Anda di halaman 1dari 54

‫ِبْس ِم ِهَّللا الَّرْح َم ِن الَّر ِح يم‬

Assalamualaikum.WR.WB.
MATA KULIAH PUI
“LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN ORMAS PUI”
DOSEN : AEP SYARIFUDDIN S.Si., M.T

Disusun Oleh :
RIKI ALIYUDDIN (19.01.1.0019)
UDU SUNANDAR (19.01.1.0010)
WIWI CASWI (19.01.1.0011)
FIRDA ROMADYANI (19.01.1.0012)

PRODI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI EKONOMI (STEI)
AL-ISHLAH CIREBON
2019
PENGANTAR MATERI

Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis mengucapkan puji dan syukur


kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya PPT PUI Amaliyah
Intisab Al-mahabbah Syi’aruna ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa pula
sholawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada nabi Muhammad SWT,
kepada keluarganya, sahabatnya serta umatnya hingga akhir jaman. Dalam
makalah ini menjelaskan tentang amaliyah intisab Mahabbah syi’aruna (cinta
sebagai lambang pengabdian kami) yang merupakan salah satu materi dalam
mata kuliah PUI. Tugas ini juga penulis buat sebagai syarat memenuhi tugas
dalam melaksanakan UTS. Penulis harap tugas yang dibuat bisa menambah
pemahaman tentang ke PUI-an baik bagi penulis maupun pembaca.
DAFTAR ISI

COVER..........................................................................................................................2
PENGANTAR MATERI................................................................................................3
DAFTAR ISI..................................................................................................................4
BAB I.............................................................................................................................5
PENDAHULUAN.........................................................................................................5
BAB II..........................................................................................................................13
LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN ORMAS PUI....................................13
BAB III.........................................................................................................................46
SARAN.........................................................................................................................46
KESIMPULAN.............................................................................................................47
BAB IV.........................................................................................................................49
PENUTUP....................................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................50
BAB I
PENDAHULUAN
Telah berabad-abad islam mewarnai kehidupan
masyarakat indonesia. Banyak bukti sejarah yang
menjelaskan tentang masuk dan berkembangnya islam di
Indonesia. Sampai pada abad ke-20, perkembangan islam di
Indonesia semakin tampak. Kuatnya arus perkembangan
islam ini adalah akibat dari proses menyebarnya gerakan pan-
islamisme (kebangkitan islam) yang datang dari Timur
Tengah. Melalui gerakan inilah, semangat pembaharuan
islam hadir dan mewarnai pemikiran orang Indonesia yang
sebelumnya telah memeluk agama islam. Bangkitnya
kekuatan islam di Timur Tengah telah memberikan
sumbangsih cukup besar terhadap terbentuknya rasa kesatuan
dikalangan bumi putra.
Pada saat itu situasi dan kondisi keorganisarian
sosial masyarakat di Indinesia cenderung berpecah-pecah.
Tetapi PUI lahir justru sebagai hasil fungsi antara dua
organnisasi besar. Sebagai salah satu organisasi
pergerakan islam, PUI bergerak dan beramal dibidang
pendidikan, sosial keagamaan, kesehatan masyarakat, dan
ekonomi. Bahkan kini telah merintis dibidang Iptek (Ilmu
pengetahuan dan teknologi).
Ormas islam termasuk PUI, mempunyai
kedudukan sebagai wadah bagi masyarakat, unruk
mengekspresikan kepeduliannya terhadap pengembangan
dakwah, pengembangan diri, juga pengembangan
perekonomian, pertanian dan lain-lainnya
Organisasi masyarakat islam mempunyai peran
yang sangat besar untuk memberikan bimbingan kepada
masyarakat dalam hal akidah, ibadah dan akhlak. Ormas
juga menjadi sebuah lembaga pemberdayaan bagi
masyarakat. Dalam waktu yang sama ormas juga
menjalankan beberapa fungsi kenegaraan seperti
pendidikan sehingga tidak sedikit ormas yang
mempunyai lembaga pendidikan seperti TK, SD, SMP,
SMA bahkan perguruan tinggi.
Setiap ormas mempunyai badan otonominya
masing-masing seperti Nahdlatul Ulama (NU) dengan
muslimat dan fatayatnya, muhammadiyah, terkenal
dengan aisiyahnya, sedangkan persis terkenal dengan
peristrinya.
Lembaga-lembaga perempuan yang
memfokuskan programnya pada majlis ta’lim,
pendidikan dan penelitian. Dilingkungan ormas islam
seperti Nahdlatul Ulama (NU), misalnya, secara
struktural dapat di rujuk rada keberadaan muslimat dan
fatayat dua ormas islam di bawah NU ini aktif
menggulirkan dan memperjuangkan keadilan dan
keselarasan gender dalam islam.
Dalam ormas islam seperti muhammadiyah,
kontribusi Aisiyah dan Nasyiatul Aisyiah yaitu
peletakan awal keterlibatan perempuan dalam
kepemimpinan, pendidikan, pelayanan sosial, kesehatan
dan ruang-ruang publik.
Hal-hal tersebut semakin meneguhkan
pandangan bahwa terdapat akar kuat keterlibatan
ormas islam dalam mewujudkan keadilan dan
kesetaraan gender di Indonesia.
Begitu pula dengan Persatuan Umat Islam
(PUI) yang memiliki badan otonom yaitu Organisasi
Wanita PUI mulanya merupakan kegiatan
pendidikan bagi para perempuan PUI yang bernama
I’anat Tholibin. Hasil fungsi antara PUI dan PUII
secara otomatis pula organisasi perempuan yang
berada di bawah kedua organisasi tersebut yaitu
Zainabiyah PUII yang berkedudukan di Sukabumi
dan Fatimiyah yang berkedudukan di Majalengka.
Juga melebur menjadi perempuan PUI yang para
anggotanya kebanyakan berasal dari lapisan sosial
menengah ke bawah.
Program organisasi ini lebih banyak di
arahkan pada pemberdayaan pemahaman keagamaan
berupa kegiatan Majlis Ta’lim yang dilakukan
setiapminggu sekali. Materi-materi yang di
sampaikan biasaynya terdiri atas ilmu dakwah, ilmu
kejiwaan, tafsir, dan ilmu politik. Bahkan PUI
mempunyai banyak lembaga pendidikan. Secara
tradisional, faham keberagaman PUI adalah ahl Al-
Sunnah Wa Al-Jama’ah yang di turunkan dalam
pengertian kemampuan perempuan dalam
memahami masalah-masalah.
Disisni yang ditekankan adalah bagaimana
perempuan dapat berperan dalam Ishlah Al-
Aqidah, Ishlah Al-Mu’amalah, Ishlah Al-Ibadah,
dan Ishlah Al-Ni’amah.
Maka dari itu, penelitian tertarik untuk
meneliti mengenai organisasi wanita PUI Jawa
Barat dan melihat latar belakang perkembangan
organisasi wanita PUI yang menjadi salah satu
gerakan kesadaran kaum wanita yang
memfokuskan perhatian dan kepedulian terhadap
berbagai aspek kehidupan sosial baik pendidikan,
kesejahteraan umat, keagamaan, dan lain-lain.
Dalam penelitian ini, peneliti membahas
mengenai sejarah dan perkembangan wanita PUI Jawa
Barat yang didasarkan pada latar belakang berdirinya
wanita PUI dan perkembangannya, serta kontribusinya
dalam bidang pendidikan, sosial dan keagamaan.
Pemilihan angka tahun dalam judul penelitian ini
yaitu pada tahun 1995 berdasarkan awalberdirinya
wanita PUI menjadi badan semi otonom dari Persatuan
Umat Islam (PUI)dan peneliti membatasi pengambilan
kepengurusan wanita PUI sampai tahun 2016 karena
kepengurusan yang sekarang sedang berlangsung.
Adapun mengenai pemilihan lokasi di Jawa Barat karena
daerah tersebut basis merupakan tempat awal berdiri
serta berkembangnya organisasi Persatuan Umat Islam
(PUI).
BAB II
LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN JARINGAN
ORMAS PUI

2.1 Sejarah Singkat Persatuan Umat Islam (PUI)


Persatuan Umat Islam (PUI) hadir di Jawa Barat
dengan konsentrasi aktifitas berada di Majalengka dan
Sukabumi. Kabupaten daerah timur dan barat wilayah
Jawa Barat tersebut merupakan cikal bakal lahirnya dua
tokoh pendiri PUI yaitu K.H Abdul Halim dan K.H
Ahmad Sanusi. Majalengka menjadi pusat kegiatan
dakwah K.H Abdul Halim denga pertama kali
mendirikan organisasi Madjlisioel ‘Ilmi pada tahun 1911.
Sedangkan Sukabumi menjadi tempat pertama
kali K.H Ahmad Sanusi berkiprah dengan mendirikan
pesantren Syamsul Ulum di daerah Gunung Puyuh
Sukabumi.
K.H Abdul Halim dan K.H Ahmad Sanusi
merupakan tokoh pergerakan Nasiona yang ikut
terlibat dalam usaha kemerdekaan Indonesia dari
penjajahan Belanda dan Jepang pada masa kolonial.
Keduanya menjadi bagian dari anggota BPUPKI. Dari
kedekatannya dalam bidng pergerakan Nasional inilah,
keduanya bersepakat untuk bersama-sama mendirikan
PUI dengan cara meleburkan dua organisasi yang
dipimpin oleh masing-masing dari mereka.
Baik K.H Abdul Halim maupun K.H Ahmad
Sanusi keduanya sama-sama lahir dari keluarga biasa
sehingga tidak pernah menempuh jalur sekolah
formal. K.H Abdul Halim lahir pada 25 syawwal
1304/17 Juni 1887 di Desa Sutawangi, Jatiwangi,
Majalengka. Sejak kecil ia yatim dan tinggal bersama
ibunya Siti Mutmainah hingga berusia 10 tahun.
Sama dengan K.H Abdul Halim, K.H Ahmad
Sanusi juga merupakan produk pesantren yang tidak
perna bersekola formal. Bedanya K.H Ahmad Sanusi
mendapat pendidikan agama langsung dari ayahnya,
H. Abdurrakhim pimpinan dipesantren Cantayan,
Sukabumi.
Organisasi yang di bangun K.H Ahmad
Sanusi pernah satu kali berganti nama, mulai berdiri
dengan nama Al-Ittihadul Islamiyyah (ALL) tahun
1931, kemudian beralih nama menjadi Persatuan
Umat Islam Indonesia (PUII) di masa pendudukan
Jepang pada tahun 1944.
Di Majalengka, Organisasi yang didirikan
oleh K.H Abdul Halim pun juga berganti ganti nama
mulai dari Majlisul Ilmi (1911), Hayatul Qulub
(1912), Jami’iyat I’anat Al-Muta’allimin (1916),
Perserikatan Ulama (1917), dan Perikatan Umat
Islam (1942).
Pergantian nama ini dikarenakan beberapa hal.
Pertama, pengembangan fungsi organisasi dari khusus
pendidikan ke arah akomodasi di bidang ekonomi.
Sebagaimana ketika berganti nama Majlisul ‘Ilmi ke
Hayatul Qulub.
Kedua, paksaan dari pihak kolonial baik di
masa Belanda maupun Jepang seperti pergantian
nama Hayatul Qulub ke Jam’iyat I’anat Al-
Muta’allimin dan pergantian Perserikatan Ulama ke
Perikatan Umat Islam.
Pada akhirnya, kesamaan nasib antara K.H
Abdul Halim dengan K.H Ahmad Sanusi menjadikan
mereka bertekad untuk berjuang bersama-sama
dalam wadah payung satu organisasi. Akhirnya tahun
1952, pada hari sabtu tanggal 5 April, organisasi
yang dipimpin oleh mereka menjadi Persatuan
Ummat Islam (PUI) hingga sekarang.
2.2 LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN JARINGAN
ORMAS PUI
Sebelum munculnya gerakan modern islam di Indonesia,
ummat islam Indonesia tengah mengadapi berbagai masalah
hampir di segala bidang. Dalam bidang pendidikan, ummat
islam di hadapkan pada adanya dualisme sistim pendidikan
yaitu sistim pendidikan seolah yang bersifat sekuler yang di
kelola oleh pemerintahan kolonial Belanda serta sistim
pendidikan pesantren yang masih bersifat tradisional. Kedua
sistim ini masih perlu menyempurnakan baik isi maupun
pengelolaannya.
Dalam bidang-bidang akidah dan ibadah, ummat
islam dihadapkan pada masalah-masalah berkembangnya
bid’ah, tahayul dan khurafat yang disebabkan karena
adanya singkritisasi antara islam dengan budaya
setempat. Lain halnya dengan bidang pemikiran ummat
islam pada umumnya berpendapat bahwa pintu ijtihad
tertutup dan salah satu jalan yang di tempuh adalah
dengan cara bersikap taklid dan menganut salah satu
madzhab.
Dakwah pada hakikatnya merupakan gerakan
pembangunan yang dilaakukan dalam rangka
menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar supaya
terwujud kemashlahatan manusia di dunia dan akirat.
Sebagai gerakan pembangunan, dakwah hadir dalam
wujud komunikas efektif antara seorang manusia
sebagai penyampai pesan dengan manusia lainnya
sebagai penerima pesan dakwah. Selain itu komunikasi
dalam dakwah juga terjalin dalam hubungan manusia
dengan penciptanya, sebab keberhasilan dakwah salah
satunya juga merupakan peran tuhan sebagai pemberi
hidayah kepada yang hak. Dengan demikian, dakwah
merupakan sebuah proses komunikasi yang menentukan
terjadinya gerakan pembangunan menuju ke arah
perubahan sosial.
Dakwah dalam pengertian ini mesti berlangsung secara
kontinyu dan tidak berhenti karena terjadinya perubahan
generasi ataupun perkembangan zaman. Dakwah mesti
fleksibel dengan berbagai situasi kondisi serta tantangan yang
ada. Oleh karena itu, adanya penggalian kembali pemikiran
dakwah yang telah dilakukan oleh para Da’i, Mubaligh, Ulama
atau Kyai terdahulu yang telah berhasil dalam memperjuangkan
nilai-nilai dakwah itu merupakan sebuah keniscayaan. Ini
dilakukan dalam rangka mewujudkan dakwah yang mampu
memberikan arah gerak, inovasi serta formula baru kepada
masyarakat untuk perubahan yang lebih baik sesuai dengan
nilai-nilai ilahiyah dengan tepat sehingga tercapai
kemashlahatan ummat.
Sebagai gerakan yang menganut asas nilai
ilahiyah dalam wujud amar ma’ruf dan nahi munkar
dakwah dipandang sebagai gerakan Islam yang tidak
hanya mencakup amalan teori melainkan juga praktek.
Dengan demikian, dakwah mengandung makna yang
sangat mendalam, ia tidak hanya menyangkut satu sisi
kehidupan manusia saja, melainkan meliputi berbagai
dimensi kehidupan manusia baik itu dalam aspek
informasi, komunikasi, pendidikan, eksosbud dan
berbagai aspeklainnya.
Melihat keragaman dimensi kehidupan manusia
sebagai objek dakwah, bisa dikatakan bahwa dakwah itu bukan
hanya menjadi kewajiban seorang Mubaligh, Ulama, Kyai atau
para aktivis dakwah saja, melainkan menjadi kewajiban
seluruh individu –individu manusia itu sendiri. Dalam
pandangan Islam, konsep amar ma’ruf nahi munkar dalam
dakwah mempunyai nilai serta tanggung jawab yang sangat
besar karena sasaran yang diharapkan dalam dakwah adalah
terbentuknya suatu tatanan masyarakat harmonis dalam suatu
sistem sosial. Maka sesungguhnya, gerakan dakwah dalam
sistem sosial itu adalah bagaimana menggerakan dan
menghidupkan nilai-nilai uluhiyah itu untuk dapat
menggerakan sistem sosial itu. Itulah yang kemudian dalam
proses dakwah yang dikenal dengan fase pengembangan
masyarakat.
Dakwah dalam bentuk pengembangan masyarakat
yaitu serangkaian proses yang mengarah pada peningkatn
taraf hidup, kesehjateraan serta kebahigaan masyarakat
dalam upaya meningkatkan kesadaran akan keadaan yang
tidak selamat dari ancaman Allah. Idealnya dakwah
dalam bentuk pengembangan adalah mengacu pada
peningkatan kualitas keislaman masyarakat sekaligus
juga kualitas hidupnya. Maka gerakan dakwah ini justru
mesti tampil terdepan dan membimbing, mengarahkan
serta menuntun mayarakat kepada nilai-nilai uluhiyah.
Disinilah para da’i, mubaligh dan kyai yang menjadi
aktor terdepan dalam memerankan keberhasilan dakwah
itu.
Keberhasilan dakwah setidaknya harus mampu
melahirkan konsep dakwah yang baru bagi pengembangan
dakwah ke arah yang lebih baik. Kerangka inilah yang pernah
di bangun oleh beberapa ulama. Diantaranya oleh syaikh
Habib Bin Hasyim. Seorang ulama asal Huraidhah,
Hadramaut, Yaman, pada hari jumat bulan safar 1311 H.
Perjuangannya dalam dakwah sangat di pengaruhi oleh
kondisi sosial waktu itu, dimana interpensi pemerintahan
Hindia Belanda yang memaksa Syekh Habib Bin Hasyim
untuk ikut memperjuangkan kemerdekaan lewat jalur
pesantren.
Mencermati perjuangan kaum muslimin Indonesia saat
itu tak bisa lain bagi Habib Syekh Bin Salim kecuali ikut
melawan penjajah Belanda tak ayal, gerak-geriknya selalu
diincar oleh kaum kolonial. Untuk menghindari intel Belanda
beliau menempuh taktik cukup jitu, berdakwah sambil
berniaga. Dalam kepastiannya sebagai ulama dan pemimpin
masyarakat, Habib Syekh Bin Salim berusaha mendorong dan
menggalang kebersamaan dan kerukunan diantara kaum
muslimin dalam bingkai roh kemanusiaan. Beliau juga
mengajarkan kitab-kitab klasik yang memuat pokok-pokok
dan cabang pengetahuan agama, baik ubudiyah (peribadatan)
maupun muamalah (kemasyarakatan).
Gerakan pemberdayaan masyarakat yang di lakukan
oleh Habib Syekh Bin Salim terlihat darikeluhuran akhlaknya
dan kedewasaan sikapnya, terutama terhadap masyarakat
lemah dan miskin. Dalam setiap diskusi, beliau tidak pernah
menangkis wacana kaum moderat yang mencuat di tengah
masyarakat multi etnic dan kultur tanpa argumentasi kuat.
Dalam waktu yang relatif singkat beliau mampu menjalin
pergaulan dan persahabatan dengan para ulama dan sesepuh di
berbagai daerah. Beliau bahkan sempat pula beraprtisipasi
dalam kancah politik dengan duduk sebagai rais mustasyar
(ketua dewan pertimbangan), disamping membantu
pembangunan dan kemajuan beberapa pondok pesantren di
berbagai daerah, sebagai panutan masyarakat.
Beliau bahkan dikenal sebagai mujahid
(pejuang) kemerdekaan Republik Indonesia.
Sejak 1942, bersama K.H Ahmad Sanusi dan
para tokoh pejuang lainnya, beliau berjuang
melawan kolonialis Belanda. Habib Syekh bin
Salim Al-Aththas wafat padahari Sabtu, 25 Rajab
1398 H atau 1 Juli 1978 M, dalam usia 86 tahun,
dikebumikan di Masjid Jami’ Tipar, Sukabumi.
pembicaraan seputar dakwah Islam, sebenarnya sudah
cukup banyak dikemukakan oleh para peneliti. Berbagai
perspektif telah digunakan untuk membaca persoalan-persoalan
dakwah Islam, baik dalam perspektif sosial, politik, agama,
sampai pada tataran landasan filosofis, baik yang ditulis dalam
buku, makalah, jurnal, artikel maupun media lainnya. Semua
itu dilakukan dalam rangka pengembangan dakwah Islam dari
kebekuan dan ketertinggalan menuju modernisasi dakwah Islam
yang mampu memberdayakan ummat. Sejarah sosial ummat
Islam lahir, tumbuh dan berkembang tidak bisa dipisahkan
dengan riwayat jatuh bangunnya proses sosial ummat Islam
dalam berdakwah, secara teologis dkwah dianggap proyek
berpahala dan kedudukan dakwah itu sendiri bersifat
kondisional.
Dakwah merupakan usaha menyeru dan
menyampaikan kepada perorangan manusia dan
seluruh ummat tentang pandangan dan tujuan
hidup manusia didunia ini yang meliputi amar
ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai mcam
media dan cara yang diperbolehkan akhlak dan
membimbing pengalamannya dalam
perikehidupan perseorangan, rumah tangga
bermasyarakat dan bernegara.
Dakwah sebagai usaha terwujudnya ajaran Islam pada
semua segi kehidupan manusia, merupakan kewajiban bagi setiap
muslin. Dakwah yang dilakukan oleh setiap muslim harus
berkesinambungan, yang bertujuan mengubah perilaku manusia
berdasarkan pengetahuan dan sikap yang benar, yakni untuk
membawa manusia mengabdi kepada Allah secara total. Kerangka
inilah yang menjadi sarana dalam upaya pengembangan masyarakat
melalui dakwah.
Memahami dakwah dalam konteks pengembangan
masyarakat tentu tidak terlepas dari perjalanan sejarahnya. Hal ini
tentu menjadi penting untuk diketahui, karena dakwah pada dasarnya
berkembang atas asumsi-asumsi yang dibangun.
Contohnya K.H Abdul Halim mengatakan dalam
catatannya ada beberapa asumsi mendasar dalam memahami
dakwah :

 Pertama, dakwah diartikan sebagai suatu penyampaian dari luar.


Dakwah dalam pemahaman ini berwujud sebagai upaya
membawa seperangkat ajaran yang baru sama sekali yang sangat
asing bagi masyarakat. Pemahaman ini akan membawa
konsekuensi kesalahanpahaman dakwah, baik dalam formulasi,
pendekatan, atau metodologis maupun formulasi pesan
dakwahnya.
 Kedua, mengartikan secara kaku bahwa dakwah adalah kegiatan
ceramah dalm arti sempit sehingga terjadinya penciutan makna
dakwah yang hanya berorientasi pada hal-hal yang bersifat
ruhaniyah saja.
Ketiga, masyarakat yang dijadikan sasaran dakwah, sering
dianggap masyarakat statis, fakum, ataupun steril, padahal
dakwah sekarang ini berhadapan dengan suatu latar belakang
masyarakat dengan berbagai corak dalam keadaan, dengan
berbagai persoalannya, masyarakat yang serba nilai dan
majemuk dalam tata kehidupannya.
 Keempat, Saat ini keberhasilan dakwah belum dengan
manajerial yang terara dan terpadu, ia hanyan berada pada
tatran melaksanakan kewajiban yang berada pada level hanya
menyampaikan saja
 Kelima, yang terbangun para penyampai pesan akan janji
Allah yang menjamin kemenangan yang benar tanpa
mengupayakan adanya sunnatullah yang lain.
Idealnya pengembangan dakwah yang efektif harus
mengacu pada masyarakat untuk meningkatkan kualiatas
keislamannya, sekaligus juga kualitas hidupnya. Dakwah
tidak saja memasyarakatkan hal-hal yang religius islami,
namun juga menumbuhkan etos kerja. Dalam dakwah, yang
lebih di tekankan bukan pada aspek teoritis, melainkan lebih
ditekankan pada sikap prilaku dan kegiatan-kegiatan nyata
yang secara interaktif mendekatkan masyarakat pada
kebutuhannya yang secara langsung atau tidak langsung dapat
mempengaruhi peningkatan keberagamaan.
Pengembangan merupakan alat untuk mencapai tujuan
dakwah islamiyah, dalam proyeksi dan konstektualisasi ajaran
islam, proses transformasi sosial ini merupakan kejelian dan
kepekaan sosial bagi setiap da’i atau mubaligh agar mampu
melakukan pendekatan kebutuhan yang dipandu oleh sumber
nilai islami. Efektifitas dakwah mempunya dua strategi yang
saling mempengaruhi keberhasilannya. Pertama, peningkatan
kualitas keberagamaan dengan berbagai cakupannya seperti
diatas. Kedua, sekali pun mendorong perubahan sosial ini
berarti memerlukan pendekatan partisipatif di samping
pendekatan kebutuhan. Dakwah bukan lagi menggunakan
pendekatan yang hanya direncanakan secara sepihak oleh
pelaku dakwah dan bukan puala hanya pendekatan
tradisioalmengutamakan besarnya masa.
Untuk meletakkan pengembangan masyarakat atau
pembangunan dalam dimensi agama. Disamping memberi
ajaran yang tertuang dalam bentuk Al-Qur’an dan Hadits
sebagai pedoman hidup, dalam konteks yang lebi9h luas mesi
memberikan pemahaman bahwa hakikat Allah menciptakan
manusia dengan dibekali lima komponen yaitu jasad, akal,
perasaan, nafsu dan ruh, meski dibarengi dengan aktualisasi
tanggung jawab melaksanakan perintah-perintahnya dan
meningggalkan larangannya secara stimulam. Inilah hakikat
proses pengembangan masyarakat yang sebenarnya yang akan
melanggengkan perjalanan dakwah dalam kehidupan manusia
secara berkelanjutan.
Jika merujuk pada sejarah, sebenarnya
perjalanan dakwah sangat panjang, bahkan lebih
panjang dari umur manusia. Perjalanan itu di
mulai jauh sebelum kita lahir ke dunia, yaknisaat
Allah SWT saat mengutus nabi Adam AS
pembawa risalah, Allah yang mendakwahkan dan
menegakkan kalimat tauhid.
Ciri khas dakwah, pada hakekatnya adalah bertujuan
meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah
SWT. Dalam pandangan Agus Ahmad Syafe’i, bahwa
hakikat dakwah islam itu terangkum dalam tiga bentuk
utama :
 Pertama, melalui ahsanul qaul atau bahasa yang baik.
 Kedua, melalui ahsanul ‘amal atau perbuatan baik dan
reformatif.
 Ketiga, melalui keterpaduan bentuk ahsanul qaul dan
ahsanul amal, yaitu gerakan percontohan yang baik.
Hal itulah yang mengindikasikan bahwa
antara manusia dan dakwah tidak bisa di
pisahkan. Karena itulah yang menjadi alasan
mengapa manusia sebenarnya butuh terhadap
dakwah yakni untuk menyelamatkan mereka dari
kemungkinan-kemungkinan manusia dari hal-hal
yang membuat mereka tidak selamat di hadapan
Tuhannya.
Kehadiran dakwah diharapkan mampu mengajak
manusia kembali pada fitrahnya yang mengakui keimanan-
Nya. Karena ada kecerwndungan manusia dewasa ini sudah
berada pada situasi yang berbahaya. Seperti yang
diungkapkan Shandle dalam kutipan Agus Ahmad Syafe’i :
“Bahaya paling besar yang dihadapi ummat
manusia sekarang bukanlah ledakan bom atom, tetapi
perubahan fitrah. Unsur kemanusiaan didalam diri
manusia sedang mengalami kehancuran sedemikian cepat,
sehingga tercipta sekarang sebuah ras yang non-
manusiawi. Inilah mesin berbentuk manusia yang tidak
sesuai dengan kehendak Tuhan dan kehendak alam yang
fitrah. Ia telah dijual dan dia sendirilah yang harus
membayar harganya. Ia berbaris dirumah perampok,
menanti gilirannya untuk dirampok.”
Dalam kerangka itulah dakwah mesti datang
menawarkan konsep yang lebih humanis menyentuk aspek
tauhid bagi seluruh lapisan sosial masyarakat. Sehingga
proses internalisasi nilai-nilai Islam itu disampaikan dalam
kerangka kejernihan akal, kejujuran hati, jiwa yang
tawadhu serta dengan pendekatan yang efektif. Sehingga
kemuliaan dakwah yang ditempatkan pada porsi yang
sebenarnya membawa kepada fitrah manusia itu sendiri
atau sesuai dengan pendapat Agus Ahmad Syafe’i tujuan
akhir dari perjalanan manusia adalah lolosmenjadi
manusia yang utuh.
Pemikiran keilmuwan dakwah dalam sejarah
masih terbilang baru. Indonesia sendiri dakwah diakui
sebagai sebuah disiplin ilmu baru sekitar tahun 1982
melalui KMA Nomor 110/182 setelah mendapat
rekomendasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan (LPI),
meskipun ilmu dakwah sendiri telah ada sejak
diturunkannya risalah Islamiyyah yang menjadi tugas
paraNabi dan rasul dulu. Oleh karena itu, dalam
perkembangannya dakwah masih bisa dibilang tertinggal
dengan ilmu-ilmu lainnya.
Oleh karena itu sebagai ilmu baru berbagai cara,
metode serta media banyak dilakukan oleh para ulama, da’i,
aktivis dan penggiat dakwah untuk tetap menemukan
formula baru dalam kemasan dakwah yang lebih
refresentatif. Seharusnya perlu adanya perjuangan dalam
upaya mengembangkan dan menegakkan identitas dakwah
itu sendiri. Karena persoalan dakwah bukan terpaku pada
kewajiban teologis semata melainkan perlu adanya
penelusuran landasan ilmiah keilmuan dakwah serta
menentukan kerangka pemikiran yang jelas baik itu melalui
penggalian kembali wacana pemikiran dakwah yang telah
dibangun oleh para tokoh terdahulu untuk dikaji,
dianalisisserta dipelajari sebagai referensi perbaikan dakwah
kedepan.
Dengan demikian secara sederhana, kerangka pemikiran penelitian
ini bisa digambarkan sebagai berikut :
BAB III
SARAN DAN KESIMPULAN

3.1 SARAN
Sebagai warga PUI sudah menjadi suatu keharusan untuk
mengetahui langkah-langkah pengembangan jaringan ormas
Persatuan Umat Islam (PUI), dan sudah selayaknya pulalah kita
bisa untuk memahaminya lebih dalam lagi. Sebagai wujud
implementasinya kita diharapkan mampu mengembangkan
langkah-langkah jaringan dakwah tersebut, dimana nantinya akan
tercipta suatu kemashlahatan umumnya bagi masyarakat,
khususnya bagi kita sebagai warga PUI kedepannya.
3.2 KESIMPULAN
Organisasi masa persatuan Ummat Islam yang kemudian di
singkat PUI merupakan gabungan dari dua organisasi masa islam yang
tumbuh dan didirikan oleh orang Jawa Barat . Kedua organisasi itu adalah
Perikatan Ummat Islam berpusat di majalengka dengan tokoh pendiri
Abdul Halim dan Persatuan Ummat islam indonesia dengan tokoh pendiri
Ahmad Sanusi proses kelahiran, dan perkembangan Persatuan Ummat
Islam dari 1911-2011 sebagai organisasi masa Islam merupakan suatu hal
yang sangat kompleks.
Persatuan Ummat Islam merupakan suatu organisasi sosial
kemasyarakatan dan sosial keagamaan yang menitik beratkan pada masalah
pendidikan dan dakwah. Adapun dalam aktifitasnya, PUI membuat
kordinasi kerja dalam melaksanakan kerjanya, dalam hal ini PUI membagi
menjadi beberapa majlis pendidikan dan pengajaran (MPP), Majlis soaial
dan wakaf, Majlis wanita, Majlis penyiaran dan penerangan dakwah
(MPPD), Majlis pemuda dan Majlis perekonomian.
PUI berajakan ajaran islam/ secara organisatoris Persatuan Ummat
Islam menentukan diri bersiafat “Idefenden” tidak berafiliasi pada salah
satu organisasi manapun, dan menitik beratkan kepada sosial pendidikan
dan keagamaan. Adapun gerakan Persatuan Ummat Islam di bentuk
dengsn tujuan dalam rangka berusaha hendak mencapai terwujudnya Islam
raya dan kebahagiaan ummat. Tujuan ini mempunyai konotasi
terealisasinya ajaran.
Dalam memandang suatu madzhab PUI memproritaskan pada satu
madzhab. Mereka menerima madzhab siapa pun asalkan berdasarkan dalil
yang kuat.
BAB IV
PENUTUP
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah
SWT yang atas izinnya penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam power point ini masih
memiliki banyak kekurangan, maka dari itu penulis mengharap
dan menerima segala bentuk saran dan kritik yang bersifat
membangun sebagai pelajaran untuk perbaikan maupun sebagai
acuan dalam melaksanakan tugas-tugas selanjutnya. Akhir kata,
semoga tugas ini dapat diterima dan bermanfaat serta
menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
http://ahlulbaitrasulallah.blogspot.com/2013/10/al-habib-syekh-bin-sal
im-alathas.html
.
http://puijabar.org/pui/sejarah-pui
https://id.wikipedia.org/wiki/persatuan_umat_islam
https://albilover.blogspot.co.id/2012/11/sejarah-singkat-persatuan-um
mat-islam.html
Nasihin,Serikat Islam Mencari Idiologi 1924-1945, (Yogyakarta:
pustaka pelajar, 2012 ),hlm 47
Sulasman “Persatuan Umat Islam Melintas Zaman dengan Dakwah “
dalam buku Irfan Nugraha (Ed.)merantas benang merah gerakan
ormas islam, (Bandung: MUI .2012).hlm.56
Hasan Basri, filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: pustaka
setia,2009 ),hlm 243
Sulasman, persatuan.hlm.58-65.
Alma,”majukan PUI dengan modal sosial “,majalah intisabi,
no.08,terbit pada 25 Maret 2012, hlm 56.
Hasan Muarif , sejarah perkembangan persatuan umat islam, dalam
buku Darun stiadi (ed) Refitalisasi peran PUI dalam perdayaan
ummat, (Bandung:PW PUI Jawa Barat, 2006),hlm.251
Ahmad Heryawan, “SDM yang baik melahirkan struktur organisasi
yang hidup, Majalah Intisabi” no 08, terbit pada 25 Maret 2012, hlm 3-
4
Arief Subhan et al, citra perempuan dalam islam, (Jakarta: Gramedia
pustaka umat, 2003),hlm 32-33
Dedeh Nurjanah, perkembangan organisasi wanita persatuan umat
islam (PUI) pimpinan wilayah jawa barat (1995-2011), (Bandung:UIN
Bandung, 2014)
Eri Djauriah, Wawancara,tanggal 3 Mei 2018
Titin H Nisrianti, Wawancara, tanggal 26 April 2018
PERTANYAN
1. Sudah sejauh manakah pengembangan dakwah PUI ?
2. Tantangan terbesar dakwah PUI ?
3. Reaksi masyarakat tentang ormas dakwah PUI, dulu
sampai sekarang ?
4. Bagaimanakah perkembangan PUI di Cirebon dan apa
saja hambatannya ?
5. Seberapa pentingkah ormas PUI ?
6. Bagaimana kalau ada ormas mengatasnamakan Islam
tetapi malah menyimpang ?
JAWABAN
‫اْلَح ْم ُد ِهَّلل َر ِّب اْلَعاَلِم ْين‬
WASSALAMU’ALAIKUM
WR.WB

Anda mungkin juga menyukai