LOGO STAI
NAMA KELOMPOK :
SAUSAN TSANA
SYAHILA UTAMI
ANGGITA
LISDA ZAMZAM
ADIBUR RAHMAN
RIANI PITRIA
ABDUL AZIZ
SULISTIKA
LAHILLA PUTRI
SARAH FADIATUL RAHMA
TAUFIQURRAHMAN
NAILIA RIZKIA
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, kami panjatkan puja serta puji syukur atas Dzat Allah yang Maha Kuasa, atas
berkat Rahmat serta Ridho-Nya telah memberikan kami nikmat kesehatan yang luar biasa ini,
sehingga kami mampu menyusun makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa sholawat serta
salam kami haturkan kepada Nabi kita semua yakni Nabi Muhammad saw. semoga kita
termasuk kepada umat nya yang mendapat syafaatul uzma di yaumul akhir nanti. Aamiin.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak
kekurangan, untuk itu kami dengan senang hati menerima kritik dan saran yang baik dari
seluruh pembaca terutama dari Dosen mata kuliah Fiqh dan Manajemen Wakaf itu sendiri.
Atas segala kekurangan kami dan makalah kami ini, kami memohon maaf yang sebesar-
besarnya, harap dimaklumi karena kami masih dalam tahap belajar.
Terimakasih.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH (POIN-POIN MATERI, 5W1H)
C. TUJUAN (MEMAHAMI AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH, SSEJARAH
ALMAST, DLL)
BAB II
PEMBAHASAN
Dinasti Saljuq dan Pengaruhnya Terhadap Aliran Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
di Dunia Islam
Amliyah Aswaja
Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi keagamaan sekaligus organisasi
kemasyarakatan terbesar dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia, mempunyai makna
penting dan ikut menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia. NU lahir dan
berkembang dengan corak dan kulturnya sendiri. Sebagai organisasi berwatak
keagamaan Ahlussunnah Wal Jama'ah, maka NU menampilkan sikap akomodatif
terhadap berbagai madzhab keagamaan yang ada di sekitarnya. NU tidak pernah
berfikir menyatukan apalagi menghilangkan mazdhab-mazdhab keagamaan yang ada.
Dan sebagai organisasi kemasyarakatan, NU menampilkan sikap toleransi terhadap
nilai-nilai lokal. NU berakulturasi dan berinteraksi positif dengan tradisi dan budaya
masyarakat lokal. Dengan demikian NU memiliki wawasan multikultural, dalam arti
kebijakan sosialnya bukan melindungi tradisi atau budaya setempat, tetapi mengakui
manifestasi tradisi dan budaya setempat yang memiliki hak hidup di Republik
Indonesia tercinta ini. Sebagai warga negara Indonesia, khususnya sebagai warga
Nahdlatul ‘Ulama alangkah baiknya kita mengetahui lebih dalam mengenai apa itu
Nahdlatul ‘Ulama. Banyak hal yang bisa kita temukan dan kita kaji dalam
perkembangan organisasi ini sehingga kita dapat memetik segala hikmah kebaikan
yang bisa dijadikan motivasi dan semangat untuk kehidupan kita.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas ini. Tidak lupa shalawat serta salam saya curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan umatnya.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan kami sebagai manusia. Untuk itu, kami berharap kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini menjadi lebih baik lagi. Kami berharap semoga laporan
tugas ini dapat bermanfaat, khususnya bagi kami dan bagi para pembaca.
METODE
Tumpeng atau memasak Tumpeng dalam kasus ini akan dipandang sebagai
sebuah kebudayaan, yang bagi Clifford Geertz, dipahaminya secara semiotis.
Maksudnya, kebudayaan manusia, daripada hanya sekadar ditelusuri sebab-akibatnya
saja, penting juga untuk dipahami maknanya (Budi, 1992: vi). Memahami makna atau
simbol budaya tidak dicapai melalui proses memahami pikiran manusia sebagai
subyek budaya secara personal. Sebab, bagi Geertz, makna atau simbol dalam suatu
budaya berada di antara subyek-subyek budaya itu sendiri sebagai sebuah relasi
kebudayaan (Roger, 1974: 8).
Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk mengajak siapapun tanpa tebang
pilih agar lebih dekat dengan Nahdlatul Ulama, sebuah organisasi masyarakat yang
salah satu tujuan dilahirkannya adalah demi melembagakan wawasan keagamaan
yang dianut sebelumnya yakni A hlussunnah wal Jama’ah dan juga demi memenuhi
kebutuhan perdamaian dunia di mana dewasa ini sangat rawan terhadap perpecahan
akibat berbagai kepentingan mulai dari perbedaan pandangan politik, sosial, hingga
kultur. Adapun yang menjadi latar belakang penulisan karya tulis ini adalah
memaparkan betapa urgennya peran Islam Nahdlatul Ulama (An-Nahdliyyah)
berpaham Aswaja bagi perdamaian dunia, khususnya bagi Negara Indonesia dengan
background kemajemukan serta keberagamannya. Indonesia menjadi negara
demokrasi dengan segala perbedaan dan kemajemukan yang ada, tetapi tetap bersatu
padu, menciptakan kedamaian dalam satu bingkai kebangsaan. Indonesia bisa
menjadi role model bagi negara-negara di dunia, khususnya bagi negara konflik
dengan isu agama, bahwa perdamaian dan persatuan adalah perlu demi menjaga
keutuhan suatu bangsa, dan Indonesia telah membuktikan harmoni itu. Selain sebab
ideologi Pancasila yang terbukti mampu menyatukan perbedaan, Indonesia juga
memiliki organisasi sebesar Nahdlatul Ulama yang telah terbukti hadir menjawab
tantangan perbedaan. Nahdlatul Ulama merupakan organisasi masyarakat yang
ramah, tidak marah. Merangkul, bukan memukul. Keberadaannya di tengah
masyarakat mampu menjadi oase yang menyejukkan, dan menjadi garda terdepan
dalam menjaga perdamaian serta keutuhan bangsa, sebagaimana yang tertuang dalam
butir prinsip-prinsip yang selama ini Nahdlatul Ulama pegang teguh.
SEJARAH AL-MASTHURIYAH DAN SEKOLAH TINGGI AL-
MASTHURIYAH (STAI) AL-MASTHURIYAH
I. Al-Masthuriyah
A. Sejarah Berdirinya Al-Masthuriyah
Pada tahun 1941, KH. Masthuro mulai mengelola Madrasah dan pesantrennya
secara mandiri dan terpisah dari status cabangnya. Nama pun diubahnya menjadi
Sekolah Agama Sirojul Athfal. Walaupun dari istilahnya Siroj berarti lampu dan
athfal berarti anak laki-laki. Kemudian, atas saran dan hasil musyawarah pada tahun
1950 dibentuklah sebuah lembaga baru, dengan nama Sekolah Agama Sirojul Banat.
Hal tersebut memungkinkan diterimanya santri perempuan untuk belajar di pesantren
ini.
Pada tahun 1974 nama Sirojul Athfal/Banat dirubah menjadi Perguruan Islam
Al-Masthuriyah. Sistem pendidikan yang dipergunakan Al-Masthuriyah adalah
mengembangkan jenjang pengajaran thalabah khususiyah, meliputi bidang-bidang
kajian ilmu tafsir, hadits, fiqih.
Pada tahun 1911, K.H. Masthuro masuk sekolah kelas II di Rambay Cisaat.
Pada tahun 1914, setelah tiga tahun belajar di sekolah ini, ia berhasil lulus dengan
memperoleh ijazah. Selain belajar di Rambay, ia juga mengaji kitab-kitab kuning di
Pesantren Tipar Kulon yang dipimpin oleh K.H. Kartobi. Di pesantren ini, ia
memperdalam kembali apa yang pernah diperolehnya di Pesantren Cibalung.
Pada masa yang sama, K.H. Masthuro juga ikut mengaji di Pesantren Karang
Sirna Cicurug yang dipimpin oleh K.H. Muhammad Kurdi. Jarak yang tidak begitu
jauh dari pesantren tempat ia tinggal, memungkinkannya untuk mengaji di dua
pesantren pada saat yang bersamaan. Di pesantren ini, seperti juga di pesantren-
pesantren lainnya, K.H. Masthuro mempelajari kitab-kitab kuning terutama yang
belum dipelajarinya.
Di dua pesantren di atas, K.H. Masthuro hanya mengaji selama satu tahun
saja. Pada tahun berikutnya, 1915, K.H. Masthuro mengaji kitab-kitab di pesantren
Paledang Cimahi Cibadak Sukabumi pimpinan K.H. Ghazali.
Masih di tahun yang sama, yaitu 1915, K.H. Masthuro berpindah ke Pesantren
Sukamantri Cisaat yang diasuh dan dipimpin oleh K.H. Muhammad Sidiq. Pada
tahun 1916, ia mempelajari kitab-kitab di Pesantren Pintuhek, Sukabumi, yang
dipimpin oleh K.H. Munajat.
1. Tradisi Keilmuan
2. Tradisi Keagamaan
3. Tradisi Kemasyarakatan
Sebagai Perguruan Tinggi yang lahir dari keinginan masyarakat, STAI Al-
Masthuriyah menciptakan suasana kemasyarakatan yang kental. Dengan didukung
oleh Yayasan Al-Masthuriyah yang berpengalaman mengelola Pondok Pesantren
sejak Tahun 1920, cita-cita STAI dapat mewujudkan keinginan masyarakat untuk
menjadi ulama yang intelek dan berakhlakul karimah dapat dilaksanakan.
VISI
MISI
2. Tujuan NKRI
Tujuan negara secara umum adalah menyelenggarakan kesejahteraan dan
kebahagiaan rakyatnya. Tujuan negara merupakan pedoman dalam menyusun
dan mengendalikan alat perlengkapan negara serta mengatur kehidupan
rakyatnya.
3. Makna NKRI
NKRI sebagai wujud Proklamasi Kemerdekaan, memiliki makna yang
dalam dengan kondisi bangsa Indonesia yang majemuk. Berikut ini makna
dari NKRI :
3. Persatuan Indonesia.
Dalam sila ini, NKRI menyatakan diri sebagai negara yang diikat
oleh nilai persatuan dan kesatuan. Nilai persatuan berprinsip pada
“bersatu dalam keberagaman/ketidaksamaan/heteroginitas. Sementara
nilai kesatuan berprinsip pada “bersatu dalam keseragaman,
kesamaan/homogenitas.
2. Menghormati perbedaan
3. Membangun persatuan
Pada saat itu, pesan Bhineka Tunggal Ika dalam prasasti Tugu
menegaskan pentingnya toleransi dan persatuan di antara berbagai
kepercayaan dan keyakinan yang ada di Nusantara. Semboyan ini
menggarisbawahi nilai-nilai pluralisme dan harmoni dalam kehidupan
beragama.
KESIMPULAN
Student Government
Sebelum ide gerakan mahasiswa ini kita kembangkan lebih jauh, agaknya kita
perlu lebih bijaksana untuk becermin pada diri kita sendiri dahulu. Gerakan
mahasiswa, terlepas dari ideologinya, dilahirkan dan dibesarkan oleh mahasiswa
itu sendiri yang sedikit banyak terpengaruh oleh suasana lingkungan dan latar
belakang akademis. Dengan kata lain, mahasiswa adalah unsur dari gerakan
mahasiswa.
Devinisi Mahasiswa
1.) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mahasiswa adalah orang
yang belajar di perguruan tinggi.
1. Peran Moral
2. Peran Sosial
Seorang mahasiswa tidak boleh menjadi menara gading. Ia harus membaur dan
menyatu dengan masyarakat untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang
berkembang. Salah satu poin dalam Tri Dharma Perguruan tinggi sendiri adalah
pengabdian terhadap masyarakat. Oleh kampus, hal ini biasanya diwujudkan
dalam bentuk kuliah kerja nyata (KKN) yang menjadi salah satu syarat
kelulusan bagi mahasiswa.
3. Peran akademik
4. Peran Politik
1. Agent of Change
2. Iron Stock
Mahasiswa sering dianggap sebagai generasi emas yang akan meneruskan estafet
kepemimpinan bangsa dengan lebih baik akibat ilmu dan pengalaman yang
diperoleh selama menempuh pendidikan. Sebagai iron stock, mahasiswa
bertanggung jawab untuk menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas.
3. Moral Force
Mahasiswa juga memiliki tanggung jawab untuk menjadi moral force di tengah-
tengah masyarakat. Maksud dari moral force atau pasukan moral disini adalah
mahasiswa harus menjadi representasi bagi moral yang baik kepada masyarakat.
Mahasiswa harus menjadi role model di masyarakat dalam berperilaku,
berpenampilan, maupun perkataan.
Tanggung jawab adalah social control. Hal ini terkait erat dengan salah satu tujuan
dari pendidikan tinggi itu sendiri, yaitu untuk mengabdi kepada masyarakat.
Mahasiswa harus mau membaur menjadi bagian dari masyarakat dan menjadi
pemecah masalah (problem solver) bagi berbagai persoalan di masyarakat.Selain
itu, mahasiswa juga bertanggung jawab untuk menjembatani komunikasi
pemerintah dengan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA