Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

TEORI PSIKOLOGI BELAJAR

Untuk Memenuhi Mata Kuliah Psikologi Belajar

Disusun oleh :

1. Izabel Kalina Putri / K3121047


2. Lulu Maknun Laili Okta / K3121055
3. Marjania Pranawati / K3121056
4. Riska Amanda / K3121070
5. Theresiana Dyah Tectona Putri / K3121082
6. Yuliana Fatmawati / K3121084
7. Yuma Abhipraya Mahardiaka / K3121085
8. Zuraida Hanifah Zahira / K3121088

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Teori Psikologi Belajar" dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Belajar. Selain itu, makalah
ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang pengertian, konsep dasar, faktor yang
mempengaruhi, karakteristik dalam teori psikologi belajar. Kami mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Dr. Naharus Surur, M.Pd selaku Dosen Mata Kuliah Psikologi Belajar. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya
makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan
banyak kesalahan. Oleh karena itu kami memohon maaf atas kesalahan yang pembaca temukan
dalam makalah ini. Kami juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila
menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Surakarta, 11 September 2021

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................

1.1 Latar Belakang .................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................
1.3 Tujuan ..............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................

2.1 Teori Belajar Behavioristik ...........................................................................

2.1.1 Pengertian Teori Belajar Behavioristik ...................................................

2.1.2 Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik ...................................

2.1.3 Tokoh-Tokoh Behavioristik ....................................................................

2.1.4 Ciri-Ciri Teori Behavioristik ...................................................................

2.1.5 Penerapan Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran .............................

2.2 TEORI BELAJAR KOGNITIF ..................................................................

2.2.1 Pengertian Belajar Kognitif ....................................................................

2.2.2 Pengertian Belajar Kognitif Menurut Ahli .............................................

2.2.3 Teori Belajar Kognitif Menurut Para Ahli ..............................................

2.2.4 Teori Kognitif Menurut Lewin (Teori Medan) .......................................


2.2.5 Implikasi Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Kognitif Dalam

Pembelajaran ...........................................................................................

2.2 TEORI BELAJAR PIAGET .........................................................................

2.3.1 Jean Piaget ..............................................................................................

2.3.2 Perkembangan Kognitif Menurut Piaget ................................................

2.3.3 Perkembangan Intelektual .......................................................................

2.3.4 Tahap Perkembangan Intelektual ............................................................

2.3.5 Tingkatan Perkembangan Intelektual .....................................................

2.4 TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME ................................................

2.4.1 Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme .............................................

2.4.2 Proses Belajar Konstruktivisme .............................................................

2.4.3 Pandangan Konstruktifitas Belajar ........................................................

2.4.4 Sarana Belajar ........................................................................................

2.4.5 Berpikir Kritis ........................................................................................

2.4.6 Model Konstruktivisme .........................................................................

2.4.7 Tahapan-Tahapan Dalam Pembelajaran Konstruktivisme .....................

2.4.8 Penerapan Pendekatan Konstruktivisme ................................................

2.4.9 Aplikasi Teori Konstruktivisme Dalam Pembelajaran ..........................

2.5 TEORI NEO BEHAVIORISTIK .................................................................

2.5.1 Fase-Fase Belajar Menurut Robert M. Gagne .......................................


2.5.2 Tipe Belajar .............................................................................................

2.5.3 Sifat Atau Ciri-Ciri Neobehaviorisme Sebagai Hasil Belajar .................

2.5.4 Pengaruh Teori Neobehavirisme .............................................................

2.6 TEORI HUMANISTIK .................................................................................

2.6.1 Pengertian Teori Belajar Humanistik .....................................................

2.6.2 Prinsip-Prinsip ........................................................................................

2.6.3 Konsep Teori Belajar Humanistik ........................................................

2.6.4 Penerapan Teori Humanistik Dalam Pembelajaran ...............................

2.6.5 Manfaat Teori Belajar Humanistik ........................................................

2.6.6 Tujuan Teori Belajar Humanistik ..........................................................

2.6.7 Ciri-Ciri Teori Belajar Humanistik ........................................................

BAB III PENUTUP ...........................................................................................................

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................

3.2 Saran ................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Teori belajar merupakan teori dalam psikologi pendidikan yang mampu
mempengaruhi cara peserta didik untuk menyerap ilmu. Teori ini melibatkan sejumlah
aspek yaitu guru, peserta didik, metode dan strategi belajar, serta media pembelajaran.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), belajar berarti berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman. Sedangkan teori belajar dapat didefinisikan sebagai
upaya yang dilakukan untuk mendeskripsikan cara manusia belajar sehingga manusia
dapat memahami proses kompleks dari belajar.
Teori psikologi belajar bertujuan untuk membantu guru dalam membimbing
siswa dalam proses pertumbuhan belajar melalui dasar dasar yang luas dalam hal
mendidik serta membantu menciptakan suatu sistem pendidikan yang efisien dan
efektif guna meningkatkan arah pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
Terdapat enam teori belajar yang akan dibahas antara lain :
1. Teori Belajar Behavioristik
2. Teori Belajar Kognitif
3. Teori Belajar Piaget
4. Teori Belajar Konstruktivisme
5. Teori Belajar Neo Behavioristik Gagne
6. Teori Belajar Humanistik

Setiap teori belajar memuat beberapa komponen seperti pengertian, konsep


dasar, faktor yang mempengaruhi, serta karakteristik.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Teori Belajar Behavioristik?
2. Apa itu Teori Belajar Kognitif?
3. Apa itu Teori Belajar Piaget?
4. Apa itu Teori Belajar Konstruktivisme?
5. Apa itu Teori Belajar Neo Behavioristik Gagne?
6. Apa itu Teori Belajar Humanistik?
1.3 TUJUAN MAKALAH
1. Mengetahui apa itu Teori Belajar Behavioristik
2. Mengetahui apa itu Teori Belajar Kognitif
3. Mengetahui apa itu Teori Belajar Piaget
4. Mengetahui apa itu Teori Belajar Konstruktivisme
5. Mengetahui apa itu Teori Belajar Neo Behavioristik Gagne
6. Mengetahui apa itu Teori Belajar Humanistik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK


2.1.1 Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik merupakan teori yang mempelajari tingkah laku
manusia. Menurut Desmita (2009:44) teori belajar behavioristik adalah teori belajar
untuk mengerti tingkah laku manusia menggunakan pendekatan mekanistik, objektif,
dan materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan
melalui upaya pengkondisian. Dengan kata lain, mempelajari tingkah laku seseorang
seharusnya dilakukan melalui pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang
terlihat, bukan dengan mengamati kegiatan bagian-bagian dalam tubuh. Teori ini
mengutamakan pengamatan, karena pengamatan adalah suatu hal penting untuk melihat
terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Teori behavioristik menekankan
pada kajian ilmiah mengenai berbagai respon perilaku yang dapat diamati dan penentu
lingkungannya. Teori ini menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari
interaksi antara stimulus dan respon. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
2.1.2 Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah aliran dalam teori belajar yang sangat
menekankan pada perlunya tingkah laku (behavior) yang dapat diamati. Menurut
Andriyani, 205 belajar didefinisikan sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus (S)
dengan respons (R). Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah adanya input
berupa stimulusdan output yang berupa respon. Seseorang dianggap telah belajar jika
dapat menunjukkan perubahan perilaku (Zulhammi, 2015). Teori ini memandang
individu lebih kepada sisi fenomena jasmaniah dan mengabaikan aspek-aspek mental
seperti kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Hal ini
menurut Sujanto (2009:118), teori belajar behaviorisme objek ilmu jiwa harus terlihat,
dapat di indera, dan dapat diobservasi.
2.1.3 Tokoh Tokoh Behavioristik
1. John B.Watson
Menurut Desmita(2009:44), behavioristik adalah sebuah aliran dalam
pemahaman tingkah laku manusia yang dikembangkan oleh John B. Watson
(1878-1958), seorang ahli psikologi Amerika pada tahun 1930, sebagai reaksi
atas teori psikodinamika. Pandangan Watson mengenai belajar (dalam
Putrayasa, 2013:46), yaitu proses interaksi antara stimulus dan respons,
stimulus dan respons yang dimaksud harus dapat diamati dan dapat diukur. Oleh
sebab itu seseorang mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri
selama proses belajar. Watson adalah seorang behavioris murni, kajiannya
tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi biologi atau fisika
yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik yaitu sejauh dapat diamati
dan diukur. Watson berasumsi bahwa hanya dengan cara demikianlah akan
dapat diramalkan perubahan-perubahan yang terjadi setelah seseorang
melakukan tindak belajar.
2. Ivan P. Pavlov
Ivan P. Pavlov (1849-1936) merupakan ilmuan Rusia yang
mengembangkan teori perilaku melalui percobaan tentang anjing dan air
liurnya. Karya besarnya yang terkenal adalah Paradigma kondisioning klasik.
Dalam proses belajar, teori belajar pengkondisian klasik merujuk pada sejumlah
prosedur pelatihan karena satu stimulus dan rangsangan muncul untuk
menggantikan stimulus lainnya dalam mengembangkan suatu respon. Prosedur
ini disebut klasik karena prioritas historisnya seperti dikembangkan Pavlov.
Stimulus itu yang menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku dan
berfungsi sebagai penguat (Zulhammi, 2015).
3. B.F Skinner
Skinner adalah seorang psikolog dari Harvard yang telah berjasa
mengembangkan teori perilaku Watson. Pandangannya tentang kepribadian
disebut
dengan behaviorisme radikal. Dalam behaviorisme Skinner, pikiran, sadar atau
tidak sadar, tidak diperlukan untuk menjelaskan perilaku dan perkembangan.
Menurut Skinner, perkembangan adalah perilaku. Oleh karena itu para
behavioris yakin bahwa perkembangan dipelajari dan sering berubah sesuai
dengan pengalaman-pengalaman lingkungan. Menurut Skinner hubungan
antara stimulus
dan respons yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, kemudian
menimbulkan perubahan tingkah laku yang tidak sesederhana yang
dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya respons yang diterima
seseorang tidak sesederhana demikian, karena stimulus-stimulus yang diberikan
akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut yang
mempengaruhi respons yang
dihasilkan. Respons yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi tersebut nantinya mempengaruhi munculnya
perilaku (Slavin, 2000).
2.1.4 Ciri Ciri Teori Behavioristik
Menurut Ahmadi (2003:46), teori belajar behavioristik mempunyai ciri-ciri,
sebagai berikut :
1. Aliran behavioristik mempelajari perbuatan manusia dengan cara
mengamati perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan kenyataan bukan dari
kesadarannya.
2. Aliran ini memandang segala perbuatan dikembalikan kepada refleks.
Behaviorisme mencari unsur-unsur yang paling sederhana yakni perbuatan-
perbuatan bukan kesadaran.yang dinamakan refleks (reaksi yang tidak disadari
terhadap suatu pengarang).
3. Behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua orang
adalah sama. Menurut behaviorisme pendidikanlah yang akan mengubah
seseorang.
2.1.5 Penerapan Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran
Teori belajar behavioristik cenderung membawa siswa untuk berfikir.
Pandangan teori belajar behavioristik merupakan proses pembentukan, yaitu
membawa siswa untuk mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa yang
tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Pembelajaran yang dirancang pada teori
belajar behavioristik memandang pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar
merupakan perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan kepada siswa. Hal yang paling penting dalam teori belajar
behavioristik adalah masukan dan keluaran yang berupa respons. Menurut teori ini,
antara stimulus dan respons dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak
dapat diamati dan diukur. Dengan demikian yang dapat diamati hanyalah stimulus
dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan oleh guru dan apa saja yang
dihasilkan oleh siswa semuanya harus dapat diamati dan diukur yang bertujuan
untuk melihat terjadinya perubahan tingkah laku.

2.2 TEORI BELAJAR KOGNITIF


2.2.1 Pengertian Teori Belajar Kognitif
Dalam perspektif kognitif, belajar adalah perubahan dalam struktur mental
seseorang yang memberikan kapasitas untuk menunjukkan perubahan prilaku.
Struktur mental ini meliputi pengetahuan, keyakinan, keterampilan, harapan dan
mekanisme lain dalam kepala pembelajar. Fokus teori kognitif adalah potensi untuk
berprilaku dan bukan pada prilakunya sendiri.( Khodijah, 2014)
2.2.2 Pengertian Teori Belajar Kognitif Menurut Para Ahli
1. Saam (2010 : 59) menyatakan bahwa Teori kognitif menekankan bahwa
peristiwa belajar merupakan proses internal atau mental manusia. Teori
kognitif menyatakan bahwa tingkah laku manusia yang tampak tidak bisa
diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental yang lain seperti
motivasi, sikap, minat, dan kemauan.
2. Gredler dalam Uno (2006 : 10) menyatakan bahwa Teori belajar kognitif
merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar
daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, 8 belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih
erat dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
2.2.3 Teori Belajar Kognitif Menurut Para Ahli
1. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Gredler (2011:324) menyatakan bahwa fokus dari teori Jean Piaget adalah
menemukan asal muasal logika alamiah dan transformasinya dari satu
bentuk penalaran ke penalaran lain. Tujuan ini mengharuskan dilakukannya
penelitian atas akar dari pemikiran logis pada bayi, jenis penalaran yang
dilakukan anak kecil, dan proses penalaran remaja dan dewasa.
Berikut ini akan dijelaskan tentang teori perkembangan Kognitif menurut
Jean Piaget sebagai berikut:
1. Proses Kognitif
Santrock (2008:43) menyatakan dalam memahami dunia anak-anak
secara aktif, mereka menggunakan skema (kerangka kognitif atau
kerangka referensi). Sebuah skema adalah konsep atau kerangka
eksis di dalam pikiran individu yang dipakai untuk
mengorganisasikan dan mengin terpretasikan informasi.

2. Tahap Tahap Piagetian


Santrock (2008:47-60) menyatakan bahwa melalui observasinya,
Piaget juga menyakini bahwa perkembangan kognitif terjadi dalam
empat tahapan. Masing-masing tahap berhubungan dengan usia dan
tersusun dari jalan pikiran yang berbeda beda, antara lain
1. Tahap Tahap sensorimotor
2. Tahap pra-operasional Tahap ini adalah tah
3. Tahap Operasional Konkret
4. Tahap operasional Formal
2.2.4 Teori Kognitif menurut Lewin (Teori Medan)
Teori ini dikemukakan oleh Kurt Lewin (1892-1947). Menurutnya,
masingmasing individu berada dalam medan kekuatan yang bersifat
psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life space
mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya;
orang-orang yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi, serta fungsi
kejiwaan yang ia miliki. Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai
akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu
adalah hasil dari dua macam kekuatan:
a. Struktur medan kognisi
b. Kebutuhan motivasi internal individu (Khodijah, 2014)
2.2.5 Implikasi Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Kognitif dalam
Pembelajaran
Implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran adalah dengan cara:
a. Dorong siswa untuk berpikir tentang materi pelajaran dengan cara yang akan membantu
mereka mengingatnya.
b. Bantu siswa mengindentifikasi halhal yang paling penting bagi mereka untuk dipelajari.
c. Berikan pengalaman yang akan membantu siswa memahami topiktopik yang mereka
pelajari.
d. Kaitkan ide-ide baru dengan hal-hal yang telah diketahui dan diyakini siswa tentang
dunia.
e. Pertimbangkan kelebihan dan keterbatasan dalam kemampuan pemrosesan kognitif
siswa pada tingkat usia berbeda.
f. Rencanakan kegiatan-kegiatan kelas yang membuat siswa secara aktif berpikir dan
menggunakan mata pelajaran di kelas.
2.3 TEORI BELAJAR PIAGET
2.3.1 Jean Piaget
Jean Piaget merupakan salah satu ahli dibidang filsafat yang berasal dari Swiss
yang lahir pada tahun 1896. Beliau merupakan tokoh dalam teori kognitif
kepribadian sebenarnya Piaget berfokus pada dua bidang yaitu biologi dan filsafat
pengetahuan. Dalam sejarah penelitiannya Piaget pernah meneliti ketiga anaknya
sendiri dan hasi dari penelitian tersebut dibukukan dengan judul The Origins of
Inteligence in Children dan The Construction of Reality in the Child. Piaget
meninggal di tahun 1980 dan semasa hidupnya ia pernah menulis lebih dari 60
buku dan artikel.
2.3.2 Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
Piaget memfokuskan penelitiannya pada perkembangan kognitif. Piaget
menyatakan jika kemampuan individu dalam memerima pengetahuan sangat
dipengaruhi oleh kematangan pikiran anak dan tahap-tahap perkembangan yang
sedang dijalani si anak. Menurut Piaget sejak lahir anak sudah memeiliki beberapa
skemata sensorimotor dan skemata tersebut yang menentukan pengalaman dan
batasan pengalaman bagi anak. Pengalaman yang unik akan diakomodasi oleh
struktur kognitif anak. Adanya interaksi dengan lingkungan dapat membuat
struktur kognitif berubah. Piaget berpikir jika ini proses yang lambat karena
skemata yang baru terbentuk dari skemata yang lama. Anak mampu melakukan
tindakan yang kompleks jika kita membiarkan anak untuk berhadapan langsung
dengan lingkungan dan memberi tahukan cara yang tepat untuk menangani
lingkungan yang sesuai.
2.3.3 Perkembangan Intelektual
a. Struktur
Pengertian struktur sangat erat kaitannya dengan pengertian operasi
karena pikiran logis anak sangat dipengaruhi oleh tindakan fisik dan tindakan
mental. Tindakan merupakan Langkah awal untuk menuju perkembangan
operasi untuk selanjutnya dilanjutkan dengan perkembangan struktur. Ada
empat ciri perkembangan operasi yaitu.
Pertama, operasi adalah tindakan terinternalisasi maksudnya antara
tindakan fisik dan tindakan mental didak dapat dipisahkan. Kedua, operasi
bersifat reversible, miyalnya menambah dan mengurangi yang bersifat
berlawanan. Ketiga, operasi tidak bisa berdiri sendiri, harus ditunjang dengan
yang lain karena saling berhubungan. Keempat, struktur disebut juga skemata.
Struktur dapat terbentuk dapat terbentuk lebih mudah untuk menghadapi
tuntutan dilingkungannya.
b. Isi
Maksud dari isi adalah perilaku yang muncul karena anak menghadapi
masalah maupun situasi di lingkungannya. Pada tahun 1920 dan 1930 Piaget
pernah meneliti tentang apa yang dipikirkan oleh anak-anak.
c. Fungsi
Menurut Piaget terdapat dua fungsi yang mempengaruhi
perkembangan intelektual yaitu fungsi organisme dan adaptasi. Fungsi
organisme merupakan fungsi yang membuat suatu proses agar tersusun dan
terstruktur. Fungsi kedua adalah adaptasi, adaptasi tidak bisa dipisahkan dari
proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses penyatuan
konsep, presepsi, dan pengalaman ke ddalam benak seseorang, sedangkan
akomodasi proses penyesuaian individu terhadap lingkungan barunya.
2.3.4 Tahap perkembangan intelektual
Menurut Piaget setiap individu melalui empat tahap perkembangan, meski
usia masuknya berbeda. Empat tahap tersebut merupakan tahapan dasar yang
pasti dilalui individu.
a. Tahap sensorimotor
Tahap ini dimulai saat usia nol sampai dua tahun. Pada tahap ini
belajar mengenali dirinya sendiri melalau inderanya. Aktivita kognitif ini
merupakan tahap dasar untuk tahapan selanjutnya.
b. Tahap pra-operasional
Pada tahap ini anak biasanya berusia antara dua smapai enam tahun.
Disini anak sudah dapat menghadapi situasi diluar namuan pikiran anak belum
tersistem dengan baik. Egosentrisme anak sudah mulai muncul pada tahap ini.
c. Tahap operasional kongkrit
Ditahap ini anak sudah bisa menggunakan pikiran yang terorganisasi
meskipun tidak secara maksimal dan mereka butuh benda kongkrit untuk
menjadi subjeknya. Sifat egosentris sudah mulai berkurang dan kemampuan
dalam mengkonversi tugas menjadi lebih baik. Anak berusia enam sampai dua
belas tahun pada tahap ini.

d. Tahap operasional formal


Disini anak sudah berusia dua belas tahun keatas, anak sudah bisa
menggunakan pikiran logikanya meskipun tidak menggunakan benda
kongkrit. Selain itu anak sudah bisa memberikan pendapatnya dan memahami
pendapat orang lain.
2.3.5 Tingkatan Perkembangan Intelektual
a. Kedewasaan
Kedewasaan sangat penting untuk perkembangan intelektual.
Perkembangan kognitif juga sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otak, dll.
b. Penalaran moral
Interaksi dengan lingkungan fisik untuk mengabstrakkan nilai benda.
Pengalaman fisik dibutuhkan karena untuk meningkatkan pikiran
kompleks mereka.
c. Pengalaman logika matematika
Pengalaman yang diciptakan anak untuk membangun hubungan antara
objek-objek disekitarnya.
d. Transmisi sosial
Para orang dewasa memegang peranan penting disini karena anak-anak
mendapatkan pengetahuan dari orang dewasa disekitarnya.
e. Pengaturan sendiri
Proses dimana kemampuan untuk kembali ke dalam posisi
keseimbangan. Pengaturan diri merupakan proses untuk mencapai tingkat-
tingkat yang lebih tinggi melalui asimilasi dan akomodasi untuk tujuan
perkembangan kognitif.
2.4 TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
2.4.1 Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap
manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk
menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang
lain. Manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau
teknologi dan hal yang diperlukan guna mengembangkan dirinya (Thobroni). Suatu
hal yang perlu diingat, tidak mungkin untuk menciptakan sebuah pembelajaran
konstruktivis yang bersifat "generik", berlaku untuk semua situasi. Menurut
sifatnya, Konstruktivisme (construktism) merupakan landasan berfikir pendekatan
kontekstual, pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba (Sagala).
2.4.2 Proses Belajar Konstruktivistik
Proses belajar konstuktivistik berupa “Constructing and restructuring of
knowledge and skills within the individual in a complex network of increasing
conceptual consistently”. Membangun dan merestrukturisasi pengetahuan dan
keterampilan individu dalam lingkungan sosial dalam upaya peningkatan
konseptual secara konsisten. Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus
diutamakan pada pengelolaan peserta didik dalam memproses gagasannya bukan
semata-mata olahan peserta didik dan lingkungan belajarnya bahkan prestasi
belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai ijazah
dan sebagainya. Penerapan teori belajar. Konstruktivisme sering digunaka pada
model pembelajaran pemecahan masalah (problem solving seperti pembelajaran
menemukan (discovery learning) dan pembelajaran berbasis masalah (problem-
based learning). Untuk memperbaiki pendidikan harus diketahui bagaimana
manusia belajar dan bagaimana cara pembelajarannya. Pengetahuan seseorang
merupakan konstruksi (bentukan) dari dirinya. Pengetahuan bukanlah kumpulan
fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari melainkan sebagai konstruksi
kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman maupun lingkungannya.
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia, sementara orang lain
tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus
menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya
pemahaman-pemahaman baru. Bila pendidik bermaksud menstranfer konsep, ide
dan pengetahuan tentang sesuatu kepada siswa, pentransferan itu akan
diinterpretasikan dan dikonstruksi oleh siswa melalui pemahaman dan pengetahuan
mereka sendiri.
2.4.3 Pandangan Konstruktivitas Belajar
Menurut pandangan konstruktivistik belajar merupakan suatu proses
pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan individu yang belajar.
Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi
makna tentang hal-hal yang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil
prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya
belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar
adalah niat belajar siswa itu sendiri. Dengan istilah lain dapat dikatakan bahwa pada
hakikatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa. Paradigma konstruktivistik
memandang siswa sebagai pribadi yang memiliki kemampuan awal sebelum
mempelajari sesuatu pengetahuan yang baru. Bagi kontruktivistik, kegiatan belajar
adalah kegiatan aktif siswa untuk menemukan sesuatu dan membangun sendiri
pengetahuannya, bukan merupakan proses mekanik untuk mengumpulkan fakta.
Siswalah yang bertanggungjawab atas hasil belajarnya. Siswa yang membuat
penalaran atas apa yang dipelajari dengan cara mencari makna, membandingkannya
dengan apa yang telah diketahui serta menyelesaikan ketidaksamaan antara apa
yang telah diketahui dengan apa yang diperlukan dalam pengalaman baru. Setiap
siswa mempunyai cara yang cocok untuk mengkontruksikan pengetahuannya yang
kadang-kadang sangat berbeda dengan teman teman yang lain. Dalam hal ini sangat
penting bahwa siswa dimungkinkan untuk mencoba bermacam-macam cara belajar
yang cocok dan juga penting bahwa guru menciptakan bermacam-macam situasi
dan metode yang membantu siswa. Satu pembelajaran saja tidak akan banyak
membantu siswa.
2.4.4 Sarana Belajar
Konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar
adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala
sesuatu seperti bahan, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya disediakan untuk
membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan
pendapat dan pemikirannya sendiri tentang sesuatu yang dihadapi. Dengan cara
demikian siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berfikir kritis, kreatif, dan mampu
mempertanggungjawabkan pemikirannya secara rasional.
2.4.5 Berpikir Kritis
Berpikir kritis dapat diartikan sebagai upaya seseorang untuk memeriksa
kebenaran dari suatu informasi menggunakan ketersediaan bukti, logika, dan
kesadaran akan bias (Halpern, 1998; Larsson, 2017). Mengingat kondisi sosial yang
semakin kompleks dan kemajuan teknologi informasi, mendorong derasnya
pertukaran informasi yang belum terverifikasi. Sebelum seseorang mampu berpikir
kritis sesuai proses diatas, ia perlu memiliki kemampuan dasar berpikir.
Konstruktivisme psikologis terfokus pada bagaimana individu membangun elemen-
elemen tertentu dari aparatus kognitif atau emosionalnya (Phillips, D.C. dalam
Dadang Supardan). Para konstruktivis ini tertarik dengan pengetahuan, keyakinan,
konsep-konsep diri, atau identitas individual, sehinnga mereka kadang-kadang
disebut konstruktivis individual, atau konstruktivis psikologi-kognitif, atau
konstruktivis endogenous; mereka semuanya memfokuskan pada kehidupan
psikologis dalam diri orang. Teori Pembelajaran yang didasarkan pada gagasan ini
disebut teori pembelajaran konstruktivis (constructivis theories of learning). Inti
teori konstruktivis ialah gagasan bahwa masing-masing pelajar harus menemukan
dan mengubah informasi yang rumit jika mereka ingin menjadikannya milik sendiri
(Anderson, Greeno, rader, Simon&Fosnot). Pandangan ini mempunyai implikasi
yang sangat besar bagi pengajaran, karena itu menyarankan peran siswa yang sangat
besar bagi pengajaran. Peran siswa yang jauh lebih aktif dalam pembelajaran
mereka sendiri dari pada yang biasanya ditemukan di banyak ruang kelas.
2.4.6 Model Konstruktivisme
Model Konstruktivisme Gagnon & Collay dalam Dadang Supardan yang terdiri
atas enam tahapan, yakni;
a. Situasi: gambarkan situasi tertentu yang berhubungan dengan tema/topik
pembahasan
b. Pengelompokan: buat kelompok bisa berdasarkan no urut
maupun campuran tingkat kecerdasannya;
c. Jembatan; memberikan suatu masalah sederhana/permainan/ teka-teki untuk
dipecahkan;
d. Pertanyaan; buat pertanyan pembuka maupun kegiatan inti agar siswa tetap
termotivasi untuk belajar lebih jauh;
e. Mendemonstrasikan: memajangkan/ memamerkan/menyajikan hasil kerja siswa
dikelas;
f. Refleksi: merenungkan, menindak-lanjuti laporan kelompok yang
dipresentasikan.
2.4.7 Tahapan Tahapan Dalam Pembelajaran Konstruktivisme
Tahapan-tahapan dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme,
yaitu sebagai berikut :
a. Tahap pertama, peserta didik didorong agar mengemukakan pengetahuan
awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu, guru memancing
dengan pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering dijumpai sehari-
hari oleh peserta didik dan mengaitkannya dengan konsep yang akan dibahas.
Selanjutnya, peserta didik diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan
mengilustrasikan pemhamannya tentang konsep tersebut.
b. Tahap kedua, peserta didik diberi kesempatan untuk menyelidiki dan
menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan
penginterprestasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru.
Secara keseluruhan dalam hidup ini akan terpenuhi rasa keingintahuan peserta
didik tentang fenomena dalam lingkungannya.
c. Tahap ketiga, peserta didik melakukan penjelasan dan solusi yang didasarkan
pada hasil observasi peserta didik, ditambah dengan penguatan guru.
Selanjutnya peserta didik membangun pemahaman baru tentang konsep yang
sedang dipelajari.
d. Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik dapat mengaplikasikan pemahaman
konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun pemunculan masalah masalah
yang berkatian dengan isu-isu dalam lingkungan peserta didik tersebut (Yager
dalam Lapono, dkk,)
2.4.8 Penerapan Pendekatan Konstruktivisme
Penerapan pendekatan konstruktivisme di dalam kelas adalah sebagai berikut:
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri
pengalaman dan keterampilan barunya
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Citpakan “Masyarakat Belajar” (belajar dalam kelompok -kelompok)
(Abimanyu Soli, dkk.).
2.4.9 Aplikasi Teori Konstruktivistik dalam Pembelajaran :
a. Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas
yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas.
b. Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat
hubungan ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali
ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
c. Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah
kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan tentang kebenaran
yang datangnya dari berbagai interpretasi.
d. Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu usaha
yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.

2.5 TEORI NEO BEHAVIORISTIK

Neobehaviorisme muncul sebagai teori revisi yang telah dicetuskan ahli psikologi
pendidikan yang ada pada masa abad ke-19 yakni ilmuwan itu bernama Watson, dan Skinner.
Teori ini dipopulerkan oleh Robert M. Gagne. Teori ini lebih cenderung pada proses belajar
yang didasarkan pada tingkah laku seorang siswa. Teori neobehaviorisme merupakan salah
satu teori yang mampu berkembang menjadi aliran psikologi belajar dan berpengaruh terhadap
arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori ini lebih cenderung melihat hasil dari proses belajar mengajar, tentunya setelah
melalui pengaruh yang telah ada dalam behaviorisme. Teori neobehaviorisme ini hadir sebagai
teori yang melihat nilai daripada hanya sebatas tingkah laku. Karena di balik tingkah laku itu
terdapat nilai yang dalam hal ini dikaji oleh teori Gagne dalam teori neobehaviorisme-nya.
Pendekatan neobehaviorisme ini menekankan pada teori yang melihat hasil dari konsep yang
hanya memandang tingkah laku. Dan hasil dari tingkah laku tersebut dijadikan dasar atau tolak
ukur keberhasilan proses belajar.

Teori belajar yang dikemukakan Robert M. Gagne merupakan perpaduan yang


seimbang antara behaviorisme dan kognitivisme, yang berpangkal pada teori pemrosesan
informasi. Menurut gagne (1975), belajar merupakan sesuatu yang terjadi dalam benak
seseorang, di dalam otaknya. Belajar disebut suatu proses karena secara formal ia dapat
dibandingkan dengan proses-proses organik manusia lainnya, seperti pencernaan dan
pernapasan. Namun belajar merupakan proses yang rumit dan kompleks. Belajar terjadi ketika
seseorang merespon dan menerima rangsangan dari lingkungan eksternalnya. Belajar
merupakan proses yang memungkinkan manusia memodifikasi tingkah lakunya secara
permanen, sedemikian hingga modifikasi yang sama tidak akan terjadi lagi pada situasi baru.
Pengamat akan mengetahui tentang terjadinya proses belajar pada orang yang diamati bila
pengamat itu memperhatikan terjadinya perubahan tingkah laku. Kematangan menurut Gagne,
bukanlah belajar, sebab perubahan tingkah laku yang terjadi, dihasilkan dari pertumbuhan
struktur dan diri manusia itu. Dengan demikian belajar terjadi bila individu merespon terhadap
stimulus yang datangnya dari luar, sedangkan kematangan datangnya memang dari dalam diri
orang itu. Perubahan tingkah laku yang tetap sebagai hasil belajar harus terjadi bila orang
tersebut berinteraksi dengan lingkungan.

Komponen- komponen dalam proses belajar menurut Gagne dapat digambarkan


sebagai SR. S adalah situasi yang memberi stimulus, R adalah respons atas stimulus itu, dan
garis di antaranya adalah hubungan di antara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri
seseorang yang tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem alat saraf di mana terjadi
transformasi perangsang yang diterima melalui alat dria. Stimulus ini merupakan input yang
berada di luar individu dan respon adalah outputnya, yang juga berada di luar individu sebagai
hasil belajar yang dapat diamati.

Gagne berpendapat pengajaran adalah upaya guru menyakinkan siswa bahwa setiap
siswa mempunyai kemampuan persyaratan untuk tugas-tugas belajarnya, menstimulir
penggunaan kemampuan siswa sehingga siap menyelesaikan dan mengatur persyaratan belajar.
Dengan demikian pengajaran adalah faktor eksternal bagi siswa. Pada situasi belajar, tingkatan
belajar yang tepat terdiri dari hal-hal yang berhubungan dengan persyaratan keterampilan
intelektual dan melibatkan penggunaan persyaratan belajar.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa inti dari belajar bagi Gagne adalah
perkembangan kemampuan untuk perubahan sikap peserta didik. Gagne menyamakan
perubahan sikap itu sendiri dengan belajar. Buku utamanya “The Condition of Learning”
menguraikan delapan tingkah laku belajar yang dapat dibedakan sesuai dengan persyaratan
belajar yang dihubungkan satu dengan lainya.

Ia membedakan persyaratan luar dengan persyaratan dalam tentang belajar. Persyaratan


luar meliputi pernyataan-pernyataan seperti perhatian, motivasi, dan ingatan dari kemampuan
yang dipelajari sebelumnya yang relevan dengan peristiwa belajar saat itu. Oleh karena itu
untuk mengenal tingkatan dan keanekaragaman belajar yang terjadi, pertama-tama harus
melihat pada kemampuan yang ada dalam siswa kemudian baru kepada situasi perangsangan
yang berada di luar siswa.

Ide Gagne yang sangat penting adalah pengetahuan dari kemampuan baru
membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari kemampuan yang lebih rendah yang terlibat
dalam kemampuan baru tersebut. Sebagai contoh: seseorang yang pada tingkat kemampuan
yang lebih tinggi, membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari kemampuan yang lebih
sederhana. Jadi suatu pengetahuan yang dicapai seseorang dapat dianalisis kemampuannya dari
pengetahuan yang lebih rendah. Gagne menanamkan gerak maju dari belajar itu dengan istilah
tingkatan belajar (learning hierarchy).

Gagne mengemukakan lima kategori besar dari kemampuan manusia berkenaan dengan
hasil belajar, yaitu : a. Informasi verbal (Verbal Information)

b. Keterampilan intelektual (Intellectual Skill)

c. Strategi kognitif (Cognitive Strategies)

d. Sikap (Attitudes)

e. Keterampilan motorik (Motor Skills)

2.5.1 Fase-fase Belajar menurut Robert M. Gagne

Robert M. Gagne menerapkan konsep pengolahan (proses) kognitif dalam


kupasannya terhadap hal belajar. Ia menemukan delapan tahapan pengolahan yang
esensial bagi belajar dan harus dilaksanakan secara berurutan. Kedelapan tahapan itu
disebut fase belajar.

a. Fase mengarahkan perhatian (attending phase)

Pada fase ini akan menjadikan siswa peka/sadar akan adanya stimulus
yang muncul dari situasi belajar. Siswa dapat melihat stimulus-stimulus
tersebut dan sifat-sifatnya. Apa yang dilihat siswa, akan diberi kode
secara unik oleh setiap siswa dan akan dicatat dalam pikirannya. Hal ini
biasa terjadi dalam proses belajar mengajar. Bila guru memberikan
pelajaran (stimulus), mungkin guru melihat isi pelajaran berbeda dengan
yang dilihat siswa, dan setiap siswa mungkin saja berbeda persepsinya
satu dengan yang lainnya.

b. Fase pengharapan (expectancy phase)

Pada fase ini membawa siswa tahu tujuan belajar. Misalnya siswa
menetapkan bahwa ia akan memperoleh suatu keterampilan motorik,
defenisi baru, atau belajar memecahkan suatu masalah. Orientasi tujuan
yang sudah terbentuk pada tahap ini membuat siswa bisa memilih hasil
apa yang sesuai pada tiap fase berikutnya dalam pengolahan informasi.

c. Fase perolehan (acquisition phase)

Ini merupakan fase mendapatkan fakta, keterampilan, konsep atau


prinsip yang dipelajari. Pemilikan pengetahuan dapat ditentukan dengan
mengamati atau mengukur apa yang telah dimilikinya itu. Hal ini perlu
dilakukan di dalam proses belajar mengajar agar supaya guru dapat
mengetahui apa yang telah dimiliki dan apa yang belum dimiliki.

d. Fase retensi (Retention phase)

Dalam fase ini kemampuan baru yang telah diperoleh dipertahankan


atau diingat. Sarana menyimpan bagi manusia adalah ingatan (memory).
Penelitian mengindikasikan bahwa terdapat dua tipe memori, yaitu
memori jangka pendek (short term memory) dan memori jangka panjang
(long term memory). Memori jangka pendek mempunyai kapasitas
terbatas dan hanya bertahan dalam waktu singkat. Banyak orang dapat
menahan (menyimpan) tujuh atau delapan informasi berbeda dalam
memori selama tiga puluh detik. Memori jangka panjang adalah
kemampuan kita mengingat informasi selama lebih dari tiga puluh detik,
dan ini disimpan dalam pikiran secara permanen.

e. Fase memanggil kembali (Retrieval phase)

Yaitu kemampuan memanggil ke luar (call out) informasi yang telah


dimiliki dan disimpan dalam memori. Proses memanggil kembali
informasi ini adalah sangat tidak teliti (imprecise), tidak teratur
(disorganized), dan malahan penuh rahasia (mystical). Kadang-kadang
informasi yang diinginkan, misalnya “nama”, tidak dapat dipanggil
keluar dari memori atas permintaan seseorang, tetapi kemudian
mungkin saja ke luar pada saat orang itu memikirkan sesuatu yang tidak
ada kaitan dengan “nama” tadi. Ada informasi yang tersimpan dalam
pikiran (memori) begitu dalamnya, sehingga diperlukan teknik khusus,
misalnya dengan rangsangan elektrik untuk mengeluarkannya.

f. Fase generalisasi (Generalization phase)

Tujuan belajar bukanlah sekedar untuk menambah pengetahuan atau


mengubah kelakuan, akan tetapi agar apa yang dipelajari itu dapat
digunakan dalam berbagai situasi lain, sehingga mantap dan dapat terus
digunakan. Menggunakan apa yang dipelajari dalam situasi-situasi yang
baru yang belum pernah dihadapi sebelumnya disebut transfer. Menurut
Gagne, konteks yang bervariasi untuk belajar merupakan suatu hal yang
esensial yang dapat menjamin terjadinya transfer dalam proses belajar.

Transfer dapat bersifat horizontal, yakni apa yang dipelajari itu dapat
digunakan untuk situasi-situasi lain yang bersamaan dan setaraf
tingkatnya. Misalnya prinsip-prinsip yang dipelajari dalam matematika
dapat digunakan dalam ilmu bumi, fisika, atau kimia. Di samping itu ada
lagi transfer vertikal.

Apa yang dipelajari dapat digunakan untuk mencapai prinsip yang lebih
tinggi. Hierarki dalam tipe belajar menunjukkan perlunya dikuasai tipe
belajar yang lebih rendah agar dapat dipelajari tipe belajar yang lebih
tinggi. Tipe belajar yang lebih rendah menjadi prasyarat untuk tipe
belajar pada tingkat yang lebih tinggi.

g. Fase penampilan (Performance phase)

Dalam fase ini, siswa menampilkan tindakan/tingkah laku yang


merefleksikan apa yang sudah ia pelajari. Tingkah laku baru yang
ditampilkan sebagai hasil belajar ini, penting bagi siswa karena akan
memberikan kepuasan, dan selanjutnya akan mendorongnya untuk
belajar lebih lanjut. Fase ini memberikan gambaran apakah tujuan
belajar telah tercapai atau belum.

h. Fase umpan balik ( Feedback phase)

Belajar tidak dengan sendirinya berhasil baik. Oleh sebab itu pelajar
harus mengetahui apakah jawabannya tepat. Feedback pada manusia
merupakan tanda bahwa jawabannya benar. Di sini pun tak perlu selalu
dikatakan bahwa jawabannya itu benar. Sering anak mengetahuinya dari
senyuman, anggukan kepala, pandangan mata guru atau isyarat lain.
Feedback mempertinggi efektivitas dan efisiensi belajar.

Feedback dapat juga dilakukan oleh murid sendiri, yakni bila ia dapat
atau diberi jalan untuk memeriksa sendiri benar tidaknya jawabannya.
Mengetahui keberhasilan belajar memberi kepuasan yang mempercepat
proses belajar. Siswa yang sanggup men-check kebenaran hasil
belajarnya telah sanggup untuk belajar secara individual dan belajar
sepanjang hidupnya. Tidak ada metode mengajar yang menjamin
keberhasilan. Keberhasilan baru diketahui bila ada penilaian yang dapat
menunjukkan kesalahan dan kekurangan sebagai feedback untuk
diperbaiki. Mengabaikan feedback adalah meniadakan salah satu aspek
yang penting dalam proses belajar.

2.5.2 Tipe Belajar

Robert M Gagne membedakan delapan tipe belajar, yang dipusatkan kepada


hasil belajar yang diperoleh dan disusun secara hierarkis dan sistematik dimana tipe
belajar yang satu menjadi landasan bagi tipe belajar yang berikutnya. Delapan tipe
belajar tersebut adalah:

1. Signal Learning (Belajar isyarat)

Signal learning ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov dan


timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu. Respon yang timbul
bersifat umum, kabur, emosional dan timbulnya refleks dan tak dapat
dikuasai. Contohnya: melihat ular timbul rasa takut, melihat orang
tersenyum timbul rasa senang.

2. Stimulus-respon learning (belajar stimulus-respon)

Dalam pola belajar ini, dibentuk hubungan antara suatu perangsang dan
suatu raksi, berdasarkan efek yang mengikuti pemberian reaksi tertentu.
Pola ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Skinner.

3. Chaining (Rantai atau rangkaian)

Rangkaian terjadi jika terbentuk hubungan antara beberapa S-R oleh


sebab yang satu terjadi setelah yang satu lagi, berdasarkan continuity
(pembiasaan).

4. Verbal association (Assosiasi verbal)

Terbentuknya hubungan antara suatu perangsang dengan suatu reaksi


verbal. Contohnya: jika anak diperlihatkan suatu bangun geometris,
maka dia akan bisa mengatakan ”persegi” atau ”jajar genjang” karena
dia sudah mengenal bentuk bentuk geometris.

5. Discrimination learning (belajar diskriminasi)

Hasil dari cara belajar ini adalah kemampuan untuk membeda-bedakan


antara objek-objek yang terdapat dalam lingkungan fisik yang real.
Contohnya: siswa dapat mengenal berbagai merk mobil berdasarkan
ciri- cirinya sehingga siswa mampu mendiskriminasikan jenis-jenis
mobil tersebut.

6. Concept learning ( belajar konsep )

Untuk memahami suatu konsep, seseorang harus bisa mendiskriminasi


untuk membedakan apa yang masuk dan apa yang tidak masuk dalam
konsep itu. Misalnya, orang yang tidak mempunyai persepsi yang jelas
tentang variasi dalam bentuk ukuran, dan warna tanaman, akan
mengalami kesulitan dalam menggolong-golongkan suatu tanaman.

7. Rule learning (belajar aturan)


Cara belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas
penggabungan beberapa konsep. Pengungkapan hubungan atau relasi
tetap di antara konsep-konsep itu, biasanya dituangkan dalam bentuk
suatu kalimat.

8. Problem solving (pemecahan masalah)

Cara belajar ini mnghasilkan suatu prinsip yang dapat dipergunakan


dalam pemecahan suatu problem. Problem yang dihadapi akan dapat
dipecahkan dengan menghubung-hubungkan beberapa kaidah
sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu kaidah yang lebih tinggi, yang
oleh Gagne disebut ”higher- order rule” dan kerap dilahirkan sebagai
hasil berpikir, bila orang menghadapi suatu problem untuk dipecahkan.

Sistematika ”delapan tipe belajar” kemudian diganti oleh Gagne dengan


sistematika lain atau yang biasa disebut dengan Neobehaviorisme, sehingga sistematika
terdahulu tidak aktual lagi namun tetap mempunyai suatu nilai historis, karena di
dalamnya terkandung dua keyakinan yaitu bentuk/jenis belajar berjumlah lebih dari
satu dan hasil belajar yang satu menjadi landasan belajar hasil yang lain.

2.5.3 Sifat atau Ciri-ciri Neobehaviorisme sebagai Hasil Belajar

Sistematika ”lima jenis belajar” dikemukakan oleh Gagne meliputi lima


kategori hasil belajar, yang masing-masing mencakup sejumlah kemampuan internal
yang bercirikan sama dan sekaligus berbeda sifatnya dari kemapuan internal dalam
kategori lain. Kelima kategori hasil belajar yang dikemukakan oleh Gagne adalah
sebagai berikut:

1. Informasi verbal

2. Kemahiran intelektual

3. Pengaturan kegiatan kognitif

4. Ketrampilan motorik

5. Sikap
Perlu diselidiki sampai seberapa jauh terdapat hubungan antara sistematika
”delapan tipe belajar” dan sistematika ”lima jenis belajar” yang keduanya
dikembangkan oleh Gagne. Dari uraian di atas, jelas bahwa kedua sistematika itu tidak
bisa dilepaskan satu sama lain, meskipun sistematika ”lima jenis belajar” lebih
bermanfaat untuk diterapkan dalam menganalisa proses belajar mengajar di sekolah,
karena dibedakan dengan tegas aspek hasil dan aspek proses dalam suatu jenis belajar.

2.5.4 Pengaruh Teori Neobehaviorisme

Kalau dilihat historis dari pada teori Gagne atau neobehaviorisme ini, teori
yang mampu berkembang menjadi aliran psikologi belajar dan berpengaruh terhadap
arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran Neobehavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.

Sebenarnya teori ini hampir ada kesamaan dengan teori sebelumnya, namun
teori ini lebih cenderung melihat hasil dari proses belajar mengajar tersebut, tentunya
setelah melalui pengaruh yang telah ada dalam behaviorisme, nah, teori
neobehaviorisme ini hadir sebagai teori yang melihat nilai daripada hanya sebatas
tingkah laku. Karena di balik tingkah laku itu terdapat nilai yang dalam hal ini dikaji
oleh teori Gagne atau neobehaviorisme.

Teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan


teratur, maka peserta didik atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan
yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi
sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan
penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau
kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.

Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa teori behaviorisme yang hadirnya
sebelum teori ini (neobehaviorisme) lebih mengutamakan penguasaan material saja
tanpa melihat nilai yang diterapkan di dalamnya. Sedangkan teori nebehaviorisme ini
menbidik nilai penerapan dari tingkah laku peserta didik setelah ia belajar. Dan inilah
merupakan salah satu pengaruh yang terdapat dalam teori neobehaviorisme ini.
2.6 TEORI HUMANISTIK

2.6.1 Pengertian Teori Belajar Humaristik

Teori adalah suatu pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan
yang didukung oleh data dan argumentasi. Secara garis besar teori humanistik ini adalah
sebuah teori belajar yang mengutamakan pada proses belajar bukan pada hasil belajar.
Teori ini mengemban konsep untuk memanusiakan manusia sehingga manusia (siswa)
mampu memahami diri dan lingkungannya. Teori Humanistik ini bermula pada ilmu
psikologi yang amat mirip dengan teori kepribadian. Sehingga dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi maka teori ini diterapkan dalam dunia pendidikan
khususnya dalam pembelajaran formal maupun non formal dan cenderung mampu
mengatasi kesulitan-kesulitan dalam dunia pendidikan. Teori ini memberikan suatu
pencerahan khususnya dalam bidang pendidikan bahwa setiap pendidikan haruslah
berparadigma Humanistik yakni, praktik pendidikan yang memandang manusia sebagai
satu kesatuan yang integralistik, harus ditegakkan, dan pandangan dasar demikian
diharapkan dapat mewarnai segenap komponen sistematik kependidikan dimanapun
serta apapun jenisnya.

2.6.2 Prinsip Teori Belajar Humanistik

Teori belajar ini memiliki prinsip yang tidak jauh-jauh dari manusia itu sendiri,
yaitu sebagai berikut.

a. 1.Setiap manusia memiliki nalar untuk belajar secara alamiah.


b. 2.Belajar terasa sangat bermanfaat jika memiliki relevansi
dengan maksud tertentu.
c. 3.Proses belajar bisa mengubah persepsi seseorang akan dirinya.
d. 4.Makna belajar akan terasa jika dilakukan oleh diri sendiri.
e. 5.Setiap pembelajar harus mampu menumbuhkan kepercayaan
dirinya.
f. 6.Belajar sosial tentang proses belajar itu sendiri.
2.6.3 Konsep Teori Belajar Humanistik

Konsep dasar yang harus dijadikan acuan pada teori belajar ini adalah manusia
memegang peranan penting pada kesuksesan dirinya sendiri. Untuk mencapai
kesuksesannya, seorang individu harus memiliki motivasi yang kuat sehingga tidak
pernah menyerah untuk terus belajar dengan tetap memperhatikan pada beberapa aspek
penting, yaitu kognitif dan afektif. Adapun motivasi bisa berasal dari dalam maupun
luar individu. Selain motivasi, seseorang juga harus memahami bagaimana cara belajar
teori humanistik. Perpaduan antara keduanya diharapkan bisa menghasilkan
kesuksesan.

2.6.4 Penerapan Teori Humaristik dalam Pembelajaran

Berikut ini beberapa contoh penerapan teori humanistik dalam pembelajaran:

i. Guru dapat memberikan reward kepada peserta didik yang telah


berhasil melakukan suatu hal, agar peserta didik tersebut
semakin semangat dalam pembelajaran.
ii. Peserta didik perlu di hindarkan dari tekanan pada lingkungan
sehingga mereka merasa aman untuk belajar lebih mudah dan
bermakna.
iii. Beri kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
kemampuanya agar peserta didik mendapatkan pengalaman
belajar.
iv. Pendidik harus menfasilitasi peserta didiknya dengan
memberikan sumber belajar yang mendukung.

Sebagian besar tindakan manusia mewakili upaya untuk memenuhi kebutuhan-


kebutuhan bersifat hierarkis (tingkatan). Dalam pembelajaran tugas utama guru yaitu
bertindak supaya fasilitator yang membangun suasana kelas menjadi lebih efektif.

2.6.5 Manfaat Teori Belajar Humanistik

Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut.


a. Mampu mengubah sikap atau perilaku individu, dari yang
awalnya tidak baik karena belum mengetahui menjadi baik.
b. Membiasakan individu untuk berlaku secara demokratis,
partisipatif, dan humanis.
c. Mampu menjadikan individu sebagai insan yang mudah
menghargai perbedaan, kebebasan berpendapat, dan kebebasan
dalam menyatakan ide/gagasan.
d. Mampu meningkatkan keinginan belajar individu.

2.6.6 Tujuan Toeri Belajar Humaristik

Pada prinsipnya, tujuan teori belajar humanistik adalah memanusikan manusia,


sehingga seorang individu bisa lebih mudah dalam memahami diri dan lingkungannya
untuk mencapai aktualisasi diri.Jika merujuk pada tujuan ini, seorang pendidik harus
mampu mengarahkan (menjadi fasilitator) tanpa ikut campur terlalu mendalam pada
proses pengendalian diri peserta didik, sehingga diharapkan bisa tercapai tujuan
pembelajaran.

2.6.7 Ciri-Ciri Teori Belajar Humaristik

Suatu teori belajar dikatakan humanistik jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. Menekankan pada aktualisasi diri individu (manusia sebagai


sosok individu yang bisa mengeksplorasi dirinya).
b. Proses merupakan hal penting yang menjadi fokus belajar.
c. Melibatkan peran aspek kognitif dan afektif.
d. Mengedepankan pengetahuan atau pemahaman.
e. Mengedepankan bentuk perilaku diri sendiri.
f. Tidak ada yang berhak mengatur proses belajar setiap individu.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dianut oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Beberapa
ilmuwan yang termasuk pendiri dan penganut teori ini antara lain adalah Thorndike,
Watson, Hull, Guthrie, dan Skinner. Menurut teori behavioristik, adalah perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan
kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi
stimulus dan respon. Pembelajaran yang dirancang pada teori belajar behavioristik
memandang pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar merupakan perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada siswa.
Oleh sebab itu siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik
ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas
“mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Pembelajaran dan evaluasi
menekankan pada hasil belajar.

Teori perkembangan kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog


Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Berbeda dengan teori behavioristik, teori kognitif
lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Teori ini berpandangan
bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan
informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Teori perkembangan kognitif Jean
Piaget atau teori Piaget menunjukkan bahwa kecerdasan berubah seiring dengan
pertumbuhan anak. Perkembangan kognitif seorang anak bukan hanya tentang
memperoleh pengetahuan, anak juga harus mengembangkan atau membangun mental.
Teori Belajar Humanisme. Menurut teori humanisme, belajar adalah
memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi
diri secara optimal. Teori humanistik berasumsi bahwa teori belajar apapun baik dan
dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu pemcapaian
aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang belajar secara optimal
(Assegaf, 2011). Suatu teori belajar dikatakan humanistik jika memiliki ciri-ciri sebagai
berikut. Menekankan pada aktualisasi diri individu (manusia sebagai sosok individu
yang bisa mengeksplorasi dirinya). Proses merupakan hal penting yang menjadi fokus
belajar. Tidak ada yang berhak mengatur proses belajar setiap individu. Penerapan teori
humanisme dalam pembelajaran adalah peserta didik perlu di hindarkan dari tekanan
pada lingkungan sehingga mereka merasa aman untuk belajar lebih mudah dan
bermakna. Berikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
kemampuanya agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna.

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu


bahwa pengetahuan dibangun bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah
yang siap untuk diingat. … Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar.
Terdapat dua pandangan konstruktivistik, yaitu konstruktivistik kognitif yang
dicetuskan oleh Jean Piaget dan konstuktivistik sosial dari Vigotsky. Perbedaan kedua
teori tersebut terletak pada penekanan pada proses konstruksi dan peran agen
pemenuhannya. Menurut tokoh psikologi Pendidikan Jean Piaget menyatakan bahwa,
teori belajar kognitivisme adalah suatu proses belajar melalui interaksi antara individu
dengan lingkungannya dengan melibatkan proses berpikir/bernalar. Dengan adanya
teori kognitivisme peserta didik akan memiliki pengetahuan yang lebih luas. Proses
pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa
dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Guru kemudian
membantu siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang
fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama. Tujuan
konstruktivisme(Thobroni, 2015:95). Yaitu:
❖ Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyanya
❖ Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman
konsep secara lengkap
❖ Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri

Neobehaviorisme muncul sebagai teori revisi yang telah dicetuskan ahli


psikologi pendidikan yang ada pada masa abad ke-19 yakni ilmuwan itu bernama
Watson, dan Skinner. Teori ini dipopulerkan oleh Robert M. Gagne. Teori ini lebih
cenderung pada proses belajar yang didasarkan pada tingkah laku seorang siswa.

Teori neobehaviorisme merupakan salah satu teori yang mampu berkembang


menjadi aliran psikologi belajar dan berpengaruh terhadap arah pengembangan teori
dan praktek pendidikan dan pembelajaran. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori ini lebih cenderung melihat hasil dari proses belajar mengajar, tentunya
setelah melalui pengaruh yang telah ada dalam behaviorisme. Teori neobehaviorisme
ini hadir sebagai teori yang melihat nilai daripada hanya sebatas tingkah laku. Karena
di balik tingkah laku itu terdapat nilai yang dalam hal ini dikaji oleh teori Gagne dalam
teori neobehaviorisme-nya.

Pendekatan neobehaviorisme ini menekankan pada teori yang melihat hasil dari
konsep yang hanya memandang tingkah laku. Dan hasil dari tingkah laku tersebut
dijadikan dasar atau tolak ukur keberhasilan proses belajar. Teori belajar yang
dikemukakan Robert M. Gagne merupakan perpaduan yang seimbang antara
behaviorisme dan kognitivisme, yang berpangkal pada teori pemrosesan informasi.
Menurut gagne (1975), belajar merupakan sesuatu yang terjadi dalam benak seseorang,
di dalam otaknya. Belajar disebut suatu proses karena secara formal ia dapat
dibandingkan dengan proses-proses organik manusia lainnya, seperti pencernaan dan
pernapasan. Namun belajar merupakan proses yang rumit dan kompleks. Belajar terjadi
ketika seseorang merespon dan menerima rangsangan dari lingkungan eksternalnya.
Belajar merupakan proses yang memungkinkan manusia memodifikasi tingkah lakunya
secara permanen, sedemikian hingga modifikasi yang sama tidak akan terjadi lagi pada
situasi baru. Pengamat akan mengetahui tentang terjadinya proses belajar pada orang
yang diamati bila pengamat itu memperhatikan terjadinya perubahan tingkah laku.
3.2 SARAN
Pada saat pembuatan makalah ini penyusun menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penyusun
mengharapkan kritik serta saran yang membangun mengenai pembahasan
makalah ini yang nantinya sangat penting bagi kami untuk memperbaiki
kesalahan dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (2003). Psikologi Umum. Jakarta : Rineka Cipta.


Andriani, F. (2015). Teori Belajar Behavioristik dan Pandangan Islam Tentang
Behavioristik. Syaikhuna: Jurnal Pendidikan Dan Pranata Islam, 6(2), 165–180.
Diakses pada 13 Oktober 2021, dari
http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/syaikhuna/article/view/1034
Anidar, J. (2017). Teori Belajar Menurut Aliran Kognitif Serta Implikasinya Dalam
Pembelajaran. Jurnal Al-Taujih: Bingkai Bimbingan dan Konseling, 3(2), 8-16.
Diakses pada 10 Oktober 2021, dari https://
www.ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/attaujih/article/view/528
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Remaja Rosdakarya. Diakses pada
12 Oktober 2021, dari http://difarepositories.uin-suka.ac.id/id/eprint/24
Fariska, V. (2020). Teori Belajar Humanistik dan Contoh Penerapannya. Diakses pada 17
Oktober 2021, dari
https://www.kompasiana.com/vivifariska/5f9f7720725d2422b57b1fb3/teori-belajar-
%20humanisme-dan-contoh-penerapanya?page=2
Fitriyani, Y.W. (2019). Implementasi Teori Belajar Humanistik dalamPembelajaran PAI
terhadap Akhlak Siswa di SMA Negeri 1 Pakel Tulungagung. Skripsi, Institut Agama
Islam Negeri Tulungagung. Diakses dari http://repo.iain-
tulungagung.ac.id/id/eprint/12354
Ibda, F. (2015). Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget. Jurnal Intelektualita, 3(1), 27-
36. Diakses tanggal 16 Oktober 2021, dari https://www.jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/intel/article/view/197
Mubarak, G.S. (2015). Konsep Belajar Neobehaviorisme. Diakses pada 15 Oktober 2021,
dari https://gusjamal.wordpress.com/2015/03/24/82/
Nahar, N.I. (2016). Penerapan Teori Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran. Jurnal
Ilmu Pengetahuan Sosial, 1(1), 1-11. Diakses pada 11 Oktober 2021, dari
http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/nusantara/article/view/94
Putrayasa, I.B. (2013). Landasan Pembelajaran Bali. Undiksha Press. Diakses pada 11
Oktober 2021.
Quipper. (2021). Teori Belajar Humanistik – Pengertian, Manfaat, Langkah. Diakses pada
17 Oktober 2021, dari https://quipperhome.wpcomstaging.com/info-guru/teori-
belajar-humanistik/
Slavin, R.E. (2003). Educational Psychology : Theory and Practice. Allyn & Bacon.
Tersedian dalam
https://www.pearsonhighered.com/assets/samplechapter/0/2/0/5/0205351433.pdf

Sujanto, A. (2012). Psikologi Umum. Jakarta : Bumi Aksara.

Zulhammi. (2015). Teori Belajar Behavioristik dan Humanistik Dalam Perspektif


Pendidikan Islam. Jurnal Darul ‘Ilmi, 3(1), 105-127. Diakses pada 14 Oktober
2021, dari http://repo.iain-padangsidimpuan.ac.id/364/1/356-1046-1-PB.pdf

Anda mungkin juga menyukai