Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KONSEP PERSALINAN INDUKSI

(Persalinan Secara Induksi)

Dosen pengampu : Dr. Jurana.,S.Kep.Ns.M.Kes

Di susun Oleh :

Kelompok 6

Nurul Huda (PO7120319011) Chandra Budi Setiawan(PO7120319015)

Abrian (PO7120319013) Ni Made Sindih Asih (PO7120319042)

Adrians H Mahaji (PO7120319038) Tiara Putri (PO7120319074)

Siti Aisyah (PO7120319026) Siti Rizka (PO7120319047)

Ristiani (PO7120319017) Dicky Rinaldy (PO7120319024)

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D4 KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


Kata Pengantar

Puja dan Puji Syukur atas kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan Rahmat
dan Karunia_Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang
berjudul “Konsep Persalinan Induksi”.
Makalah ini berisikan tentang Latar Belakang, rumusan masalah, tujuan juga manfaat
yang nantinya diharapkan Makalah ini memberikan informasi kepada kita semua tentang
konsep Persalinan Induksi.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini jauh dari kata “sempurna”, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi
kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga Makalah ini dapat memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umunya, semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Aamiin
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR......................................................................................................... 2

DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3

BAB I        PENDAHULUAN

                             A.   Latar Belakang............................................................................................4

                             B.   Rumusan Masalah.......................................................................................4

C. Tujuan……………………………………………………………………5

BAB II       PEMBAHASAN

A. Pengertian Persalinan induksi……………………………………………….5

B. Klasifikasi Persalinan Induksi........................………………………………..6

C. Proses Persalinan Induksi..........………………………………….......……..7

D. Komplikasi Persalinan Induksi Pada ibu……………………............……….18

BAB III PENUTUP

A. Simpulan……………………………………………………………..…..20

B. Saran……………………………………………………………………..20

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….…..21
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan merupakan proses fisiologis yang akan dialami pada kebanyakan


perempuan hamil. Di dalam proses persalinan terdapat proses pengeluaran bayi, plasenta,
cairan ketuban, dan selaputnya. Proses persalinan dapat berlangsung secara normal maupun
resiko atau bahkan telah terjadi gangguan proses persalinan (dystocia). Gangguan persalinan
ini erat kaitannya dengan factor-faktor yang mempengaruhi proses persalinan yang dikenal
dengan 5 P yaitu power, passenger, passageway, posisi, psykologis. Salah satu cara
mengatasi gangguan proses persalinan (dystocia) khusunya terkait
dengan power dan passageway adalah dengan tindakan induksi persalinan.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Induksi Persalinan
2. Klasifikasi Induksi Persalinan
3. Indikasi dan Kontraindikasi
4. Komplikasi Induksi Persalinan

C. Tujuan

1. Agar dapat mengetahui tentang proses persalinan secara induksi


2. Apa saja yang harus diketahui perawat mengenai proses persalinan secara induksi

 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Induksi persalinan yaitu suatu tindakan yang dilakukan terhadap ibu hamil yang
belum inpartu untuk merangsang terjadinya persalinan. Induksi persalinan terjadi antara 10%
sampai 20% dari seluruh persalinan dengan berbagai indikasi baik dari ibu maupun dari
janinnya (Wing DA, 1999). Indikasi terminasi kehamilan dengan induksi adalah KPD,
kehamilan post term, polyhidramnion, perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio
plasenta), riwayat persalinan cepat, kanker, PEB, IUFD (Orge Rost, 1995).

Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan, yaitu dari
tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada dengan menimbulkan
mulas/his. Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari
rahim secara normal.

Indikasi-indikasi yang penting ialah postmaturitas dan hipertensi pada kehamilan


lebih dari 37 minggu. Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa
kondisi, diantaranya :

1. Hendaknya serviks uteri sudah “matang”, yaitu serviks sudah mendatar dan menipis
dan sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, sumbu serviks menghadap ke depan.
2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD)
3. Tidak ada kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan
4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.

Apabila kondisi-kondisi ini tidak dipenuhi, maka induksi persalinan mungkin tidak
memberi hasil yang diharapkan.
B. KLASIFIKASI INDUKSI PERSALINAN TERBAGI ATAS:

1. Secara Medis

A. Infus oksitosin

Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi di hipotalamus dan diangkut lewat
aliran aksoplasmik ke hipofisis posterior yang jika mendapatkan stimulasi yang tepat hormon
ini akan dilepas kedalam darah. Impuls neural yang terbentuk dari perangsangan papilla
mammae merupakan stimulus primer bagi pelepasan oksitosin sedangkan distensi vagina dan
uterus merupakan stimulus sekunder. Estrogen akan merangsang produksi oksitosin
sedangkan progesterone sebaliknya akan menghambat produksi oksitosin. Selain di
hipotalamus, oksitosin juga disintesis di kelenjar gonad, plasenta dan uterus mulai sejak
kehamilan 32 minggu dan seterusnya. Konsentrasi oksitosin dan juga aktivitas uterus akan
meningkat pada malam hari.

Mekanisme kerja dari oksitosin belum diketahui pasti, hormon ini akan menyebabkan
kontraksi otot polos uterus sehingga digunakan dalam dosis farmakologik untuk menginduksi
persalinan. Sebelum bayi lahir pada proses persalinan yang timbul spontan ternyata rahim
sangat peka terhadap oksitosin. Didalam uterus terdapat reseptor oksitosin 100 kali lebih
banyak pada kehamilan aterm dibandingkan dengan kehamilan awal. Jumlah estrogen yang
meningkat pada kehamilan aterm dapat memperbesar jumlah reseptor oksitosin.

Begitu proses persalinan dimulai serviks akan berdilatasi sehinga memulai refleks
neural yang menstimulasi pelepasan oksitosin dan kontraksi uterus selanjutnya. Faktor
mekanik seperti jumlah regangan atau gaya yang terjadi pada otot, mungkin merupakan hal
penting.

Secara in vivo, oksitosin diproduksi pada nucleus paraventrikuler hipotalamus dan


disalurkan ke hipofisis posterior. Meskipun regimen dari oksitosin bermacam-macam,
diperlukan dosis yang adekuat untuk menghasilkan efek pada uterus. Dosisnya antara 4
sampai 16 miliunit permenit. Dosis untuk tiap orang berbeda-beda, namun biasanya dimulai
dengan dosis rendah sambil melihat kontraksi uterus dan kemajuan persalinan.
 Syarat-syarat pemberian infus oksitosin :

Agar infus oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak memberikan
penyulit baik pada ibu maupun janin, maka diperlukan syarat – syarat sebagai berikut :

1. Kehamilan aterm
2. Ukuran panggul normal
3. Tak ada CPD
4. Janin dalam presentasi belakang kepala
5. Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka)

 Teknik infus oksitosin berencana :


1. Semalam sebelum drip oksitosin, hendaknya penderita sudah tidur pulas
2. Pagi harinya penderita diberi pencahar
3. Infus oksitosin hendaknya dilakukan pagi hari dengan observasi yang baik
4. Disiapkan cairan RL 500 cc yang diisi dengan sintosinon 5 IU
5. Cairan yang sudah mengandung 5 IU sintosinon dialirkan secara intravena melalui
aliran infus dengan jarum abocath no 18 G
6. Jarum abocath dipasang pada vena dibagian volar bawah
7. Tetesan dimulai dengan 8 mU (1 mU = 2 tetes) permenit dinaikan 4 mU setiap 30
menit. Tetesan maksimal diperbolehkan sampai kadar oksitosin 30-40 mU. Bila sudah
mencapai kadar ini kontraksi rahim tidak muncul juga, maka berapapun kadar
oksitosin yang diberikan tidak akan menimbulkan kekuatan kontraksi. Sebaiknya
infus oksitosin dihentikan.
8. Penderita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk kemungkinan
timbulnya tetania uteri, tanda – tanda ruptur uteri membakat, maupun tanda – tanda
gawat janin.
9. Bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat maka kadar tetesan oksitosin
dipertahankan. Sebaiknya bila terjadi kontraksi rahim yang sangat kuat, jumlah
tetesan dapat dikurangi atau sementara dihentikan.
10. Infus oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selesai yaitu
sampai 1 jam sesudah lahirnya plasenta.
11. Evaluasi kemajuan pembukaan serviks dapat dilakukan dengan periksa dalam bila his
telah kuat dan adekuat.

B. Prostaglandin

Pemberian prostaladin dapat merangsang otok -otot polos termasuk juga otot-otot
rahim. Prostagladin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha.
Pemakaian prostaglandin sebagai induksi persalinan dapat dalam bentuk infus intravena
(Nalador) dan pervaginam (prostaglandin vagina suppositoria).

Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostagladin cukup efektif untuk
memperpendek proses persalinan, menurunkan angka seksio sesaria dan menurunkan angka
agar skor yang kurang dari 4. Selain melunakkan servik prostaglandin juga menghasilkan
vasodilatasi dan meningkatkan curah jantung 30%. Juga merelaksasi otot polos
gastrointestinal dan bronchial.

C. Cairan hipertonik intra uteri

Pemberian cairan hipertonik intramnnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim


pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam
hipertonik 20, urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan
prostagladin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim. Cara ini dapat
menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi dan gangguan
pembekuan darah.

2. Secara manipulatif

A. Amniotomi

Amniotomi artifisialisis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian


bawah depan (fore water) maupun dibagian belakang ( hind water ) dengan suatu alat khusus
(drewsmith catheter) atau dengan omnihook yang sering dikombinasikan dengan pemberian
oksitosin. Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti bagaimana pengaruh amniotomi
dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim.
Beberapa teori mengemukakan bahwa :

o Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga


kontraksi rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks
o Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah didalam rahim kira-kira
40 menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga berkurangnya oksigenasi
otot – otot rahim dan keadaan ini meningkatkan kepekaan otot rahim.
o Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding serviks
dimana didalamnya terdapat banyak syaraf – syaraf yang merangsang
kontraksi rahim.

Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda – tanda
permulaan persalinan, maka harus diikuti dengan cara – cara lain untuk merangsang
persalinan, misalnya dengan infus oksitosin.

Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit – penyulit sebagai berikut :

o Infeksi intrauteri
o Prolapsus funikuli
o Gawat janin
o Tanda-tanda solusio plasenta ( bila ketuban sangat banyak dan dikeluarkan
secara tepat).

Teknik amniotomi.

Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan di masukkan kedalam jalan lahir sampai
sedalam kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis, maka posisi
jari diubah sedemikian rupa, sehingga telapak tangan menghadap kearah atas. Tangan kiri
kemudian memasukan pengait khusus kedalam jalan lahir dengan tuntunan kedua jari yang
telah ada didalam. Ujung pengait diletakkan diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang
didalam.

Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait khusus tersebut untuk dapat
menusuk dan merobek selaput ketuban. Selain itu menusukkan pengait ini dapat juga
dilakukan dengan satu tangan, yaitu pengait dijepit diantara jari tengah dan jari telunjuk
tangan kanan, kemudian dimasukkan kedalam jalan lahir sedalam kanalis servikalis. Pada
waktu tindakan ini dikerjakan, seorang asisten menahan kepala janin kedalam pintu atas
panggul. Setelah air ketuban mengalir keluar, pengait dikeluarkan oleh tangan kiri, sedangkan
jari tangan yang didalam melebar robekan selaput ketuban. Air ketuban dialirkan sedikit demi
sedikit untuk menjaga kemungkinan terjadinya prolaps tali pusat, bagian – bagian kecil janin,
gawat janin dan solusio plasenta. Setelah selesai tangan penolong ditarik keluar dari jalan
lahir.

B. Melepas selaput ketuban dari bagian bawah rahim (stripping of the membrane).

Yang dimaksud dengan stripping of the membrane, ialah melepaskan ketuban dari
dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara
ini dianggap cukup efektif dalam merangsang timbulnya his. Beberapa hambatan yang
dihadapi dalam melakukan tindakan ini, ialah : Serviks yang belum dapat dilalui oleh jari,
Bila didapatkan persangkaan plasenta letak rendah, tidak boleh dilakukan. Bila kepala belum
cukup turun dalam rongga panggul.

C. Pemakaian rangsangan listrik

Dengan dua elektrode, yang satu diletakkan dalam servik, sedangkan yang lain
ditempelkan pada dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberi rangsangan
pada serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam – macam,
bahkan ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa – bawa dan ibu tidak perlu
tinggal di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui oleh pasien

D. Rangsangan pada puting susu (breast stimulation )

Sebagaimana diketahui rangsangan putting susu dapat mempengaruhi hipofisis


posterior untuk mengeluarkan oksitosis sehingga terjadi kontraksi rahim. Dengan pengertian
ini maka telah dicoba dilakukan induksi persalinan dengan merangsang putting susu. Pada
salah satu puting susu, atau daerah areola mammae dilakukan masase ringan dengan jari si
ibu. Untuk menghindari lecet pada daerah tersebut, maka sebaiknya pada daerah puting dan
aerola mammae di beri minyak pelicin. Lamanya tiap kali melakukan masase ini dapat ½ jam
– 1 jam, kemudian istirah beberapa jam dan kemudian dilakukan lagi, sehingga dalam 1 hari
maksimal dilakukan 3 jam. Tidak dianjurkan untuk melakukan tindakan ini pada kedua
payudaraan bersamaan, karena ditakutkan terjadi perangsangan berlebihan. Menurut
penelitian di luar negeri, cara induksi ini memberi hasil yang baik. Cara – cara ini baik sekali
untuk melakukan pematangan serviks pada kasus – kasus kehamilan lewat waktu.

Induksi persalinan adalah suatu usaha mempercepat persalinan dengan tindakan


rangsangan kontraksi uterus. Induksi persalinan dapat bersifat mekanis, atau secara kimiawi
(medikamentosa)

Sebelum melakukan induksi, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :

Penilaian serviks

Keberhasilan induksi persalinan bergantung pada skor pelvis.

 Jika skor >6, biasanya induksi cukup dilakukan dengan oksitosin.


 Jika < 5, matangkan serviks lebih dahulu dengan prostaglandin atau kateter Foley.

OKSITOSIN

 Oksitosin digunakan secara hati-hati karena dapat terjadi gawat janin dari
hiperstimulasi. Walaupun jarang, dapat terjadi ruptura uteri, terutama pada multipara.
 Selalu Iakukan observasi ketat pada pasien yang mendapat Oksitosin.
 Dosis efektif oksitosin bervariasi. Infus oksitosin dalam dekstrose atau garam
fisio¬logik, dengan tetesan dinaikkan secara bertahap sampai his adekuat.
 Pertahankan Tetesan sampai persalinan.
 Pantau denyut nadi, tekanan darah, dan kontraksi ibu hamil, dan periksa denyut
jantung janin (DJJ).
 Kaji ulang indikasi induksi.
 Baringkan ibu hamil miring kiri.
 Catat semua pengamatan pada partograf tiap 30 menit
 Atur kecepatan infus oksitosin (Lihat Tabel);
 Frekuensi dan lamanya kontraksi;
 Denyut jantung janin (DJJ). Dengar DJJ tiap 30 menit, dan selalu langsung setelah
kontraksi. Apabila DJJ kurang dari 100 per menit, segera hentikan infus.
Ingat : Ibu dengan infus Oksitosin Jangan ditinggal sendirian.

o Infus oksitosin 2,5 unit dalam 500 cc dekstrose (atau garam fisiologik) mulai
dengan 10 tetes per menit
o Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi
adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) dan pertahankan
sampai terjadi kelahiran.
o Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih dari 4
kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi
dengan:
 terbutalin 250 mcg IN. pelan-pelan selama 5 menit, ATAU
 salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologik atau Ringer
Laktat) 10 tetes per menit.
o Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama
lebih dari 40 detik) setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit:
 Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekslrose
(atau garam fisiologik) dan sesuaikan kecepatan infus sampai 30 tetes
per menit (15 mIU/menit);
 Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai
kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40
detik) atau setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit.
o Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan konsentrasi yang
lebih tinggi:
 Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan seksio sesarea.
 Pada primigravida, infus oksitosin bisa dinaikkan konsentrasinya yaitu:
o 10 unit dalam 500 ml dekstrose (atau garam fisiologik) 30 tetes per menit.
o Naikkan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat.
o Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per menit (60 mIU per
menit), lakukan seksio sesarea .

Catatan : Jangan Berikan Oksitosin 10 Unit dalam 500 CC pada multigravida dan pada bekas
seksio sesaria
PROSTAGLANDIN

Prostaglandin sangat efektif untuk pematangan serviks selama induksi persalinan.

 Pantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu hamil, dan periksa denyut
jantung janin (DJJ). Catat semua pengamatan pada partograf.
 Kaji ulang indikasi.
 Prostaglandin E2 (PGE2) bentuk pesarium 3 mg atau gel 2-3 mg ditempatkan
pada forniks posterior vagina dan dapat diulangi 6 jam kemudian (jika his
tidak timbul).
 Pantau DJJ dan his pada induksi persalinan dengan Prostaglandin.
 Hentikan pemberian prostaglandin dan mulailah infus oksitosin, jika:
 ketuban pecah,
 pematangan serviks telah tercapai,
 proses persalinan telah berlangsung,
 ATAU pemakaian prostaglandin telah 24 jam.

MISOPROSTOL

Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks hanya pada kasus-kasus ter¬tentu


misalnya:

 preeklampsia berat/eklampsia dan serviks belum matang sedangkan seksio sesarea


belum dapat segera dilakukan atau bayi terlalu prematur untuk bisa hidup;
 kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum in partu, dan terdapat tanda-
tanda gangguan pembekuan darah.
 Tempatkan tablet misoprostol 25 mcg di forniks posterior vagina dan jika his tidak
timbul dapat diulangi setelah 6 jam.
 Jika tidak ada reaksi setelah 2 kali pemberian 25 mcg, naikkan dosis menjadi 50 mcg
tiap 6 jam.
 Jangan lebih dari 50 mcg setiap kali pakai dan jangan lebih dari 4 dosis atau 200 mcg.
 Misoprostol mempunyai risiko meningkatkan kejadian ruptura uteri. Oleh karena itu,
hanya dikerjakan di pelayanan kesehatan yang lengkap (ada fasilitas bedah sesar).
KATETER FOLEY

Kateter Foley merupakan alternatif lain di samping pemberian prostaglandin untuk


me¬matangkan serviks dan induksi persalinan.

Catatan : Jangan menggunakan Kateter Folley Jika ada riwayat perdarahan, Ketuban Pecah,
pertumbuhan Janin terhambat, atau infeksi Vaginal.

 Kaji ulang indikasi.


 Pasang spekulum DTT di vagina.
 Masukkan kateter Foley pelan-pelan melalui serviks dengan menggunakan forseps
DTT. Pastikan ujung kateter telah melewati ostium uteri internum.
 Gembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air.
 Gulung sisa kateter dan letakkan di vagina.
 Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau sampai 12 jam.
 Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan kateter, kemudian lanjutkan dengan
infus oksitosin.

AKSELERASI PERSALINAN DENGAN OKSITOSIN

 Kaji ulang indikasi.


 Pemakaian infus oksitosin sama seperti untuk induksi persalinan

 C. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI

INDIKASI

Indikasi induksi persalinan bisa berasal dari anak atau dari ibu. Indikasi yang berasal
dari ibu adalah :

1. Kelainan hipertensi pada kehamilan, Gangguan hipertensi pada awal kehamilan


disebabkan oleh berbagai keadaan, dimana terjadi peningkatan tekanan darah
maternal disertai risiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin.
Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi sementara merupakan penyakit hipertensi dalam
kehamilan, sering disebut dengan pregnancy-induced hypertensio (PIH). Hipertensi
kronis berkaitan dengan penyakit yang sudah ada sebelum hamil.
2. Diabetes, Wanita diabetik yang hamil memiliki risiko mengalami komplikasi. Tingkat
komplikasi secara langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan
selama masa kehamilan dan dipengaruhi oleh komplikasi diabetic. Diabetes yang
diikuti dengan komplikasi lain seperti makrosomia, preklamsia, atau kematian janin,
pengakhiran kehamilan lebih baik dilakukan dengan induksi atau operasi caesar.
3. Perdarahan Antepartum, Perdarahan antepartum yang bisa dilakukan induksi
persalinan adalah solusio plasenta dan plasenta previa lateralis. Solutio plasenta
adalah terlepasnya plasenta yang lepasnya normal pada korpus uteri sebelum janin
lahir. Perdarahan yang terjadi karena terlepasnya plasenta dapat tersembunyi di
belakang plasenta menembus selaput ketuban, masuk ke dalam kantong ketuban.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang lepas. Apabila sebagian besar atau
seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian
kecil yang lepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali atau mengakibatakan gawat
janin. Solusio placenta juga dapat mnyebabkan renjatan pada ibu. Untuk solusio
plasenta yang sedang atau berat.

Indikasi yang berasal dari anak antara lain :

1. Kehamilan lewat waktu (penelitian dilakukan oleh peneliti kehamilan lewat waktu di
Kanada pada ibu yang mengalami kehamilan lewat dari 41 minggu yang diinduksi
dengan yang tidak diinduksi, hasilnya menunjukkan angka seksio sesaria pada
kelompok yang diinduksi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang tidak
diinduksi). Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu
memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai risiko asfiksia
sampai kematian dalam rahim.

Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :

 Pertumbuhan janin makin melambat


 Terjadi perubahan metabolisme janin.
 Air ketuban berkurang dan makin kental.
 Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
Risiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan
dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya seperti; letak
defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan pendarahan postpartum.

2. Ketuban pecah dini, Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat
masuk ke dalam kantong amnion. . Untuk itu perlu ditentukan ada tidaknya infeksi.
Tanda-tanda infeksi antara lain bila suhu ibu ≥38°C. Janin yang mengalami takikardi,
mungkin mengalami infeksi intrauterin. Yang ditakutkan jika terjadi ketuban pecah
dini adalah terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Untuk itu jika
kehamilan sudah memasuki aterm maka perlu dilakukan induksi.
3. Kematian janin dalam rahim.
4. Restriksi pertumbuhan intrauteri, Bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga
akan berisiko/ membahayakan hidup janin/kematian janin.
5. Isoimunisasi dan penyakit kongenital janin yang mayor, Kelainan kongenital mayor
merupakan kelainan yang memberikan dampak besar pada bidang medis, operatif, dan
kosmetik serta yang mempunyai risiko kesakitan dan kematian tinggi, misalnya :
anensefalus, hidrosefalus, hidronefrosis, hidrops fetalis.

KONTRAINDIKASI

Kontraindikasi dari induksi persalinan ada yang absolut dan yang relatif.

Kontraindikasi absolut adalah :

1. Disproposi sefalopelvik absolut


2. Gawat janin
3. Plasenta previa totalos
4. Vasa previa
5. Presentasi abnormal
6. Riwayat seksio sesaria klasik sebelumnya
7. Presentasi bokong
Kontraindikasi yang sifatnya relatif adalah :

1. Perdarahan antepartum
2. Grande multiparitas
3. Riwayat seksio sesaria sebelumnya (SSTP)
4. Malposisi dan malpresentasi

Apabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin


tidak memberikan hasil yang diharapkan.Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor
bishop. Jika skor Bis hop kurang atau sama dengan 3 maka angka kegagalan induksi
mencapai lebih dari 20% dan berakhir pada seksio sesaria. Bila nilai lebih dari 8 induksi
persalinan kemungkinan akan berhasil. Angka yang tinggi menunjukkan kematangan serviks.
D. KOMPLIKASI

Menurut Rustam (1998), komplikasi induksi persalinan adalah :

a) Terhadap Ibu

(1) Kegagalan induksi.


(2) Kelelahan ibu dan krisis emosional.
(3) Inersia uteri partus lama.
(4) Tetania uteri (tamultous lebar) yang dapat menyebabkan solusio plasenta,
ruptura uteri dan laserasi jalan lahir lainnya.
(5) Infeksi intra uterin.

b) Terhadap janin

(1) Trauma pada janin oleh tindakan.


(2) Prolapsus tali pusat.
(3) Infeksi intrapartal pada janin

Komplikasi induksi persalingan dengan pemberian oksitosin dalam infus intravena


dengan pemecahan ketuban cukup aman bagi ibu apabila syarat-syarat seperti disebut diatas
dipenuhi. Kematian perinatal lebih tinggi daripada persalinan spontan, akan tetapi hal ini
mungkin dipengaruhi oleh keadaan yang menjadi indikasi untuk melakukan induksi
persalinan. Kemungkinan bahwa induksi persalinan gagal, dan perlu dilakukan seksio sesaria,
harus selalu diperhitungkan.

Komplikasi induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah :

1. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam
pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan
dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan dilakukan
operasi Caesar. Kontraksi yang dihasilkan oleh uterus dapat menurunkan denyut
jantung janin.
2. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat
janin (stress pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, penolong
harus memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu berisiko menimbulkan gawat janin,
proses induksi harus dihentikan.
3. Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang
sebelumnya pernah dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.
4. Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai.
Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan
menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu
seketika.
5. Janin bisa mengalami ikterus neonatorum dan aspirasi air ketuban.
6. Infeksi dan rupture uterus juga merupakan komplikasi yang terjadi pada induksi
persalinan walaupun jumlahnya sedikit.

 
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Induksi pesalinan yaitu suatu tindakan yang dilakukan terhadap ibu hamil yang belum
inpartu untuk merangsang terjadinya persalinan. Induksi persalinan terjadi antara 10% sampai
20% dari seluruh persalinan dengan berbagai indikasi baik dari ibu maupun dari janinnya
(Wing DA, 1999). Indikasi terminasi kehamilan dengan induksi adalah KPD, kehamilan post
term, polyhidramnion, perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta), riwayat
persalinan cepat, kanker, PEB, IUFD (Orge Rost, 1995).

Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan, yaitu dari
tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada dengan menimbulkan
mulas/his. Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari
rahim secara normal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta.: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo. 2002.
2. Panay N, Dutta R. Obstetry and Gynaecology. First Ediion. Edinburgh : Mosby. 2004.
3. Anonim. Inducing Labor. [online]. Cited on August 21st 2009. [3 screens]. Available
at http://www.marchofdimes.com
4. James K.D, McEwan A. Obstetcrics Infocus. Edinburg : Elsevier Churchil
Libingstone.
5. Goh J, Flynn M. Examination Obstetrics & Ginaecology. Second Edition. Sidney :
Churchill Livingstone.
6. Driscoll K, Meagher D. Active Management of Labour. The Dublin Experience.
Edinburgh : Mosby.
7. Crane J. Induction of Labor At Term. Canada : SOGC Clinical Practice Guaidline.
8. Anonim. Labor Induction. [online]. The American College of Obstetricians and
Gynaecologists, Cited on August 21st 2009. [4 screens]. Available at
9. http://www.acog.com/labour-induction.htm
10. Anonim. Persalinan Normal dengan Induksi. [online]. Pregnacy. Cited on August
21st 2009 .[2 screens]. Available at http://www.conectique.com
11. Anonim. Elective Labor Induction. [online]. Cited on August 21st 2009. [2 screens].
Available at http://www.intermountainhealthcare.org
12. Guyton, AC dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9. 1997. Jakarta: EGC.
13. Akhtyo. Induksi Persalinan. [online]. Cited on August 21st 2009 .[4 screens].
Available at http://www.akhtyo.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai