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
c. (3) Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
i. Dokter A melanggar pasal 54 no 1, dimana pada
skenario dokter A melakukan pemeriksaan secara
10
diskriminasi (memilih pasien yang membayar lebih
terlebih dahulu)
iv. UU no.39 tahun 1999 tentang HAM
1. Pasal 69
a. (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang
lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
b. (2) Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan
kewajiban dasar dan tanggungjawab untuk menghormati hak
asasi orang lain serta menjadi tugas Pemerintah untuk
menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukannya.
i. Pada kasus ini dokter A melanggar pasal 69 , dokter A
melanggar HAM pasien.
v. UU no. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
1. Pasal 3
a. Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:
i. a. mempermudah akses masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan;
ii. b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan
pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan
sumber daya manusia di rumah sakit;
iii. c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar
pelayanan rumah sakit; dan
iv. d. memberikan kepastian hukum kepada pasien,
masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan
Rumah Sakit.
1. Pelanggaran yang ada pada klinik/rumah sakit
seharusnya rumah sakit memberikan
kepastian hukum pada pasien.
11
vi. Sumpah Dokter
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dan
13
atau janji dokter.
Pasal 2
Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional
secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran yang
tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.
Pasal 4
Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri
.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun sik, wajib memperoleh persetujuan pasien/ keluarganya dan hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.
Pasal 6
Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau
menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 8
Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan
secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa
kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 9
Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat menangani
pasien dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau
14
yang melakukan penipuan atau penggelapan.
Pasal 10
Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya, dan
tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 11
Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi hidup
makhluk insani.
Pasal 12
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan
keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif ), baik sik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.
Pasal 13
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di bidang
kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling menghormati.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan
dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/
keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian
untuk itu.
Pasal 15
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat
berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan
atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
15
memberikannya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali
dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 20
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat
bekerja dengan baik.
Pasal 21
Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran/ kesehatan.
Pada kasus ini, dokter A melanggar KODEKI pada pasal 3,pasal 7, pasal 8, pasal 9,
pasal 10, dan pasal 12:
a.Pelanggaran pasal 3,
i. “Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang
dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang
mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian
profesi.” Dokter A telah melakukan pelanggaran karena
telah dipengaruhi oleh uang
b.Pelanggaran pasal 7
i. “Seorang dokter wajib hanya memberi surat keterangan dan
pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.”
Dokter A telah melanggarnya, dimana dokter A sendiri itu
telah terburu buru melakukan pemeriksaan sehingga tidak
dapat menanyakan pendapat pasiennya.
c. Pelanggaran pasal 8
i. “Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik
16
medisnya,memberikan pelayanan secara kompeten
dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai
rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas
martabat manusia.” Dokter A telah melanggar hal tersebut
dimana dokter A menangani pasien dengan sekadarnya
karena banyak pasien yang menunggu.
d.Pelanggaran pasal 9
i. “Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan
dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk
mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien dia
ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau
kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau
penggelapan.” Dokter B telah melanggar hal tersebut
dimana dokter B seharusnya mengingatkan dokter A
walaupun dokter A adalah seniornya.
e.Pelanggaran pasal 10
i. “Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman
sejawatnya, dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib
menjaga kepercayaan pasien.” Dokter A melanggar hal
tersebut dimana dokter A tidak menghormati hak hak pasien
untuk mendapatkan pemeriksaan yang layak (tidak terburu-
buru).
f.Pelanggaran pasal 12
i. “Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib
memperhatikan keseluruhan aspek pelayanan kesehatan
(promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif ), baik sik
maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.” Dokter
A telah melanggar hal tersebut karena tidak menjadi
pendidik yang baik karena pasien dokter A tersebut cukup
banyak jadi dokter A meresepkan obat dan lain sebagainya
dalam keadaan terburu-buru.
17
viii. Sanksi yang ada dari MKEK ( Majelis Kehormatan Etik Kedokteran):
1. Pasal 29 (1)
a. Kategori 1, bersifat murni Pembinaan
b. Kategori 2, bersifat Penginsafan tanpa pemberhentian
keanggotaan,
c. Kategori 3, bersifat Penginsafan dengan pemberhentian
keanggotaan sementara,
d. Kategori 4 bersifat pemberhentian keanggotaan tetap
2. Pasal 29 (2)
a. Pelanggaran etik ringan mendapatkan minimal satu jenis
sanksi kategori 1
b. Pelanggaran etik sedang mendapatkan satu jenis sanksi
kategori 2 dan kategori 1
c. Pelanggaran etik berat mendapatkan minimal satu jenis sanksi
kategori 1, satu jenis kategori 2, dan satu jenis sanksi kategori
3
d. Pelanggaran etik sangat berat mendapatkan sanksi kategori 4
berupa pemberhentian keanggotaan tetap
3. Pasal 29 (5)
a. Sanksi Kategori 1 (Satu) di antaranya sebagai berikut:
i. Membuat refleksi diri secara tertulis.
ii. Mengikuti workshop etika yang ditentukan MKEK.
iii. Mengikuti modul etik yang sedang berjalan di FK
yang ditunjuk oleh MKEK.
iv. Mengikuti program magang bersama panutan selama 3
(tiga) bulan.
v. Kerja sosial pengabdian profesi di institusi kesehatan
yang ditunjuk MKEK tidak lebih dari tiga bulan
4. Pasal 29 (6)
a. Sanksi kategori 2 di antaranya sebagai berikut:
i. Rekomendasi pemberhentian jabatan tertentu kepada
pihak yang berwenang.
18
ii. Pemberhentian dari jabatan di IDI dan organisasi di
bawah IDI serta pelarangan menjabat di IDI dan
organisasi di bawah IDI untuk satu periode
kepengurusan.
5. Pasal 29 (7)
a. Sanksi kategori 3 (tiga), berupa pemberhentian keanggotaan
sementara keanggotaan beserta pencabutan sementara hak dan
kewenangan profesi sebagai dokter di Indonesia sekurang-
kurangnya 12 bulan. Hilangnya hak dan kewenangan tersebut
dapat berimplikasi pada:
6. Pasal 29 (8)
a. Sanksi kategori 4 pemberhentian keanggotaan tetap yang
juga bermaka hilangnya seluruh hak dan kewenangan secara
tetap sesuai yang dijabarkan pada ayat 7
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dalam sebuah profesi sebagai dokter, ada 4 prinsip yang harus diterapkan yaitu autonomy,
non-maleficence, beneficience, dan juga justice. Autonomy dapat diartikan sebagai seseorang yang
memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan dirinya misalnya
pasien dapat memilih untuk pengobatan yang diingingkan. Lalu non-maleficence berarti untuk tidak
melukai atau merugikan atau mengambil hak dari seorang pasien. Ketiga, ada beneficience yang
berarti seorang dokter harus menjalankan kewajibannya dengan cara berbuat baik dan melindungi
pasien. Prinsip yang terakhir adalah justice dimana seorang dokter harus mengandalkan keadilan
terlebih dahulu dan tidak mementingkan latar belakang seorang pasien dari segi apapun.
Dalam dunia medis, pastinya tidak semua orang akan terbebaskan dari yang disebut dengan
kesalahan dan ini juga berlaku pada dokter yang melakukan pekerjaannya. Seringkali ditemukan
kesalahan yang tidak disengaja maupun disengaja oleh petugas medis dan hal hal ini bertentangan
dengan berbagai pasal pasal dan ayat ayat hukum yang telah dicantumkan di dalam hukum.
Beberapa pasal yang berisi pelanggaran dan sanksi yang dilakukan seorang dokter ada pada UU No.
29 Tahun 2004, UU No. 36 Tahun 2009, UU No. 39 Tahun 1999, UU No. 44 Tahun 2009, Sumpah
Dokter, dan juga berbagai Pasal Pasal lainnya. Sanksi sanksi yang dapat didapatkan oleh seorang
dokter meliputi pencabutan izin praktik, peringatan secara tertulis, dan ada berbagai sanksi lainnya
juga.
Selain dari pelanggaran secara hukum, pelanggaran yang dilakukan juga akan berkaitan
secara moral dan etika. Terdapat pasal pasal pada KODEKI seperti pada pasal 3, 7, 8, 9, 12.
Terdapat juga sanksi tertulis yang dikeluarkan oleh MKEK atau Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran pada Pasal 29 (1), Pasal 29 (2), Pasal 29 (5), Pasal 29 (6), Pasal 29 (7), dan Pasal 29 (8)
yang berisi pemberhentian anggota, mengikuti workshop MKEK, menjalankan sanksi kategori 1
dan 2, pemberhentian jabatan IDI, kehilangan kewenangan untuk melakukan praktik secara
25
sementara maupun permanen dan sanksi sanksi lainnya.
Solusi solusi yang dapat dilakukan agar pelanggaran tidak terjadi adalah dengan dokter
tersebut yang harus menyadari dan menjaga kompetensi dirinya. Dokter juga harus bisa untuk
mendengarkan dan memberikan pengetahuan yang baik dan dapat saling mengingatkan teman
sejawat. Tindakan pidana juga perlu dilakukan pada dokter yang telah melakukan pelanggaran
dalam pekerjaannya dan dapat juga dilaksanakan evaluasi pada klinik dimana dokter bekerja.
2. Saran
Penulis berharap bahwa pembahasan mengenai prinsip, etika yang baik, pelanggaran
seorang dokter dalam menjalankan tugasnya ini dapat memberi pemahaman yang lebih luas
dan baik tentang apa dan bagaimana sikap seorang dokter yang seharusnya dilakukan dan
dapat lebih memahami dan mulai menerapkan sikap sikap yang harus dijaga agar dapat
menghindari sanksi sanksi yang telah dipelajari.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Kode Etik Kedokteran Indonesia [Internet]. Mkekidi.id. [cited 2021 May 21]. Available from:
https://mkekidi.id/kode-etik-kedokteran-indonesia/
4.Rozaliyani A, Meilia PDI, Libritany N. Prinsip Penetapan Sanksi bagi Pelanggaran Etik
Kedokteran. J Etika Kedokt Indones. 2018;2(1): 19
27