Anda di halaman 1dari 30

JURNAL INTERMEDIATE TRAINING (LK II)

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM


KORDINATOR KOMISARIAT TAMALATE
CABANG MAKASSAR

History Of Indonesia: Tafsir Sosiologis dan Antropologi (Tema:A)


Pengaruh Islam Pra Kemerdekaan Dalam Aspek Sosiocultural

Oleh:
Baharuddin J
E-mail:baharuddinj98@gmail.com
No.Hp:083132124104

CABANG PERSIAPAN BANTAENG


BADKO SULSELBAR
2020

1
DAFTAR ISI

Daftar isi..........................................................................................................2

Abstrak............................................................................................................3

Kata Kunci......................................................................................................3

A. Pendahuluan........................................................................................4
B. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian...............................................................................4
2. Teknik Penelitian............................................................................4
3. Teknik Analisis Data......................................................................5
C. Pembahasan
1. Proses masuknya islam di Indonesia..............................................6
2. Cara islamisasi di Indonesia...........................................................9
3. Terbentuknya kerajaan di Indonesia...............................................14
D. Penutup
1. Kesimpulan.....................................................................................27
2. Saran...............................................................................................27
Daftar Pustaka................................................................................................29
Biodata Peserta...............................................................................................30

2
Pengaruh Islam Pra Kemerdekaan Dalam Aspek Sosiocultural

Abstrak

Pada umumnya sistem kehidupan bernegara merupakan hasil persesuaian-diri


dengan ajaran budaya lokal yang dianut dan yang terbentuk dari akibat
perubahan-perubahan yang terjadi dalam bidang sosial-politik dan sosial-
ekonomi. Hal ini berbeda dengan sistem Islam, sebab ia berasal dari suatu
sumber yang bersifat tetap, yaitu yang berpatok pada wahyu Tuhan.Hasil kajian
menunjukan bahwa Islam adalah sistem sosial, tatanan kehidupan yang lengkap
dan utuh, yang berhubungan dengan urusan-urusan pemerintahan, politik,
ekonomi, sosial, dan seterusnya. Artinya, Islam sebagai agama tidak hanya
mengandung hal-hal yang berdimensi teologis-ritualistik tetapi juga memberikan
pedoman tentang kehidupan sosial pragmatis; Islam mempunyai dimensi
pemerintahan, politik, dan kenegaraan yang mengisyaratkan kedekatan
negaradengan agama.

Kata Kunci : Sejarah, Islam, budaya

A. Pendahuluan
Islam adalah sebuah risalah yang telah dikirim ke seluruh umat manusia
tanpa memandang ras mereka, kebangsaan, serta struktur sosial (al-Islam salih
likulli zaman wa makan). Islam tidak dikirim ke negara tertentu, komunitas
yang dipilih, sehingga orang lain harus mematuhi mereka. Risalah Islam adalah
panduan dan rahmat untuk seluruh umat manusia, seperti yang telah dijelaskan
dalam al-Qur’an shurah al-Anbiya ayat 107, yang artinya: “Dan tiadalah kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. Dalam
Q.S. al-Anbiya: 107, jelas bahwa Islam adalah agama belas kasihan bagi semua

3
makhluk (manusia, hewan, tumbuhan, dan semua makhluk). Ini berarti bahwa
Islam adalah agama universal, universalisme ini telah dimanifestasikan dalam
ajarannya, yang mencakup hukum agama (fiqh), kepercayaan (tauhid), serta
etika (akhlak). Oleh karena itu, semua umat Islam benar-benar percaya bahwa
Islam sesuai bagi semua makhluk. Melihat dari pernyataan di atas sudah jelas,
bahwa agama Islam adalah agama yang sangat menghargai dan saling
toleransi, agama yang mengajarkan penganutnya untuk saling menyayangi,
mengasihi dan mengayomi tanpa memandang ras mereka, kebangsaan, serta
struktur sosial. Hal ini sejalan dengan Islamnya Indonesia yang biasa disebut
‘Islam Nusantara’. Meskipun bukan negara Islam, namun penduduk Indonesia
mayoritas beragama Islam. Indonesia merupakan negara yang tidak begitu
terpengaruh dengan arabisasi, sebab masyarakat Indonesia adalah masyarakat
yang multikultural, masyarakat yang menjunjung nilai-nilai kebudayaan.
Namun, tidak berarti Islam yang mereka anut menyimpang dari kemurnian
ajaran Islam itu sendiri.
B. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif
dengan menggunakan pendekatan etnografi, karena dalam penelitian
kualitatif menghendaki data dan informasi yang berbentuk deskripsi untuk
dapat mengungkapkan makna yang berada di balik deskripsi atau uraian
informan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dan keterangan dalam penelitian maka
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Data Primer Menggunakan Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia
dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya
selain panca indra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit.
b. Data Sekunder
1) Studi Kepustakaan

4
Studi kepustakaan merupakan salah satu teknik
pengumpulan data dengan menggunakan media kepustakaan
sebagai sumber informasi, Penulis melakukan penjelajahan
informasi melalui berbagai referensi.
2) Internet Searching
Penelitian dengan menggunakan internet searching sebagai
salahsatu mekanisme pengumpulan data yakni dengan mencari
artikel dan materi yang terkait dengan masalah yang sedang
diteliti dengan menggunakan media internet.
3. Teknik Analisis Data
Untuk memperoleh data dan keterangan dalam penelitian maka
penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Pengumpulan Data
Teknik analisis data yang dilakukan adalah dengan mengelolah
semua data penelitian yang dilakuakn dari pengumpulan data dari
observasi, wawancara, studi kepustakaan dan studi dokumen, berita.
b. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses analisis untuk memilih, memusatkan
perhatian, menyederhanakan, mengabtraksikan serta
mentransformasikan data yang muncul dari catatan-catatan lapangan.
Mereduksi data berarti membuat rangkuman, memilih hal-hal pokok,
memfokuskan pada hal-hal penting, mencari pola dan tema dan
membuang hal yang tidak dianggap penting. Dengan demikian
peneliti menyajikan data secara lebih spesifik dan terarah pada topik
penelitian.
c. Display Data
Penyajian (display) data diarahkan agar data hasil reduksi
terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga makin
mudah dipahami. Penyaian data dapat dilakukan dalam uraian naratif,
bagan, hubungan antar kategori, dan lain sejenisnya. Penyajian dalam

5
bentuk tersebut akan memudahkan peneliti memahami yang terjadi
dan merencankan kerja peneliti selanjutnya.
d. Verifikasi Data (Conclusing Drawing)
Langkah selanjutnya dalam proses analisis data kualitatif adalah
penarikan kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi
data kesimpulan. Proses mendapatkan bukti-bukti inilah yang disebut
sebagai verifikasi data.8 Apabila kesimpulan yang dikemukan pada
tahap awal didukung oleh bukti- bukti yang kuat dalam arti konsisten
dengan kondisi ynag ditemukan saat peneliti kembali ke lapangan
maka kesimpulan yang diperoleh adalah kesimpulan.
C. Pembahasan
1. Proses Masuknya Islam di Indonesia
Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah
bersamaan. Demikian pula kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang
didatanginya mempunyai situasi politik dan sosial budaya yang berlainan.
Proses masuknya Islam ke Indonesia memunculkan beberapa pendapat.
Para Tokoh yang mengemukakan pendapat itu diantaranya ada yang
langsung mengetahui tentang masuk dan tersebarnya budaya serta ajaran
agama Islam di Indonesia, ada pula yang melalui berbagai bentuk
penelitian seperti yang dilakukan oleh orang-orang barat (eropa) yang
datang ke Indonesia karena tugas atau dipekerjakan oleh pemerintahnya di
Indonesia. Tokoh-tokoh itu diantaranya, Marcopolo, Muhammad Ghor,
Ibnu Bathuthah, Dego Lopez de Sequeira, Sir Richard Wainsted. 1
Sedangkan sumber-sumber pendukung Masuknya Islam di Indonesia
diantaranya adalah:
a. Berita dari Arab
Berita ini diketahui dari pedagang Arab yang melakukan aktivitas
perdagangan dengan bangsa Indonesia. Pedagang Arab Telah datang
ke Indonesia sejak masa kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 M) yang

1
Rahayu Permana, Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia, Hlm. 1 Diakses Pada Jumat,
13 November 2020 Pukul 16.41

6
menguasai jalur pelayaran perdagangan di wilayah Indonesia bagian
barat termasuk Selat Malaka pada waktu itu. Hubungan pedagang
Arab dengan kerajaan Sriwijaya terbukti dengan adanya para
pedagang Arab untuk kerajaan Sriwijaya dengan sebutan Zabak,
Zabay atau Sribusa.Pendapat ini dikemukakan oleh Crawfurd, Keyzer,
Nieman, de Hollander, Syeh Muhammad Naquib Al-Attas dalam
bukunya yang berjudul Islam dalam Sejarah Kebudayaan Melayu dan
mayoritas tokoh-tokoh Islam di Indonesia seperti Hamka dan
Abdullah bin Nuh. Bahkan Hamka menuduh bahwa teori yang
mengatakan Islam datang dari India adalah sebagai sebuah bentuk
propaganda, bahwa Islam yang datang ke Asia Tenggara itu tidak
murni.
b. Berita Eopa
Berita ini datangnya dari Marcopolo tahun 1292 M. Ia
adalah orang yang pertama kali menginjakan kakinya di Indonesia,
ketika ia kembali dari cina menuju Eropa melalui jalan laut. Ia
dapat tugas dari kaisar Cina untuk mengantarkan putrinya yang
dipersembagkan kepada kaisar Romawi, dari perjalannya itu ia
singgah di Sumatera bagian utara. Di daerah ini ia menemukan
adanya kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudera dengan
ibukotanya Pasai. Diantara sejarawan yang menganut teori ini
adalah C. Snouch Hurgronye, W.F. Stutterheim,dan Bernard H.M.
Vlekke.
c. Berita India
Berita ini menyebutkan bahwa para pedagang India dari
Gujarat mempunyai peranan penting dalam penyebaran agama dan
kebudayaan Islam di Indonesia. Karena disamping berdagang
mereka aktif juga mengajarkan agama dan kebudayaan Islam
kepada setiap masyarakat yang dijumpainya, terutama kepada
masyarakat yang terletak di daerah pesisisr pantai.9 Teori ini lahir
selepas tahun 1883 M. Dibawa oleh Snouch Hurgronye.

7
Pendukung teori ini, diantaranya adalah Dr. Gonda, Van Ronkel,
Marrison, R.A. Kern, dan C.A.O. Van Nieuwinhuize.
d. Berita Cina
Berita ini diketahui melalui catatan dari Ma Huan, seorang
penulis yang mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Ia
menyatakan melalui tulisannya bahwa sejak kira-kira-kira tahun
1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang bertempat tinggal di
pantai utara Pulai Jawa. T.W. Arnol pun mengatakan para
pedagang Arab yang menyebarkan agama Islam di Nusantara,
ketika mereka mendominasi perdagangan Barat-Timur sejak abad-
abad awal Hijrah atau abad ke-7 dan ke-8 M. Dalam sumber-
sumber Cina disebutkan bahwa pada abad ke-7 M seorang
pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab
Muslim di pesisir pantai Sumatera (disebut Ta’shih).
e. Sumber dalam Negeri
Terdapat sumber-sumber dari dalam negeri yang
menerangkan berkembangnya pengaruh Islam di Indonesia. Yakni
Penemuan sebuah batu di Leran (Gresik). Batu bersurat itu
menggunakan huruf dan bahasa Arab, yang sebagian tulisannya
telah rusak. Batu itu memuat tentang meninggalnya seorang
perempuan yang bernama Fatimah Binti Maimun (1028). Kedua,
Makam Sultan Malikul Saleh di Sumatera Utara yang meninggal
pada bulan Ramadhan tahun 676 H atau tahun 1297 M. Ketiga,
makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang wafat tahun
1419 M. Jirat makan didatangkan dari Guzarat dan berisi tulisan-
tulisan Arab.1Mengenai masuknya Islam ke Indonesia, ada
satukajian yakni seminar ilmiah yang diselenggarakan pada tahun
1963 di kota Medan, yang menghasilkan hal-hal sebagai berikut:
1) Pertama kali Islam masuk ke Indonesia pada abad 1 H/7 M,
langsung dari negeri Arab.

8
2) Daerah pertama yang dimasuki Islam adalah pesisir sumatera
Utara. Setelah itu masyarakat Islam membentuk kerajaan Islam
Pertama yaitu Aceh.
3) Para dai yang pertama, mayoritas adalah para pedagang. Pada
saaat itu dakwah disebarkan secara damai.2
2. Saluran dan Cara-Cara Islamisasi di Indonesia
Kedatangan Islam ke Indonesia dan penyebarannya kepada
golongan bangsawan dan rakyat umumnya, dilakukan secara damai.
Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu:
a. Saluran Perdagangan
Diantara saluran Islamisasi di Indonesia pada taraf permulaannya
ialah melalui perdagangan. Hal ini sesuia dengan kesibukan lalu lintas
perdagangan abad-7 sampai abad ke-16, perdagangan antara negeri-
negeri di bagian barat, Tenggara dan Timur benua Asia dan dimana
pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia, India) turut serta
menggambil bagiannya di Indonesia. Penggunaan saluran islamisasi
melalui perdagangan itu sangat menguntungkan. Hal ini menimbulkan
jalinan di antara masyarakat Indonesia dan pedagang. Dijelaskan di
sini bahwa proses islamisasi melalui saluran perdagangan
itudipercepat oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di
mana adipati-adipati, Daerah pertama yang dimasuki Islam adalah
pesisir sumatera Utara. Setelah itu masyarakat Islam membentuk
kerajaan Islam Pertama yaitu Aceh. Para dai yang pertama, mayoritas
adalah para pedagang. Pada saaat itu dakwah disebarkan secara damai.
b. Saluran dan Cara-Cara Islamisasi di Indonesia
Kedatangan Islam ke Indonesia dan penyebarannya kepada
golongan bangsawan dan rakyat umumnya, dilakukan secara damai.
Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu:

2
Rahayu Permana . Sejarah Masuknya Islam di Indonesia. Hlm 1 . Di akses Pada Jumat
13. November Pukul 17.47. Wita.

9
c. Saluran Perdagangan
Diantara saluran Islamisasi di Indonesia pada taraf permulaannya
ialah melalui perdagangan. Hal ini sesuia dengan kesibukan lalu lintas
perdagangan abad-7 sampai abad ke-16, perdagangan antara negeri-
negeri di bagian barat, Tenggara dan Timur benua Asia dan dimana
pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia, India) turut serta
menggambil bagiannya di Indonesia. Penggunaan saluran islamisasi
melalui perdagangan itu sangat menguntungkan. Hal ini menimbulkan
jalinan di antara masyarakat Indonesia dan pedagang.Dijelaskan di
sini bahwa proses islamisasi melalui saluran perdagangan itu
dipercepat oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana
adipati-adipatipesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat
kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan. Secara
umum Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang melalui
perdagangan itu mungkin dapat digambarkan sebagai berikut: mulal-
mula mereka berdatangan di tempat-tempat pusat perdagangan dan
kemudian diantaranya ada yang bertempat tinggal, baik untuk
sementara maupun untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal
mereka berkembang menjadi perkampungan-perkampungan.
Perkampungan golongan pedangan Muslim dari negeri-negeri asing
itu disebut Pekojan.
d. Saluran Perkawinan
Perkawinan merupakan salah satu dari saluran-saluran Islamisasi
yang paling . Karena ikatan perkawinan merupakan ikatan lahir batin,
tempat mencari kedamaian diantara dua individu. Kedua individu
yauitu suami isteri membentuk keluarga yang justru menjadi inti
masyarakat. Dalam hal ini berarti membentuk masyarakat muslim.
Saluran Islamisasi melalui perkawinan yakni antara pedagang atau
saudagar dengan wanitia pribumi juga merupakan bagian yang erat
berjalinan dengan Islamisasi. Jalinan baik ini kadang diteruskan
dengan perkawinan antara putri kaum pribumi dengan para pedagang

10
Islam. Melalui perkawinan inilah terlahir seorang muslim. Dari sudut
ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih
baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi,
terutama putripesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat
kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan. Secara
umum Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang melalui
perdagangan itu mungkin dapat digambarkan sebagai berikut: mulal-
mula mereka berdatangan di tempat-tempat pusat perdagangan dan
kemudian diantaranya ada yang bertempat tinggal, baik untuk
sementara maupun untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal
mereka berkembang menjadi perkampungan-perkampungan.
Perkampungan golongan pedangan Muslim dari negeri-negeri asing
itu disebut Pekojan.
e. Saluran Perkawinan.
Perkawinan merupakan salah satu dari saluran-saluran Islamisasi
yang paling memudahkan. Karena ikatan perkawinan merupakan
ikatan lahir batin, tempat mencari kedamaian diantara dua individu.
Kedua individu yauitu suami isteri membentuk keluarga yang justru
menjadi inti masyarakat. Dalam hal ini berarti membentuk masyarakat
muslim. Saluran Islamisasi melalui perkawinan yakni antara pedagang
atau saudagar dengan wanitia pribumi juga merupakan bagian yang
erat berjalinan dengan Islamisasi. Jalinan baik ini kadang diteruskan
dengan perkawinan antara putri kaum pribumi dengan para pedagang
Islam. Melalui perkawinan inilah terlahir seorang muslim. Dari sudut
ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih
baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi,
terutama putriputri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-
saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu.
Setelah setelah mereka mempunyai kerturunan, lingkungan mereka
makin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah, dan
kerajaan-kerajaan muslim.

11
f. Saluran Tasawuf
Tasawuf merupakan salah satu saluran yang penting dalam proses
Islamisasi. Tasawuf termasuk kategori yang berfungsi dan membentuk
kehidupan sosial bangsa Indonesia yang meninggalkan bukti-bukti
yang jelas pada tulisan-tulisan antara abad ke-13 dan ke-18. hal itu
bertalian langsung dengan penyebaran Islam di Indonesia.20 Dalam
hal ini para ahli tasawuf hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu
berusaha menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di
tengah-tengah masyarakatnya. Para ahli tasawuf biasanya memiliki
keahlian untuk menyembuhkan penyakit dan lain-lain. Jalur tasawuf,
yaitu proses islamisasi dengan mengajarknan teosofi dengan
mengakomodir nilai-nilai budaya bahkan ajaran agama yang ada yaitu
agama Hindu ke dalam ajaran Islam, dengan tentu saja terlebih dahulu
dikodifikasikan dengan nilai-nilai Islam sehingga mudah dimengerti
dan diterimaDiantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang
mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu
adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeh Lemah Abang, dan Sunan
Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di
abad ke-19 bahkan di abad ke-20 ini.
g. Saluran Pendidikan
Para ulama, guru-guru agama, raja berperan besar dalam proses
Islamisasi, mereka menyebarkan agama Islam melalui pendidikan
yaitu dengan mendirikan pondok-pondok pesantren merupakan tempat
pengajaran agama Islam bagi para . Pada umumnya di pondok
pesantren ini diajarkan oleh guru-guru agama, kyai-kyai, atau ulama-
ulama. Mereka setelah belajar ilmu-ilmu agama dari berbagai kitab-
kitab, setelah keluar dari suatu pesantren itu maka akan kembali ke
masing-masing kampung atau desanya untuk menjadi tokoh
keagamaan, menjadi kyai yangmenyelenggarakan pesantren lagi.
Semakin terkenal kyai yang mengajarkan semakin terkenal

12
pesantrennya, dan pengaruhnya akan mencapai radius yang lebih jauh
lagi.
h. Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melalui seni seperti seni bangunan, seni pahat
atau ukir, seni tari, musik dan seni sastra. Misalnya pada seni
bangunan ini telihat pada masjid kuno Demak, Sendang Duwur Agung
Kasepuhan di Cirebon, masjid Agung Banten, Baiturrahman di Aceh,
Ternate dan sebagainya. Contoh lain dalam seni adalah dengan
pertunjukan wayang, yang digemari oleh masyarakat. Melalui cerita-
cerita wayang itu disisipkan ajaran agama Islam. Seni gamelan juga
dapat mengundang masyarakat untuk melihat pertunjukan tersebut.
Selanjutnya diadakan dakwah keagamaan Islam.
i. Saluran Politik
Pengaruh kekuasan raja sangat berperan besar dalam proses
Islamisasi. Ketika seorang raja memeluk agama Islam, maka rakyat
juga akan mengikuti jejak rajanya. Rakyat memiliki kepatuhan yang
sangat tinggi dan raja sebagai panutan bahkan menjadi tauladan bagi
rakyatnya. Misalnya di Sulawesi Selatan dan Maluku, kebanyakan
rakyatnya masuk Islam setelah rajanya memeluk agama Islam terlebih
dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di
daerah ini.
Kerajaan-Kerajaan Islam dimulai di wilayah ini lewat kehadiran
Individu-individu dari Arab, atau dari penduduk asli sendiri yang telah
memeluk Islam. Dengan usaha mereka. Islam tersebar sedikit demi
sedikit dan secara perlahan-lahan. Langkah penyebaran islam mulai
dilakukan secara besar-besaran ketika dakwah telah memiliki orang-
orang yang khusus menyebarkan dakwah. Setelah fase itu kerajaan-
kerajaan Islam mulai terbentuk di kepulauan ini. 3

3
Dedi supriyadi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung, Pustaka Setia, hlm. 4

13
3. Kerajaan yang bercorak Islam di Perkembangan Islam di Indonesia
Masa Semenanjung Selatan Sulawesi adalah Goa-Tallo, kerajaan
ini menerima Islam pada tahun 1605 M. Rajanya yang terkenal dengan
nama Tumaparisi-Kallona yang berkuasa pada akhir abad ke-15 dan
permulaan abad ke-16. Ia adalah memerintah kerajaan dengan peraturan
memungut cukai dan juga mengangkat kepala-kepala daerah. Kerajaan
Goa-Tallo menjalin hubungan dengan Ternate yang telah menerima Islam
dari Gresik/Giri.76 Penguasa Ternate mengajak penguasa Goa-tallo
untukmasuk agama Islam, namun gagal. Islam baru berhasil masuk di
Goa-Tallo pada waktu datuk ri Bandang datang ke kerajaan Goa-Tallo.
Sultan Alauddin adalah raja pertama yang memeluk agama Islam tahun
1605 M.77Kerajaan Goa-Tallo mengadakan ekspansi ke Bone tahun
1611, namun ekspansi itu menimbulkan permusuhan antara Goa dan
Bone. Penyebaran Islam yang dilakukan oleh Goa-Tallo berhasil, hal ini
merupakan tradisi yang mengharuskan seorang raja untuk menyampaikan
hal baik kepada yang lain. Seperti Luwu, Wajo, Sopeng, dan Bone. Luwu
terlebih dahulu masuk Islam, sedangkan Wajo 80 dan Bone 81 harus
melalui peperangan dulu. Raja Bone yang pertama masuk Islam adalah
yang dikenal Sultan Adam.4
Islam Nusantara dan Budaya Lokal upaya pemaknaan memberikan
kontribusi yang besar bagi upaya memahami hakekat Islam nusantara.
Sebagai hakekat, sulit dipahami tanpa mengetahui ciri atau
karakteristiknya. Selanjutnya makna tersebut memberikan pemahaman
awal pada seseorang yang berusaha memahami substansinya. Dengan kata
lain, makna Islam Nusantara berfungsi membuka jalan awal bagi
pemahaman seseorang dalam menggali dan mengkaji pemikiran,
pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran Islam yang mencerminkan dan
dipengaruhi oleh kawasan ini Mengingat pentingnya peranan agama
tersebut maka agama perlu diketahui, digali, dipahami serta diamalkan

4
Ahmad Amin Husayn, 1999, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, Bandung, Remaja
Rosdakarya.

14
oleh setiap pemeluk agama. Hal ini khususnya pemeluk agama Islam,
sehingga nantinya akan benar-benar menjadi milik dan kepribadian dalam
kehidupan sehari-hari. Salah satu usaha untuk mencapai hal tersebut
dengan melalui pendidikan yaitu pendidikan agama Islam. Melalui
pendidikan manusia disuruh untuk berfikir, menggunakan akal sesuai
dengan fungsinya guna mencapai pengetahuan yang benar. Adapun cara
pendidikan untuk menanamkan dalam diri anak-anak nilai-nilai agama
dan budaya islami yang benar, pendidik juga harus mengajarkan anak-
anaknya moral Islami dan memberitahukan kepada mereka ketentuan-
ketentuan syariat agama. Masyarakat juga kerkewajiban memberikan
pendidikan bagi anggotanya atau biasa disebut pendidikan yang bersifat
informal, karena di masyarakatlah anak-anak melihat, meniru dan
mencontoh apa yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya. Jika contoh
yang diberikan oleh masyarakat itu baik dan positif, maka generasi
mudanya akan terpengaruh berperilaku dan berkepribadian baik pula.
Memang diakui bahwa pengaruh masyarakat berperan besar dalam
pembentukan kepribadian anak. Disamping masyarakat, sekolah-sekolah
dan lembaga sosial yang memberikan pendidikan harus memperhatikan
pembinaan agama pada anak didiknya.Islam Nusantara dan Budaya
Lokal.
Upaya pemaknaan memberikan kontribusi yang besar bagi upaya
memahami hakekat Islam nusantara. Sebagai hakekat, sulit dipahami
tanpa mengetahui ciri atau karakteristiknya. Selanjutnya makna tersebut
memberikan pemahaman awal pada seseorang yang berusaha memahami
substansinya. Dengan kata lain, makna Islam Nusantara berfungsi
membuka jalan awal bagi pemahaman seseorang dalam menggali dan
mengkaji pemikiran, pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran Islam
yang mencerminkan dan dipengaruhi oleh kawasan ini Mengingat
pentingnya peranan agama tersebut maka agama perlu diketahui, digali,
dipahami serta diamalkan oleh setiap pemeluk agama. Hal ini khususnya
pemeluk agama Islam, sehingga nantinya akan benar-satu usaha untuk

15
mencapai hal tersebut dengan melalui pendidikan yaitu pendidikan agama
Islam.5 Melalui pendidikan manusia disuruh untuk berfikir, menggunakan
akal sesuai dengan fungsinya guna mencapai pengetahuan yang benar.
Adapun cara pendidikan untuk menanamkan dalam diri anak-anak nilai-
nilai agama dan budaya islami yang benar, juga harus mengajarkan anak-
anaknya moral Islami dan memberitahukan kepada mereka ketentuan-
ketentuan syariat agama. Masyarakat juga kerkewajiban memberikan
pendidikan bagi anggotanya atau biasa disebut pendidikan yang bersifat
informal, karena di masyarakatlah anak-anak melihat, meniru dan
mencontoh apa yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya. Jika contoh
yang diberikan oleh masyarakat itu baik dan positif, maka generasi
mudanya akan terpengaruh berperilaku dan berkepribadian baik pula.
Memang diakui bahwa pengaruh masyarakat berperan besar dalam
pembentukan kepribadian anak. Disamping masyarakat, sekolah-sekolah
dan lembaga sosial yang memberikan pendidikan harus memperhatikan
pembinaan agama pada anak didiknya. filter yang ketat terhadap budaya
(tradisi) lokal yang telah mengakar di masyarakat. Dengan pendekatan ini,
Islam diharapkan berperan aktif mempengaruhi budaya maupun tradisi
lokal tersebut.Menyimak wajah Islam di dunia saat ini, Islam nusantara
sangat dibutuhkan, karena ciri khasnya mengedepankan jalan tengah
karena bersifat tawasut (moderat), tidak ekstrem kanan dan kiri, selalu
seimbang, inklusif, toleran dan bisa hidup berdampingan secara damai
dengan penganuut gama lain, serta bisa menerima demokrasi dengan baik.
Model
Islam nusantara itu bisa dilacak dari sejarah kedatangan jaran Islam
ke wilayah Nusantara yang disebutnya melalui vernakularisasi dan diikuti
proses pribumisasi, sehingga Islam menjadi tertanam dalam budaya
Indonesia . Oleh karena itu, sudah selayaknya Islam nusantara dijadikan
alternatif untuk membangun peradaban dunia Islam yang damai dan
penuh harmoni di negeri mana pun, namun tidak harus bernama dan

5
Azra Azyumardy, 1989, Perspektif Islam Di Asia Tenggara, Jakarta, hlm. 5

16
berbentuk seperti Islam nusantara karena dalam Islam nusantara tidak
mengenal menusantarakan Islam atau nusantarasasi budaya lain.6
Melalui citra Islam nusantara semestinya dapat menyadarkan
masyarakat bahwa perbedaan merupakan anugerah yang telah Allah
ciptakan. Ibarat musik, ketika bermacam-macam alat musik tersebut
diperdengarkan sesuai dengan iramanya, maka akan menimbulkan suara
yang sangat indah dan menimbulkan kepuasan bagi pendengarnya. Sama
halnya ketika perbedaan tadi dianggap anugerah maka akan mewujudkan
masyarakat yang saling menghargai, mengasihi, melindungi, memahami
dan saling mempercayai bahwa keragaman dan perbedaan tidak
menjadikan bangsa terkotak-kotak dan terpecah pelah. Inilah prinsip dan
tujuan dari Islam Nuasantara, menciptakan kehidupan yang harmonis
sesuai dengan kaidah Islam rahmatan lil ‘alamin.Bentuk operasionalisasi
Islam nusantara adalah proses perwujudan nilai-nilai Islam melalui
(bentuk) budaya lokal. Dalam tataran praksisnya,membangun Islam
nusantara adalah menyusupkan nilai Islami di dalam budaya lokal atau
mengambil nilai Islami untuk memperkaya budaya lokal atau menyaring
budaya agar sesuai Islam Secara etimologis, Nusantara berasal dari
bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata: Nusa dan Antara. Nusa
berarti pulau, tanah air. Antara berarti jarak, sela, selang di tengah-tengah
dua benda. Nusantara adalah pulau-pulau yang terletak antara Benua Asia
dan Australia, diapit oleh dua lautan, Hindia dan pasifik. Karenanya, tidak
salah jika Radhar Panca Dhana menyatakan bahwa orang-orang
Nusantara adalah bangsa bahari yang inklusif. Islam bukan hanya cocok
diterima orang Nusantara, tetapi juga pantas mewarnai budaya Nusantara
untuk mewujudkan sifat akomodatifnya yakni rahmatan lil ‘alamin. Jadi,
sesungguhnya orang Islam adalah orang-orang Nusantara itu sendiri.
Tentu saja hal ini tidak menafikan penduduk pedalaman, karena para wali
atau penyebar Islam Nusantara justru memilih basis-basis penyebaran

6
Sartono kartodirdjo, 1900, Pengantar Sejarah Indonesia Baru, Jakarta, Gramedia, hlm.
11

17
Islam di dataran tinggi dan puncak gunung di mana keduanya memiliki
kesamaan dalam melihat cakrawala yang luas, modal awal bagi
kemampuan berdialektika dan bersifat inklusif sebagai karakter dasar
Islam Nusantara.Kenyataan bahwa Islam yang datang ke Indonesia
dibawa oleh para Sufi, menyebabkan Islam pada masa awal-awal banyak
berkompromi dengan budaya lokal. Pertemuan Islam dengan budaya lokal
ini sering disalah fahami sebagai penyebab kurang murninya Islam
Indonesia. Namun perlu ditegaskan bahwa tasawuf yang berkembang
diIndonesia adalah tasawuf yang berpadu dengan syariah secara
seimbang. Maka tarekat yang berkembang adalah tarekat yang sejalan
dengan pandangan itu, seperti tarekat Qadiriyah, Naqshabandiyah, dan
Syattariyah. Tarekat ini dianggap mu’tabarah karena memiliki silsilah
yang sinambung hingga Nabi Muhammad SAW dan secara isi tidak
bertentangan dengan syariat. Beberapa ciri Islam sufistik dapat dikenali
dari ekspresi keagamaan Muslim yang masih lestari sampai saat ini.
Pertama, penghormatan pada guru, baik masih hidup maupun yang
sudah meninggal. Penghormatan ini melahirkan tradisi ziarah kubur ke
makam para ulama dan wali berkembang subur di kalangan umat Islam
Indonesia. Dalam ziarah ini pelaku membacakan tahlil dan tawasul untuk
mendoakan arwah ulama atau wali, sebagai orang yang dekat dan dikasihi
Allah, agar mereka dimohonkan doa kepada Allah. Selain tawasul, pelaku
ziarah juga melakukan i’tibar (mengambil pelajaran) atas perjuangan para
wali atau ulama dalam menyebarkan Islam.Kedua, pembacaan shalawat
kepada nabi adalah bentuk tawasulpaling murni dari Islam Nusantara.
Pembacaan ini telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga lahir berbagai
macam sholawat, seperti pembacaan Maulid Nabi, diba’, barzanji,
shalawat munjiyat, manaqibdan lain-lain. Syeh Burhanddin Ulakan di
Minangkabau (murid Syekh Nuruddin Ar-Raniri) menciptakan Sholawat
Dulang untuk sarana dakwah.
Demikian juga Kiai Manshur Shiddiq di Jawa Timur untuk
menghadapi kelompok ateis menciptakan Shalawat Badar. Pembacaan

18
shalawat ini dilakukan di Surau atau Langgar setiap malam Jum’at atau
perayaan lahir-nya Nabi Muhamamad saw. Bentuk pembacaan itu
adakalanya hanya dalam bentuk lisan, tetapi ada yang diiringi dengan
beraneka ragam alat muikterutama rebana.
Kedua, tradisi pembacaan tahlil dan pembacaan al-Qur’an saat ada
orang meninggal dunia. Selain dijadikan sarana mendoakan orang
keluarga yang ditinggalkan, menggantikan kebiasaan zaman pra Islam
yang mengisi acara kematian dengan judi dan pesta minuman keras.
Tradisi meratapi si mayit oleh para Wali (penyebar Islam di Nusantara)
diganti dengan talqin, sementara kebiasaan judi diganti dengan
pembacaan zikir dan tahlil.Keempat, para Wali melakukan kreasi dalam
berdakwah dengan menggunakan berbagai sarana misalnya seni wayang
atau pemanfaatanPertama, penghormatan pada guru, baik masih hidup
maupun yang sudah meninggal. Penghormatan ini melahirkan tradisi
ziarah kubur ke makam para ulama dan wali berkembang subur di
kalangan umat Islam Indonesia. Dalam ziarah ini pelaku membacakan
tahlil dan tawasul untuk mendoakan arwah ulama atau wali, sebagai orang
yang dekat dan dikasihi Allah, agar mereka dimohonkan doa kepada
Allah. Selain tawasul, pelaku ziarah juga melakukan i’tibar (mengambil
pelajaran) atas perjuangan para wali atau ulama dalam menyebarkan
Islam.Kedua, pembacaan shalawat kepada nabi adalah bentuk
tawasulpaling murni dari Islam Nusantara. Pembacaan ini telah
dimodifikasi sedemikian rupa sehingga lahir berbagai macam sholawat,
seperti pembacaan Maulid Nabi, diba’, barzanji, shalawat munjiyat,
manaqibdan lain-lain. Syeh Burhanddin Ulakan di Minangkabau (murid
Syekh Nuruddin Ar-Raniri) menciptakan Sholawat Dulang untuk sarana
dakwah.
Demikian juga Kiai Manshur Shiddiq di Jawa Timur untuk
menghadapi kelompok ateis menciptakan Shalawat Badar. Pembacaan
shalawat ini dilakukan di Surau atau Langgar setiap malam Jum’at atau
perayaan lahir-nya Nabi Muhamamad saw. Bentuk pembacaan itu

19
adakalanya hanya dalam bentuk lisan, tetapi ada yang diiringi dengan
beraneka ragam alat musik terutama rebana.Ketiga, tradisi pembacaan
tahlil dan pembacaan al-Qur’an saat ada orang meninggal dunia. Selain
dijadikan sarana mendoakan orang Muslim yang meninggal, tradisi ini
juga menjadi sarana pelipur lara bagi keluarga yang ditinggalkan,
menggantikan kebiasaan zaman pra Islam yang mengisi acara kematian
dengan judi dan pesta minuman keras. Tradisi meratapi si mayit oleh para
Wali (penyebar Islam di Nusantara) diganti dengan talqin, sementara
kebiasaan judi diganti dengan pembacaan zikir dan tahlil.
Ketiga, para Wali melakukan kreasi dalam berdakwah dengan
menggunakan berbagai sarana misalnya seni wayang atau
pemanfaatanalat tradisional seperti beduk dan kentongan untuk keperluan
ibadah umat Islam. Kedua sarana yang selama ini digunakan sebagai pem-
beritahuan dan tanda akan diselenggarakan pertemuan atau tanda bahaya
(tergantung iramanya) dimanfaatkan oleh Wali untuk memberi tahu tanda
dimulainya waktu sembahyang, karena adzan saja yang diteriakkan
melalui menara belum cukup komunikatif mengingat jarak antara masjid,
langgar atau surau dengan rumah penduduk sangat jauh dan berpencaran.
Dengan alat bantu berupa bedug dan kentongan yang suaranya bisa
didengar di kampung lain memudahkan jadi penanda telah masuknya
waktu shalat. Bahkan ukuran beduk dan panjang kentongan diselaraskan
dengan kedudukan masjid atau surau dan langgar. Beduk masjid agung
berbeda besarnya dengan mesjid biasa. Alat yang dulunya sekadar sarana
bantu, kemudian berkembang sebagai penentu status dari Islam di
kawasan Nusantara, sehingga tidak sempurna sebuah masjid yang tidak
memiliki beduk yang representative alat tradisional seperti beduk dan
kentongan untuk keperluan ibadah umat Islam. Kedua sarana yang selama
ini digunakan sebagai pem-beritahuan dan tanda akan diselenggarakan
pertemuan atau tanda bahaya (tergantung iramanya) dimanfaatkan oleh
Wali untuk memberi tahu tanda dimulainya waktu sembahyang, karena
adzan saja yang diteriakkan melalui menara belum cukup komunikatif

20
mengingat jarak antara masjid, langgar atau surau dengan rumah
penduduk sangat jauh dan berpencaran. Dengan alat bantu berupa bedug
dan kentongan yang suaranya bisa didengar di kampung lain
memudahkan jadi penanda telah masuknya waktu shalat. Bahkan ukuran
beduk dan panjang kentongan diselaraskan dengan kedudukan masjid atau
surau dan langgar. Beduk masjid agung berbeda besarnya dengan mesjid
biasa. Alat yang dulunya sekadar sarana bantu, kemudian berkembang
sebagai penentu status dari masjid yang bersangkutan, dan selanjutnya ini
menjadi perwujudan dari Islam di kawasan Nusantara, sehingga tidak
sempurna sebuah masjid yang tidak memiliki beduk yang representative
disebabkan karena proses Islamisasi di Indonesia berlangsung dengan
cara yang sering disebut penetration pacifique (penetrasi secara damai),
terutama oleh para pedagang-cum-dai (pendakwah).
Hasil Islamisasi dengan cara tersebut adalah praktik sinkretisme
yang luas dikenal di Indonesia. Salah satu indikasinya adalah sistem
penanggalan Jawa, yang mempertahankan asal-usul Hindu kalender
Shaka tetapi mengubah sistem penanggalannya dari sistem solar ke lunar,
dengan menggunakan nama-nama Arab yang disesuaikan dengan rasa
kejawaan untuk menyebut kedua belas bulan: (1) Suro (konversi bahasa
Jawa, dalam bahasa Arab disebut As-syura), untuk Muharram; (2) Sapar
untuk Shafar; (3) Maulud (dikonversi dari bahasa arab maulid, perayaan
kelahiran Nabi Muhammad saw), untuk Rabi’ Al-awwal; (4) Bakdo
Maulud (dikonversi ba’d al-maulid, ‘setelah Maulid’), untuk Rabi’ A-
Tsani; (5) Jumadilawal, untuk Jumada Al-Ula; (6) Jumadilakhir, untuk
Jumada Al-Tsaniyah; (7) Rejeb, untuk Rajab; (8) Ruwah (dikonversi dar
bahasa Arab arwah, ‘ruh-ruh’ kerena kepercayaan rakyat bahwa pada
bulan kedelapan ini, ruh orang yang sudah mati akan dibangkitkan
kembali dari makam mereka untuk menyambut kedatangan Ramadhan),
untuk Sya’ban; (9) Poso (kata Jawa, yang artinya ‘puasa’), untuk
Ramadhan; (10) Sawal, untuk Syawwal; (11) Selo (kata Jawa yang
artinya ‘di antara’, yakni antara dua hari besar Islam ‘Id al-Fithr pada

21
bulan Syawwal dan ‘Id Al-Adha pada bulan Dzulhijjah), untuk
Dzulqa’dah; dan (12) Besar (kata Jawa yang artinya ‘besar’, yakni bulan
berlangsunganya perayaan hari besar ‘Id al-Adha), untuk Dzulhijjah.
Kalender Jawa untuk 1993 Masehi adalah 1924 (bukan 1413 H).
Pentingnya kalender Islam Jawa ini tidak perlu dibesar-besarkan lagi.
Presiden Soeharto sendiri beranggapan bahwa perayaan hari ulang tahun
dalam kalender Islam Jawa lebih penting dan secara spiritual lebih
bermakna dibanding peristiwa sejenis menurut kalender Barat. Itulah
sebabnya mengapa ia merayakan harinya yang istimewa (tumbuk besar),
yakni ketika ia mencapai usia yang keenam puluh, menurut perhitungan
kalender Islam Jawa, pada 1 Sawal 1915, yang jatuhnya bertepatan
dengan 13 Juli 1983 (Abdullah, 1998:94).
Karena itu, perkembangan kebudayaan Islam di Indonesia sebagian
besar merupakan hasil dialog antara nilai-nilai Islam yang universal
dengan ciri-ciri kepulauan Nusantara. Clifford Geertz, antropolog
Amerika menemukan tiga varian Islam di Jawa, yakni Priyayi, Santri,
Abangan. Meskipun bahasa Arab bukan merupakan satu-satunya sumber
dari mana budaya politik Indonesia memperkaya khazanahnya (bahasa
Sansekerta, lewat kebudayaan Jawa, juga sangat penting), Indonesia
secara keseluruhan, seperti ditunjukkan oleh penilaian Hodgson atas tiga
varian Geertz, analisis akhir jelas merupakan sebuah bangsa Muslim.
Karena itu, bagi sebagian besar rakyat Indonesia banyak sumber kultural
bagi legitimasi politik didasarkan kepada pertimbangan keislaman. Dilihat
dari perspektif al-Qur’an, pancasila merupakan titik temu di antara
berbagai kelompok agama yang berbeda, yang diperintahkan Allah untuk
dicari dan ditemukan. Dengan demikian pancasila menjadi landasan yang
kukuh bagi pengembangan toleransi beragama dan pluralisme di
Indonesia. Adam Malik yang pernah menjabat sebagai wakil presiden
Republik Indonesia menilai bahwa pancasila memiliki semangat yang
sama dengan dokumen politik yang dibuat oleh Nabi Muhammad saw
bagi masyarakat Madinah, begitu beliau tiba di kota itu setelah berhijrah

22
dari Makkah. Dokumen Madinah itu, yang luas dikenal dengan sebutan
iagam Madinah’, antara lain berisi penegasan bahwa semua kelompok
yang ada di Madinah, termasuk Yahudi adalah bangsa (ummah) dengan
kaum Muslim, dan mereka memiliki kewajiban dan hak yang sama
dengan kaum Muslim. Adam Malik menafsirkan dokumen itu sebagai
rumusan sebuah negara berdasarkan pluraslisme sosial dan keagamaan
.Dalam kenyataan seperti itu, agama tidak lain menjadi identik dengan
tradisi. Atau sebuah ekspresi budaya tentang keyakinan orang terhadap
sesuatu Yang Suci, tentang ungkapan keimanan terhadap Yang Maha
Kuasa. Jika hubungan agama dan tradisi ditempatkan sebagai
wujudinterpretasi sejarah dan kebudayaan, maka semua domain agama
adalah kreatifitas manusia yang diyakini setiap orang sebagai yang
“benar”, pada dasarnya hal itu sebatas yang bisa ditafsirkan dan
diekspresikan oleh manusia yang relatif atas “kebenaran” Tuhan yang
absolut. Dengan demikian, apa pun bentuk yang dilakukan oleh sikap
manusia untuk mempertahankan, memperbaharui atau memurnikan tradisi
agama, tetap saja harusdipandang sebagai pergulatan dalam dinamika
sejarah umat beragama itu sendiri. Yang seharusnya, hal itu dipandang
sebagai fenomena manusia atau sejarahnya, tanpa harus dilihat oleh yang
lain, sambil menyatakan bahwa kebenaran yang dimilikinya sebagai yang
paling benar.7
Kreasi budaya yang dipromosikan Walisongo selalu mengapresiasi
budaya setempat. Hal itu semua dilakukan oleh Walisongo untuk meng-
hormati budaya setempat tanpa menghilangkan keharusan untuk meng-
internalisasikan ajaran Islam. Bahkan, penghargaan terhadap tradisi juga
masih ada yang berkembang hingga sekarang. Sebagai contoh, larangan
Sunan Kudus bagi masyarakat muslim Kudus untuk memakan daging
sapi, menurut Abdurrahman Mas’ud, masih dijaga hingga sekarang
meskipun mereka mengetahuinya sebagai halal. Hal itu dilakukan sebagai
bentuk dari toleransi budaya yang menyatu dalam diri mereka Perlu

7
Ahmad Sugiri, Proses Islamisasi dan Percaturan Politik Umat Islam di Indonesia.

23
dipahami bahwa akulturasi bukanlah integrasi budaya atau sinkretisme,
meskipun dalam batas tertentu hal itu mungkin pula terjadi. Jika dilihat,
proses akulturasi yang dilakukan oleh Walisongo bukanlah bentuk
integrasi ataupun sinkretisme budaya. Walisongo tidak mengintegrasikan
antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan lokal, tetapi mereka
mengambil instrumen kebudayaan lokal untuk diisi dengan nilai-nilai
keislaman. Mereka tidak pula melakukan sinkretisme karena nilai-nilai
teologi keislaman tidak dipadukan atau dicampuradukkan dengan nila-
nilai teologi lokal. Hal itu sekali lagi dilihat sebagai bentukakulturasi
budaya yang dialektis dan dinamis. Maksudnya, Walisongo membangun
dan mengembangkan budaya Islam dengan basis kebudayaan lokal Islam
sebagai agama yang menekankan hubungan dua arah, vertikal dan
horizontal, memberikan penegasan bahwa ibadah adalah penerapan dari
pemahaman tentang bagaimana umat Islam berinteraksi dengan Sang
Pencipta dan bagaimana berinteraksi dengan lingkungan sosial dan
lingkungan alam. Proses interaksi yang melibatkan manusia sebagai
pelaku utama dalam beribadah di satu sisi, serta Tuhan, lingkungan sosial
dan alam di sisi lain memberikan pemahaman bahwa manusia tidak bisa
membebaskan diri dari nilai ketuhanan dan nilai lingkungan (lokal,
tempat). Dapat kita lihat bahwa ketika seorang menjalankan agamanya
secara intrinsik maka agama akan memotivasi dirinya untuk beramal
soleh. Bukan hanya itu saja, seluruh sendi-sendi kehidupannya berjalan
sesuai dengan ajaran yang diyakininya, sehingga syariat yang ada dalam
ajaran Islam dapat terintegrasi dalam kepribadiannya. Dari sini dapat
dilihat proses interaksi antara manusia dengan Tuhannya berjalan
sebagaimana mestinya, yang biasa kita kenal dengan istilah
‘hablumminallah’. Selain hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti
yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya, ada hubungan manusia dengan
lingkungan sosialnya, yang biasa kita sebut hablumminannas, Raymond
F. Paloutzian menyebutnya dengan istilah utilitarian yaitu seseorang akan
merasa puas atau merasa senang ketika ia dapat membantu sesamanya, ia

24
merasakan hidupnya lebih hidup ketika orang tersebut dapat bermanfaat
bagi sesamanya. Dalam persfektif agama Islam beragama semacam ini
diidentikan dengan sikap amal sholeh. Orang yang beramal sholeh
mampu menginternalisai nilai-nilai agama kedalam ranah kesadaran
spritual dan sosial Pada titik ini, pertemuan antara Islam sebagai nilai
yang berasal dari Tuhan dan nilai lokal dapat dilihat sebagai perwujudan
dan hasil dari interaksi manusia dengan lingkungan setempat yang
menghasilkan perilaku atau aktivitas termasuk yang bersifat keagamaan
atau keislaman.
Ritual-ritual ibadah terutama yang menyangkut muamalah ma’a al-
nas (interaksi seseorang atau masyarakat Muslim dengan lingkungan
sosial maupun lingkungan alam) tidak luput dari bagaimana manusia
memperlakukan orang lain atau lingkungan dalam kehidupan sehari-
hari .Bagaimana memperlakukan orang lain dan lingkungan atau dalam
bahasa lain pola interaksi antara manusia dengan manusia dan manusia
dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan hasil
kombinasi antara Islam dengan budaya dan kearifan lokal. Itulah yang
menjelaskan mengapa ekspresi dan ritual keagamaan mencerminkan
integrasi nilai dan ajaran Islam dengan nilai lokal.Integrasi tersebut
dimungkinkan terjadi bila kita merujuk kepada konsep al-urf dan al-
maslahah al-mursalahdalam kaidah ushul fikih. Pengakuan dan
penggunaan kedua konsep tersebut oleh para ulama manunjukkan bahwa
tradisi dan kemaslahatan menjadi sumber pertimbangan dasar dalam
menentukan hukum. Hal itu menjadi argumen lain yang menguatkan
bahwa nilai lokal mendapatkan kedudukan yang terhormat dalam
kehidupan keagamaan umat Islam.
Nurcholis Madjid menjelaskan bahwa al-Quran dan Hadis Nabi
sangat mengakomodir nilai-nilai lokal. Misalnya ia berargumen bahwa
penyebutan kata ‘al-ma’ruf ’ sebagai yang seakar dengan al-urf
mengandung pengertian nilai-nilai kebajikan atau tradisi baik yang
dikenal banyak orang. Jadi, kebajikan dan keberagamaan adalahsesuatu

25
yang mengandung nilai kebaikan yang diketahui dan diakui oleh banyak
orang. Dengan kata lain, kebajikan dan keberagamaan adalah nilai yang
bersifat konstruktif secara sosial-budaya.Menjadi Muslim berarti
kesadaran untuk mematuhi semua aja-ran Islam sebagaimana yang
tertuang dalam al-Quran dan as-Sunnah, namun persoalan muncul ketika
seseorang menyadari dirinya sebagai Muslim di satu sisi, dan pada saat
yang bersamaan sekaligus sebagai warga masyarakat dan bangsa. Sebagai
warga masyarakat yang men-diami lokalitas tertentu dengan identitas
etnis dan budaya tertentu, se-orang Muslim sudah barang tentu selalu
melakukan dialog diri antara keimanannya akan nilai-nilai agamanya
dengan realitas sosio-kultural masyarakatnya. Dengan demikian, praksis
keagamaan seseorang sesungguhnya selalu merefleksikan suatu peragaan
kulturalnya. Inilah dasar mengapa studi tentang kebudayaan, selalu berarti
kesiapan untuk terbuka terhadap nilai-nilai spiritualitas agama karena
kebudayaan dalam lapisan terdalamnya selalu menjadi lokus bagi
peragaan spiritualitas seseorang bersamasama komunitasnya. Demikian
juga dalam setiap studi tentang agama, seseorang harus terbuka terhadap
dimensi kultural yang mengiringi semua praksis keagamaan Dalam jurnal
yang disamapaikan Khabibi Muhammad Luthfi ada 3 ungkapan yang
menunjukkan budaya lokal memengaruhi Islam, sehingga berpenngaruh
terhadap cara berislamnya masyarakat Indoesia, Jawa khususnya.
Pertama, Islam adalah agama yang datang ke nusantara dengan tujuan
mengislamkan masyarakatnya. Islam hadir untuk memengaruhinya. Ini
dapat dilihat dari ungkapan yang men-jelaskan Islam Nusantara sebagai
konsep bahwa Islam dengan nilai-nilainya itu yang mempengaruhi. Mirip
dengan kaidah dalam kitab fikih, fath al-Mu’in; yang mendatangi itu lebih
diunggulkan daripada yang didatangi. Dalam hubungan ini, budaya yang
dibawa Islam untuk memengaruhi Nusantara adalah sistem nilai subtantif
atau universal.

26
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Setelah dipahami mengenai Islam universal maka bisa ditelusuri
bahwa Islam merupakan agama yang ramah dengan budaya. Orang ber-
Islam secara kaffah namun tidak meninggalkan tradisi-tradisi
kebudayaannya, justru tradisi atau kebudayaannyalah yang membuat
mereka semakin kuat dan percaya dengan agama yang diyakininya. Dalam
Islam nusantara terdeskripsikan bagaimana ajaran yang secara normatif
berasal dari Tuhan diakomodasikan ke dalam kebudayaan yang berasal
dari manusia tanpa kehilangan identitasnya masing-masing. Dengan
demikian, Arabisasi sebagaimana telah ditegaskan adalah belum tentu
cocok dengan kebutuhan. Islam berusaha menjadikan agama dan budaya
tidak saling mengalahkan, melainkan mewujud dalam pola nalar
keagamaan yang tidak lagi mengambil bentuknya yang otentik dari agama
serta berusaha mempertemukan jembatan yang selama ini memisahkan
antara agama dan budaya, sehingga sudah tidak ada lagi pertentangan
antara agama dan budaya. Sebagai contoh, para Wali di Jawa
berusahamemperkenalkanIslam melalui tradisi, sehingga mereka perlu
mempelajari kekawian (sastra klasik) yang ada serta berbagai seni
pertunjukan, yang dari itu terlahir berbagain serat atau kitab. Wayangyang
merupakan ritual agama Hindu yang politeis diubah menjadi sarana
dakwah dan ajaran monotheis. Ini merupakan kreativitas tiada tara,
sehingga seluruh lapisan masyarakat mulai petani pedagang hingga priyayi
dan bangsawan dapat diislamkan melalui jalur ini. Mereka merasa aman
dengan hadirnya Islam, karena Islam hadir tanpa mengancam tradisi,
budaya dan posisi mereka sehingga mampu mengokohkan.
2. Saran
Mempelajari sejarah-sejarah Islam amatlah penting terutama bagi Pelajar-
pelajar agama Islam dan Pemimpin-pemimpin Islam dengan mempelajari
kita dapat mengetahui sebab kemajuan dan kemunduran Islam sebagai

27
Ummat hendaknya kita mengetahui sejarah tersebut guna menumbuh
kembangkan wawasan generasi mendatang di dalam pengetahuan Sejarah
tersebut.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Amin. Husayn. Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam. (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1999).
Ahmad. Athoullah. Antara Ilmu Akhlak dan Tasawuf (Serang: Saudara. 1995).
Azra. Azyumardi (Ed.). Perspektif Islam di Asia Tenggara. (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia. 1989).
Dhofier Zamachsyari. Tradisi Pesantren (Studi Tentang Pandangan Kyai. (Jakarta:
LP3S. 1982).
Kartodirdjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900. jilid 1.
(Jakarta: Gramedia.1987).
Sugiri Ahmad. “Proses Islamsisasi dan Percaturan Politik Umat Islam di
Indonesia”.
Supriyadi. Dedi. Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pust.aka Setia. 2008).

29
BIODATA PESERTA

I. DATA DIRI
1. Nama Lengkap : Baharuddin j
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Tempat/Tgl Lahir : Bantaeng, 10 april 1998
4. Alamat : Borong ganjeng
5. Nomor Telepon/Hp : 083132124104
6. Alamat Email : baharuddinj98@gmail.com
II. DATA TENTANG PENDIDIKAN
1. SD : SD Borong ganjeng
2. SMP : SMP Negeri 3 Bantaeng
3. SMA : SMA Negeri 4 Bantaeng
4. Universitas/Ins/Akademi : Universitas Muhammdiyah Makassar
5. Fakultas/Jurusan : Pertanian/Agribisnis
6. Masuk Tahun : 2018

30

Anda mungkin juga menyukai