Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KELOMPOK

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN


17B11C402
SEMESTER GENAP

TEORI BELAJAR KOGNITIFISTIK DAN PENERAPANNYA


DALAM PEMBELAJARAN

Disusun Oleh:

NURUL FITRI AMALIAH (1921041001)

MUHSIN SAID AL,AMUDI (1921041009)

ASRUL (1921041014)

ASRI HASAN (1921042007)

PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kekuatan dan
keteguhan hati kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Sholawat beserta
salam semoga senantiasa tercurah limpahan kepada Nabi Muhammad SAW. yang
menjadi suri tauladan para umat manusia yang merindukan keindahan syurga.

Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan,


terutama disebabkan kurangnya pengetahuan kami. Namun, berkat kerjasama
yang solid dan kesungguhan, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik.

Kami berharap semoga makalah yang kami beri judul “Teori Belajar
Kognitifistik dan Penerapannya Dalam Pembelajaran” dapat bermanfaat untuk
pembaca. Adapun pembuatan makalah ini bertujuan untuk penyelesaian tugas
Belajar dan Pembelajaran untuk dapat mengetahui dan mempelajari teori belajar
kognitifistik. Semoga dengan makalah ini dapat bermanfaat bagi para penuntut
ilmu khususnya dilingkungan Universitas Negeri Makassar. Aamiin.

Makassar, 14 Februari 2021

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
1.3 Tujuan............................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1 Pengertian Teori Belajar Kognitifistik ........................................................... 3
2.2 Tokoh-tokoh Pemuka Teori Belajar Kognitifistik ......................................... 4
2.2.1 Teori Kognitif oleh Jean Piaget ........................................................... 4
2.2.2 Teori Kognitif oleh Jarome Bruner ...................................................... 6
2.2.3 Teori Kognitif oleh Kurt Lewin ........................................................... 8
2.2.4 Teori Kognitif oleh Ausebel................................................................. 9
2.2.5 Teori Kognitif oleh Robert M. Gagne .................................................. 10
2.3 Penerapan Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran .............................. 11
2.4 Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitifistik................................... 11
2.4.1 Kelebihan............................................................................................. 11
2.4.2 Kelemahan ........................................................................................... 12

BAB III PENUTUP......................................................................................... 14


3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sebuah pembelajaran tentunya memiliki tujuan, dimana tujuan


pembelajaran adalah pencapaian hasil belajar itu sendiri. Hasil belajar
merupakan muara dari berbagai kegiatan yang dilakukan, dimana pada hasil
belajar inilah perubahan tingkah laku dari peserta didik dapat diamati baik
dari segi pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Berdasarkan kondisi yang terjadi ditemukan beberapa faktor yang
menyebabkan kurang maksimalnya hasil belajar yang terjadi. Terdapat dua
faktor utama yaitu, pertama adalah faktor intern atau berasal dari dalam diri
peserta didik meliputi jasmani dan psikologis. Yang kedua adalah faktor
ekstern atau berasal dari luar diri peserta didik, antara lain berasal dari
lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggal yaitu bagaimana cara
orang tua mendidik, sosial ekonomi, dan lingkungan masyarakat di tempat
tinggalnya.
Gangguan-gangguan yang terjadi tidak bisa dihindari, oleh karenanya
diperlukan sebuah upaya agar terjadi hasil belajar yang optimal, terjadi
gangguan namun proses dan hasil belajar dapat dicapai dengan baik, inilah
yang dimaknai dengan sebutan revolusi kognitif. Revolusi kognitif
merupakan kondisi dimana pencapaian hasil belajar dapat dicapai dengan
tepat dan baik bagi peserta didik. Agar hal ini dapat terjadi, maka berbagai
teori dan cara belajar dikembangkan, dan terus menjadi kajian. Teori dan
cara belajar yang tepat akan mempermudah peserta didik untuk memahami
pelajaran dan membawa peserta didik untuk belajar mengalami, sehingga
hasil belajar diharapkan dapat tercapai sesuai dengan tujuan pengajaran.
Salah satu teori yang dapat digunakan untuk mencapai revolusi
kognitif adalah teori pembelajaran kognitifistik. Dimana teori belajar ini
menjelaskan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi atau
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan
pembelajaran.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Teori Belajar Kognitifistik?
2. Siapa saja tokoh-tokoh Teori Kognitivistik dalam pembelajaran dan
apa saja teorinya?
3. Bagaimana penerapan Teori Kognitif dalam kegiatan pembelajaran?
2

4. Apa saja kelebihan dan kelemahan Teori Belajar Kognitifistik?


1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Teori Belajar Kognitifistik.
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh Teori Kognitivistik dalam
1
pembelajaran dan teori-teorinya.
3. Untuk mengetahui cara penerapan Teori Kognitif dalam kegiatan
pembelajaran.
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan Teori Belajar
Kognitifistik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Kognitifistik


Definisi Kognitifistik atau kognitif “Cognitive” berasal dari kata
“Cognition” yang mempunyai persamaan dengan “knowing” yang berarti
mengetahui. Dalam arti yang luas kognition/kognisi ialah perolahan
penataan, penggunaan pengetahuan (Muhibbin, 2005: 65).
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada
hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon sebagaimana dalam teori behaviorisme, lebih dari itu
belajar dalam teori kognitivisme melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks dan tersistematika, karena pada saat proses belajar semua aspek
internal dan eksternal akan saling berhubungan, dimana proses ini
merupakan diterimanya suatu stimulus dari luar kemudian diolah sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki seseorang berdasarkan pemahaman dan
pengalaman- pengalaman yang telah ia miliki.
Teori belajar kognitif adalah suatu teori belajar yang menekankan
bahwa setiap bagian-bagian akan saling berhubungan dengan seluruh
konteks situasi tersebut. Maksudnya adalah teori ini berpandangan bahwa
belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan,
penyimpanan, pengolahan informasi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk
mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih
menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan
kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain dan bukan hanya
menekankan pada bagaimana hasil yang didapatnya. Oleh karenanya dapat
diartikan bahwa teori kognitivisme adalah teori belajar yang
menyempurnakan teori behavioristik, dimana dalam teori behavioristik
berorientasi pada hasil belajarnya dengan mengesampingkan proses
belajarnya. Agar pembelajaran yang diinginkan sesuai dengan yang
diharapkan maka penyusunan materi pembelajaran menurut pandangan
kognitif adalah harus memahami berbagai karakteristik peserta didik agar
peserta didik mampu menerima materi yang diajarkan.

3
4

2.2 Tokoh-tokoh Pemuka Teori Kognitifistik


Teori kognitivisme diawali oleh perkembangan psikologi Gesalt yang
dipelopori oleh Marx Wertheimer. Kemudian teori kognitivime
dikembangkan oleh Jean Piaget. Seiring dengan berjalannya waktu teori
kognitivisme dipelopori oleh beberapa ahli psikologi yang terkenal
diantaranya adalah Kurt Lewin, Jerome S. Bruner, Robert M. Gagne, dan
David P. Ausubel. Penting untuk dipahami bahwa dua pemikiran pokok dari
teori kognitivisme adalah teori pemrosesan informasi dan teori skema.
Dimana kedua teori ini dikembangakan oleh Jean Piaget maupun Kurt
Lewin, Jerome S. Bruner, Robert M. Gagne, dan david P. Ausubel.

2.2.1 Teori Kognitif oleh Jean Piaget.


Jean Piaget adalah pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya,
dialah yang pernah mengemukakan pendapatnya tentang per-
kembangan kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap. Dalam hal
pemerolehan bahasa ibu (BI) Piaget mengatakan bahwa: (1) Anak itu
di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa
ibunya; (2) Kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh
adanya kognisi; (3) Kognisi itu memiliki struktur dan fungsi (Suparno,
2016: 11). Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak lahir, sedangkan
struktur kognisi bisa berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya
individu (Jauhar, 2011: 13-14; Suyadi, dkk, 2013: 108).
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan
psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan
konsep kecerdasan. Menurut Piaget, belajar akan lebih berhasil
apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik
(Ibda, 2015). Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh
interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan
dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada
peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan (Dalyono,
2012: 37).
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam
pembelajaran adalah : Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan
orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan
bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. Anak-anak akan belajar
lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik (Ibda,
2015).
5

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses


genetic dari perkembangan system syaraf. Semakin bertambah umur
seseorang, makin kompleks susunan sel syarafnya dan makin
meningkat pula kemampuannya (Muhaimin, dkk. 2012: 199).
Sehingga ketika dewasa seseorang akan mengalami adaptasi biologis
dengan lingkungannya yang menyebabkan adanya perubahan-
perubahan kualitatif didalam struktur kognitifnya. Piaget membagi
proses belajar kedalam tiga tahapan yaitu:
1) Asimilasi. Proses pengintegrasian informasi baru ke struktur
kognitif yang sudah ada (John, 1969: 9). Contoh : seorang siswa
yang mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya
memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses
pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada
dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian (informasi baru
yang akan dipahami anak) (Nugroho, 2015: 295).
2) Akomodasi. Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke
dalam situasi yang baru. Penerapan proses perkalian dalam
situasi yang lebih spesifik. Contohnya: siswa telah mengetahui
prinsip perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal
perkalian (Georgia (2010: 254).
3) Equilibrasi. Proses penyesuaian yang berkesinambungan antara
asimilasi dan akomodasi. Hal ini sebagai penyeimbang agar
siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya. Tetapi
sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka
diperlukan proses penyeimbang (Wijayanti, 2015: 86). Tanpa
proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-
sendat dan berjalan tidak teratur, sedangkan dengan kemampuan
equilibrasi yang baik akan mampu menata berbagai informasi
yang diterima dengan urutan yang baik, jernih, dan logis
(Nurdyansayah, 2016: 50).

Proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan


kognitif yang dilalui oleh siswa, dimana tahap tersebut terbagi
kedalam empat tahap, yaitu:
1. Tahap sensori motor (anak usia lahir-2 tahun)
Anak yang berada pada tahap ini, pengalamannya
diperoleh melalui perubahan fisik (gerakan anggota tubuh) dan
sensori (koordinasi alat indera). Perkembangan selanjutnya ia
mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat
kemudian menghilang dari pandangannnya.
6

2. Tahap pra-operational (anak usia 2-8 tahun)


Tahap ini merupakan pengorganisasian operasional
kongkret. lstilah operasi yang digunakan disini adalah berupa
tindakan-tindakan kognitif, seperti meng-klasifikasikan
sekelompok objek, jika ia melihat objek-objek yang kelihatan
berbeda, maka ia mengatakan berbeda pula.
3. Tahap operational konkret (anak usia 7/8-12/14 tahun)
Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah
berada di sekolah dasar. Ditahap ini anak: telah memahami
operasi logis dengan bantuan benda- benda kongkrit.
Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan,
kemampuan untuk mengklasifikasikan, mampu memandang
suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif dan
berfikir ireversibel.
4. Tahap operational formal (anak usia 14 tahun lebih)
Tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan
kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu
mengadakan penalaran dengan menggunakan hal-hal abstrak.
Penalaran yang terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu
menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi.
la telah memiliki kemampuan-kemampuan melakukan operasi-
operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-
hubungan memahami konsep.

Secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka


semakin teratur dan juga semakin abstrak cara berfikirnya. Piaget juga
mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami
seorang anak berbeda pada tahap-tahap lainnya. Oleh karena itu guru
seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak
didiknya serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang
sesuai dengan tahapannya (Pahliwandari, 2016: 159).

2.2.2 Teori Kognitif oleh Jarome Bruner


Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif
manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan
kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan,
terutama bahasa yang biasanya digunakan. Sehingga, perkembangan
7

bahasa memberi pengaruh besar dalam perkembangan kognitif


(Hilgard dan Bower, 1981; Muhaimin, dkk. 2012: 200).
Menurut Bruner untuk mengajarkan sesuatu tidak usah
menunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang
penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat
diberikan padanya. Dengan kata lain, perkembangan kognitif
seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan
dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya
(Pahliwandari, 2016: 160).
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan
adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat
diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi, tetapi
disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif mereka, artinya
menuntut adanya pengulangan-pengulangan. Cara belajar yang terbaik
menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan
hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu
kesimpulan (Free Discovery Learning) dengan kata lain, belajar
dengan menemukan (Nurhadi, 2018: 15; Nugroho, 2015: 292).
Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran adalah
menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau
suatu masalah; anak akan berusaha membandingkan realita di luar
dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya; dan dengan
pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau meng-
organisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk
mencapai keseimbangan di dalam benaknya.
Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan
dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dsb)
melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang
menjadi sumber. Menurut bruner ada 3 tahap dalam perkembangan
kognitif, yaitu:
1. Enaktif: usaha/kegiatan untuk mengenali dan memahami
lingkungan dengan observasi, pengalaman terhadap suatu
realita.
2. Ikonik: siswa melihat dunia dengan melalui gambar-gambar dan
visualaisasi verbal.
3. Simbolik: siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang
banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika dan penggunaan
symbol.
8

Keuntungan belajar menemukan (Free Discovery Learning): 1)


Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa
untuk menemukan jawabannya; 2) Menimbulkan keterampilan
memecahkan masalahnya secara mandiri dan mengharuskan siswa
untuk menganalisis dan memanipulasi informasi (Pahliwandari, 2016:
161).

2.2.3 Teori Kognitif oleh Kurt Lewin


Kurt Lewin mengembangkan suatu teori belajar Cognitive-Field
dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan pisikologi sosial.
Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan
dalam struktur kognitif. Lewin berpendapat bahwa tingkah laku
merupakan hasil interaksi antar kekuatan bail: yang berasal dari
individu seperti tujuan, kebutuhan tekanan kejiwaan maupun yang
berasal dari luar individu seperti tantangan dan permasalahan.
Kurt Lewin (1935, 1936) mengkaji perilaku sosial melalui
pendekatan konsep "medan" atau "field" atau "ruang kehidupan" life
space. Kurt Lewin merumuskan perilaku sebagai B = f (P.E), dimana
B, P, dan E berturut-turut adalah behavior (perilaku), the person
(individu), dan the environment (lingkungan). Untuk memahami
konsep ini perlu dipahami bahwa secara tradisional para psikolog
memfokuskan pada keyakinan karakter individual (insting dan
kebiasaan).
Namun Lewin kurang sepaham dengan keyakinan tersebut.
Menurutnya penjelasan tentang perilaku yang tidak memperhitungkan
faktor situasi tidaklah lengkap. Dia merasa bahwa semua peristiwa
psikologis apakah itu berupa tindakan, pikiran, impian, harapan, atau
apapun, kesemuanya itu merupakan fungsi dari "ruang kehidupan"
individu, dan lingkungan dipandang sebagai sebuah konstelasi yang
saling tergantung satu sama lainnya. Artinya "ruang kehidupan" juga
merupakan determinan bagi tindakan, impian, harapan, pikiran
seseorang.
Intinya, teori medan berupaya menguraikan bagaimana situasi
yang ada (field) di sekeliling individu bepengaruh pada perilakunya.
Sesungguhnya teori medan mirip dengan konsep "gestalt" dalam
psikologi yang memandang bahwa eksistensi bagian-bagian atau
unsur-unsur tidak bisa terlepas satu sama lainnya. Misalnya, kalau kita
melihat bangunan, kita tidak melihat batu bata, semen, kusen, kaca,
secara satu persatu. Demikian pula kalau kita mempelajari perilaku
individu, kita tidak bisa melihat individu itu sendiri, lepas dari konteks
di mana individu tersebut berada. Contohnya seorang anak berperilaku 9
agresif karena dia berada di lingkungan yang agresif (berisi orang-
orang yang agresif pula).

Ciri-ciri utama dari teori medan Lewin adalah :


1. Tingkah laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada
waktu tingkah laku itu terjadi
2. Analisis mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari mana
bagian-bagian komponennya dipisahkan : dan
3. Orang yang kongkrit dalam situasi yang kongkrit dapat
digambarkan secara matematis. Medan didefinisikan sebagai
"keseluruhan fakta-fakta yang bereksistensi yang dipandang,
sebagai saling tergantung."

2.2.4 Teori Kognitif oleh Ausebel


Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan
pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru (belajar
menjadi bermakna/meaning full learning). Proses belajar terjadi
melalui tahap-tahap:
1. Memperhatikan stimulus yang diberikan;
2. Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan
informasi yang sudah dipahami;
3. Meaning full learning adalah suatu proses dikaitkannya.
Menurut Ausebel siswa akan belajar dengan baik jika isi
pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik
dan tepat kepada siswa (Advanced Organizer), dengan demikian akan
mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced
organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh
isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer
memberikan tiga manfaat yaitu : 1). Menyediakan suatu kerangka
konseptual untuk materi yang akan dipelajari. 2). Berfungsi sebagai
jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan
yang akan dipelajari. 3). Dapat membantu siswa untuk memahami
bahan belajar secara lebih mudah (Nugroho, 2015: 293).
Untuk itu pengetahuan guru terhadap isi pembelajaran harus
sangat baik, dengan demikian ia akan mampu menemukan informasi
yang sangat abstrak, umum dan inklusif yang mewadahi apa yang
akan diajarkan. Guru juga harus memiliki logika berfikir yang baik,
agar dapat memilah-milah materi pembelajaran, merumuskannya
dalam rumusan yang singkat, serta mengurutkan materi tersebut dalam
struktur yang logis dan mudah dipahami (Mulyati, 2015: 80) 10

2.2.5 Teori Kognitif oleh Robert M. Gagne


Menurut Gagne, belajar dipandang sebagai proses pengolahan
informasi dalam otak manusia. Dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan
keluaran dalam bentuk hasil belajar.
Pengolahan otak manusia : 1). Reseptor; 2). Sensory register; 3).
Short-term memory; 4). Long-term memory; 5). Response generator.
Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori
pemrosesan informasi yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne.
Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan
informasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan otak manusia
sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut (Nurhadi, 2018: 17):
1. Reseptor (alat indera): menerima rangsangan dari lingkungan
dan mengubahnya menjadi rangsaangan neural, memberikan
symbol informasi yang diterimanya dan kemudian di teruskan.
2. Sensory register (penempungan kesan-kesan sensoris): yang
terdapat pada syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan
sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk suatu
kebulatan perceptual. Informasi yang masuk sebagian masuk ke
dalam memori jangka pendek dan sebagian hilang dalam
system.
3. Short term memory (memory jangka pendek): menampung hasil
pengolahan perceptual dan menyimpannya. Informasi tertentu
disimpan untuk menentukan maknanya. Memori jangka pendek
dikenal juga dengan informasi memori kerja, kapasitasnya
sangat terbatas, waktu penyimpananya juga pendek. Informasi
dalam memori ini dapat di transformasi dalam bentuk kode-kode
dan selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang.
4. Long Term memory (memori jangka panjang): menampung
hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek. Informasi
yang disimpan dalam jangka panjang, bertahan lama, dan siap
untuk dipakai kapan saja.
5. Response generator (pencipta respon): menampung informasi
yang tersimpan dalam memori jangka panjang dan
mengubahnya menjadi reaksi jawaban.
11

2.3 Penerapan Teori Kognitif dalam kegiatan pembelajaran

Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu


aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi
perceptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpihak pada
teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan (Syah, 2013: 109).
Dalam menemukan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi
dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan
dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna
bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip
sebagai berikut (Budiningsih, 2015: 43-44):
1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses
berfikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-
tahap tertentu.
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar
dengan baik terutama jika mendengarkan benda-benda kongrit.
3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan,
karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan
akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi perlu mengkaitkan
pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah
memiliki si belajar.
5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun
dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke
kompleks.
6. Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar mneghafal.
7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa pelu diperhatikan karena
faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa
(Pahliwandari, 2016: 161).

2.4 Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitifistik

2.4.1 Kelebihan
1. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa
memahami bahan belajar secara lebih mudah.
2. Sebagian besar dalam kurikulum pendidikan negara Indonesia
lebih menekankan pada teori kognitif yang mengutamakan pada
pengembangan pengetahuan yang dimiliki pada setiap individu.
12

3. Pada metode pembelajaran kognitif pendidik hanya perlu


memeberikan dasar-dasar dari materi yang diajarkan unruk
pengembangan dan kelanjutannya deserahkan pada peserta
didik, dan pendidik hanya perlu memantau, dan menjelaskan
dari alur pengembangan materi yang telah diberikan.
4. Dengan menerapkan teori kognitif ini maka pendidik dapat
memaksimalkan ingatan yang dimiliki oleh peserta didik untuk
mengingat semua materi-materi yang diberikan karena pada
pembelajaran kognitif salah satunya menekankan pada daya
ingat peserta didik untuk selalu mengingat akan materi-materi
yang telah diberikan.
5. Menurut para ahli kognitif itu sama artinya dengan kreasi atau
pembuatan satu hal baru atau membuat suatu yang baru dari hal
yang sudah ada, maka dari itu dalam metode belajar kognitif
peserta didik harus lebih bisa mengkreasikan hal-hal baru yang
belum ada atau menginovasi hal yang yang sudah ada menjadi
lebih baik lagi.
6. Metode kognitif ini mudah untuk diterapkan dan juga telah
banyak diterapkan pada pendidikan di Indonesia dalam segala
tingkatan (Burhanuddin,
https://afidburhanuddin.wordpress.com, 2018).

2.4.2 Kelemahan
1. Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di
praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti
intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum
tuntas.
2. Pada dasarnya teori kognitif ini lebih menekankan pada
kemampuan ingatan peserta didik, dan kemampuan ingatan
masing-masing peserta didik, sehingga kelemahan yang terjadi
di sini adalah selalu menganggap semua peserta didik itu
mempunyai kemampuan daya ingat yang sama dan tidak dibeda-
bedakan.
3. Adakalanya juga dalam metode ini tidak memperhatikan cara
peserta didik dalam mengeksplorasi atau mengembangkan
pengetahuan dan cara-cara peserta didiknya dalam mencarinya,
karena pada dasarnya masing-masing peserta didik memiliki
cara yang berbeda-beda.
13

4. Apabila dalam pengajaran hanya menggunakan metode kognitif,


maka dipastikan peserta didik tidak akan mengerti sepenuhnya
materi yang diberikan.
5. Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode
kognitif tanpa adanya metode pembelajaran lain maka peserta
didik akan kesulitan dalam praktek kegiatan atau materi.
6. Dalam menerapkan metode pembelajran kognitif perlu
diperhatikan kemampuan peserta didik untuk mengembangkan
suatu materi yang telah diterimanya (Kharisma,
https://www.scribd.com/doc, 2018).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berikut beberapa kesimpulan dari pembahasan mengenai Teori
Belajar Kognitifistik diatas:
1. Teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang mementingkan
proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Dalam teori
behaviorisme, belajar hanya sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon, sedangkan lebih dari itu belajar dalam teori
kognitivisme melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks dan
tersistematika, karena pada saat proses belajar semua aspek internal
dan eksternal akan saling berhubungan, dimana pada proses ini
merupakan diterimanya suatu stimulus dari luar kemudian diolah
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki seseorang berdasarkan
pemahaman dan pengalaman- pengalaman yang telah ia miliki.
2. Adapun beberapa tokoh pemuka yang terkenal dalam Teori Kognitif
ini, yaitu:
1) Jean Piaget merupakan pakar kognitivisme yang memiliki
pengaruh besar, dialah yang pernah mengemukakan
pendapatnya tentang per-kembangan kognitif anak yang terdiri
atas beberapa tahap yaitu: (1) tahap sensorimotor; (2) tahap pra-
operational; (3) tahap operational konkret; (4) tahap operational
formal. Dimana dari teori-teorinya memberikan banyak konsep
utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan
berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan.
2) Jarome Bruner melihat perkembangan kognitif manusia
berkaitan dengan kebudayaan. Baginya, perkembangan kognitif
seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan,
terutama bahasa yang biasanya digunakan. Sehingga,
perkembangan bahasa memberi pengaruh besar dalam
perkembangan kognitif. Penerapan teori Bruner yang terkenal
dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi 15
pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar
sampai Perguruan tinggi, tetapi disesuaikan dengan tingkat
perkembangan kognitif mereka.
3) Kurt Lewin, mengembangkan suatu teori belajar Cognitive-
Field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan

14
pisikologi sosial. Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai
akibat dari perubahan dalam struktur kognitif.
4) Ausebel, menurutnya siswa akan belajar dengan baik jika isi
pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan
dengan baik dan tepat kepada siswa (Advanced Organizer),
dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan
belajar siswa.
5) Robert M. Gagne, menurutnya belajar dipandang sebagai proses
pengolahan informasi dalam otak manusia. Dalam pembelajaran
terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah
sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
3. Dalam menemukan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi
dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang
dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat
diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan
penerapannya dalam kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-
prinsip yang ada.
4. Setiap teori tentunya memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-
masing, begitupun dengan teori belajar kognitifistik ini. Kelebihannya
yaitu: menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa
memahami bahan belajar secara lebih mudah, Sebagian besar
kurikumlum di Indonesia lebih menekankan pada teori kognitif.
Kelemahannya: Pada dasarnya teori kognitif ini lebih menekankan
pada kemampuan ingatan peserta didik, dan kemampuan ingatan
masing-masing peserta didik, sehingga kelemahan yang terjadi di sini
adalah selalu menganggap semua peserta didik itu mempunyai
kemampuan daya ingat yang sama dan tidak dibeda-bedakan.
DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin, Afid. 2018. Kekurangan Dan Kelebihan Teori Kognitif dan


Konstruktivistik.
Lihat https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/06/07/kekurangan-dan-
kelebihan-teori-kognitif-dan-konstruktivistik-4/. Diakses 14 Februari.

Kharisma, Rifda, Putri. 2018. Kelebihan dan Kelemahan Teori Kognitivisme.


Lihat
https://www.scribd.com/doc/243229152/Kelebihan-Dan-KelemahanTeori-
Kognitivisme. diakses 14 Februari.

Muhaimin, Sutia’ah, Nur Ali. 2012. Paradigma Pendidikan Islam; Upaya


Mengefektifkan PAI di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Muhibbin, Syah. 2005. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung:


PT Remaja Rosdakarya.

Nurhadi. 2020. Teori Kognitivisme Serta Aplikasinya Dalam Pembelajaran.


Jurnal
Edukasi dan Sains, Vol. 2, No. 1, Juni

Pahliwandari, Rovi. 2016. Penerapan Teori Pembelajaran Kognitif Dalam


Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dan Kesehatan. Jurnal Pendidikan
Olahraga, Vol. 5, No. 2, Desember

Suparno, Paul. 2016. Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius

16

Anda mungkin juga menyukai