Anda di halaman 1dari 10

Nama :Firyal Amirah Thufailah Loulembah

NIM : E28119504

MAKALAH PERAMBAHAN HUTAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan merupakan assosiasi tumbuh tumbuhan yang menempati suatu ruang atau tempat
yang hidup dan saling bersaing untuk mempertahankan hidup. Fungsi hutan secara umum
adalah sebagai paru-paru dunia, sumber ekonomi, habitat flora dan fauna, pengendali
bencana, tempat penyimpanan air, dan untuk mengurangi polusi atau pencemaran udara.
Salah satu penyebab kerusakan hutan adalah adanya perambahan hutan. Masalah
perambahan hutan ini sudah menjadi masalah nasional. Beberapa faktor yang menyebabkan
masyarakat melakukan perambahan hutan, yaitu faktor ekonomi, faktor pendidikan, adanya
sponsor, keterbatasan petugas pengawas hutan, dan lemahnya sanksi hukum (Bakar et al.,
2008).
Indonesia merupakan negara yang dikarunia total luas kawasan hutan mencapai kurang
lebih 120 juta hektare. Ini artinya hampir 70% wilayah darat Indonesia adalah kawasan
hutan. Namun, akibat tekanan populasi penduduk, pertumbuhan ekonomi, membuat sisa
wilayah darat non-kawasan hutan tidakcukup mengakomodasi kebutuhan sektorsektor.
Kondisi ini turut memperparah tumpang- tindihnya berbagai kepentingan atas kawasan
kehutanan dengan sektor-sektor non kehutanan.Sengketa lahan/kawasan menjadi fenomena
yang terus berulang dari tahun ke tahun. Seperti yang kita lihat sekarang kerusakan hutan
terjadi dimana-mana yang hampir diseluruh pulau di Indonesia mengalaminya, bahkan
setiap tahun kerusakan hutan terus meningkat, hingga sampai sekarang kerusakan hutan
sudah sampai batas yang mengkhawatirkan (Deni, 2011).
Kegiatan perambahan hutan disamping merugikan negara dari segi ekonomi,juga sangat
merugikan kelestarian ekosistem hutan alam. Kerugian negara diperkirakan semakin besar
karenasampai saat ini penebangan liar masih berlangsung dan sulit dicegah. Sejak tahun
1996, laju deforestasi meningkat rata-rata 2 juta ha pertahun. Laju kerusakan hutan ini
merupakan tercepat di jagat raya. Penanggulangan perusakan hutan sudah lama berjalan
namun belum pernah sampai hasil yang memuaskan, dilihat dari masih banyak tingkat
kejahatan di bidang kehutan yang sering kita lihat. (Haryati, 2002).
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian dari kegiatan perambahan hutan, dan pelaku perambah hutan.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perambahan hutan.
3. Mengetahui dampak yang diakibatkan dari kehgiatan perambahan hutan
4. Mengetahui upaya dalam menanggulangi dan mencegah perambahan hutan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perambahan Hutan


Menurut Haryati (2002) , perambahan hutan mernpakan kegiatan pemanfaatan hutan
secara ilegal oleh masyarakat untuk digunakan sebagai lahan usahatani atau pemukiman dan
masyarakat yang melakukan perambahan hutan disebut sebagai perambah hutan. Suminah
juga berpendapat bahwa perambah hutan tidak selalu bermukim di areal hutan yang
dirambah, ada juga yang tinggal di luar kawasan hutan seperti sekitar hutan atau luar kota.
Sedangkan menurnt Haryati (2002), definisi perambah hutan adalah setiap orang yang
melakukan kegiatan bernsaha tani/atau mengambil hasil hutan dalam kawasan hutan secara
tidak sah mengakibatkan kernsakan hutan, baik mereka yang tinggal di dalam maupun di
luar kawasan hutan.
Menurnt Haryati (2002), beliau meng kategorikan perambah hutan ke dalam tiga
kelompok, yaitu:

a. Perambah hutan (termasuk peladang berpindah) yang tidak mengetahui atau menyadari
bahwa pekerjaan mereka itu mernsak hutan dan melanggar hutan.

b. Penduduk yang mengetahui bahwa merambah hutan dan mengambil hasil hutan di areal
hutan lindung, hutan negara dan hutan wisata itu dilarang, tetapi mereka terns
melakukannya sebab mereka tidak mempunyai lahan pertanian.
c. Perambah hutan yang dengan sadar mengetahui tentang aturan/hukum yang berlaku,
sebab mereka hanya mencari keuntungan pribadi semata. Pelaku dari kelompok ini akan
ditangkap dan dihadapkan ke meja hijau. Pelaku perambahan hutan dari kelompok
pertama dan kedua dibina dan direlokasi/ditransmigrasikan ke lokasi asal atau ke tempat
barn.

Pelaku perambah dapat diartikan sebagai individu maupun entitas baik berupa orang
perorang kelompok atau yang lebih formal dalam pengertian sebagai badan hukum. Aktifitas
utama perambah adalah menduduki suatu kawasan hutan untuk dijadikan sebagai areal
perkebunan ataupun pertanian baik yang bersifat sementara maupun dalam waktu yang
cukup lama. Dari pelaku perambahan yang sifatnya individu dan entitas kelompok
masyarakat tradisional biasanya perambahan terjadi tidak lebih sebagai akibat terbatasnya
akses budidaya yang memang meniscayakan lahan. Berbeda dengan pengertian pelaku
perambahan adalah entitas modern atau badan hukum. Dalam konteks ini, praktek aktifitas
menduduki dan mengkonversi lahan pada kawasan hutan dilakukan untuk mengembangkan
agroindustri sebagai komoditas keuntungan ekonomi (Deni, 2011)..

Pada prinsipnya, perambahan dengan pembalakan liar (illegal logging) adalah sama.
Perbedaannya tidak lebih pada kontekstualisasi penekanan praktek dan

tujuan dari kedua bentuk aktifitas tersebut. Pembalakan liar berlaku pada aktifitas ilegal
memungut hasil sumberdaya hutan terutama kayu untuk memperoleh kayu sebagai
komoditas. Dengan demikian dalam pengertian pembalakan liar, praktek aktivitas adalah
sekaligus (inheren) tujuan yang hendak diperoleh. Sedangkan perambahan praktek aktivitas
tidak selalu menjadi satu dengan tujuan utama. Tujuan pokok para perambah hutan adalah
menguasai lahan dalam kawasan hutan untuk menanam tanaman pertanian bemilai
ekonomis (kopi, cokelat, padi, kelapa dan lada). Kerusakan luas garapan peladang berpindah
akan bertambah luas dari tahun ke tahun, dengan pola kerja berkelompok sambil memper-
gunakan teknologi lebih maju seperti chain saw. Di sinilah, secara ekonomis tingkat
ekonomi perambah hutan lebih baik dari peladang berpindah (Haryati, 2002).

2.2 Faktor Yang Mepengaruhi Terjadinya Perambahan Hutan


Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya aktivitas
perambahan hutan, faktor tersebut antara lain.
1) Faktor Ekonomi
Faktor ini disebabkan oleh rendahnya pendapatan, kegiatan perambahan hutan
adalah alternatif pekerjaan yang sangat efektif menurut para masyarakat untuk mendapatkan
penghasilan yang tinggi dalam waktu yang singkat, hal ini terbukti dengan meningkatnya
pendapatan masyarakat di sekitar kawasan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat
pendidikan penduduk didalamnya yang membuat masyarakat sulit mendapatkan pekerjaan
sehingga membuat masyarakat hanya mengandalkan hutan sebagai sumber mata
pencahariannya dengan cara bertani membuka lahan baru dengan cara menebang hutan
untuk dijadikan lahan pertanian (Irawan et al., 2018).
2) Faktor Pendidikan
Hal ini menyebabkan kesadaran akan hukum rendah. Bahkan mungkin ada
masyarakat yang belum tau bahwa kegiatan perambahan hutan yang dia kerjakan tersebut
dilarang atau bertentangan dengan hukum.Dia menganggap bahwa kayu yang dia tanam
dulunya adalah miliknya sendiri dan bebas menebangnya kapan saja.Tentu saja kejadian
seperti ini adalah suatu kekeliruan dimata hukum. Oleh karena itu, faktor pendidikan
sangat penting guna untuk meningkatkan kesadaran akan hukum dan kesadaran akan
pentingnya menjaga vegetasi hutan yang ada (Dhaka et al., 2017).
3) Faktor Lemahnya Penjagaan Hutan dan Ringannya Hukum
Hutan merupakan sumber daya alam yang kita miliki merupakan anugrah Tuhan
Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk
kepentingan umat manusia di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Mengingat
besarnya atau pentingnya fungsi hutan bagi kehidupan umat manusia, seharusnya penjagaan
akan hutan dari waktu ke waktu semakin ditingkatkan dan diperketat penjagaannya. Hal
tersebut menyebabkan mudahnya pelaku perambahan hutan untuk keluar masuk kawasan
hutan untuk menjalankan aksinya, sulitnya jalan menuju kawasan hutan mengakibatkan
kurangnya penjagaan di kawasan hutan. Dapat menyimpulkan bahwa kegiatan perambahan
hutan bias dilakukan karena kurangnya pengawan dari pihak terkait sehingga masyarakat
bisa dengan leluasa melakukan perambahan hutan. Keringanan hukum bagi pelaku sanksi
hukum yang dikenakan kepada para pelaku perambahan hutan terlalu ringan sehingga
mereka tidak jera untuk melakukan praktik tersebut lagi.Beberapa informan dalam penelitian
ini mengaku ada yang pernah dipenjara dan tidak pernah dipenjara atas prilaku perambahan
hutan yang mereka kerjakan. Namun, hal tersebut tidak membuat mereka manjadi jera untuk
tidak melakukannya lagi. Mereka menganggap bahwa hukuman yang mereka dapatkan tidak
seberapa (Ali et al., 2018).
4) Faktor Banyaknya Permintaan Akan Kayu
Kegiatan perambahan hutan yang dilakukan semata-mata dilakukan karena
keinginan masyarakat sendiri. Masyarakat melakukan perbuatan tersebut hanya bila ada
permintaan akan kayu dari daerah-daerah yang biasanya jadi pelanggan. Jika setiap hari
misalnya ada permintaan kayu dari pelanggan maka setiap hari juga mereka melakukan
perambahan hutan ini.
5) Faktor Akses Terhadap Hutan
Menurut Pasya (2004), kawasan hutan lindung berbatasan langsung dengan desa
sekitar sehingga akses masyarakat untuk pemanfaatan sumber daya hutan lebih terbuka.
Akses yang semakin terbuka menyebabkan tekanan terhadap hutan dan lahan makin besar.
Hal ini makin memudahkan masyarakat membuka lahan di kawasan hutan lindung baik
skala kecil maupun skala luas. Terbukanya akses ini mendorong terjadinya perambahan
karena sistem pengawasan dan pengelolaan yang tergolong lemah. Aksesibilitas adalah
keadaan atau ketersediaan hubungan dari satu tempat ke tempat yang lain atau kemudahan
seseorang atau kendaraan untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain dengan aman,
nyaman, serta kecepatan yang wajar (Dhaka et al., 2017).
2.3 Dampak Perambahan Hutan
Masalah lingkungan akan timbul jika terjadi ketidak keseimbangan manusia dengan
sumberdaya yang mendukungnya. Salah satu diantaranya peningkatan jumlah penduduk
dapat menimbulkan masalah serius terhadap keseimbangan lingkungan.
1) Dampak Ekologi
Dampak langsung penebangan terhadap hutan yang sangat jelas adalah hilangnya
sejumlah pohon tertentu, namun dampak langsung pengaruhnya sangat besar kesehatan
hutan di masa depan. Penebangan pohon sangat menghambat pertunasan, tanaman-tanaman
ini tidak hanya harus mengahadapi bahaya terinjak-injak, terluka dan gangguan – gangguan
lainnya yang disebabkan oleh penebangan, tetapi juga harus persaing dengan spesies yang
tumbuh cepat yang dapat membuat tanaman tersebut kalah dalam bersaingan mendapatkan
cahaya matahari. Dampak yang dirasakan lainnya adalah sering terjadi kekeringan
disebabkan berkepanjangan yang mengakibatkan masyarakat susah untuk memperoleh air
dan diperlukan penggalian sumur lebih dalam untuk memperoleh air dalam jumlah lebih
banyak. Hilangnya sumber mata air, sumuratau sungai yang dulu banyak airnya, tetapi
sekarang sudah kering, adalahmerupakan dampak lanjutan darakumulasi aktivitas
perambahan selamabertahun-tahun. Kurangnya vegetasiyang akan menampung air
menyebabkanhal ini terjadi. Perubahan iklimpun tidak dapat dihindari. Ini ditandai dengan
besarnya perubahan bulan- bulan musimhujan atau musim kemarau pada tahuntahun
sebelumnya dengan sekarang.Begitu juga dengan peningkatan suhudinyatakan tinggi dari
tahun- tahunsebelumnya. Iklimpun menjadi tidakmenentu, menyebabkan masyarakasusah
untuk memprediksi musim tanam (Kaimuddin, 2008).
Dampak lain yang dirasakan adalah tingginya perbedaan volume air disungai
(fluktuasi debit air sungai) padasaat musim hujan dengan musimkemarau. Sehingga sering
mengakibatkan terjadinya banjir, jikalauvolume hujan cukup besar. Begitu jugadengan
dampak longsor sering terjadiikalau volume hujan cukup besarWalaupun kurang
meninggalkan endapan (sedimentasi), karena hanyut ketikabanjir. Dan mengenai informasi
yang menyatakan bahwa ada tanaman yang dulunya bisa ditanam, tetapi sekarang sudah
tidak bisa tumbuh dengan baik adalah merupakan gambaran bahwatingkat kesuburan tanah
sudah mulai berkurang.
Selain itu, dampak yang timbul antara lain terjadi bencana banjir, pohon-pohon
ditebangi hingga jumlahnya semakin hari semakin berkurang meneyebabkan hutan tidak
mampu lagi menyerap air hujan yang turun dalam jumlah yang sangat besar, sehingga air
tidak dapat meresap ke dalam tanah sehingga bisa menyebabkan bencana banjir. Semakin
berkurangnya lapisan tanah subur. Lapisan ini hanyut terbawa karena tidak adanya penahan
tanah apabila hujan, disinilah fungsi pohon sebenarnya. Dampak yang paling kompleks dari
perambahan hutan ini adalah global warming yang sekarang sedang mengancam
dunia.Global warming terjadi oleh efek rumah kaca dan kurangnya daerah resapan CO2
seperti hutan sehingga menyebabkan suhu bumi menjadi naik dan mengakibatkan kenaikan
volume air (Kaimuddin, 2008).
2) Dampak Sosial
Dampak sosial yang paling nyata dari adanya aktivitas perambahan kawasan hutan
ini adalah terjadinya peningkatan jumlah penduduk di sekitar hutan yang sangat signifikan.
Walaupun ternyata kemampuan untuk mengolah lahan tidak terlalu besar. Jadi pada
prinsipnya perambahan kawasan hutan ini, dimungkinkan hanya menjadi salah satu model
investasi untuk mengantisipasi kekurangan lahan dimasa yang akan datang untuk
generasipenerus. Tentu hal ini akan memberi tekanan terhadap hutan, karena
kecenderungan perambahan kawasan hutan itu semakin hari semakin melebar.
Kecenderungan terjadinyamasalah (konflik) antar sesama pengelola lahan (horizontal)
potensinya agak kurang, karena keseluruhan masyarakat perambah berasal dari daerah yang
sama, sehingga hubungan emosional masih sangat kental yangdilandasi ikatan
kekeluargaan. Sedangkan kecenderungan masalah (konflik) dengan pihak
pemerintah(vertikal) sering terjadi, mengingat arealperambahan ini adalah kawasan
hutanyang nota bene adalah tanah Negara. Perambahan ini menyebabkan hilangnya
kebiasaan leluhur yang dulu ada (kearifan lokal) seperti adat istiadat dalambercocok tanam
(Dhaka et al., 2017).
3) Dampak Ekonomi Masyarakat
Dampak peningkatan pendapa-tan setelah memanfaatkan hasil hutan pada dasarnya
tidak terlalu besar. Mengingat kawasan hutan yang dirambah tersebut kondisi tofografinya
cukup terjal untuk tujuan budidaya pertanian maupun perkebunan. Sehingga untuk
mendapatkan pendapatan yang cukup besar mungkin agak sulit. Walaupun ternyata
masyarakat perambah tersebut menyatakan ada banyak jenis mata pencaharian yang dapat
mereka lakukan. Seperti bertani, berkebun, berdagang, tukang kayu, dan lain-lain.
Memanfaatkan potensi non kayu dari hutan (rotan, aren, madu, dan lain-lain). Begitu juga
dengan hasil dari hutan yang dapat dijadikan sumber bahan baku untuk usaha atau
kehidupan sehari-hari dinyatakan sangat banyak yang dapat dimanfaatkan seperti potensi
non kayu (rotan, aren, madu, dan lain-lain). Potensi hutan inilah yang mungkin
menyebabkan sedikit masyarakat perambah yang berminat untuk mengelola usaha selain
memanfaatkan hutan. Walaupun kelihatan bahwa kemampuan untuk membeli sesuatu
barang yang diminati adalah pada kondisi yang memprihatinkan. Dan mengenai keberadaan
jasa dari lingkungan yang dimanfaatkan dan menghasilkan uang (misalnya untuk rekreasi)
(Dhaka et al., 2017).

2.4 Upaya Penanggulangan dan Pencegahan Terjadinya Perambahan Di Kawasan


Hutan
Upaya penegakan hukum yang konsekuen direspon setengah hati oleh masyarakat
untuk menanggulangi ataupun mencegah terjadinya perambahan di kawasan hutan.
Walaupun aktor penjualan lahan telah menjalani proses hukum. Tetapi jelas terlihat bahwa
aspek penegakannya masih sangat lemah. Sehingga sebahagian besar masyarakat pesimis
terhadap penegakan hukum yang ada. Perangkat hukum yang ada kini belum mampu
mengerem aktivitas perambahan hutan dan pelakunya. Sebab, tidak ada pemegang otoritas
(eksekutor) tunggal, terlalu banyak instansi terlibat dan kewenangannya sepotong-potong.
Belum lagi, masing-masing memiliki pemahaman dan kepentingan berbeda. Apabila
Departemen Kehutanan, Kejaksaan, Kepolisian, dan Instansi Lain, selama ini berjalan
sendiri-sendiri dan secara kolektif terbukti mandul. Mungkin hal ini dikarenakan para
pelaku perambahan hutan ini dibekingi oknum pemerintah dan masyarakat pribumi serta
cenderung dapat diatur dengan penegak hukum (Ali et al. , 2018).
Satu-satunya jalan, perpu atau UU yang baru ini harus menetapkan presiden sebagai
pemegang kendali otoritas. Presiden harus memimpin langsung upaya penyelamatan hutan.
Presiden tentu bisa membentuk tim yang beranggotakan para menteri atau pejabat setingkat
dan kinerja tim itu diawasi langsung presiden (Manalu, 2007). Masyarakat justru lebih
tertarik terhadap kerjasama yang sinergis dan simultan antara pihak terkait. Hal ini dinilai
dapat menjadi upaya preventif untuk kegiatan perambahan. Diupayakan tim terpadu
bergerak pada pemahaman dan kepentingan yang sama. Dan partisipasi masyarakat juga
direspon setengah hati, karena terbukti yang melakukan penjualan lahan juga termasuk
masyarakat pribumi yang merasa memiliki kekuatan dan dekat dengan kekuasaan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari makalah perambahan hutan ini adalah sebagai
berikut.
1. Perambahan hutan adalah kegiatan pemanfaatan hutan secara ilegal oleh masyarakat
untuk digunakan sebagai lahan usahatani atau pemukiman. Perambah hutan adalah
setiap orang yang melakukan kegiatan bernsaha tani/atau mengambil hasil hutan dalam
kawasan hutan secara tidak sah mengakibatkan kernsakan hutan, baik mereka yang
tinggal di dalam maupun di luar kawasan hutan.
2. Faktor yang mempengaruhi terjadinya aktivitas perambahan hutan adalah faktor
ekonomi, faktor pendidikan, faktor akses kedalam hutan, faktor lemahnya penjagaan
dan keringanan hukum serta faktor banyaknya permintaan kayu.
3. Dampak yang diakibatkan dari aktivitas perambahan hutan meliputi dampak ekonomi,
ekologi dan dampak sosial masyarakat.
4. Upaya penanggulangan dan pencegahan perambahan hutan adalah dengan
meningkatkan penegakan hukum yang lebih optimal.

3.2 Saran
Dalam rangka mengurangi perabahan hutan dapat diterapkan sistem perhutanan sosial
yang terdiri dari 5 skema dengan baik dan berkelanjutan. Dapat juga dilakukan sosialisasi
dan monitoring oleh pemerintah, hal tersebut dapat meingkatkan pemahaman masyarakat
mengenai manfaat hutan sehingga masyarakat dapat ikut andil dalam menjaga ekosistem
hutan tetapi tetap dapat memanfaatkan hasil hutan tersebut secara bijaksana. Penerapan
tersebut diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar hutan namun
tetap selaras dengan kelestarian hutan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Kharis, A. dan Karlina, D. 2018. Implementasi Undang-Undang No.18 tahun 2013
tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan (studi kasus tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi masyarakat melakukan perambahan hutan Di Desa Lunyuk
Ode Kecamatan Lunyuk Kabupaten Sumbawa. Jurnal Ilmu Administrasi Publik. 6 (2):
153 – 165.
Bakar, A. A., Mizaj dan Maulana, R. 2018. Penerapan sanksi tindak pidana illegal logging
di kawasan hutan lindung ditinjau dari dari UU No. 18 tahun 2013 tentang pencegahan
dan pemberantasan perusakan hutan ( Studi kasus Kecamatan Bener Kelipah
Kabupaten Bener Meriah ). Jurnal Petita. 1(1): 95 – 111.
Deni. 2011. Analisis perambahan hutan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Studi
kasus Desa Tiromkecamatan Pematang Sawa Kabupaten Tanggamus). Jurnal Ilmu
Kehutanan. 5 (1): 9 – 20..
Dhaka, Y. R., Amin S. L. dan Suprayitno, D. 2017. Analisis dan dampaknya secara
ekonomi, ekologi dan faktor yang mempengaruhi perambahan hutan di kawasan Cagar
Alam Watu Ata Kecamatan Bajawa. Jurnal Ilmu Kehutanan. 1(4): 51-58.
Haryati, S. 2002. Kaitan karakteristik rumah tangga dan peluang perambahan hutan di
sekitar Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah. Tesis.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Irawan, D., Tamin, R. P. dan Fazriyas. 2018. Faktor yang berhubungan dengan perambahan
kawasan hutan lindung gambut (Studi kasus Desa Bram Itam Kanan Kecamatan Bram
Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat). Jurnal Silva Tropika. 2(2): 6 – 10.

Anda mungkin juga menyukai