Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN COVID19


Dosen Pengajar : Supriadi abdul malik.SKM,M.Kes

Di susun oleh:
Kelompok 3

1. ABRIAN(PO7120319013)
2. FATHRATUL U.P DJANGGOLA(PO7120319068)
3. FITRAH(PO7120319035)
4. FARA(PO7120319020)
5. YAYAN KURNIAWAN (PO7120319030)
6. KINANTY DWI PRATIWI (PO7120319043)
7. CITRA ASRI ASTUTI (PO7120319067)

POLITEKNIK KESEHATAN KEENKES PALU

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI

DIV KEPERAWATAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji sykur kehadirat Tuhan yang maha Esa karena berkat rahmat serta hidayahnya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan dengan Pasien
covid19”.Askep ini kami susun dengan maksud memberikan pengetahuan mengenai teori
gangguan konsep diri.
Kami berharap makalah ini dapat memberikan pengaruh yang baik untuk
pembaca.Kami menyadarai bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi penyempurnaan
dan perbaikan makalah.

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep covid 19
B. Konsep sesak napas
C. Konsep deep breathing
D. Konsep humming
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Asuhan keperawatan covid19

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Di masa pandemi COVID-19, tenaga medis berupaya memberikan perawatan

yang terbaik untuk membantu penyembuhan pasien COVID-19. Pasien dengan

COVID-19 yang dirawat di Rumah Sakit banyak yang mengeluh mengalami sesak

nafas. Sebagai seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak hanya

berupa terapi konvensional, tetapi dapat dilakukan bersamaan dengan terapi

komplementer sebagai upaya untuk membantu proses penyembuhan penyakit.

Terapi komplementer yang dapat diberikan yaitu kombinasi Deep breathing dan

Humming. Penelitian mengenai Kombinasi Deep breathing dan Humming belum

pernah ada yang melakukan sebelumnya.

Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui pasti, tetapi kasus pertama

dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan (Huang C, 2020). Penyakit ini berkembang

sangat pesat dan telah menyebar ke berbagai provinsi lain di Cina, bahkan menyebar

hingga ke Thailand dan Korea Selatan dalam kurun waktu kurang dari satu bulan.

Pada 11 Februari 2020, World Health Organization (WHO) mengumumkan nama

penyakit ini sebagai Virus Corona Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus

SARS-CoV-2, yang sebelumnya disebut 2019-nCoV, dan dinyatakan sebagai

pandemik pada tanggal 12 Maret 2020 (Susilo , 2020).

Awalnya, penyakit ini dinamakan sementara sebagai 2019 novel corona virus

(2019-nCoV), kemudian WHO mengumumkan nama baru pada 11 Februari 2020

yaitu Coronavirus Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus Severe Acute

Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Virus ini dapat ditularkan dari

manusia ke manusia dan telah menyebar secara luas di China dan lebih dari 190
negara dan teritori lainnya. Sampai tanggal 29 Maret 2020, terdapat 634.835 kasus

dan 33.106 jumlah kematian di seluruh dunia. Sementara di Indonesia sudah

ditetapkan 1.528 kasus dengan positif COVID-19 dan 136 kasus kematian (WHO,

2020).

Berdasarkan laporan WHO, pada tanggal 30 Agustus 2020, terdapat

24.854.140 kasus konfirmasi COVID-19 di seluruh dunia dengan 838.924 kematian

(CFR 3,4%). Wilayah Amerika memiliki kasus terkonfirmasi terbanyak, yaitu

13.138.912 kasus. Selanjutnya wilayah Eropa dengan 4.205.708 kasus, wilayah Asia

Tenggara dengan 4.073.148 kasus, wilayah Mediterania Timur dengan 1.903.547

kasus, wilayah Afrika dengan 1.044.513 kasus, dan wilayah Pasifik Barat dengan

487.571 kasus (WHO, 2020).

Kasus terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia masih terus bertambah.

Berdasarkan laporan Kemenkes RI, pada tanggal 03 Februari 2021 tercatat total

kasus COVID-19 sebanyak 1,1 juta terkonfirmasi dengan angka kematian 30.581.

Kalimantan Timur menepati urutan ke 6 dari 34 provinsi di

Indonesia dengan kasus terkonfirmasi sebanyak 42.021 kasus (Kemenkes RI, 2020).

Menurut data penyebaran COVID-19 di wilayah kutai kartanegara pada bulan

januari 2021 tercatat 5.105 jiwa kasus terkonfirmasi COVID-19 (Dinas

perhubungan, 2021). Berdasarkan data 10 besar penyakit di RSUD A.M. Parikesit

Tenggarong, penyakit Pneumonia menempati urutan ke 10 dengan jumlah kasus

sebanyak 127 pada tahun 2019 (RSUD A.M. Parikesit, 2019).

Corona virus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai

dari gejala ringan sampai . Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui

menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala seperti

Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory

Syndrome (SARS). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis


baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab

COVID-19 ini dinamakan Sars-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan

antara hewan dan manusia).

Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan

pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi ratarata 5-6

hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID19 yang dapat

menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan

kematian. Gejala yang dirasakan oleh penderita COVID-19 mirip dengan penderita

SARS. Kebanyakan orang yang terinfeksi akan mengalami gejala ringan hingga

sedang. Center for Disease Control (CDC) menyatakan saat ini dilaporkan dapat

terjadi gejala tambahan berupa kehilangan bau dan rasa (Kemenkes RI, 2020).

Sesak nafas merupakan gejala paling umum sekaligus paling urgent pada

pasien positif COVID-19 apabila gejala ini tidak lekas ditangani dan ditindak lanjuti

dengan tepat maka akan mengancam nyawa pasien. Adapun guidelineterapi

farmakologis yang akan diberikan oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

(DPJP) adalah dengan memberikan obat-obatan yang mengurangi gejala yang

timbul pada pasien mengingat belum ditemukannya vaksin daripada virus ini.

Sebagai upaya untuk meringankan gejala yang timbul dan mempercepat

perbaikan kondisi umum pasien terutama pada kondisi sesak nafas pasien positif

COVID-19 maka diperlukan terapi konvensional medis non farmakologi.

Manajemen untuk mengatasi sesak nafas dapat dibagi menjadi 2, yaitu manajemen

farmakologi dan manajemen non farmakologi. Manajemen non farmakologi yang

dapat dilakukan berupa terapi komplementer yaitu Deep breathing dan Humming.

Latihan deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur

pernapasan secara dalam dan lambat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Billo dkk terdapat peningkatan saturasi oksigen perifer secara akut setelah sekali
melakukan latihan deep breathing selama lima belas menit. Lalu pada penelitian

yang dilakukan oleh Shravya dkk diperoleh hasil adanya peningkatan fungsi paru

secara akut setelah sekali melakukan latihan deep breathing selama sepuluh menit

(Iryanita E, 2018).

Humming atau biasa disebut juga dengan Pranayama bermanfaat untuk

mengurangi kecepatan bernafas/melambatkan nafas, humming akan mengubah

pernafasan menjadi lebih tenang dengan proses nafas yang pelan. Pikiran akan

menjadi tenang, Ketika aktifitas nafas semakin berkurang maka aktifitas pikiranpun

akan menurun. Humming atau Pranayama mengajarkan agar bernafas secara sadar

yang dapat mengurangi pergolakan emosi, agar kita dapat bernafas lebih seimbang,

tenang dan mendalam. Bernafas secara sadar bekerja langsung di pusat integrasi

pikiran dan badan. Ingatan adalah gerakan dari pernafasan, dan pernafasan adalah

gerakan ingatan (Bintang, 2019).

Pelaksanaan Humming bisa dilakukan kapan saja dan oleh siapa saja, dan

tidak menimbulkan efek samping. Humming dapat dilakukan dengan posisi duduk

atau berbaring. Langkah- langkah pelaksanaanya yaitu menutup mata dan mulut,

setelah letakan jari telunjuk di telinga. Saat menghembuskan nafas diikuti dengan

medengungkan suara. Saat mendengungkan, posisi mulut tertutup, pita suara

digetarkan terus-menerus sehingga terdengar seperti suara ‘aum’ (Prabawati, 2018).

Getaran tersebut mampu merangsang bagian otak yakni, hipotalamus untuk

melakukan aktivasi sistem korteks adrenal dengan mengirim sinyal ke kelenjar

hipofisis agar tidak mensekresikan adrenocorticotropin (ACTH), sehingga ACTH

yang tadinya menstimulasi lapisan luar kelenjar adrenal (korteks adrenal) untuk

melepaskan sekelompok hormon (kortisol) justru gagal bertugas dan pada akhirnya

kortisol tidak dihasilkan namun sebaliknya yang dihasilkan oleh otak justru

endhorpine. Zat ini bertindak bahkan 200 kali lebih besar daripada morphine, yang
berfungsi untuk kekebalan tubuh, mengatur emosi, merilekskan tubuh serta mampu

menghilangkan depresi (Prabawati, 2018).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Anita (2019) didapatkan adanya

pengaruh yang signifikan pemberian intervensi nafas dalam dan posisi terhadap nilai

saturasi oksigen dan frekuensi nafas pada pasien asma. Deep breathing atau nafas

dalam dapat dijadikan latihan untuk mempertahankan fungsi sistem pernapasan

tetap baik (Syela,2018).

Berdasarkan penelitian Prabawati (2018) Humming atau brahmari

pranayama dapat dijadikan terapi nonfarmakologi untuk mengatasi masalah

gangguan tekanan darah, kecemasan berlebih, dan mengatur pernafasan. Dengan

melakukan pranayama secara rutin dapat memberikan efek yang positif untuk

menyembuhkan penyakit fisik maupun mental (Bintang, 2018).

Bedasarkan latar belakang masalah dan fenomena yang terjadi, maka penulis

ingin membuktikan hasil riset tentang intervensi pemberian Deep breathing dan

Humming yang dituangkan dalam penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners Yang berjudul

“ Asuhan Keperawatan pada Pasien Et Causa Post COVID-19 dengan Intervensi

Kombinasi Deep breathing dan Humming untuk Mengurangi Sesak Nafas di Ruang

ICU RSUD Anutapura palu”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menarik rumusan masalah

dalam tugas asuhan keperawatan yaitu “Bagaimana Pengelolaan Asuhan Keperawatan

dengan Penerapan Intervensi Kombinasi Deep breathing dan Humming untuk

Mengurangi Sesak Nafas pada Pasien Et Causa Post COVID-19 di Ruang ICU

RSUD Anutapura palu”?


C. Tujuan dari Tinjauan Pustaka

1. Tujuan Khusus

a) Menganalisis Asuhan Keperawatan pada Kasus Pasien dengan Covid19 .

b) Menganalisis Intervensi Kombinasi Deep breathing dan Humming untuk

Mengurangi Sesak Nafas di Ruang ICU RSUD Anutapura palu.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep COVID-19

1. Definisi
Pengertian COVID-19 Corona virus merupakan keluarga besar virus yang

menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya

menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga

penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan

Sindrom Pernapasan Akut / Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Penyakit ini terutama menyebar di antara orang- orang melalui tetesan

pernapasan dari batuk dan bersin. Virus ini dapat tetap bertahan hingga tiga hari

dengan plastik dan stainless steel SARS CoV-2 dapat bertahan hingga tiga

hari,atau dalam aerosol selama tiga jam4. Virus ini juga telah ditemukan di

feses, tetapi hingga Maret 2020 tidak diketahui apakah penularan melalui feses

mungkin, dan risikonya diperkirakan rendah (Doremalen et al, 2020).

Corona virus jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian luar

biasa muncul di Wuhan China, pada Desember 2019, kemudian diberi nama

Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS- COV2), dan

menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19). COVID-19

termasuk dalam genus dengan flor elliptic dan sering berbentuk pleomorfik, dan

berdiameter 60- 140 nm. Virus ini secara genetic sangat berbeda dari virus

SARS-CoV dan MERS-CoV. Homologi antara COVID19 dan memiliki

karakteristik DNA coronavirus pada kelelawar-SARS yaitu dengan kemiripan

lebih dari 85%. Ketika dikultur pada vitro,

COVID-19 dapat ditemukan dalam sel epitel pernapasan manusia setelah


96 jam. Sementara itu untuk mengisolasi dan mengkultur vero E6 dan Huh7

garis sel dibutuhkan waktu sekitar 6 hari. Paru-paru adalah organ yang paling

terpengaruh oleh COVID-19, karena virus mengakses sel inang melalui enzim

ACE2, yang paling melimpah di sel alveolar tipe II paruparu. Virus ini

menggunakan glikoprotein permukaan khusus, yang disebut

“spike”, untuk terhubung ke ACE2 dan memasuki sel inang (Letko et al, 2020).

Sub-family virus corona dikategorikan ke dalam empat genus; α, β, γ, d an

δ. Selain virus baru ini (COVID 19), ada tujuh virus corona yang telah diketahui

menginfeksi manusia. Kebanyakan virus corona menyebabkan infeksi saluran

pernapasan atas (ISPA), tetapi Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus

(MERSr CoV), severe acute respiratory syndrome associated coronavirus

(SARSr CoV) dan novel coronavirus 2019 (COVID-19) dapat menyebabkan

pneumonia ringan dan bahkan , serta penularan yang dapat terjadi antar

manusia. Virus corona sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas, dan dapat di

nonaktifkan (secara efektif dengan hampir semua disinfektan kecuali

klorheksidin). Oleh karena itu, cairan pembersih tangan yang mengandung

klorheksidin tidak direkomendasikan untuk digunakan dalam wabah ini

(Safrizal dkk, 2020)

2. Etiologi
Dalam diagnosis awal dari Rencana Perawatan Penyakit Virus Corona

2019 (yang disusun Pemerintah China), deskripsi etiologi COVID-19

didasarkan pada pemahaman sifat fisikokimia dari penemuan virus corona

sebelumnya. Dari penelitian lanjutan, edisi kedua pedoman tersebut

menambahkan “coronavirus tidak dapat dinonaktifkan secara efektif oleh

chlorhexidine”, juga kemudian definisi baru ditambahkan dalam ed isi keempat,


“nCov-19 adalah genus b, dengan envelope, bentuk bulat dan sering berbentuk

pleomorfik, dan berdiameter 60-140 nm.

Karakteristik genetiknya jelas berbeda dari SARSr- CoV dan MERSrCoV.

Homologi antara nCoV2019 dan bat-SL-CoVZC45 lebih dari 85%. Ketika

dikultur in vitro, nCoV-2019 dapat ditemukan dalam sel epitel pernapasan

manusia setelah 96 jam, sementara itu membutuhkan sekitar 6 hari untuk

mengisolasi dan membiakkan VeroE6 dan jaringan sel Huh-7“, serta ”corona

virus sensitif terhadap sinar ultraviolet” (Safrizal dkk, 2020). CoV adalah virus

RNA positif dengan penampilan seperti mahkota di bawah mikroskop elektron

(corona adalah istilah latin untuk mahkota) karena adanya lonjakan glikoprotein

pada amplop. Subfamili Orthocoronavirinae dari keluarga Coronaviridae (orde

Nidovirales) digolongkan ke dalam empat gen CoV: Alphacoronavirus

(alphaCoV), Betacoronavirus (betaCoV), Deltacoronavirus (deltaCoV), dan

Gammacoronavirus (deltaCoV). Selanjutnya, genus betaCoV membelah

menjadi lima sub- genera atau garis keturunan10.

Karakterisasi genom telah menunjukkan bahwa mungkin kelelawar dan

tikus adalah sumber gen alphaCoVs dan betaCoVs. Sebaliknya, spesies burung

tampaknya mewakili sumber gen deltaCoVs dan gammaCoVs. Anggota

keluarga besar virus ini dapat menyebabkan penyakit pernapasan, enterik, hati,

dan neurologis pada berbagai spesies hewan, termasuk unta, sapi, kucing, dan

kelelawar (Safrizal dkk, 2020). Sampai saat ini, tujuh

CoV manusia (HCV) yang mampu menginfeksi manusia telah

diidentifikasi. Beberapa HCoV diidentifikasi pada pertengahan 1960-an,

sementara yang lain hanya terdeteksi pada milenium baru. Dalam istilah

genetik, Chan et al. telah membuktikan bahwa genom


HCoV baru, yang diisolasi dari pasien kluster dengan pneumonia atipikal.

Setelah mengunjungi Wuhan diketahui memiliki 89% identitas nukleotida

dengan kelelawar SARS seperti-CoVZXC21 dan 82% dengan gen manusia

SARS- CoV11. Untuk alasan ini, virus baru itu bernama SARS-CoV-2. Genom

RNA untai tunggal-nya mengandung 29891 nukleotida, yang mengkode 9860

asam amino. Meskipun asalnya tidak sepenuhnya dipahami, analisis genom ini

menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 mungkin berevolusi dari strain yang

ditemukan pada kelelawar.

Namun, potensi mamalia yang memperkuat, perantara antara kelelawar dan

manusia, belum diketahui. Karena mutasi pada strain asli bisa secara langsung

memicu virulensi terhadap manusia, maka tidak dipastikan bahwa perantara ini

ada (Safrizal dkk, 2020).

3. Karakteristik Epidemiologi
Menurut Safrizal dkk, (2020) karakteristik epidemiologi meliputi:

a. Orang dalam pemantauan


Seseorang yang mengalami gejala demam (≥38°C) atau memiliki riwayat

demam atau ISPA tanpa pneumonia. Selain itu seseorang yang memiliki

riwayat perjalanan ke negara yang terjangkit pada 14 hari terakhir sebelum

timbul gejala juga dikategorikan sebagai dalam pemantauan.

b. Pasien dalam pengawasan

1) Seseorang yang mengalami memiliki riwayat perjalanan ke negara yang

terjangkit pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala-gejala COVID-19

dan seseorang yang mengalami gejala- gejala, antara lain: demam

(>38°C); batuk, pilek, dan radang tenggorokan, pneumonia ringan hingga

berdasarkan gejala klinis dan/atau gambaran radiologis; serta pasien


dengan gangguan sistem kekebalan tubuh (immunocompromised) karena

gejala dan tanda menjadi tidak jelas.

2) Seseorang dengan demam >38°C atau ada riwayat demam atau ISPA

ringan sampai dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala, memiliki

salah satu dari paparan berikut: Riwayat kontak dengan kasus konfirmasi

COVID-19, bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang

berhubungan dengan pasien konfirmasi COVID-19, memiliki riwayat

perjalanan ke wilayah endemik, memiliki sejarah kontak dengan orang

yang memiliki riwayat perjalanan pada 14 hari terakhir ke wilayah

endemik.

4. Mekanisme Penularan
COVID-19 paling utama ditransmisikan oleh tetesan aerosol penderita dan

melalui kontak langsung. Aerosol kemungkinan ditransmisikan ketika orang

memiliki kontak langsung dengan penderita dalam jangka waktu yang terlalu

lama. Konsentrasi aerosol di ruang yang relatif tertutup akan semakin tinggi

sehingga penularan akan semakin mudah (Safrizal dkk,

2020).

5. Karakteristik Klinis
Menurut Safrizal dkk, (2020) berdasarkan penyelidikan epidemiologi saat

ini, masa inkubasi COVID-19 berkisar antara 1 hingga 14 hari, dan umumnya

akan terjadi dalam 3 hingga 7 hari. Demam, kelelahan dan batuk kering

dianggap sebagai manifestasi klinis utama. Gejala seperti hidung tersumbat,

pilek, pharyngalgia, mialgia dan diare relative jarang terjadi pada kasus yang

parah, dispnea dan / atau hipoksemia biasanya terjadi setelah satu minggu

setelah onset penyakit, dan yang lebih buruk dapat dengan cepat berkembang

menjadi sindrom gangguan pernapasan akut, syok septik, asidosis metabolik


sulit untuk dikoreksi dan disfungsi perdarahan dan batuk serta kegagalan

banyak organ, dll.

Pasien dengan penyakit parah atau kritis mungkin mengalami demam sedang

hingga rendah, atau tidak ada demam sama sekali. Kasus ringan hanya hadir

dengan sedikit demam, kelelahan ringan dan sebagainya tanpa manifestasi

pneumonia Dari kasus yang ditangani saat ini, sebagian besar pasien memiliki

prognosis yang baik. Orang tua dan orang-orang dengan penyakit kronis yang

mendasari biasanya memiliki prognosis buruk sedangkan kasus dengan gejala

yang relatif ringan sering terjadi pada anak-anak. Beberapa gejala yang

mungkin terjadi, antara lain :

a. Penyakit Sederhana (ringan)

Pasien-pasien ini biasanya hadir dengan gejala infeksi virus saluran

pernapasan bagian atas, termasuk demam ringan, batuk (kering), sakit

tenggorokan, hidung tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot, atau

malaise. Tanda dan gejala penyakit yang lebih serius, seperti dispnea, tidak

ada. Dibandingkan dengan infeksi HCoV sebelumnya, gejala non-

pernapasan seperti diare sulit ditemukan.

b. Pneumonia Sedang

Gejala pernapasan seperti batuk dan sesak napas (atau takipnea pada anak-

anak) hadir tanpa tanda-tanda pneumonia .

c. Pneumonia Parah

Demam berhubungan dengan dispnea , gangguan pernapasan, takipnea

(> 30 napas / menit), dan hipoksia (SpO2<90%) pada udara kamar).

Namun, gejala demam harus ditafsirkan dengan hatihati karena bahkan

dalam bentuk penyakit yang parah, bisa sedang atau bahkan tidak ada.

Sianosis dapat terjadi pada anak-anak. Dalam definisi ini, diagnosis adalah
klinis, dan pencitraan radiologis digunakan untuk mengecualikan

komplikasi.

d. Sindrom Gangguan Pernapasan Akut (ARDS)

Diagnosis memerlukan kriteria klinis dan ventilasi. Sindrom ini

menunjukkan kegagalan pernapasan baru-awal yang serius atau

memburuknya gambaran pernapasan yang sudah diidentifikasi.

Berbagai bentuk ARDS dibedakan berdasarkan derajat hipoksia.

6. Pencegahan
Menurut Kemenkes RI dalam Health Line (2020) pencegahan penularan

COVID-19 meliputi :

a. Sering-Sering Mencuci Tangan

Sekitar 98 persen penyebaran penyakit bersumber dari tangan. Mencuci

tangan hingga bersih menggunakan sabun dan air mengalir efektif

membunuh kuman, bakteri, dan virus, termasuk virus Corona. Pentingnya

menjaga kebersihan tangan membuat memiliki risiko rendah terjangkit

berbagai penyakit.

b. Hindari Menyentuh Area Wajah

Virus Corona dapat menyerang tubuh melalui area segitiga wajah, seperti

mata, mulut, dan hidung. Area segitiga wajah rentan tersentuh oleh

tangan, sadar atau tanpa disadari. Sangat penting menjaga kebersihan

tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan benda atau bersalaman

dengan orang lain.

c. Hindari Berjabat Tangan dan Berpelukan


Menghindari kontak kulit seperti berjabat tangan mampu mencegah

penyebaran virus Corona. Untuk saat ini menghindari kontak adalah cara

terbaik. Tangan dan wajah bisa menjadi media penyebaran virus

Corona.

d. Jangan Berbagi Barang Pribadi


Virus Corona mampu bertahan di permukaan hingga tiga hari. Penting

untuk tidak berbagi peralatan makan, sedotan, handphone, dan sisir.

Gunakan peralatan sendiri demi kesehatan dan mencegah terinfeksi virus

Corona.

e. Etika ketika Bersin dan Batuk

Satu di antara penyebaran virus Corona bisa melalui udara. Ketika bersin

dan batuk, tutup mulut dan hidung agar orang yang ada di sekitar tidak

terpapar percikan kelenjar liur. Lebih baik gunakan tisu ketika menutup

mulut dan hidung ketika bersin atau batuk. Cuci tangan hingga bersih

menggunakan sabun agar tidak ada kuman, bakteri, dan virus yang

tertinggal di tangan.

f. Bersihkan Perabotan di Rumah

Tidak hanya menjaga kebersihan tubuh, kebersihan lingkungan tempat

tinggal juga penting. Gunakan disinfektan untuk membersih perabotan

yang ada di rumah. Bersihkan permukaan perabotan rumah yang rentan

tersentuh, seperti gagang pintu, meja, furnitur, laptop, handphone, apa

pun, secara teratur. Bisa membuat cairan disinfektan buatan sendiri di

rumah menggunakan cairan pemutih dan air.

Bersihkan perabotan rumah cukup dua kali sehari.

g. Jaga Jarak Sosial


Satu di antara pencegahan penyebaran virus Corona yang efektif adalah

jaga jarak sosial. Pemerintah telah melakukan kampanye jaga jarak fisik

atau physical distancing. Dengan menerapkan physical distancing ketika

beraktivitas di luar ruangan atau tempat umum, sudah melakukan satu

langkah mencegah terinfeksi virus Corona. Jaga jarak dengan orang lain

sekitar satu meter. Jaga jarak fisik tidak hanya berlaku di tempat umum, di

rumah pun juga bisa diterapkan.

h. Hindari Berkumpul dalam Jumlah banyak

Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Kepolisian Republik

Indonesia telah membuat peraturan untuk tidak melakukan aktivitas

keramaian selama pandemik virus Corona. Tidak hanya tempat umum,

seperti tempat makan, gedung olah raga, tetapi tempat ibadah saat ini

harus mengalami dampak tersebut. Tindakan tersebut adalah upaya untuk

mencegah penyebaran virus Corona. Virus Corona dapat ditularkan

melalui makanan, peralatan, hingga udara. Untuk saat ini, dianjurkan

lebih baik melakukan aktivitas di rumah agar pandemik virus Corona

cepat berlalu.

i. Mencuci Bahan Makanan

Selain mencuci tangan, mencuci bahan makanan juga penting dilakukan.

Rendam bahan makanan, seperti buah-buah dan sayursayuran

menggunakan larutan hidrogen peroksida atau cuka putih yang aman

untuk makanan. Simpan di kulkas atau lemari es agar bahan makanan

tetap segar ketika ingin dikonsumsi. Selain untuk membersihkan, larutan

yang digunakan sebagai mencuci memiliki sifat antibakteri yang mampu

mengatasi bakteri yang ada di bahan makanan.


B. Konsep Sesak Nafas

1. Definisi
Sesak nafas merupakan subjek seseorang dan pasien sering merasa tercekik,

nafas pendek, atau didada. Menurut Hidayat (2008), sesak nafas merupakan

perasaan sesak dan pada saat bernafas. Sesak nafas dapat disebabkan karena

perubahan kadar gas dalam darah atau jaringan, kerja , atau berlebih, serta

faktor psikologis (Hidayat, 2008),

2. Cara mengukur sesak nafas


a. Skala sesak Modifieted Medical Reserch Coucil ( Mrct )

b. Modifieted Borg Scale (MBS)

c. Base Line Index (BDI)

d. Visual Analouge Scale for Dypsnea (VAS)

e. Saturasi Oksigen

C. Konsep Deep breathing

1. Definisi
Penggunaan istilah latihan nafas (breathing exercise) berkaitan dengan

pola nafas (menahan nafas, sesak nafas, bernafas panjang), Saturasi Oksigen,

nafas dalam (volume), tempat bernafas (dada, diafragma), koordinasi nafas,

tahapan dan keseimbangan (berhubungan dengan aspek gelombang nafas),

resistensi nafas (hidung dan mulut) dan aktivitas otot kolateral untuk regulasi

bernafas (White 2007).

Deep breathing exercise merupakan latihan pernapasan dengan tehnik

bernapas secara perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga

memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh

(Smeltzer, et al. 2008). Nafas dalam (deep breathing) adalah suatu teknik

bernafas yang berhubungan dengan perubahan fisiologis yang bisa

memberikan respon relaksasi. Nafas dalam adalah suatu keterampilan, nafas


dalam adalah tipe bernafas yang kita lakukan secara alami saat masih bayi

atau saat tidur dan bernyanyi. Nafas dalam adalah sebuah keterampilan

dimana membutuhkan waktu dan komitmen untuk dipraktekkan (Reyes &

Wall 2004).

2. Tujuan dan Manfaat Deep breathing


Tujuan deep breathing yaitu :

a. Untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta

mengurangi kerja pernapasan.

b. Memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru.

c. Meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot dan

menghilangkan ansietas.

d. Mencegah pola aktifitas otot pernapasan yang tidak berguna,

melambatkan frekuensi pernapasan, mengurangi udara yang terperangkap

serta mengurangi kerja bernafas.

e. Mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan

intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan (Smeltzer, et al. 2008).

Latihan pernapasan dengan tehnik deep breathing membantu

meningkatkan compliance paru untuk melatih kembali otot pernapasan

berfungsi dengan baik serta mencegah distress pernapasan (Ignatavicius &

Workman 2006). Deep breathing dapat mencegah atelektasis dan

meningkatkan fungsi ventilasi paru pada klien post ekstubasi. Pemulihan

kemampuan otot pernapasan akan meningkatkan compliance paru sehingga

membantu ventilasi lebih adequat sehingga menunjang oksigenasi jaringan

(Westerdahl, et al, 2005).

3. Teknik Latihan Deep breathing


Deep breathing exercise merupakan salah satu latihan pernafasan yang

banyak dikembangkan dalam kajian keperawatan. Latihan ini bertujuan


untuk meningkatkan kemampuan otot-otot pernafasan yang berguna untuk

meningkatkan compliance paru untuk meningkatkan fungsi ventilasi dan

memperbaiki oksigenasi.

Teknik nafas dalam dilakukan dengan banyak cara. Dalam tinjauan ini

akan menyajikan 2 teknik nafas dalam :

a. Teknik deep breathing exercise menurut Smeltzer, et al. (2008) meliputi:

1) Mengatur posisi klien dengan semi fowler/fowler di tempat

tidur/kursi.

2) Meletakkan satu tangan klien di atas abdomen (tepat di bawah iga)

dan tangan lainnya pada tengah dada untuk merasakan gerakan dada

dan abdomen saat bernafas.

3) Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan

abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama

inspirasi, tahan nafas selama 2 detik.

4) Menghembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit

terbuka sambil mengencangkan (kontraksi) otot-otot abdomen dalam

4 detik.

5) Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap

pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit.

6) Melakukan latihan dalam lima siklus selama 15 menit.

b. Teknik deep breathing exercise dalam Sauer (2003) dilakukan dengan

langkah sebagai berikut :

1) Pasien berada dalam posisi fowler atau duduk.

2) Kedua tangan klien diletakkan diatas perut.

3) Anjurkan klien untuk menarik nafas secara berlahan melalui hidung,

rasakan jari tengah terpisah. Tahan nafas selama 2 sampai 3 detik.


4) Anjurkan klien untuk mengeluarkan nafas secara berlahan melalui

perut.

5) Lakukan latihan selama 15 menit dengan frekuensi 3 kali sehari.

D. Konsep Humming

1. Definisi
Humming atau humming bee breath (bernapas ala lebah) berarti
bergumam atau bersenandung. Masyarakat di india menyebut humming bee

breath (bernapas ala lebah) yaitu Bhramari Pranayama. Bhramari

Pranayama berasal dari arti nama lebah India yang berwarna hitam yang

disebut Bhramari (Shankar R, 2020).

2. Manfaat
Humming merupakan salah satu latihan untuk menghilangkan

kegelisahan, frustasi, dan kecemasan. Humming bekerja menenangkan saraf

di otak. Getaran yang dihasilkan saat bersenandung memiliki efek

menenangkan yang alami. (Shankar R, 2020).

3. Langkah-langkah Pelaksanaa Humming


a. Duduk tegak, pastikan badan rileks. Kemudian tutup kedua mata dan

pastikan otot-otot wajah rileks.

b. Pastikan mata tetap tertutup untuk beberapa saat. Dan rasakan sensai

tubuh menjadi lebih tenang

c. Letakkan jari telunjuk di telinga kanan dan kiri. Letakkan jari di tulang

rawan kecil (tragus cartilage) diantara tulang pipi dan telinga

d. Kemudian Tarik nafas dalam. Saat menghembuskan nafas tekan tulang

rawan dengan lembut atau menekan kedalam keluar dengan jari.

Kemudian dengan bibir terkatup, keluarkan suara senandung atau

begumam seperrti lebah.


e. Keluarkan suara bersenandung dengan nada rendah atau lebih baik

membuat nada suara yang tinggi.

f. Tarik nafas dan ulangi gerakan sebanyak 3-4 kali selama 5- 10 menit.

4. Pelaksanaan
Humming dapat dilakukan dengan posisi berbaring. Apabila dilakukan

dengan posisi berbaring pastikan tubuh menghadap ke kanan. Kemudian

keluarkan suara dengan bersenandung, dan tidak perlu jati telunjuk

memegang telinga. Humming dapat dilakukan 3-4 kali dalam sehari.

5. Manfaat
a. Memberikan menenangkan pikiran dan menghilangkan stress

b. Menghilangkan sakit kepala

c. Menurunkan tekanan darah

d. Meningkatkan konsentrasi dan daya ingat

e. Meningkatkan rasa kepercayaan diri

6. Hal yang perlu diperhatikan


a. Jari tidak boleh dimasukan kedalam telinga, pastikan jari berada di tulang

rawan

b. Jangan menekan tulang rawan terlalu keras

c. Jangan menekan wajah

d. Pengulangan pelaksanaan tidak boleh lebih dari 4 kali

e. Pastikan perut dalam keadaan kosong


BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,

untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalahmasalah klien

sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan

proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas: (Arif

Muttaqin, 2008)

a. Pengumpulan Data

1) Anamnesa

1) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang

dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan

darah, no. register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Keluhan utama klien dengan pneumonia adalah sesak napas, batuk, dan

peningkatan suhu tubuh atau demam.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Apabila

klien mengatakan batuk, maka perawat harus menanyakan sudah berapa

lama, dan lama keluhan batuk muncul. Keluhan batuk biasanya timbul

mendadak dan tidak berkurang setelah minum obat.

Pada awalnya keluhan batuk nonproduktif, lama kelamaan menjadi batuk

produktif dengan mukus purulent kekuningan, kehijauan, kecoklatan,

atau kemerahan dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh
mengalami demam tinggi dan menggigl serta sesak napas, peningkatan

frekuensi pernapasan, dan lemas.

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit diarahkn pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah

mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala seperti

luka tenggorokan, kongesti nasal, bersin, dan demam ringan

5) Riwayat keperwatan berdasarkan pola kesehatan fungsional

(a) Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat

Keluarga sering menganggap seperti batuk biasa, dan menganggap

benar-benar sakit apabila sudah mengalami sesak napas.

(b) Pola metabolik nutrisi

Sering muncul anoreksia (akibat respon sistematik melalui control

saraf pusat), mual muntah karena terjadi peningkatan rangsangan

gaster dari dampak peningkatan toksik mikroorganisme.

(c) Pola eliminasi

Penderita mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan

cairan karena demam.

(d) Pola tidur-istirahat


Data yang muncul adalah pasien kesulitan tidur karena sesak napas.

Penampilan lemah, sering menguap, dan tidak bisa tidur di malam

hari karena tidak kenyamanan tersebut.

(e) Pola aktivitas-latihan

Aktivitas menurun dan terjadi kelemahan fisik.

(f) Pola kognitif-persepsi

Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernsh disampaikan

biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigenasi pada

otak.
(g) Pola persepsi diri-konsep diri

Tampak gambaran keluarga terhadap pasien, karena pasien diam.

(h) Pola peran hubungan

Pasien terlihat malas jika diajak bicara dengan keluarga, pasien lebih

banyak diam.

(i) Pola toleransi stress-koping

Aktivitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah pasien

selalu diam dan mudah marah.

(j) Pola nilai-kepercayaan

Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan

untuk mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT.

2) Pemeriksaan Fisik

a) Inspeksi
Wajah terlihat pucat, meringis, lemas, banyak keringat, sesak,

adanya PCH, Adanya takipnea sangat jelas (25-45 kali/menit),

pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-otot aksesori

pernafasan, dyspnea, sianosis sirkumoral, distensi abdomen, sputum

purulen, berbusa, bersemu darah, batuk : Non produktif

– produktif, demam menggigil, faringitis.

b) Palpasi

Denyut nadi meningkat dan bersambungan (bounding), nadi

biasanya meningkat sekitar 10 kali/menit untuk setiap kenaikan satu

derajat celcius, turgor kulit menurun, peningkatan taktil fremitus di

sisi yang sakit, hati mungkin membesar.

c) Perkusi

Perkusi pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang

sakit.
d) Auslkutasi

Terdengar stridor, bunyi nafas bronkovesikuler atau bronkial,

egofoni (bunyi mengembik yang terauskultasi), bisikan pektoriloquy

(bunyi bisikan yang terauskultasi melalui dinding dada), ronchii

pada lapang paru. Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan

lebih baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) daripada

melalui jaringan normal.

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Sinar X

Mengidentifikasikan distribusi strukstural (misal: Lobar, bronchial);

dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus);

infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau

penyebaran/perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus). Pada

pneumonia mikroplasma, sinar x dada mungkin bersih.

b) GDA (Gas Darah Arteri)

Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang

terlibat dan penyakit paru yang ada

c) Pemeriksaan darah.

Pada kasus pneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis

(meningkatnya jumlah netrofil) (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)

Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000-

40.000/m dengan pergeseran LED meninggi.

d) LED meningkat.

Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas

meningkat dan komplain menurun, elektrolit Na dan Cl mungkin

rendah, bilirubin meningkat, aspirasi biopsi jaringan paru

e) Rontegen dada
Ketidak normalan mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang

terlibat dan penyakit paru yang ada. Foto thorax bronkopeumonia

terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika

pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau

beberapa lobus.

f) Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah

Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi

transtrakeal,bronskoskopi fiberoptik, atau biopsi pembukaan paru

untuk mengatasi organisme penyebab, seperti bakteri dan virus.

Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk

preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau

mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena

sulit.

g) Tes fungsi paru

Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan

jalan nafas mungkin meningkat dan complain menurun.

Mungkin terjadi perembesan (hipokemia).

h) Elektrolit

Natrium dan klorida mungkin rendah.

i) Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka

Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik

(CMV), karakteristik sel raksasa (rubella).

B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien pneumonia adalah

sebagai berikut:

a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D.0001)


b. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
c. Intoleransi aktivitas (D.0056)

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses

keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam

usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi

kebutuhan pasien (Setiadi, 2012). Berdasarkan Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia (SLKI) dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)

Tahun 2018 intervensi pada diagnosa yang muncul seperti di table berikut ini

Table 3.1 Tabel Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Bersihan Jalan Nafas (D.0001) Tujuan: Manajemen Jalan Nafas (I.01011)

Di buktikan dengan : Gejala Setelah dilakukan Observasi


intervensi keperawatan • Monitor pola nafas
dan Tanda Mayor selama .......... bersihan • Monitor bunyi nafas
jalan nafas meningkat • Monitor sputum
Subjektif: dengan kriteria hasil :
Terapeutik
Mengeluh sesak nafas 1. Produksi sputum • Pertahankan kepatenan jalan nafas
menurun dengan headtill chin lift
Objektif: 2. Mengi menurun • Posisikan semifowler atau fowler
3. Whezing menurun • Berikan minum hangat
- Batuk tidak efektifatau mampu 4. Dipsnea menurun • Lakukan fisioterapi dada
batuk 5. Saturasi Oksigen • Lakukan penghisapan lendir kurang
membaik dari 15 detik
- Sputum berlebih/obstruksi jalan
6. Pola nafas membaik • Berikan oksigen, jika perlu
nafas
- Mengi, Wheezing, atau ronchi
Edukasi
kering
• Anjurkan asupan 2000 ml/hari
• Ajarkan batuk efektif

Gejala dan Tanda Minor Kolaborasi


Kolaborasi pemberian bronkodilator
Subjektif: Tidak

tersedia

Objektif:

- Gelisah - Sianosis
- Bunyi nafas menurun
- Saturasi Oksigen berubah
- Pola nafas berubah
No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Intervensi


IdentifikasiHasil

2. Gangguan pertukaran gas (D.0003) Tujuan: Pemantauan respirasi (I.1014)

Dibuktikan dengan : Gejala Setelah dilakukan Observasi:


intervensi
dan Tanda Mayor keperawatan • Monitor frekuensi, irama,
selama ............. maka • kedalamam, dan upaya nafas
Subjektif: • Monitor kemampuan baruk
gangguan pertukaran gas
• Efektif
Dipsnea meningkat dengan kriteria
• Monitor pola nafas
hasil :
• Monitor adanya sputum
Objektif : 1. Dipsnea menurun • Monitor adanya sumbatan jalan
2. Bunyi nafas nafas
- Pco2 meningkat/menurun
tambahan menurun 3.
- Po2 menurun • Auskultasi suara nafas
Pusing menurun
- Takikardi 4. Pengelihatan kabur • Monitor saturasi oksigen
- bunyi nafas tambahan menurun • Monitor AGD

Gejala dan Tanda Minor Terapeutik:

Subjektif: • Atur interval pemantauan dan


prosedur pemantauan
- Pusing
- Pengelihatan kabur • Dokumentasi hasil pemantauan

Objektif : Edukasi
- sianosis • Jelaskan tujuan dan prosedur
- gelisah pemantauan
- nafas cuping hidung • Informasikan hasil pemantauan
- pola nafas abnormal
- kesadaran menurun

No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

3 Intoleransi aktivitas (D.0056) Tujuan: Manajemen Energi

Dibuktikan dengan : Gejala Setelah dilakukan intervensi Observasi:


keperawatan selama
dan Tanda Mayor ............. maka • Identifikasi gangguan fungsi tubuh
gangguan pertukaran gas yang mengakibatkan kelelahan
Subjektif: • Monitor pola dan jam tidur
meningkat dengan kriteria
• Monitor kelelahan fisik dan
Mengeluh lelah hasil :
emosional
1. Kemudahan dalam
melakukan aktivitas
Objektif : Edukasi
sehari-hari Meningkat
- Frekunsi jantung meningkat 2. Kekuatan tubuh bagian
atas dan • Anjurkan tirah baring
Gejala dan Tanda Minor bawahMeningka • Anjurkan melakukan aktivitas secara
3. Keluhan lelah menurun bertahap
Subjektif:
4. Dispnea saat aktivitas
menurun Terapeutik:
- Dipsnea saat aktivitas
- Merasa lemas
- Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus
Objektif :
- Tekanan darah berubah (>20%)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
darikondisi istirahat
- Gambaran EKG - Berikan aktivitas distraksi yang
- Sianosis menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan

Kolaborasi

• Kolaborasi dengan ahli gizi tentang


cara meningkatkan asupan makanan

Terapi Relaksasi (I.09326)


Observasi
• Identifikasi perubahan
tingkat
energi
• Pwerksa nadi, TD, dan Suhu
sebelum dan sesudah latihan
• Monitor respon terhadap relaksasi

Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus
• Gunakan nada suara yang lembut
dengan irama lambat dan berirama

Edukasi
• Jelaskan tujuan, manfaat, dan jenis
relaksasi yg tersedia (nafas dalam dan
humming)
• Jelaskan secara rinci intervensi yg
dipilih
• Anjurkan mengambil posisi yg
nyaman
• Anjurkan rileks
• Anjurkan sering mengulangi teknik
Demontrasikan dan latih teknik relaksasi

D. Intervensi Inovasi
1. Manajemen Intervensi

a. Intervensi Inovasi

Intervensi inovasi yang dilakukan adalah pemberian kombinasi

deep breating dan humming bertujuan untuk sesak nafas yang dirasakan

pasien a COVID-19 di ruang ICU RSUD

Parikesit Tenggarong

Instrumen yang dipergunakan dalam terapi ini ialah lembar

observasi, dan saturasi oksigen.

b. Jalannya Pelaksanaan Intervensi

1) Persiapan

a) Monitoring Observasi serta alat saturasi oksigen

b) Mempersiapkan alat tulis


c) Mengkondisikan ruangan yang nyaman dengan

memperhatikan kebisingan, pendingin ruangan, cahaya lampu

d) Mempersiapkan pasien

2) Pelaksanaan

a) Beri salam terapeutik kepada klien dan keluarga

b) Perkenalkan diri sebaik mungkin

c) Tanyakan keluhan dan perasaan klien saat ini


d) Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan

e) Jaga privasi klien

f) Lakukan pengukuran Saturasi Oksigen

g) Mencuci tangan sesuai dengan prosedur.

h) Mengidentifikasi status pasien yang hemodinamik stabil,

i) Melakukan pemeriksaan terhadap status pernapasan.

j) Mengidentifikasi klien tidak dalam kondisi nyeri, sesak nafas dan

emergency.

k) Memastikan klien dalam kondisi sadar dan dapat mengikuti

perintah dengan baik.

l) Mengatur posisi klien berbaring di atas tempat tidur kepala lebih

tinggi, bila memungkinkan dengan posisi semi fowler atau

fowler/duduk.

m) Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk kenyamanan klien.


n) Apabila terdapat akumulasi sekret. Mengajarkan batuk efektif

(dengan menarik nafas dalam dan secara perlahan melalui hidung

dan mulut, tahan 1-5 hitungan, kemudian mulai batuk dengan

hentakan lembut, tampung dahak pada bengkok). Bila perlu

suction sesuai indikasi untuk membantu mengeluarkan sekret dari

jalan nafas bawah.

o) Pastikan mata tetap tertutup untuk beberapa saat. Dan rasakan

sensai tubuh menjadi lebih tenang

p) Letakkan jari telunjuk di telinga kanan dan kiri. Letakkan jari di

tulang rawan kecil (tragus cartilage) diantara tulang pipi dan

telinga

q) Mengajarkan klien menghirup nafas secara perlahan dan dalam

melalui mulut dan hidung, sampai perut terdorong

maksimal/mengembang. Menahan nafas 1-6 hitungan. Saat

menghembuskan nafas tekan tulang rawan dengan lembut atau


menekan kedalam keluar dengan jari. Kemudian dengan bibir

terkatup, keluarkan suara senandung atau begumam seperrti lebah.

r) Keluarkan suara bersenandung dengan nada rendah atau lebih baik

membuat nada suara yang tinggi.

s) Meminta klien untuk melakukan latihan 3-4 kali secara mandiri

selama 5-10 menit

t) Setelah terapi diberikan dan selesai bersihkan alat dan atur posisi

nyaman untuk klien

u) Lakukan pengukuran saturasi oksigen nafas

v) Isi lembar observasi

c. Lama Pemberian

Lama pemberian intervensi ini selama ± 10 menit yang dilakukan maksimal

4 kali sehari atau apabila sedang sesak nafas

d. Kriteria pasien

1) Kriteria Inklusi

a) Bersedia dilakukan intervensi dengan

menandatangani inform consent

b) Pasien yang mengalami nesak nafas

c) Pasien tidak mengalami gangguan jiwa

d) Pasien kooperatif

2) Kriteria Eksklusi

a) Pasien dengan tanda vital tidak stabil

b) Pasien yang tidak mengikuti latihan


secara teratur

E. Implementasi
Implementasi keperawatan yang merupakan komponen proses

keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang

diperlukan mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau

mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan perawatan

untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, menyelia dan mengevaluasi kerja

anggota staff, dan mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan

dengan perawatan kesehatan berkelanjutan dari klien (Hidayat, 2012).

F. Evaluasi
Dokumentasi evaluasi adalah merupakan catatan tentang indikasi kemajuan

pasien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan

parawatan dan untuk mengkomunikasikan status pasien dari hasil tindakan

keperawatan (Hidayat, 2012).

Terdapat dua tipe evaluasi keperawatan menurut yaitu; evaluasi formatif dan

evaluasi sumatif. Evaluasi formatif terjadi secara periodik selama pemberian

perawatan, sedangkan evaluasi sumatif terjadi pada akhir aktivitas, seperti diakhir

penerimaan, pemulangan atau pemindahan ke tempat lain, atau diakhir kerangka

waktu tertentu, seperti diakhir sesi penyuluhan (Setiadi,

2012)
BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Jennings LK, White MM. Platelet Aggregation.(2007). In: Michelson AD (ed.). Platelets, 2nd edition.
New York. Elsevier Inc.

Kemenkes RI. (2020). Situasi Terkini Perkembangan Novel Coronavirus (COVID19).Jakarta :


Drektoral pencegahan dan pengendalian penyakit.

Letko, M, Marzi A, Munster V. (2020). Functional assessment of cell entry and receptor usage for
SARS-CoV-2 and other lineage B betacoronaviruses. Nature Microbiology: 1–8.
doi:10.1038/s41564-020-0688-y.

Manurung,Santa.(2011). Keperawatan Profesional.Jakarta: Tim.

Tika S D. (2020). Pengaruh Latihan Slowdeep Breathing Terhadap Respiration Rate Pada Pasien Ispa.
Jurnal Darul Azhar Vol 9, No.1 Februari 2020 – Juli 2020 : 70 – 76.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

WHO.(2020). WHO Director-General’s opening remarks at the media briefing on COVID-19 - 11


March 2020.

Van Doremalen N, Bushmaker T, Morris DH, Holbrook MG, Gamble A,


Williamson BN, dkk. (2020).Aerosol dan Stabilitas Permukaan SARS-CoV2 dibandingkan dengan SARS-
CoV-1. N Engl J Med. DOI: 10.1056 / NEJMc2004973.

Anda mungkin juga menyukai