Di susun Oleh :
Kelompok 6
JURUSAN KEPERAWATAN
Puja dan Puji Syukur atas kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan Rahmat
dan Karunia_Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang
berjudul “Konsep Persalinan Induksi”.
Makalah ini berisikan tentang Latar Belakang, rumusan masalah, tujuan juga manfaat
yang nantinya diharapkan Makalah ini memberikan informasi kepada kita semua tentang
konsep Persalinan Induksi.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini jauh dari kata “sempurna”, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi
kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga Makalah ini dapat memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umunya, semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Aamiin
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL........................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah.......................................................................................4
C. Tujuan……………………………………………………………………5
A. Simpulan……………………………………………………………..…..20
B. Saran……………………………………………………………………..20
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….…..21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Induksi Persalinan
2. Klasifikasi Induksi Persalinan
3. Indikasi dan Kontraindikasi
4. Komplikasi Induksi Persalinan
C. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Induksi persalinan yaitu suatu tindakan yang dilakukan terhadap ibu hamil yang
belum inpartu untuk merangsang terjadinya persalinan. Induksi persalinan terjadi antara 10%
sampai 20% dari seluruh persalinan dengan berbagai indikasi baik dari ibu maupun dari
janinnya (Wing DA, 1999). Indikasi terminasi kehamilan dengan induksi adalah KPD,
kehamilan post term, polyhidramnion, perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio
plasenta), riwayat persalinan cepat, kanker, PEB, IUFD (Orge Rost, 1995).
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan, yaitu dari
tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada dengan menimbulkan
mulas/his. Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari
rahim secara normal.
1. Hendaknya serviks uteri sudah “matang”, yaitu serviks sudah mendatar dan menipis
dan sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, sumbu serviks menghadap ke depan.
2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD)
3. Tidak ada kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan
4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.
Apabila kondisi-kondisi ini tidak dipenuhi, maka induksi persalinan mungkin tidak
memberi hasil yang diharapkan.
B. KLASIFIKASI INDUKSI PERSALINAN TERBAGI ATAS:
1. Secara Medis
A. Infus oksitosin
Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi di hipotalamus dan diangkut lewat
aliran aksoplasmik ke hipofisis posterior yang jika mendapatkan stimulasi yang tepat hormon
ini akan dilepas kedalam darah. Impuls neural yang terbentuk dari perangsangan papilla
mammae merupakan stimulus primer bagi pelepasan oksitosin sedangkan distensi vagina dan
uterus merupakan stimulus sekunder. Estrogen akan merangsang produksi oksitosin
sedangkan progesterone sebaliknya akan menghambat produksi oksitosin. Selain di
hipotalamus, oksitosin juga disintesis di kelenjar gonad, plasenta dan uterus mulai sejak
kehamilan 32 minggu dan seterusnya. Konsentrasi oksitosin dan juga aktivitas uterus akan
meningkat pada malam hari.
Mekanisme kerja dari oksitosin belum diketahui pasti, hormon ini akan menyebabkan
kontraksi otot polos uterus sehingga digunakan dalam dosis farmakologik untuk menginduksi
persalinan. Sebelum bayi lahir pada proses persalinan yang timbul spontan ternyata rahim
sangat peka terhadap oksitosin. Didalam uterus terdapat reseptor oksitosin 100 kali lebih
banyak pada kehamilan aterm dibandingkan dengan kehamilan awal. Jumlah estrogen yang
meningkat pada kehamilan aterm dapat memperbesar jumlah reseptor oksitosin.
Begitu proses persalinan dimulai serviks akan berdilatasi sehinga memulai refleks
neural yang menstimulasi pelepasan oksitosin dan kontraksi uterus selanjutnya. Faktor
mekanik seperti jumlah regangan atau gaya yang terjadi pada otot, mungkin merupakan hal
penting.
Agar infus oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak memberikan
penyulit baik pada ibu maupun janin, maka diperlukan syarat – syarat sebagai berikut :
1. Kehamilan aterm
2. Ukuran panggul normal
3. Tak ada CPD
4. Janin dalam presentasi belakang kepala
5. Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka)
B. Prostaglandin
Pemberian prostaladin dapat merangsang otok -otot polos termasuk juga otot-otot
rahim. Prostagladin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha.
Pemakaian prostaglandin sebagai induksi persalinan dapat dalam bentuk infus intravena
(Nalador) dan pervaginam (prostaglandin vagina suppositoria).
Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostagladin cukup efektif untuk
memperpendek proses persalinan, menurunkan angka seksio sesaria dan menurunkan angka
agar skor yang kurang dari 4. Selain melunakkan servik prostaglandin juga menghasilkan
vasodilatasi dan meningkatkan curah jantung 30%. Juga merelaksasi otot polos
gastrointestinal dan bronchial.
2. Secara manipulatif
A. Amniotomi
Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda – tanda
permulaan persalinan, maka harus diikuti dengan cara – cara lain untuk merangsang
persalinan, misalnya dengan infus oksitosin.
Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit – penyulit sebagai berikut :
o Infeksi intrauteri
o Prolapsus funikuli
o Gawat janin
o Tanda-tanda solusio plasenta ( bila ketuban sangat banyak dan dikeluarkan
secara tepat).
Teknik amniotomi.
Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan di masukkan kedalam jalan lahir sampai
sedalam kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis, maka posisi
jari diubah sedemikian rupa, sehingga telapak tangan menghadap kearah atas. Tangan kiri
kemudian memasukan pengait khusus kedalam jalan lahir dengan tuntunan kedua jari yang
telah ada didalam. Ujung pengait diletakkan diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang
didalam.
Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait khusus tersebut untuk dapat
menusuk dan merobek selaput ketuban. Selain itu menusukkan pengait ini dapat juga
dilakukan dengan satu tangan, yaitu pengait dijepit diantara jari tengah dan jari telunjuk
tangan kanan, kemudian dimasukkan kedalam jalan lahir sedalam kanalis servikalis. Pada
waktu tindakan ini dikerjakan, seorang asisten menahan kepala janin kedalam pintu atas
panggul. Setelah air ketuban mengalir keluar, pengait dikeluarkan oleh tangan kiri, sedangkan
jari tangan yang didalam melebar robekan selaput ketuban. Air ketuban dialirkan sedikit demi
sedikit untuk menjaga kemungkinan terjadinya prolaps tali pusat, bagian – bagian kecil janin,
gawat janin dan solusio plasenta. Setelah selesai tangan penolong ditarik keluar dari jalan
lahir.
B. Melepas selaput ketuban dari bagian bawah rahim (stripping of the membrane).
Yang dimaksud dengan stripping of the membrane, ialah melepaskan ketuban dari
dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara
ini dianggap cukup efektif dalam merangsang timbulnya his. Beberapa hambatan yang
dihadapi dalam melakukan tindakan ini, ialah : Serviks yang belum dapat dilalui oleh jari,
Bila didapatkan persangkaan plasenta letak rendah, tidak boleh dilakukan. Bila kepala belum
cukup turun dalam rongga panggul.
Dengan dua elektrode, yang satu diletakkan dalam servik, sedangkan yang lain
ditempelkan pada dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberi rangsangan
pada serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam – macam,
bahkan ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa – bawa dan ibu tidak perlu
tinggal di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui oleh pasien
Sebelum melakukan induksi, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
Penilaian serviks
OKSITOSIN
Oksitosin digunakan secara hati-hati karena dapat terjadi gawat janin dari
hiperstimulasi. Walaupun jarang, dapat terjadi ruptura uteri, terutama pada multipara.
Selalu Iakukan observasi ketat pada pasien yang mendapat Oksitosin.
Dosis efektif oksitosin bervariasi. Infus oksitosin dalam dekstrose atau garam
fisio¬logik, dengan tetesan dinaikkan secara bertahap sampai his adekuat.
Pertahankan Tetesan sampai persalinan.
Pantau denyut nadi, tekanan darah, dan kontraksi ibu hamil, dan periksa denyut
jantung janin (DJJ).
Kaji ulang indikasi induksi.
Baringkan ibu hamil miring kiri.
Catat semua pengamatan pada partograf tiap 30 menit
Atur kecepatan infus oksitosin (Lihat Tabel);
Frekuensi dan lamanya kontraksi;
Denyut jantung janin (DJJ). Dengar DJJ tiap 30 menit, dan selalu langsung setelah
kontraksi. Apabila DJJ kurang dari 100 per menit, segera hentikan infus.
Ingat : Ibu dengan infus Oksitosin Jangan ditinggal sendirian.
o Infus oksitosin 2,5 unit dalam 500 cc dekstrose (atau garam fisiologik) mulai
dengan 10 tetes per menit
o Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi
adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) dan pertahankan
sampai terjadi kelahiran.
o Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih dari 4
kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi
dengan:
terbutalin 250 mcg IN. pelan-pelan selama 5 menit, ATAU
salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologik atau Ringer
Laktat) 10 tetes per menit.
o Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama
lebih dari 40 detik) setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit:
Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekslrose
(atau garam fisiologik) dan sesuaikan kecepatan infus sampai 30 tetes
per menit (15 mIU/menit);
Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai
kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40
detik) atau setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit.
o Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan konsentrasi yang
lebih tinggi:
Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan seksio sesarea.
Pada primigravida, infus oksitosin bisa dinaikkan konsentrasinya yaitu:
o 10 unit dalam 500 ml dekstrose (atau garam fisiologik) 30 tetes per menit.
o Naikkan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat.
o Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per menit (60 mIU per
menit), lakukan seksio sesarea .
Catatan : Jangan Berikan Oksitosin 10 Unit dalam 500 CC pada multigravida dan pada bekas
seksio sesaria
PROSTAGLANDIN
Pantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu hamil, dan periksa denyut
jantung janin (DJJ). Catat semua pengamatan pada partograf.
Kaji ulang indikasi.
Prostaglandin E2 (PGE2) bentuk pesarium 3 mg atau gel 2-3 mg ditempatkan
pada forniks posterior vagina dan dapat diulangi 6 jam kemudian (jika his
tidak timbul).
Pantau DJJ dan his pada induksi persalinan dengan Prostaglandin.
Hentikan pemberian prostaglandin dan mulailah infus oksitosin, jika:
ketuban pecah,
pematangan serviks telah tercapai,
proses persalinan telah berlangsung,
ATAU pemakaian prostaglandin telah 24 jam.
MISOPROSTOL
Catatan : Jangan menggunakan Kateter Folley Jika ada riwayat perdarahan, Ketuban Pecah,
pertumbuhan Janin terhambat, atau infeksi Vaginal.
INDIKASI
Indikasi induksi persalinan bisa berasal dari anak atau dari ibu. Indikasi yang berasal
dari ibu adalah :
1. Kehamilan lewat waktu (penelitian dilakukan oleh peneliti kehamilan lewat waktu di
Kanada pada ibu yang mengalami kehamilan lewat dari 41 minggu yang diinduksi
dengan yang tidak diinduksi, hasilnya menunjukkan angka seksio sesaria pada
kelompok yang diinduksi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang tidak
diinduksi). Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu
memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai risiko asfiksia
sampai kematian dalam rahim.
2. Ketuban pecah dini, Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat
masuk ke dalam kantong amnion. . Untuk itu perlu ditentukan ada tidaknya infeksi.
Tanda-tanda infeksi antara lain bila suhu ibu ≥38°C. Janin yang mengalami takikardi,
mungkin mengalami infeksi intrauterin. Yang ditakutkan jika terjadi ketuban pecah
dini adalah terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Untuk itu jika
kehamilan sudah memasuki aterm maka perlu dilakukan induksi.
3. Kematian janin dalam rahim.
4. Restriksi pertumbuhan intrauteri, Bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga
akan berisiko/ membahayakan hidup janin/kematian janin.
5. Isoimunisasi dan penyakit kongenital janin yang mayor, Kelainan kongenital mayor
merupakan kelainan yang memberikan dampak besar pada bidang medis, operatif, dan
kosmetik serta yang mempunyai risiko kesakitan dan kematian tinggi, misalnya :
anensefalus, hidrosefalus, hidronefrosis, hidrops fetalis.
KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi dari induksi persalinan ada yang absolut dan yang relatif.
1. Perdarahan antepartum
2. Grande multiparitas
3. Riwayat seksio sesaria sebelumnya (SSTP)
4. Malposisi dan malpresentasi
a) Terhadap Ibu
b) Terhadap janin
1. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam
pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan
dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan dilakukan
operasi Caesar. Kontraksi yang dihasilkan oleh uterus dapat menurunkan denyut
jantung janin.
2. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat
janin (stress pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, penolong
harus memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu berisiko menimbulkan gawat janin,
proses induksi harus dihentikan.
3. Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang
sebelumnya pernah dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.
4. Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai.
Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan
menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu
seketika.
5. Janin bisa mengalami ikterus neonatorum dan aspirasi air ketuban.
6. Infeksi dan rupture uterus juga merupakan komplikasi yang terjadi pada induksi
persalinan walaupun jumlahnya sedikit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Induksi pesalinan yaitu suatu tindakan yang dilakukan terhadap ibu hamil yang belum
inpartu untuk merangsang terjadinya persalinan. Induksi persalinan terjadi antara 10% sampai
20% dari seluruh persalinan dengan berbagai indikasi baik dari ibu maupun dari janinnya
(Wing DA, 1999). Indikasi terminasi kehamilan dengan induksi adalah KPD, kehamilan post
term, polyhidramnion, perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta), riwayat
persalinan cepat, kanker, PEB, IUFD (Orge Rost, 1995).
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan, yaitu dari
tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada dengan menimbulkan
mulas/his. Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari
rahim secara normal.
DAFTAR PUSTAKA