Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH SEJARAH

INSTITUT SEKULIR ALMA


OLEH :
KELOMPOK 4
KETUA : Andrew G. Dagomez
NAMA ANGGOTA : Antonius R. K. Dacunha
Dominika D. Ida Karwayu
Gandisalvus J. Armando
Veronika M. Novita
Yohanes T. Lado Ritan
Yosefina Y. Johan.
MENGETAHUI : Yohanes Sutanto, S.pd.
SMAK FRATERAN MAUMERE

i.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan bimbingannya kami sekelompok dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ Institut Sekulir Alma” ini dengan baik.
Kami menyampaikan terima kasih kepada para suster – suster
Alma. Terkhususnya bagi suster Veronica Lustia Ningsi, Alma selaku
kepala sekolah yang sudah bersedia kami wawancara dan
memberikan informasi tentang “ Susteran Alma ” ini. Kami juga
meyampaikan terima kasih kepada ibu Alexa Portaxia Mau, S.pd yang
telah membantu kami dalam membuat struktur makalah yang baik dan
benar.
Adapun maksud dari kami mengerjakan tugas ini adalah untuk
memenuhi tugas sejarah dari sekolah. Di samping itu kami juga
berharap agar apa yang kami tuliskan ini dapat bermanfaat bagi orang
lain.
Demikian kami menyadari bahwa apa yang kami tulis ini jauh
dari kata sempurna, untuk itu kami meminta maaf jika terjadi
kesalahan dalam peyusunan makalah ini. Kami juga mengharap kritik
dan saran agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dan digunakkan
sebagaimana mestinya.

Maumere, 07 Oktober 2019

Penulis & penyusun.

ii.
DAFTAR ISI

Cover……………………………………....i
Kata Pengantar…………………………….ii
Daftar Isi…………………………………..iii
Bab I. Pendahuluan…………………..........1
A. Latar Belakang………………………1
B. Rumusan Permasalahan……………..1
C. Tujuan……………………………… 2
D. Manfaat……………………………...2
Bab II. Landasan Teori…………………... 3
Bab III. Metode Penelitian………………..5
Bab IV. Pembahasan……………………...6
Bab V. Penutup…………………………..15
A. Saran………………………………..15
B. Kesimpulan……………………........15
Daftar Pustaka…………………………...16
Lampiran………………………………...17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ALMA adalah singkatan dari Asosiasi Lembaga Misionaris Awam.
ALMA adalah Institut Sekulir yang terdiri dari orang-orang awam,
pria dan wanita, yang mempersembahkan diri sepenuhnya kepada
Kristus dan Kerajaan Allah, melanjutkan cita-cita Santo Vincentius
dan ibu Theresia. Alma didirikan oleh Romo Paulus Hendrikus
Janssen,CM pada tahun 1960 di Malang, Jawa Timur. Para anggota
Alma tersebar dibeberapa provinsi di Indonesia. Komunitas untuk
hidup Bersama dengan kelompok orang miskin, cacat dan terlantar
menjadi corak komunitas ALMA. Bukan hanya untuk suatu
kebersamaan melainkan untuk menemani dan mendengarkan keluh –
kesah mereka dalam putaran waktu yang berjalan sehingga mereka
dapat diberdayakan seperti anggota masyarakat lainnya yang memiliki
persamaan kesempatan di masyarakat. Pada umumnya mereka
tergabung dalam komunitas - komunitas pelayanan di bawah naungan
Yayasan Bhakti Luhur yang didirikan oleh Romo Paulus Hendrikus
Janssen,CM sebagai ladang pengabdian bagi orang cacat, miskin dan
terlantar. Hingga sekarang pusat dari ALMA berada di Malang, Jawa
Timur.

B. Rumusan Permasalahan
1. Siapakah pendiri Intitut Sekulir Alma ?
2. Bagaimana sejarah berdirinya Institut Sekulir Alma ?
3. Apakah yang menjadi motivasi sehingga
didirikannya Intitut Sekulir Alma ?
4. Bagaimanakah dengan karyanya ?
5. Apakah yang menjadi kekhususan Alma ?

1
C. Tujuan
1. Mengetahui siapa pendiri Intitut Sekulir Alma
2. Mengetahui bagaimana sejarah berdirinya Institut
Sekulir Alma
3. Mengetahui motivasi sehingga didirikannya Institut
Sekulir Alma
4. Mengetahui bagaimana karya Alma
5. Mengetahui kekhususan Alma.

D. Manfaat
1. Agar pembaca bisa mengetahui gambaran umum
tentang “ Institut Sekulir Alma ”
2. Agar pembaca mengetahui bahwa masih ada suatu
kelompok / organisasi yang masih peduli terhadap
orang – orang yang berkebutuhan khusus.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

Institut adalah organisasi, badan, atau perkumpulan yang


bertujuan menyelenggarakan usaha pendidikan, kebudayaan, sosial,
persahabatan (antar bangsa), rehabilitasi dan sebagainya. Sekulir
adalah imam yang tidak terikat pada kongregasi atau ordo tertentu.
Alma adalah singkatan dari Asosiasi Lembaga Misionaris Awam.
Institut alma sekulir terdiri dari orang orang awam, pria dan wanita,
yang mempersembahkan diri sepenuhnya kepada Kristus dan
Kerajaan Allah, melanjutkan cita - cita dari Santo Vincentius dan ibu
Theresia di Indonesia dalam kebersamaan kaum miskin, caca,
terlantar, dan melayani yang paling berkebutuhan. Mereka melayani
melalui misi iman dan misi kasih, melalui komunitas kebersamaan
dan melalui kelompok - kelompok AGAPE dan PERKASIH. Dengan
dan melalui kelompok - kelompok ini para anggota melayani kaum
miskin.
Kitab Hukum Kanonik (KHK) 710-730 dan 598-60, mengatur
tentang institut sekulir. Menurut KHK 710, Institut Sekulir ialah
tarekat hidup bakti, di mana umat beriman Kristiani yang hidup di
dunia mengusahakan kesempurnaan cinta kasih dan juga berusaha
memberikan sumbangan bagi pengudusan dunia terutama dari dalam.
Di Indonesia, terdapat tujuh institut sekulir. Ketujuhnya
tergabung dalam Institut Sekulir Seluruh Indonesia (ISSI) yang
dibentuk pada 7 Juni 1997.

3
Kongregasi adalah perkumpulan para biarawan, biarawati,
rohaniwan, atau rohaniwati katolik dari satu kesatuan khusus.
Perbedaan antara kongregasi dan institut sekulir yang paling
mencolok terletak pada pakaian. Sebuah kongregasi pasti memiliki
jubah yang khas. Sedangkan intitut sekulir umumnya tidak
memilikinya. Selain itu, mereka hidup dalam komunitas global dan
memiliki biara, sementara institut sekulir hidup sebagai awam di
tengah masyarakat. Suatu kongregasi juga memiliki karya berskala
luas sesuai dengan visi misinya. Institut sekulir mencari nafkah
sendiri, menyisihkan uang untuk kerasulan yang sesuai dengan
pekerjaan mereka.

4
BAB III
METODE PENELITIAN

Dalam menulis makalah yang yang berjudul “ Institut Sekulir


Alma ” ini, kami menggunakan metode kualitatif. Objek dalam
penelitian kualitatif umumnya berjumlah terbatas. Dalam penelitian
ini, peneliti ikut serta dalam peristiwa / kondisi yang sedang diteliti.
Untuk itu hasil dari penelitian ini memerlukan kedalaman analisis dari
peneliti. Selain itu, hasil penelitian ini bersifat subjektif. Secara
umum, penelitian kualitatif dilakukan dengan metode wawancara dan
observasi. Melalui metode ini, peneliti akan menganalisis data yang
didapatkan dari lapangan dengan detail. Peneliti tidak dapat meriset
kondisi sosial yang diobservasi, karena seluruh realitas yang terjadi
merupakan kesatuan yang terjadi secara alamiah. Hasil dari penelitian
kualitatif juga dapat memunculkan teori atau konsep baru, apabila
hasil penelitiannya bertentangan dengan teori dan konsep yang
sebelumnya dijadikan kajian dalam penelitian.

5
BAB IV
PEMBAHASAN

Paulus Hendrikus Janssen lahir di Venlo, Belanda, 29 Januari


1922 – meninggal di Malang, 20 April 2017 pada umur 95 tahun. Paul
Janssen lahir dari pasangan Paul Hubert Janssen dan Maria Helena
Fillot. Paul adalah anak kedua dari tujuh bersaudara, semuanya terdiri
dari empat saudara dan tiga saudari. Ayahnya adalah seorang kepala
polisi militer dengan karakter pekerja keras, jujur, tegas dan disiplin,
namun saleh dan taat dalam hidup beriman. Sementara itu, ibunya
memiliki karakter yang lembut, penuh kasih sayang. Cara hidup
ibunya sendiri sangat mengesankan dengan kesalehan dan
karakternya.
Romo Janssen adalah tokoh kemanusiaan Indonesia dan tokoh
pendidikan di Indonesia. Orang mengenalnya sebagai “ Romo Janssen
” dan pejuang kemanusiaan untuk para penyandang disabilitas. Beliau
adalah Pastor dari Kongregasi Misi (CM).
Romo Janssen pun telah identik dan terukir sebagai: “ Romo
pecinta Kaum Papa” dan “ Bapak Para Penyandang Disabilitas,
Miskin dan Terlantar di Indonesia”. Karya kemanusiaannya dimulai
sejak di Kediri, kemudian pindah di Madiun dan sampai akhirnya
menetap di Malang, Jawa Timur. Romo Paul Janssen resmi menjadi
warga Negara Indonesia pada tahun 1989.
Tepat pada tanggal 20 Desember 2006, Romo Janssen
memperoleh penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial dari
Presiden Republik Indonesia H. Susilo Bambang Yudhoyono di Solo,
Jawa Tengah.

6
Data internasional dari Stichting Liliane Fonds Belanda, dalam
Program Acara Krusipunt, KRO TV di Belanda mencatat bahwa sejak
karya Romo Janssen di Kediri hingga tahun 2008 di Malang, Jawa
Timur, sudah lebih dari 36.500 penyandang disabilitas dibantu, dan
ini memberi kesan yang mendalam bagi Romo Janssen sendiri.
Keberhasilan ini dihargai dan dikenal oleh pemerintah Indonesia
dengan penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial dari Presiden
Republik Indonesia.
Romo Janssen adalah pendiri Yayasan Bhakti Luhur pada tahun
1959 di Madiun, Jawa Timur. Romo Janssen juga turut membuka
Universitas Widya Mandala Madiun dan mendirikan Institut Pastoral
Indonesia (STP-IPI), Sekolah Menengah Kejuruan Perawat Sosial
Bhakti Luhur (SMK Bhakti Luhur) di Malang, Jawa Timur.
Romo Janssen adalah sahabat seperjuangan pendidikan dari
Prof. Dr. Fuad Hassan. Keduanya banyak bekerjasama sebagai
pengajar dan penguji program Pendidikan Guru B-I dan B-II di
Yogyakarta dan Jakarta.
Atmosfir iman, etos kerja serta budi pekerti yang ditanamkan
dalam keluarga membuat Paul dan semua saudara saudarinya menjadi
pribadi-pribadi yang giat dalam bekerja dan berdoa sehingga mampu
mewujudnyatakan penghayatan iman mereka dalam perbuatan-
perbuatan hidup mereka.
Institut Sekulir Alma didirikan oleh Romo Paulus Hendrikus
Janssen, CM pada tahun 1960 di Malang dan secara resmi diakui
sebagai Institut Sekulir di bawah yurisdiksi Uskup Malang pada tahun
1967. St. Vincentius adalah santo pelindung ALMA.
Pada awalnya dua belas orang mahasiswa bersama-sama dengan
Romo Janssen, yang setia bersama Romo Janssen dan anak-anak
melihat bahwa gereja membutuhkan seorang misionaris awam di
gereja Madiun mengikrarkan di depan altar menjadi misionaris awam.

7
Misionaris awam adalah misionaris yang tidak dibayar oleh Gereja
dan mempunyai jabatan/pekerjaan sendiri, tetapi juga sanggup untuk
melayani orang lain. Itulah ALMA perdana.
Pada tanggal 27 September 1960, setahun setelah Bhakti Luhur
didirikan, mereka mencoba berkumpul menjadi satu perkumpulan
kecil. Perhimpunan orang awam yang bekerja sendiri sesuai
profesinya, dan sanggup melayani yang miskin dan terlantar baik
jasmani dan rohani tanpa imbalan. Perkumpulan ini diberi nama
ALMA: Akademi Lembaga Misionaris Awam.
Penyebutan akademi pada permulaan pendirian ALMA terjadi
karena ALMA didirikan oleh Romo Janssen dengan pandangan
bahwa untuk mencapai hidup sebagai misionaris awam dibutuhkan
suatu pembentukan profesional yang mendalam. Kata “awam”
dipakai karena mereka menyorot misi umat sebagai awam yang
perhatian dan pertama-tama adalah untuk orang kecil, tanpa dibayar.
Inilah ALMA yang bekerja secara profesional, tetapi bersama-sama
mempunyai misi : misi awam, misi Umat, yaitu misi iman dan misi
kasih.
Dimana ada Romo Janssen, disitu pasti ada sekolah untuk
membentuk tenaga pembina anak, orang miskin dan terlantar. Melihat
kebutuhan anak - anak cacat untuk mendapatkan perawatan dan
pelatihan yang benar, Romo Janssen memulai suatu sekolah, yang
diberi nama Sekolah Pembangunan Masyarakat ( sekolah untuk
membangun dan melayani masyarakat untuk mendapat ijazah ).
Sekolah ini mempunyai kurikulum khusus, yaitu melayani orang
miskin dan anak miskin dan cacat yang kebutuhan dasar dan hak asasi
manusianya tidak dipenuhi. Yang ditawarkan Rm. Janssen bukanlah
pendidikan untuk menjadi pandai saja, tetapi pendidikan untuk bhakti.
Di Madiun pada tahun 1962-1963 Romo Janssen menemukan banyak
putra - putri yang kelihatannya masih muda ( sekitar 16-17 tahun )
tetapi mempunyai semangat kasih.

8
Mereka mengikuti program pembentukan di sekolah yang unik itu,
lalu mempratikkannya dalam kebersamaan dengan anak - anak cacat
Bhakti Luhur.
Lambat laun, jumlah siswa jauh lebih banyak dari pada
mahasiswa. Ternyata banyak dari mereka yang terpanggil untuk betul-
betul menyerahkan hidupnya bagi gereja. Semangat pelayanan awam
dengan bhakti yang luhur ingin diwujudkan dengan hidup bersama
anak - anak cacat dalam suatu komunitas dengan mereka untuk
seumur hidup sesuai nasihat Injil.
Pada tahun 1963 ALMA berkembang menjadi asosiasi dengan
tiga cabang : Asosiasi Lembaga Misionaris Awam; bukan akademi
lagi. Sedangkan banyak pendatang yang tertarik untuk menjadi
katekis bayaran dikumpulkan dalam suatu jurusan dari Widya
Mandala Surabaya yang diberi nama : Fakultas Kateketik.
Dalam permulaan tahun 1964, sejumlah putra mulai menyatakan
komitmen mereka dalam Cabang ALMA yang kedua dengan nama
ALMA PUTRA. Anggota yang tidak bermaksud untuk hidup sebagai
rohaniwan berkumpul dalam cabang yang ketiga yaitu ALMA
KELUARGA.
Dengan demikian, lebih jelaslah siapa yang mau menyerahkan
hidupnya untuk bekerja sebagai misionaris awam. Inilah permulaan
dari ALMA yang sekarang. Dan ini berkembang, sebagai buah dari
bhakti yang luhur, dipupuk dalam Bhakti Luhur. Di wisma-wisma
Bhakti Luhur-lah, bhakti mereka diwujudkan.
Dalam usianya yang masih muda, ALMA langsung dihadapkan
pada ladang panggilan mereka. Pada tahun 1964 terjadi kelaparan
besar di sebelah selatan Slahung, Ponorogo, sampai dengan Pacitan.
Ratusan desa betul - betul kelaparan, tetapi hal ini tidak boleh
diberitakan kepada masyarakat umum. Akibatnya banyak orang
meninggal. ALMA mulai hidup di tengah orang yang kelaparan.

9
Kelompok itu, pada waktu itu terdiri dari sekitar 20 - 30 Putra dan
Putri ALMA, melebur masuk ke dalam hidup penduduk. Mereka
mulai menolong di sana dengan wisma kecil, sentrum kecil, Bersama
- sama dengan orang miskin menghadapi situasi yang tidak boleh
dikenal dunia luar. Untuk penderita yang paling berat diadakan wisma
H.O (Busung Lapar). Makin besarlah perhatian dan cinta ALMA
terhadap kaum yang paling miskin.
Ketika itu ada banyak anak yang kehilangan orang tua, dan anak
- anak sama sekali tidak punya apa - apa dan siapa - siapa lagi. Anak -
anak sakit dan cacat yang tidak mungkin dirawat di tempat, dibawa ke
Madiun. Di Madiun, dibangun wisma - wisma kecil untuk
menampung mereka. Tiap wisma mempunyai seorang ibu ( ALMA )
yang merawat anak - anak. Merekalah keluarga besar Bhakti Luhur.
Setelah beberapa tahun berkarya di Madiun, Romo Janssen
sebagai pendiri ALMA meminta ALMA diakui sebagai komunitas di
wilayah Keuskupan Surabaya. Ada perbedaan pandangan antara
Romo Janssen dengan Uskup Surabaya ketika itu. Uskup Surabaya
tidak mau mengakuinya. Katanya, “kalau mereka mau berbuat apa-
apa, ya jadilah suster atau bruder; juga kalau mereka mau
menyerahkan hidupnya untuk orang miskin dan anak cacat”. Tetapi
Romo Janssen berpendapat bahwa yang dibutuhkan dalam hal ini
justru orang awam yang menyerahkan diri seutuhnya untuk sesama
yang menderita. Karena mereka sekarang mempunyai panggilan dari
Tuhan untuk tidak berkeluarga, perlu ada pengakuan dari Gereja. Pola
pikir ini tidak sejalan dengan Uskup.
Tahun 1965 - 1966, selama setahun, Romo Janssen menunggu
pengakuan dari Uskup. Ketika dipastikan bahwa Uskup Surabaya
tidak setuju, Romo Janssen menemui Kardinal untuk minta
pertimbangan. Kardinal mengarahkan Romo Janssen untuk bertemu
dengan Uskup Semarang, Mgr. Darmojuwono, Pr. Mgr
Darmojuwono, Pr mau menerima, tetapi di Semarang dan Yogyakarta
sendiri sudah banyak lembaga seperti ALMA.
10
Mgr. Darmojuwono lalu berjanji untuk membicarakan dengan Mgr.
A.E. Albers.,O Carm, Uskup Malang. Mgr. Albers adalah orang yang
terbuka sekali untuk keterlibatan kaum awam. Mgr. Darmo berjanji
bahwa jika Mgr. Albers tidak mau menerima, Mgr. Darmo akan
menerima ALMA di wilayahnya.
Kemudian, akhirnya Mgr. Albers menerima dengan senang hati
kehadiran Romo Janssen dan ALMA-nya. Rupanya Mgr. Albers
mempunyai perhatian besar untuk hal seperti ini. Hanya saja Mgr.
Albers mengajukan satu syarat yaitu beberapa komunitas ALMA dan
anak - anak harus dipindahkan ke wilayah Keuskupan Malang, karena
tidak mungkin dia mengakui suatu institusi di bawah Keuskupan lain.
Romo Janssen dengan senang hati menyetujui. Tanggal 26 Agustus
1967 menjadi sejarah ALMA. Pada tanggal itu Mgr. Albers secara
resmi mengakui ALMA sebagai Institut sekulir dibawah Yurisdiksi
Keuskupan Malang dan menetapkan Jalan Dempo nomor 14 sebagai
pusat ALMA yang pertama.
Di Malang, Romo Janssen dengan ALMA dan anak - anak
diterima dengan baik sekali. Mgr. Albers sendiri memimpin retret dan
misa untuk mereka. Ekaristi dilakukan di rumah sewa milik keluarga
D. Lumakeki di Jalan Tapaksiring I / 609, Samaan. Bahkan Mgr.
Albers memberi rumah di Jalan Dempo. Sementara Romo Janssen
memilih untuk tinggal di kampung ALMA Putra. Akhirnya Mgr.
Albers membelikan rumah yang rusak dengan harga Rp 83.000 di
Jalan Seruni 48 untuk ALMA Putra. Sedangkan untuk ALMA Putri
disediakan rumah di Samaan belakang Susteran Ursulin, di dalam
kampung juga. Rumah - rumah di daerah Seruni ditempati oleh
banyak warga yang miskin. Ketika warga kesulitan keuangan dan
menjual rumah - rumah mereka, ALMA membelinya. Akhirnya
sedikit demi sedikit rumah - rumah disana menjadi milik ALMA yang
luas seperti sekarang ini. Rumah - rumah yang semula kecil, kotor,
dan kumuh dipoles menjadi wisma yang bersih.

11
Di tempat barunya, selain terus bergumul dengan anak cacat, Romo
Janssen tetap tidak bisa meninggalkan pendidikan rasul awam.
Baginya untuk memajukan pastoral dan katekese, pendidikan rohani
dan pembentukan diri harus menjadi prioritas utama. Mgr. Albers
rupanya memiliki cita - cita yang sama. Keduanya kemudian
mendirikan institut yang sekarang bernama Institut Pastoral Indonesia
(IPI). Mereka ingin mempunyai katekis di paroki yang tidak dibayar.
Bagi mereka, tanpa pendidikan kita tidak bisa mendidik orang - orang
yang mendidik umat. Diharapkan katekis paroki tidak hanya menjadi
guru agama tetapi menjadi gembala umat yang tidak dibayar.
Kebutuhan hidup dipenuhi dari kerjanya sebagai orang biasa, sesuai
profesinya.
Romo Janssen menggaris bawahi betapa pentingnya pendidikan
dan pembentukan. Menurut dia seorang dokter Rehabilitasi Medik
tidak begitu saja merehabilitasi orang cacat tanpa tahu apa-apa
mengenai bagaimana menangani orang buta, tanpa tahu mengenai
anatomi tubuh. Harus ada pendidikan. Kalau kita mau ada misionaris
awam, kita harus mendidik. Kalau seseorang bekerja dalam
rehabilitasi, dia harus profesional di bidang rehabilitasi. Bidang
Pastoral pun sama. Kalau tidak ada pendidikan, tidak bisa.
Kedudukan orang - orang awam dalam kegiatan Gerejawi adalah
sebagai ”Basic Christian Community”, komunitas basis Kristiani.
Komunitas basis tiap orang berbeda - beda.
Bersama dengan pendirian IPI, Romo Janssen mendirikan
lembaga bernama Institut Pembangunan Masyarakat. Se-sungguhnya
kata ”Masyarakat” tidak sesuai dengan bahasa Inggris-nya, Institut of
Community Development. Namun saat itu di Indonesia memang kata
- kata komunitas belum terlalu sering digunakan. Dalam bahasa
Inggris dan Prancis ada kata ”community”. ”Community” bukan
berarti masyarakat. ”Masyarakat adalah `society`.

12
Sementara ini adalah basic community, komunitas basis,” kata Rm.
Janssen. Basic Community yang kategorial terdiri dari orang - orang
dengan dasar yang sama, punya panggilan yang sama, dan bergerak
bersama. Bukan mengatasnamakan organisasi, tetapi dengan satu
prinsip bekerja bersama. Inilah yang menghidupkan masyarakat.

KARYANYA
Para anggota pergi ke desa - desa dan daerah - daerah kumuh, hidup
bersama dengan kaum miskin dan cacat. Tugas mereka ialah
membantu dan memberdayakan kaum cacat dan miskin yang
ditelantarkan. Melalui rehabilitasi bersumberdaya masyarakat mereka
mengubah mentalitas masyarakat terhadap para penyandang cacat dan
mereka mencari semua penyandang cacat yang tak terjangkau di
dalam masyarakat. Mereka bekerja melalui kelompok - kelompok
masyarakat, kelompok evangelisasi dan kelompok amal yang ada di
sana. Jika kelompok - kelompok basis ini tidak ada, mereka mencoba
memulai dan mengembangkannya dan dengan begini memastikan
terwujudnya Injil di dalam pelayanan bagi kaum miskin yang tak
terjangkau oleh struktur - struktur yang ada. Mereka hidup bersama
serumah dengan para penyandang cacat yang paling parah.
Sebagai pria dan wanita awam, yang bekerja dengan tangan
mereka sendiri, mereka membaktikan diri pada pelayanan kaum
miskin, terlantar, dan cacat yang tak terjangkau di dalam kebersamaan
dan di dalam komunitas dengan kaum miskin.

13
KEKHUSUSAN ALMA
 Mereka hidup bersama dengan penyandang cacat di satu rumah,
satu kamar, satu meja.
 Mereka sama sekali tidak menyelenggarakan sekolah umum
atau rumah sakit kecuali untuk anak cacat yang miskin.
 Mereka menjadi pelayan anak miskin yang cacat.
 Mereka bekerja melalui komunitas basis, kelompok
Persaudaraan Kasih (PERKASIH), SSV, Legio Maria, untuk
pengembangan iman dan pengembangan kasih sayang / amal
bersama dengan masyarakat setempat dan komunitas lokal.

14
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Institut Sekulir Alma merupakan institut yang terdiri dari kaum
awam yang berkarya di bidang sosial, kemanusian, pendidikan,
pastoral dan kesehatan, terutama pada orang – orang yang mengalami
keterbatasan. Institut ini didirikan oleh romo Hendrikus Paulus
Janssen, CM yang berasal dari Belanda yang kemudian resmi menjadi
warga negara Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tahun 1960 di
Malang, Jawa Timur. Mereka ingin memberikan pelayanan agar dapat
memanusiakan manusia, memberikan perhatian, memberikan hak
yang sama, yang seharusnya diperoleh yakni, hak untuk hidup, hak
untuk pendidikan, dan hak untuk dicintai. Meskipun banyak
mengalami tantangan dalam menjalankan karya – karyanya, para
Alma tetap setia dalam menjalankan panggilannya.

B. Saran
 Institut Sekulir Alma sebaiknya juga dikembangkan lagi,
terutama di daerah – daerah yang terpencil. Sehingga dapat
menjangkau lebih banyak orang yang membutuhkan pelayanan.
 Diberikan penyuluhan tentang visi, misi, dan karya dari Alma di
berbagai daerah, sehingga membuka peluang minat dari kaum
awam agar turut menjadi anggota bagian dari Alma.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_kualitatif

https://almaputra.wordpress.com/about/

http://parokicitraraya.org/kongregasi-institut-sekulir-asosiasi-lembaga-misinaris-awam-alma/

http://www.almaindonesia.com/gaya-hidup-dan-karya-alma/

https://id.wikipedia.org/wiki/Paulus_Hendrikus_Janssen

16
LAMPIRAN

Romo Paulus Hendrikus Janssen, CM.

Lambang Yayasan Bhakti Luhur Indonesia.


17

Anda mungkin juga menyukai