Anda di halaman 1dari 11

RESUME KEPERAWATAN

PADA KLIEN DIARE DENGAN


MASALAH DEFISIT VOLUME CAIRAN

FEBRIANI EKA PUTRI


N.20.04.005

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
PALOPO
2021
BAB I
KONSEP MEDIS
DEFISIT VOLUME CAIRAN (KDM)

A. Definisi
Defisit volume cairan adalah suatu kondisi ketidakseimbangan yang ditandai
dengan defisiensi cairan dan elektrolit di ruang ektrasel, namun proporsi antara cairan
dan elektrolit mendekati normal. Kondisi ini dikenal juga dengan hipovolemia. Pada
keadaan hipovolemia, tekanan osmotik mengalami perubahan sehingga cairan
interstisial menjadi kosong dan cairan intrasel masuk ke ruang intersitial sehingga
menganggu kehidupan sel
B. Etiologi
Menurut (Pediatri, 2004) Dehidrasi adalah defisit volume cairan tubuh.
Penyebab defisit volume cairan adalah kehilangan cairan yang berlebihan atau
kekurangan pemasukan cairan tubuh. Diare dan muntah adalah penyakit yang sering
menyebabkan dehidrasi pada bayi dan anak. Dehidrasi yang disebabkan oleh diare
merupakan dehidrasi yang terbanyak. Hal ini terjadi jika cairan yang disekresi lebih
banyak dari kapasitas absorpsi atau adanya kegagalan absorpsi. Cairan saluran cerna
merupakan campuran dari makanan dan sekresi cairan lambung, pankreas, empedu
dan usus. Pada diare sekretori terjadi kehilangan cairan, natrum dan klorida. Pada
diare karena rotavirus kehilangan HCO3 dan kalium di usus menyebabkan asidosis
metabolik dan penekanan kalium. Umumnya anak sakit dengan anoreksia dan
kehilangan cairan dan elektrolit menyebabkan dehidrasi isotonic. Dehidrasi
berhubungan dengan fungsi berbagai macam sistim organ jadi homeostasis cairan
tubuh tak dapat dipertahankan. Pengobatan yang effektif hanyalah pengembalikan
fungsi ginjal sehingga ginjal dapat memandu memperbaiki keseimbangan asam basa
dan elektrolit. Kehilangan volume cairan yang ringan bisa diganti dengan cairan oral
meskipun banyak senter melakukan penggantian secara parenteral. Adapun hasil
pengeluaran cairan adalah :
1. Urine
Pembentukan urine terjadi di ginjal dan dikeluarkan melalui vesika urinaria
(kandung kemih). Proses ini merupakan proses pengeluaran cairan tubuh yang
utama. Cairan dalam ginjal disaring di glomerolus dan dalam tubulus ginjal untuk
kemudian diserap kembali ke dalam aliran darah. Hasil ekskresi terakhir proses ini
disebut urine. Dalam kondisi normal output urine sekitar 1400-1500 ml per 24
jam, atau sekitar 30 – 50 ml per jam.
2. Keringat
Keringat terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat pengaruh suhu panas.
Keringat banyak mengandung garam, urea, asam laktat, dan ion kalium.
Banyaknya jumlah keringat yang keluar akan mempengaruhi kadar natrium dalam
plasma.
3. Feses
Feses yang keluar mengandung air dan sisanya berbentuk padat. Pengeluaran air
melalui feses merupakan pengeluaran cairan yang paling sedikit jumlahnya. Jika
cairan yang keluar melalui feses jumlahnya berlebihan, maka dapat
mengakibatkan tubuh menjadi lemas. Jumlah rata –rata pengeluaran cairan
melalui feses antara 100-200 ml perhari, yang diatur melalui mekanisme
reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (Kolon)
C. Patofisiologi
Menurut Suriadi (2010), terjadinya defisit volume cairan karena meningkatnya
mortilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan akibat dari gangguan
absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang berlebihan. Cairan, sodium, potasium
dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstraseluler ke dalam tinja, sehingga
mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit, dan dapat terjadi asidosis metabolik :
a. Transport aktif akibat rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus
halus. Sel dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi
cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa
intestinal sehingga menurunkan area permukaan intestinal, perubahan kapasitas
intestinal dan terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit 14
b. Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan
dan elektrolit serta bahan-bahan makanan. Ini terjadi pada sindrom malabsorbsi.
c. Meningkatnya motilitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan absorbsi
intestinal.
D. Pathway

Berkembang di Hipersekresi air &


Infeksi Elektrolit Isi usus
usus

Diare

Frekuensi BAB

Hilang Cairan & Elektrolit


Berlebihan

Gangguan Keseimbangan
cairan & Elektrolit

Dehidrasi

Kekurangan
Volume Cairan
E. Manisfestasi Klinik
Tanda dan Gejala Defisit Volume Cairan :
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi ; turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering
c. Keram abdominal atau distensi abdomen
d. Demam
e. Mual dan muntah
f. Anoreksia
g. Lemah
h. Pucat
i. Perubahan tanda-tanda vital ; nadi dan pernapasan cepat
F. Komplikasi
Menurut (Robi’ah, 2018), akibat kehilangan cairan serta elektrolit secara mendadak
dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut :
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik)
b. Syok hipovolemik
c. Hipokalemia
d. Hipokalsemia
e. Hiponatremia
f. Asidosis
g. Cardiac dysrhytmias akibat hipokalemia dan hipokalsemia
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Robi’ah, 2018), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
kejadian defisit volume cairan ialah :
a. Pemeriksaan tinja
1. Makroskopis dan mikroskopis
2. Ph dan kadar gula dalam tinja
3. Biakan dan resistensi feses (colok dubur)
b. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam
basa (pernapasan kusmaul)
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat
H. Penatalaksanaan
Menurut (Behman, 2010), terapi harus diarahkan untuk mengobati kejadian
awal, mengkoreksi dehidrasi dan defisit cairan serta elektrolit yang sedang
berlangsung, dan untuk menangani komplikasi sekunder akibat jejas mukosa.
Pengobatan defisit cairan memerlukan perkiraan 19 derajat dehidrasi dan penentuan
setiap ketidakseimbangan elektrolit, seperti hipernatremia, hiponatremia, atau asidosis
metabolik. Asidosis disebabkan oleh kehilangan bikarbonat pada tinja, asidosis laktat
dihasilkan dari fermentasi karbohidrat yang dimalabsorbsi atau syok, dan retensi
fosfat akibat dari insurfisiensi prerenal-renal sementara. Terapi kehilangan cairan dan
elektrolit berat melibatkan pemberian makan intravena, sedangkan derajat dehidrasi
yang kurang berat (<10%) pada bayi tanpa muntah yang berlebihan atau syok dapat
ditangani dengan larutan rehidrasi oral yang mengandung glukosa dan elektrolit.
Absorbsi glukosa yeyunum dan ileum membawa natrium ke dalam enterosit, dengan
demikian juga menarik air ke dalam.
I. Pencegahan
Pencegahan yang paling umum bila terjadi defisit volume cairan yaitu :
a. Rehidrasi yaitu dengan cara mengonsumsi oralit, jika tidak ada bisa membuatnya
dengan oralit buatan (campuran gula dan garam)
b. Mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat gizi, diutamakan bagi penderita diare
yang disebabkan karena malnutrisi
c. Pemberian terapi farmakologik (antibiotik)
d. Pemberian obat antipiretik (asetosal / aspirin) dalam dosis rendah
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN KDM

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, semua data dikumpulkan
secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus
dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, social,
maupun spiritual. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan
membuat data dasar klien. Data yang diperoleh sangat berguna untuk menentukan
tahap selanjutnya dalam proses keperawatan. Kegiatan yang utama dalam tahap
pengkajian adalah pengumpulan data, pengelompokkan data dan analisa data untuk
merumuskan diagnosa keperawatan. Metode utama yang dapat digunakan dalam
pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta
diagnostik (Wong D.L, 2015)
a. Identifikasi diri
Nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, diagnosa
keperawatan
b. Riwayat keperawatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
a) Keluhan utama
Buang air besar lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi cair mungkin
disertai lendir atau darah. Warna feses kuning kehijauan, mual muntah,
tidak nafsu makan
2) Riwayat kesehatan masa lalu
a) Riwayat penyakit yang diderita
Riwayat penyakit yang sering pada anak dibawah 2 tahun biasanya batuk,
panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelum, selama, atau setelah diare.
Hal ini untuk melihat tanda atau gejala infeksi lain yang menyebabkan
diare, 32 seperti OMA, tonsillitis, faringitis, bronchopneumonia, dan
ensefalitis.
b) Kebutuhan dasar
1. Pola eliminasi
Pola eliminasi biasanya akan mengalami perubahan yaitu buang air
besar lebih dari 3 kali sehari, buang air kecil sedikit atau jarang bahkan
anuria pada anak dengan dehidrasi berat.
2. Pola nutrisi
Pada anak dengan diare biasanya disertai dengan mual muntah dan
tidak nafsu makan yang menyebabkan terjadinya penurunan berat
badan.
3. Pola tidur atau istirahat
Pola tidur atau istirahat terganggu karena seringnya buang air besar
dan adanya distensi abdomen yang dapat menimbulkan rasa tidak
nyaman dan mengganggu istirahat tidur.
4. Pola aktivitas
Pola aktivitasnya akan terganggu atau berkurang dikarenakan kondisi
tubuh yang lemah akibat buang air besar yang terus menerus
c) Pemeriksaan fisik
1. Fisiologis
Keadaan umum tampak lemah, kesadaran komposmentis bahkan bisa
berlanjut menjadi koma, suhu tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan
agak cepat.
2. Pemeriksaan sistematika
Inspeksi : bentuk kelopak mata normal (diare tanpa dehidrasi), kelopak
mata cekung (dehidrasi sedang/ringan), kelopak mata sangat cekung
(dehidrasi berat), mulut dan lidah kering (dehidrasi sedang/ringan),
mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat), anus dan sekitarnya
kemerahan dan lecet karena seringnya buang air besar.
Palpasi : turgor kulit kembali segera atau sangat lambat.
Perkusi : kemungkinan adanya distensi abdomen
Auskultasi : bising usus meningkat (>20x/menit)
d) Pemeriksaan penunjang Menurut (Nurarif, 2015) pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan pada diare ialah :
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. Ph dan kadar gula dalam tinja
2. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa (pernapasan kusmaul)
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan sesuai dengan patofisiologi penyakit diare yakni :
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan ialah sebagai berikut:
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
Tujuan : pasien menunjukkan tanda rehidrasi dan mempertahankan hidrasi
adekuat Kriteria hasil (NOC) :
1) Pengeluaran urine sesuai
2) Capillary refill kurang dari 2 detik
3) Turgor kulit elastis
4) Mukosa bibir lembab
5) Cubitan perut kembali cepat (<2 detik)

Intervensi (NIC):

1) Berikan larutan rehidrasi oral sedikit tetapi sering


2) Anjurkan klien untuk minum yang banyak setelah BAB
3) Beri agens antimikroba sesuai ketentuan untuk mengobati patogen khusus
yang menyebabkan kehilangan cairan yang berlebihan.
4) Setelah rehidrasi, berikan diet reguler pada anak sesuai toleransi untuk
menurunkan jumlah defekasi dan memperbaiki penurunan berat badan.
5) Pertahankan pencatatan yang ketat terhadap asupan dan haluaran untuk
mengevaluasi keefektifan intervensi.
6) Pantau berat jenis urine sesuai indikasi untuk mengkaji hidrasi.
7) Timbang berat badan anak untuk mengkaji hidrasi
8) Monitor intake dan output cairan untuk menghitung balance cairan
9) Kaji tanda-tanda vital, turgor kulit, membran mukosa, dan status mental
10) Hindari asupan cairan jernih seperti jus buah, minuman bikarbonat, dan gelatin
karena cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah elektrolit, dan
mempunyai osmolalitas tinggi.
11) Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Behman R. E. (2010). Esensi Pediatri Nelson (4th ed.).

Nurarif. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan : berdasarkan diagnosa medis nanda nic noc
(1st ed.). Mediaction Jogja.

Pediatri, S. (2004). Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Penyakit Saluran
Cerna. 6.

Robi’ah, A. (2018). Asuhan Keperawatan dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar pada An. IA
dengan Gangguan Sistem Pencernaan.

Wong D.L. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia. 5–32.

Anda mungkin juga menyukai