Anda di halaman 1dari 38

HUBUNGAN DURASI PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL DENGAN

INSOMNIA PADA SISWA KELAS X DI SMK RISE

KEDAWUNG KABUPATEN CIREBON

TAHUN 2020

OLEH :

ADI IYAH BAHIYAH

4201.0116.A.001

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON

TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang terlibat dalam kemajuan teknologi

dan informasi. Teknologi informasi seakan telah menguasai manusia, dengan

kata lain manusia bergantung pada teknologi informasi. Masyarakat mendapat

informasi maupun bertukar informasi menjadi semakin mudah dengan adanya

jaringan internet. Hal yang paling fenomenal berkaitan dengan internet saat ini

adalah media sosial. Media sosial dapat diartikan dengan sebuah media online

melalui aplikasi berbasis internet. Bertambahnya situs media sosial membuat

orang dari berbagai belahan dunia mudah untuk berinteraksi, bertukar gambar,

mengirim suara, serta dapat memberkani informasi. Pengguna media sosial kini

telah menguasai berbagai kalangan, mulai dari remaja, dewasa, orangtua bahkan

anak-anak (Sudiyatmoko, 2015).

Usia remaja merupakan masa pencarian dan pengukuhan jati diri sebelum

menginjak usia dewasa. Menurut Maentiningsih mengatakan bahwa remaja

memiliki kebutuhan-kebutuhan diantaranya adalah kebutuhan akan kasih sayang

atau secure attachment dan kebutuhan berprestasi. Dimensi karakteristik secure

attachment dapat berupa sikap hangat dalam berhubungan dengan orang lain,

sangat dekat dengan orang yang disayangi, lebih empati, sangat peracaya pada
orang yang disayangi, dan lebih nyaman bersama orang yang disayangi. Tidak

heran jika reamaja aktif diberbagai media sosial yang sebagian besar bertujuan

untuk tetap bisa menjalin komnukasi dan keakraban dengan orang-orang

disekitarnya (Syamsoedin, 2015).

Berdasarkan studi yang pernah dilakukan oleh kelompok advokasi Common

Sense Media Amerika terhadap lebih dari 1.000 remaja berusia antara 13 sampai

17 tahun. Dua-pertiga responden dari survei tersebut mengaku mereka berkirim

pesan setiap hari dimana setengahnya mengatakan mereka mengunjungi situs

jejaring sosial setiap hari. Seperempat dari remaja menggunakan setidaknya dua

jenis media sosial dalam sehari. Melalui survei tersebut Common Sense Media

Amerika juga menemukan bahwa responden remaja merasa media sosial sebagai

fasilitas yang bermanfaat bagi mereka (Hanjani, 2013). Adapun studi yang

dilakukan oleh Associated Chamber of Commerce and Industry of India

(ASSOCHAM) tahun 2012, dalam penelitian yang dilakukan pada 2000 remaja di

India dengan rentang usia 1220 tahun terbukti bahwa mayoritas responden

menyatakan bahwa kecanduan penggunaan media sosial telah membuat mereka

mengalami insomnia, depresi, dan hubungan personal yang buruk dengan rekan-

rekan mereka di dunia nyata. (Firman & Ngasis, 2012).

Di Indonesia sendiri dilakukan studi oleh Kementrian Komunikasi dan

Informatika yang bekerjasama dengan United Nations International Children's

Emergency Fundation (UNICEF) pada tahun 2014 yang berjudul "Digital


Citizenship Safety among Children and Adolescents in Indonesia", di tenemukan

fakta, bahwa 98% dari remaja yang disurvei tahu tentang internet dan bahwa

79,5% diantaranya adalah pengguna internet, Pencarian informasi yang dilakukan

sering didorong oleh tugas-tugas sekolah, sedangkan penggunaan media sosial

dan konten hiburan didorong oleh kebutuhan pribadi (Gatot S., 2014)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Syamsoedin (2015) dikatakan bahwa

durasi penggunaan media sosial lebih dari 7 jam sehari bisa dikategorikan

sangat lama, dan penggunaan media sosial selama 1-2 jam perhari dapat

dikategorikan singkat (Syamsoedin, 2015).

Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat berpengaruh pada beberapa

aspek yaitu aspek fisik dan aspek psikologis. Salah satu aspek fisik yaitu tidur

(Woods & Scott, 2016). Tidur merupakan suatu proses fisiologi yang penting bagi

kebutuhan fisik manusia. Seseorang tidak bias bertahan hidup tanpa memiliki

kualitas dan kuantitas tidur yang cukup, karena selama proses tidur terjadi

pemulihan sel tubuh untuk mengembalikan kondisi tubuh menjadiseperti semula.

Beberapa gangguan tidur yang sering dialami manusia antara lain adalah

insomnia (Krisna,2016)

Studi yang membuktikan bahwa kejadian insomnia sangat erat kaitannya

dengan penggunaan sosial media dan fasilitias di dalamnya adalah studi yang

dilakukan oleh Wydia Khristianty putriny Syamsoedim (2015) yang berjudul

“Hubungan Durasi Penggunaan Media Sosial Dengan Kejadian Insomnia Pada


Remaja Di Sma Negeri 9 Manado”. Durasi penggunaan media sosial tertinggi

pada responden adalah pada durasi sedang (3-4 jam), kejadian insomnia pada

responden terbanyak adalah insomnia ringan, dan terdapat hubungan antara

durasi penggunaan media sosial dengan kejadian insomnia, bahwa semakin lama

waktu penggunaan media sosial semakin tinggi tingkat kejadian Insomnia.

Insomnia Insomnia adalah ketidakmampuan memperoleh tidur secara cukup

baik dari kualitas dan kuantitas (Tarwoto & Wartonah, 2015). Remaja yang

mengalami insomnia dapat mempengaruhi perkembangan kognitif pada remaja

misalnya penurunan daya ingat, gangguan konsentrasi, serta penurunan kecepatan

proses berpikir dan berespon (McBride, 2011).

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti pada siswa kelas

X SMK RISE Kedawung yang terdiri dari 4 kelas X dengan jumlah

keseluruhan siswa sebanyak 120 siswa. Fakta di lapangan membuktikan, setiap

siswa memiliki lebih dari dua aplikasi media sosial di berbagai gadget yang

dimiliki. Dari hasil wawancara pada 15 siswa kelas X didapatkan data bahwa 13

siswa tersebut menggunakan media sosial lebih dari 6 jam dalam sehari, dan 2

orang lainya mengatakan menggunakan media sosial selama 3 jam sehari .

Didapatkan juga data dari 15 siswa didapatkan 9 siswa mengatakan mengalami

insomnia karna begadang untuk mengakses media sosial, dan 6 siswa mengatakan

tidak mengalami insomnia.


Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah dipaparkan diatas, penulis

memandang penting untuk melakukan penelitian lebih dalam mengenai hubungan

durasi penggunaan media sosial dengan kejadian insomnia pada siswa kelas X

di SMK RISE Kedawung.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan tersebut, penulis merumuskan masalah

penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan durasi penggunaan media sosial

dengan kejadian Insomnia pada siswa kelas X di SMK RISE Kedawung ?”

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan durasi penggunaan media

sosial dengan kejadian insomnia pada siswa kelas X di SMK RISE Kedawung.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi durasi penggunaan media sosial pada siswa

kelas X di SMK RISE Kedawung.

2. Mengidentifikasi adanya kejadian insomnia pada siswa kelas X

di SMK RISE Kedawung.

3. Menganalisis hubungan durasi penggunaan media social

dengan kejadian insomnia pada siswa kelas X di SMK RISE

Kedawung.
1.4. Ruang Lingkup

Penelitian ini menggunakan desain penelitian survey analitik dengan

pendekatan Cross Sectional Study. Penelitian dilakukukan di SMK RISE

Kedawung Kabupaten Cirebon. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas

X di SMK RISE Kedawung yang berjumlah 120 siswa, teknik pengambilan

Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Dalam

penelitian ini durasi penggunaan media sosial dapat dikategorikan yaitu ≥ 7 Jam:

Sangat lama, 5-6 Jam : Lama, 3-4 Jam : Sedang, dan 1-2 Jam : Singkat. Dengan

jenis aplikasi media sosial antara lain Facebook, Twitter, Instagram, Youtube,

WhatsApp, Line, game online .

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi ilmiah dalam

pengembangan ilmu keperawatan komunitas khususnya dalam memberikan

rekomendasi terhadap durasi penggunaan media sosial, dan insomnia pada

remaja.

1.5.2. Manfaat Praktis

1. Bagi responden
Responden akan mendapatkan informasi tentang durasi penggunaan

media sosial yang baik dan pencegahan serta solusi terhadap

insomnia.

2. Bagi Sekolah / Lokasi Penelitian

Sekolah akan mendapatkan laporan hasil berupa ringkasan peneliti

dan rekomendasi yang dapat dimanfaatkan dalam penyusunan

kebijakan yang berorientasi bagi kesehatan siswa.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Media Sosial

2.1.1. Definisi Media Sosial

Media sosial adalah media yang berupa situs dan aplikasi yang melibatkan

teknologi berbasis internet. Media berbasis teknologi internet ini mendorong dan

memungkinkan penggunaanya saling terhubung dengan siapa saja, baik orang-

orang terdekat hingga orang asing yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Media

sosial dianggap sebagai media yang memberikan fasilitas layanan jaringan online

yang dapat menghubungkan orang-orang secara individu atau keompok (Tristuti,

Ardrianto, & Nurul, 2017)

Menurut R.sudiyatmoko (2015) mengatakan bahwa Media sosial adalah

sebuah media online melalui aplikasi berbasis internet, dapat digunakan untuk

berbagi, berpartisipasi dan menciptakan konten berupa blog, wiki, forum, jejaring

sosial dan ruang dunia virtual yang didukung oleh teknologi multimedia yang

semain canggih dan hebat (Sudiyatmoko, 2015).

Media sosial merupakan sebuah istilah yang menggambarkan bermacam-

macam teknologi yang digunakan untuk mengikat orang-orang ke dalam suatu

kolaborasi, saling bertukar informasi, dan berinteraksi melalui isi pesan yang

berbasis web. Dikarenakan internet selalu mengalami perkembangan, maka


berbagai macam teknologi dan fitur yang tersedia bagi pengguna pun selalu

mengalami perubahan. Hal ini menjadikan media sosial lebih dibandingkan

sebuah referensi khusus terhadap berbagai penggunaan atau rancangan (Nasrullah

, 2015).

2.1.2. Ciri-ciri Media Sosial

Beberapa ciri-ciri media sosial menurut R.sudiyatmoko (2015) adalah sebagai

berikut :

1. Konten yang disampaikan dibagikan kepada banyak orang dan tidak

terbatas pada satu orang tertentu.

2. Isi pesan muncul tanpa melalui suatu gatekeeper dan tidak ada gerbang

penghambat.

3. Isi disampaikan secara online dan langsung.

4. Konten dapat diterima secara online dalam waktu lebih cepat dan bisa juga

tertunda penerimaannya tergantung pada waktu interaksi yang ditentukan

sendiri oleh pengguna.

5. Media sosial menjadikan penggunanya sebagai creator dan aktor yang

memungkinkan dirinya untuk beraktualisasi diri.

6. Dalam konten media sosial terdapat sejumlah aspek fungsional seperti

identitas, percakapan (interaksi), berbagi (sharing), kehadiran (eksis),

hubungan (relasi), reputasi (status) dan kelompok (group).


2.1.3. Klasifikasi Media Sosial

Dalam R.sudiyatmoko (2015), media sosial dapat dibagi menjadi 6 jenis yaitu :

1. Proyek kolaborasi website.

Dimana user-nya diizinkan untuk dapat mengunggah, menambah, atau

pun membuang konten-konten yang termuat dalam website tersebut,

seperti Wikipedia.

2. Blog dan microblog

Dimana user medapat kebebasan dalam mengungkapkan suatu hal di blog

itu, seperti perasaan, pengalama, pernyataan, samoai kritikan terhadap

suatu hal, seperti Twitter.

3. Konten atau Isi

Dimana user di website ini saling membagikan konten-konten

multimedia, seperti e-book, video, foto, gambar, dan lain-lain seperti

youtube.

4. Situs jejaring sosial

Dimana user memperoleh izin untuk terkoneksi dengan cara membuat

informasi yang bersifat pribadi, kelompok, atau sosial sehingga dapat

diakses oleh orang lain, seperti Facebook.

5. Virtual game world


Dimana pengguna melalui aplikasi 3D dapat muncul dalam wujud avatar-

avatar sesuai keinginan dan kemudia berinteraksi dengan orang lain yang

mengambil wujud avatar juga layak di dunia nyata, seperti online game.

6. Virtual social world

Meupakan aplikasi berwujud dunia virtual yang memberi kesempatan

pada penggunanya berada dan hidup di dunia viertual untuk berinteraksi

dengan yang lain. Virtual social world ini tidak jauh berbeda dengan

Virtual game world, namun lebih bebas terikat dengan berbagai aspek

kehidupan, seperti second life.

2.1.4. Jenis Aplikasi Media Sosial

Sejumlah aplikasi media sosial yang popular dan berpengaruh terhadap

masyarakat antara lain (Sudiyatmoko, 2015):

1. Aplikasi berbagai video (video sharing) : Youtube, Vimeo, Dailymotion

2. Aplikasi mikoblog : Twitter, Tumblr

3. Aplikasi berbagi jaringan sosial: Facebook, Google Plus, Path , Line,

WhatsApp

4. Aplikasi berbagi jaringan professional: LinkedIn, Scribd, Slideshare

5. Aplikasi berbagi foto: Pinterest, Picasa, Flickr, Instagram

2.1.5. Peran Media Sosial pada Remaja

Media sosial sudah menjadi bagian dalam kehidupan seahri-hari remaja.

Remaja yang aktif menggunakan media sosial biasanya menghabiskan waktunya


untuk berinteraksi dan bersosialisasi melalui media sosial. Media sosial

digunakan oleh remaja untuk mempelajari hal-hal baru, membagikan aktivitas

keseharianya, serta membangun dan memperkuat kehidupan sosialnya. Remaja

menggunakan media sosial untuk meciptakan hubungan dengan teman serta

membangun reputasi mereka (Tartari, 2015)

Peran media sosial bagi remaja adalah sebagai sarana untuk berkomunikasi

dengan lainya untuk membangun hubungan sosial dan membagikan pengetahuan

serta informasi tentang aktivitas dan kebutuhan hidup. Remaja menggunakan

media sosial untuk mengembangkan identitas, fisik, dan seksualitas. Serta

memungkinkan remaja untuk meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi

dan kehidupan sosial. Media sosial menyediakan lingkungan suportif bagi remaja

dan memberi ruang bagi mereka untuk berbagi dan berdiskusi tentang segala hal

seperti kesehatan, music, film, video games, dan seterusnya (Tartari, 2015).

Media sosial juga memberikan banyak dampak bagi penggunanya termasuk

bagi remaja. Media sosial memiliki berapa dampak positif seperti meningkatkan

kemampuan komunikasi, menjalin hubungan pertemanan dengan banyak orang,

dan belajar dalam keterampilan teknik bersosialisasi dengan orang lain. Namun

media sosial juga memiliki dampak negatif sperti cyberbullying, terpapar konten

pornografi, kurangnya privasi, berbagi teralu banyak informasi, menyebarkan

informasi yang salah, mengalami kecanduan media sosial, dan gangguan tidur

(McBride, 2011).
2.1.6. Dampak Penggunaan Media Sosial

Menurut Arfianingrum (2013), ada beberapa dampak positif dan negatif yang

dihasilkan sosial media, sebagai berikut:

1. Dampak Positif Sosial Media

1) Sebagai media penyebaran informasi

Informasi yang up to date sangat mudah menyebar melalui situs

jejaring sosial. Hanya dalam tempo beberapa menit setelah

kejadian, kita telah bisa menikmati informasi tersebut.

2) Sebagai sarana untuk mengembangkan keterampilan dan sosial

Mengasah keterampilan teknis dan sosial merupakan kebutuhan

yang wajib dipenuhi agar bisa bertahan hidup dan berada dalam

neraca persaingan diera modern seperti sekarang ini.

3) Memperluas jaringan pertemanan

Dengan menggunakan jejaring sosial, kita bisa berkomunikasi

dengan siapa saja, bahkan dengan orang yang belum kita

kenalsekalipun dari berbagai penjuru dunia. Kelebihan ini bisa kita

manfaatkan untuk menambah wawasan, bertukar pikiran, saling

mengenal budaya dan ciri khas daerah masing-masing.

2. Dampak Negatif Sosial Media

1) Kejahatan dunia maya (cybercrime)

Seiring berkembangnya teknologi, berkembang pula kejahatan.

Didunia internet, kejahatan dikenal dengan nama cybercrime.


2) Melemahkan dan menurunkan sensitifitas

Penurunan sensitifitas yang dimaksud disini adalah menurunnya

tingkat simpati dan empati seseorang terhadap dunia nyata.

Merenggangkan dan mengabaikan sesuatu yang terjadi

disekitarnya dan lebih memilih untuk memperhatikan sesuatu yang

terjadi di dunia maya.

3) Berkurangnya Waktu Belajar Siswa atau Pengguna menjadi kurang

bersosialisasi, Hal ini sudah jelas, karena dengan mengakses

internet dan membuka situs jejaring sosial mahasiswa akan lupa

waktu, sehingga yang dikerjakannya hanyalah itu-itu saja.

4) Tingkat kriminalitas yang meningkat, seperti kasus penculikan,

penipuan, pornografi, dan lain-lain. Kementerian Komunikasi dan

informatika (Kemenkominfo) akan melakukan penutupan situs

radikal di Indonesia. Penutupan dilakukan setelah melalui

pertimbangan dan masukan dari Badan Nasional Penanggulangan

Teroris.

5) Gangguan tidur

Remaja banyak menghabiskan waktu untuk bermain media sosial.

Tidak mengenal waktu, bahkan waktu tidur mereka digunakan

untuk mengoperasikan media sosial. Salah satu penyebab insomnia

adalah bagadang dan alat eletronik. Begadang atau bekerja

begadang mengurangi kemampuan untuk memasukkan hal-hal


baru pada otak hampir 40 persen. Hal ini disebabkan oleh

penutupan bagian-bagian otak selama kehilangan waktu tidur.

Sebagian dan kita bekerja memakai sarana benda-benda elektronik,

seperti laptop, iPad, dan computer (Widya,2012)

2.1.7. Durasi Penggunaan Media Sosial

Durasi penggunaan media sosial digolongkan sebagai berikut (Syamsoedin,

2015):

1. Sangat lama : menggunakan media sosial ≥ 7 jam dalam sehari, kategori

ini digolongkan mencapai ketergantungan

2. Lama : menggunakan media sosial 5-6 jam

3. Sedang : menggunakan media sosial 3-4 jam

4. Singkat : 1-2 jam

2.2. Konsep Tidur

2.2.1. Definisi tidur

Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu

terhadap lingkungan mengalami penurunan atau bahkan tidak ada sama sekali dan

dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang memadai.

Individu dikatakan dapat tidur apabila pada keadaan: aktivitas fisik minimal,

tingkat kesadaran yang bervariasi, terjadi perubahan-perubahan proses fisiologis

tubuh dan penurunan respon terhadap ransangan dari luar. Individu yang dapat
melakukan tidur dengan kualitas dan kuantitas yang baik, tenaga akan kembali

menjadi lebih maksimal. Tidur mampu menjaga ketabilan mental emosional,

fisiologis dan kesehatan (Riyadi & Widuri, 2015)

Menurut potter & Perry (2010) mengatakan bahwa tidur adalah suatu keadaan

yang berulang –ulang, perubahan status keasadaran yang terjadi selama periode

tertentu. Tidur membantu pikiran dan tubuh untuk pulih dan mengebalikan energi

yang digunakan sehari-hari. Saat tidur kita memasuki suatu keadaan istirahat

periodic dan pada saat itu kesadaran kita terhadap alam menjadi terhenti, sehingga

tubuh dapat beristirahat. Otak memiliki sejumlah fungsi, strutur, dan “pusat-pusat

tidur” yang mengatur siklus tidur dan terjaga. Pada saat yang sama, tubuh

menghasilkan substansi yang ketika dilepaskan ke dalam aliran darah akan

membuat kita mengantuk. Jika proses ini diubah oleh stress, kecemasan,

gangguan, dan sakit fisik dapat mengalami insomnia (Potter & Perry, 2010)

Tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa

kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing

menyatkan fase kegiatan otak dan badan yang berbeda (Tarwoto & Wartonah,

2015).

2.2.2. Pengaturan Tidur

Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf perifer,

endokrin, kardiovaskular, pernafasan, dan muskulosskeletal. Tiap kejadian

tersebut dapat diidentifikasi atau direkam dengan Elektroensafalogram (EEG)

untuk aktivitas listrik otak, pengukuran otot tonus dengan menggunama


elektromiogram (EMG), dan Elektrookulogram (EOG) untuk mengukur

pergerakan mata. Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara

dua mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat

otak untuk tidur dan bangun. Reticular activating sistem (RAS) dibatang otak

bagian atas diyakini mempunyai sel-sel khusus dalam mempertahankan

kewaspadaan dan kesadaran. RAS memberikan stimulus visual, auditori,

nyeri,dan sensor raba. Selain itu juga menerima stimulus dari konteks serbri

(emosi dan proses piker) (Tarwoto & Wartonah, 2015).

Pada keadaan sadar, neuron-neuron dalam RAS melepaskan katekolamin,

misalnya norepinefrin. Saat tidur mungkin disebabkan oleh pelepasan serum

seroin dari sel-sel spesifik dipons dan batang otak tengah yaitu Bulbar

synchronizing regional (BSR). Bangun dan tidurnya seseorna tergantung dari

kesimbangan implus yang diterima dari pusat otak, reseptor sensorik perifer

misalnya bunyi, stimulus cahaya, dan sistem limbic seperti emosi (Tarwoto &

Wartonah, 2015)

Seseorang yang mencoba untuk tidur, mereka menutup matanya dan berusaha

dalam posisi rileks. Jika ruangan gelap dan tenang aktivitas RAS menurun, pada

saat itu BSR mengeluarkan serum serotonin (Tarwoto & Wartonah, 2015).

2.2.3. Tahapan Tidur

Normalnya tidur dibagi menjadi dua yaitu Non Rapid Eye Movement (NREM)

dan Rapid Eye Movement (REM). Masa NREM seseorang dibagi menjadi empat

tahap dan memerlukan kira-kira 90 menit selama siklus tidur. Sedangkan REM
adalah dahapan terakhir kira-kira 90 menit sebelum tidur berakhir (Tarwoto &

Wartonah, 2015).

1. Tahapan tidur NREM

1) NREM I

- Tingkat transisi

- Merespons cahaya

- Berlangsung beberapa menit

- Mudah terbangun dengan rangsangan

- Aktivitas fisik, tanda vital dan metabolism menurun

- Bila terbangun terasa sedang bermimpi.

2) NREM II

- Periode suatu tidur

- Mulai relaksasi otot

- Berlangsung selama 10-20 menit

- Fungsi tubuh berlangsung lambat

- Dapat dibangunkan dengan mudah.

3) NREM III

- Awal tahap dari keadaan tidur nyenyak

- Sulit untuk dibangunkan

- Relaksasi otto menyeluruh

- Tekanan darah menurun

- Berlangsung 15-20 menit.


4) NREM IV

- Tidur nyenyak

- Sulit dibangunkan, perlu stimulus intensif

- Restorasi dan istirahat, tonus otot menurun

- Sekresi lambung menurun

- Gerak bola mata cepat

2. Tahapan tidur REM

1) Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan REM

2) Pada orang dewasa normalnya 20-25 % dari tidur malamnya

3) Jika individu terbangun pada tidur REM, biasanya terjadi mimpi

4) Tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi juga

berperan dalam belajar, memori, dan adaptasi.

2.2.4. Kebutuhan Tidur Manusia

Kebutuhan tidur, durasi dan kualitas tidur pada setiap individu dari semua

kelompok usia sangat beragam (Riyadi & Widuri, 2015) :

1. Neonatus

Neonates membutuhkan tidur kira-kira 16 jam perhari. Pada minggu

pertama kelahiran 50 % adalah tahap REM (Tarwoto & Wartonah, 2015)

2. Bayi
Bayi membutuhkan tidur 12-14 jam sehari. Sekitar 20-30% dari waktu

tidur dihabiskan dalam siklus REM. Bayi yang minum ASI biasanya tidur

selama periode yang lebih pendek, dengan lebih sering terbangun,

dibandingkan dengan yang minum menggunakan botol (Riyadi & Widuri,

2015)

3. Toddler

Usia Todlert membutuhkan tidur kira-kira 10-12 jam perhari. Prosentase

tidur REM menurun menjadi 25%. Pada masa toddler, anak tidak mau

tidur pada malam hari karena kebutuhan untuk otonomi atau takut

perpisahan.

4. Prasekolah

Usia anak prasekolah membutuhkan waktu tidur 11-12 jam. Tidur REM

20%.

5. Sekolah

Biasanya membutuhkan 9-12 jam sehari, tergantung tingkat aktivitas

setiap anak. Memiliki tidur REM 20%.

6. Remaja

Usia remaja membutuhkan waktu tidur kira-kira 8,5 jam pada malam hari

dan tahapan tidur REM sekitar 20% (Tarwoto & Wartonah, 2015).

7. Dewasa muda

Pada dewasa muda membutuhkan tidur rata-rata 7-9 jam perhari. Tahapan

tidur REM 20-25 %


8. Dewasa tengah

Total waktu yang digunakan untuk tidur malam hari mulai menurun.

Jumlah tidur tahap 4 mulai menurun. Tidur 7 jam sehari, 20% tidur REM.

9. Lansia

Kualitas tidur terlihat berubah pada kebanyakan lansia. Episode REM

memendek. Terdapat penurunan progresif pada tahap tidur NREM 3 dan

4. Beberapa lansia hampir tidak pernah memiliki tahap 4 atau tidur yang

dalam, mereka juga lebih sering terbangun pada malam hari.

2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan tidur, baik dari kuantitas

maupun kualitas (Riyadi & Widuri, 2015)

1. Status kesehatan

1) Penyakit fisik

Penyakit fisik yang menyebabkan ketidaknyamanan fisik seperti

nyeri, batuk, sesak napas, panas, jantung berdebar dan lainnya.

Kondisi tersebut dapat juga memaksa klien untuk tidur dalam

posisi yang tidak biasa.

2) Stress psikologis

Masalah yang berhubungan dengan suasana hati yang dapat

mengakibatkan individu mengalami kecemasan, depresi dan yang

lain.
2. Lingkungan

Lingkungan yang dapat mengganggu tidur, antara lain ventilasi yang

kurang baik, ukuran tempat tidur, tempat tidur yang keras, posisi tempat

tidur, kebisingan/ribut, gaduh dan lain-lain.

3. Diet

Individu dengan kebiasaan makan yang baik dan sehat tidak akan

mengalami gangguan dalam tidur. Makanan yang banyak mengandung L-

Triptofan seperti keju, susu, daging, kacang-kacangan, coklat, pisang,

kurma dan ikan tuna menyebabkan seseorang mudah tidur. Minuman yang

mengandung kafein dan alkohol akan mengganggu tidur.

4. Obat-obatan

Obat memiliki efek terapeutik dan efek samping. Diantara beberapa efek

obat, ada yang dapat menyebabkan mudah mengantuk/tertidur dan ada

pula yang sangat mengganggu tidur. Obat golongan amfetamin dapat

menurunkan tidur REM.

5. Gaya hidup

Gaya hidup yang dimaksudkan adalah aktivitas fisik. Individu yang

mengalami kelelahan akan memperoleh tidur yang mengistirahatkan,

terutama jika kelelahan tersebut dari aktivitas yang menyenangkan,

sebaliknya, jika kelelahan dari aktivitas yang berlebihan atau disertai

stress akan membuat sulit tidur.


2.2.6. Gangguan Tidur

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) mengatkan bahwa tidur memiliki

beberapa gangguan diantaranya adalah sebagi berikut :

1. Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan memperoleh tidur secara cukup baik

dari kualitas dan kuantitas (Tarwoto & Wartonah, 2015)

2. Hipersomnia

Hipersomnia adalah kelebihan jam tidur pada malam hari, lebih dari 9

jam, biasanya disebabkan oleh depresi, kerussakan saraf tepi, dan

beberapa penyakit seperti ginjal, hati, dan metabolism (Tarwoto &

Wartonah, 2015)

3. Parasomnia

Parasomnia adalah sekumpulan penyakit yang mengganggu tidur anak,

seperti samnohebalisme ( Tidur sambil berjalan ) (Tarwoto & Wartonah,

2015)

4. Nerkolepsi

Nerkolepsi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang ditandai oleh

keinginan yang tidak terkendali untuk tidur (Tarwoto & Wartonah, 2015)

5. Apnea tidur dan mendengkur

Mendengkur bukan dianggap sebagi gangguan tidur, namun bila disertai

dengan apnea maka akan menjadi masalah. Mendengkur disebabkan oleh


adanya rintangan pengeluaran udara di hidung dan mulut, contohnya

amandel, adenoid, otot-otot dibelakang mulut mengendor dan bergetar.

Periode apnea biasanya berlangsung selama 10 detik-3 menit (Tarwoto &

Wartonah, 2015)

2.3. Konsep Insomnia

2.3.1. Definisi Insomnia

Insomnia Insomnia adalah ketidakmampuan memperoleh tidur secara cukup

baik dari kualitas dan kuantitas (Tarwoto & Wartonah, 2015)

Insomnia didefinisikan sebagai kesulitan memulai tidur, mempertahankan

tidur, merasa tidak segar dan mengalami kualitas tidur yang buruk. Insomnia

bukan berarti berapa lama waktu tidur tetapi lebih mengarah kualitas tidur, yaitu

seberapa jauh dapat beristirahat dengan tidur tersebut menurut Frances dkk

(Dewi, 2011)

Insomnia adalah suatu keadaan ketika seseorang ,emgalami kesulitan untuk

tidur atau tidak dapat tidur dengan nyenyak. Rata-rata setiap orang pernah

mengalami insomnia sekali dalam hidupnya. Insomnia tak hanya kondisi sulit

tidur, tapi juga seluruh gangguan tidur seperti sering terjaga saat tidur, sulit

memulai tidur, hingga tidak bias mencapai kualitas tidur yang normal (Widya,

2012).

2.3.2. Klasifikasi Insomnia


Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) insomnia dibagi menjadi tiga macam

yaitu:

1. Insomnia Inisial (Initial Insomnia)

Adalah tidak adanya ketidakmampuan sesorang untuk tidur.

2. Insomnia intermiten (Intermitent Insomnia)

Merupakan ketidakmampuan untuk mempertahankan tidur karena sering

terbangun.

3. Insomnia Terminal (Terminal Insomnia)

Adalah bangun lebih awal , tetapi tidak pernah tidur kembali.

Menurut Akoso dalam Nurhalija (2018) mengatakan bahwa ada 3 tingkatan

insomnia yaitu :

1. Insomnia akut/ringan

Insomnia yang berlangsung beberapa malam hingga beberapa hari.

2. Insomnia sedang

Insomnia yang biasanya berlangsung kurang dari tiga minggu.

3. Insomnia berat/ kronik

Insomnia yang terjadi setiap saat, menimbulkan penderitaan dan

berlangsung sebulan atau lebih (kadang-kadang bertahun-tahun).

2.3.3. Penyebab Insomnia

Berikut adalah beberapa benyebab terjadinya insomnia (Widya,2012) :

1. Masalah Psikologis
Ditemukan bukti penelitian bahwa insomnia bukan hanya sebagai

teman yang muncul bersamaan dengan kecemasan, depresi, dan stres,

melainkan dimungkinkan bahwa insomnia merupakan penyebab dari

depresi. Penelitian yang dilakukan oleh, Eric Johnson, di Carolina Utara,

pada Research Triangle Institute International, pada tahun 2006,

mengungkapkan bahwa setengah dari remaja yang pernah mengalami

gangguan insomnia didapati mengembangkan gangguan psikiatri.

2. Jet Lag

Jet lag atau disorientasi waktu adalah gangguan sementara akibat

menyeberangi zona waktu, terutama terasa apabila bepergian (dari, Timur

ke Barat). Hal ini terjadi karena tubuh yang melakukan perjalanan tidak

mampu segera menyesuaikan diri dengan zona waktu yang berbeda.

Insomnia sementara, kelelahan, lekas marah, dan gangguan kemampuan

berkonsentrasi akibat jet lag timbul di kala tubuh berjuang untuk

menyesuaikan diri dengan zona waktu yang baru. semisal, pegawai New

York tiba di Paris tengah malam waktu Paris, sementara tubuh sang

pegawai masih terus beroperasi dengan waktu New York. Pada masa

penyesuaian waktu inilah kemudian insomnia timbul.

3. Begadang dan Elektronik

Begadang atau bekerja begadang mengurangi kemampuan untuk

memasukkan hal-hal baru pada otak hampir 40 persen. Hal ini disebabkan

oleh penutupan bagian-bagian otak selama kehilangan waktu tidur.


Sebagian dan kita bekerja memakai sarana benda-benda elektronik, seperti

laptop, iPad, dan komputer.

Hasil penelitian dan Northwestern University mengungkapkan bahwa

benda elektronik yang bersinar terang dan langsung menyorot pada mata

dapat mengganggu kerja otak dan merusak sistem jam biologis tubuh.

Sebagaimana dikatakan oleh ahli saraf dari Northwestern University,

Phyllis Zee, apabila seseorang sering menyalakan notebook atau iPad

sebelum tidur, cahayanya dapat memicu atau menstimulasi otak untuk

membuat kita terbangun dan menunda keinginan untuk tidur dimana

nantinya seseorang akan mengalami gangguan tidur (Insomnia). Hal ini

akan mengganggu ritme sirkadian (semacam jam di dalam otak yang

menentukan kapan waktunya tidur dan kapan waktunya bangun dalam

siklus 24 jam). Layar monitor yang bersinar terang dan langsung menuju

ke mata pengguna dengan jarak relatif dekat akan mengganggu pola

tidurnya.

Hal ini berbeda dengan televisi yang tidak dianggap mengganggu karena

ketika seseorang menonton televisi, jaraknya cukup jauh.

Alon Avidan, Direktur Pusat Gangguan Tidur UCLA, menjelaskan

bahwa banyak saraf penerima sinyal atau reseptor di dalam mata yang

bertugas menangkap cahaya. Ketika tiba waktunya tidur, tetapi kita justru

asyik di depan laptop, iPad, atau komputer, saraf tersebut mengirim pesan

ke otak dan mengatakan ini waktunya bangun. Otak kemudian


“memerintahkan” tubuh agar berhenti mengeluarkan hormon melatonin

(hormon yang membuat orang mengantuk dan membantu mengatur jam

tidur). Biasanya, otak kita mulai memerintahkan untuk memproduksi

hormon tersebut pada pukul 9 atau 10 malam. Akan tetapi, ketika ada

cahaya yang menyinari mata, produksi hormon itu pun berkurang.

4. Jam Kerja yang sering Berubah

Banyak ditemui dalam dunia kerja jika perusahaan- perusahaan

memberlakukan kerja secara shift, yaitu pada satu orang waktu shift-nya

berubah-ubah. Semisal, pada hari Senin masuk pukul 09.00, hari Selasa

masuk pukul 12.00, hari Rabu kembali masuk pukul 09.00, dan

seterusnya. Jam kerja yang sering berubah-ubah ini juga dapat memicu

insomnia. Sebab, pola tidur jadi tak teratur sehingga tubuh mengalami

kesulitan menyesuaikan diri (irama tubuh menjadi kacau).

5. Alkohol Rokok dan Kopi

Studi telah menemukan bahwa alkohol yang dikonsumsi enam jam

sebelum waktu tidur dapat mengganggu parp kedua periode tidur. Ketika

tidur tubuh mulai memetabolisme alkohol dan hal ini memengaruhi

aktivitas otak. Alkohol bagi sebagian orang berhasil membuat tidur lebih

cepat, namun di saat yang sama, alkohol membuat tubuh mengalami

dehidrasi. Ketika tubuh terbangun untuk mencari air karena dehidrasi,

tubuh tak dapat kembali tidur tahap REM (Rapid Eye Movement terjadi

setiap 90 menit). Pecandu alkohol aktif mengalami gangguan tidur yang


spesifik, yakni membutuhkan waktu Iebih banyak untuk jatuh tertidur,

sering terbangun, kekurangan tidur yang berkualitas, dan bahkan

kelelahan di siang hari.

6. Pemakaian Oba-obatan

Banyak obat-obatan yang membuat kita terjaga dan waspada. Obat-

obatan tersebut menyebabkan insomnia ketika dikonsumsi rnendekati

waktu tidur atau ketika dosisnya ditingkatkan. Salah satu contoh kecil

adalah penghentian obat pendorong tidur yang digunakan dalam jangka

panjang dapat menimbulkan insomnia yang parah. Beberapa obat yang

dapat menyebabkan insomnia antara lain termasuk kontrasepsi oral,

antidepresan (semisal Prozac dan zoloft), dopamin agonis (beberapa

pengobatan pada parkinson), psikostimultan, amfetamin (terkadang

terdapat dalam obat-obat pengurus badan), antikonvulsan, obat demam,

dekongestan, efedrin dan pseudoefedrin, kortison dan adrenokortikotropin,

beta agonis, teifilin, pengobatan untuk menurunkan tekanan darah (alfa

agonis, beta blocker), lipid dan agen penurun kolesterol, diuretik, penekan

selera makan, kafein, niasin, antibiotic quinolone, dan agen antineoplastik.

7. Penyakit Tertentu

Gangguan yang disertai rasa sakit konstan, seperti radang sendi,

fibromyalgia, dan peradangan otak dapat menyebabkan insomnia.

Demikian pula dengan masalah medis yang menimbulkan gatal-. gatal

dapat mengganggu tidur. Orang-orang dengan alzheimer sering kesulitan


tidur. Banyak dan penderita alzheimer terkena “sindrom matahari

terbenam” yaltu kondisi ketika mereka menjadi bingung dan gelisah di

waktu sekitar matahari terbenam, yang berlanjut di malam hari, dan

mengganggu waktu tidur.

8. Perubahan Hormon

Masih sulit untuk dikatakan apabila faktor keturunan benar- benar

menjadi salah satu penyebab insomnia. Berdasarkan penelitian di Amerika

Serikat, sepertiga dan seluruh kasus penderita insomnia memiliki satu

orangtua yang menderita insomnia. Selain itu, banyak anak kembar yang

menderita insomnia. Ini mungkin sebuah jembatan penghubung, tetapi

belum dapat secara akurat dipastikan kejelasannya.

2.3.4. Tanda dan Gejala Insomnia

1. Tanda Insomnia

Menurut Widya (2012) ada 15 tanda-tanda umum apabila seseorang

mengalami serangan insomnia yaitu :

1) Adanya gangguan tidur yang bervariasi dari ringan sampai parah.

2) Sulit jatuh ke dalam fase tidur

3) Sering terbangun di malam hari

4) Saat terbangun sulit untuk tidur kembali

5) Terbangun terlalu pagi

6) Terbangun terlalu cepat

7) Tidur yang tidak memulihkan


8) Pikiran seolah dipenuhi berbagai hal

9) Selalu kelelahan di siang hari

10) Penat

11) Mengantuk

12) Sulit berkonsentrasi

13) Lekas marah atau emosi

14) Merasa tidak pernah mendapat tidur yang cukup

15) Sering sakit atau nyeri kepala.

2. Gejala insomnia

Menurut Iskandar dan Setyonegoro mengatakan bahwa insomnia

memiliki gejala-gejala atau keluhan sebagai berikut (Dewi,2011) :

1) Kurangnya jumlah jam tidur. Pada kebanyakan subjek normal

lamanya tidur biasanya lebih dari 6 jam,sedangkan pada penderita

insomnia umumnya tidur lebih sedikit dari itu.

2) Adanya mimpi-mimpi yang mengganggu. Pada subjek normal

biasanya tidak terdapat mimpi atau tidak mengingat apabila mimpi

atau kadang-kadang mimpi yang dapat diterima. Sedangkan pada

penderita insomnia mempunyai mimpi yang lebih banyak atau

selalu bermimpi dan kadang-kadang mempunyai yang lebih buruk.

3) Tidur tidak nyenyak. Gejala ini mengacu pada kualitas tidur,

kebanyakan dari subjek normal tidurnya dalam, akan tetapi

penderita insomnia biasanya tidur dangkal.


4) Sulit untuk masuk tidur. Orang normal biasanya dapat jatuh tidur

dalam waktu 5 sampai 15 menit. Penderita insomnia biasanya lebih

lama dari 15 menit.

5) Tidak dapat mempertahankan tidur (tidur mudah terbangun). Pada

orang normal dapat mempertahankan tidur sepanjang malam,

kadang-kadang mereka terbangun satu sampai dua kali tetapi pada

penderita insomnia biasanya terbangun selama lebih dari tiga kali.

6) Bila telah terbangun sulit untuk tidur kembali. Pada orang normal

mudah sekali untuk tidur kembali setelah terbangun dimalam hari

dan biasanya kurang dari 5 menit mereka dapat tertidur kembali.

Sedangkan pada penderita insomnia memerlukan waktu yang

panjang tidur kembali.

7) Bangun dipagi hari. Orang normal dapat terbangun kapan pun

ingin bangun, tetapi penderita insomnia biasanya bangun lebih

cepat, misalnya 1 sampai 2 jam sebelum waktu untuk bangun (dini

pagi hari).

8) Perasaan tidak segar di pagi hari. Pada orang normal merasa segar

setelah tidur di malam hari, sedangkan pada penderita insomnia

biasanya bangun tidak segar atau lesu.

2.3.5. Dampak Insomnia pada Remaja

Tidur memiliki peran penting bagi perkembangan kesehatan remaja.

Ketidakadekuatan tidur baik secara kuantitas maupun kualitas akan berdampak


pada perkembangan remaja seperti mengganggu kesehatan somatic dan

psikososial, penurunan prestasi belajar, dan memiliki kebiasaan-kebiasaan buruk

(Bauducco, Tillfors, Ozdemir, & Flink, 2015). Gangguan somatik misalnya status

kesehatan menurun, bertambahnya berat badan, resiko gangguan pada

kasdiovakular dan kadiometabolik. Gangguan psikososial misalnya depresi,

ansietas, menarik diri, dan agresif. Dampak lainya yaitu kebiasaan-kebiaaan

buruk misalnya penggunaan obat-obatan, mengonsumsi alcohol, aktivitas seksual

yang tidak terjaga, kekerasan, dan bunuh diri (Shochat, Cohen-Zion, &

Tzischinsky, 2014).

Insomnia dapat menyebabkan penurunan HRQoL (Health related Quality of

Life) merupakan aspek-aspek yang terdpat pada seluruh kualitas hidup yang dapat

mempengaruhi kesehatan fisik maupun mental (Odete, et al., 2017). Selain itu

dampak lainya adalah terjadinta gangguan pada fungsi kognitif dan sosial seperti

penurunan daya ingat, gangguan konsentrasi, penurunan kecepatan berfikir dan

berespon, disfungsi sosial, gangguan mood, merasa selalu kelelahan, dan

mengantuk. Dampak yang sangat besar dari insomnia akan terjadi masalah besar

pada remaja (Bruin, Dewal-kaufimann, Oort, Bogels, & Meijer, 2015)

2.4. Pengaruh Durasi Penggunaan Media Sosial Dengan Insomnia

Penggunaan media sosial memberikan banyak dampak bagi penggunanya

termasuk bagi remaja. Media sosial memiliki berapa dampak positif seperti

meningkatkan kemampuan komunikasi, menjalin hubungan pertemanan dengan


banyak orang, dan belajar dalam keterampilan teknik bersosialisasi dengan orang

lain. Namun media sosial juga memiliki dampak negatif sperti cyberbullying,

terpapar konten pornografi, kurangnya privasi, berbagi teralu banyak informasi,

menyebarkan informasi yang salah, mengalami kecanduan media sosial, dan

gangguan tidur (McBride, 2011).

Salah satu penyebab insomnia adalah bagadang dan alat eletronik. Begadang

atau bekerja begadang mengurangi kemampuan untuk memasukkan hal-hal baru

pada otak hampir 40 persen. Hal ini disebabkan oleh penutupan bagian-bagian

otak selama kehilangan waktu tidur. Sebagian dan kita bekerja memakai sarana

benda-benda elektronik, seperti laptop, iPad, dan computer (Widya,2012)

Hasil penelitian dan Northwestern University mengungkapkan bahwa benda

elektronik yang bersinar terang dan langsung menyorot pada mata dapat

mengganggu kerja otak dan merusak sistem jam biologis tubuh. Sebagaimana

dikatakan oleh ahli saraf dari Northwestern University, Phyllis Zee, apabila

seseorang sering menyalakan notebook atau iPad sebelum tidur, cahayanya dapat

memicu atau menstimulasi otak untuk membuat kita terbangun dan menunda

keinginan untuk tidur dimana nantinya seseorang akan mengalami gangguan tidur

(Insomnia). Hal ini akan mengganggu ritme sirkadian (semacam jam di dalam

otak yang menentukan kapan waktunya tidur dan kapan waktunya bangun dalam

siklus 24 jam). Layar monitor yang bersinar terang dan langsung menuju ke mata

pengguna dengan jarak relatif dekat akan mengganggu pola tidurnya (Widya,

2012).
Dalam penelitian Munezawa et al. (2011) dan Lange et al. (2017) menyatakan

adanya hubungan antara penggunaan handphone sebelum tidur dengan

insomnia. Pengguna mobile phone yang tinggi menyebabkan kualitas tidur yang

buruk, penurunan durasi tidur, meningkatkan rasa kantuk, dan gejala insomnia

pada remaja. Hal tersebut dapat dikarenakan pancaran cahaya dari handphone

dapat menurunkan sekresi hormon melatonin (Woods & Scott, 2016).

Studi selanjutnya yang juga membuktikan bahwa kejadian insomnia sangat

erat kaitannya dengan penggunaan sosial media dan fasilitias di dalamnya adalah

studi yang dilakukan oleh Syamsoedin,dkk (2015) yang berjudul Hubungan

Durasi Penggunaan Media Sosial Dengan Kejadian Insomnia Pada Remaja Di

Sma Negeri 9 Manado. Durasi penggunaan media sosial tertinggi pada

responden adalah pada durasi sedang (3-4 jam), kejadian insomnia pada

responden terbanyak adalah insomnia ringan, dan terdapat hubungan antara

durasi penggunaan media sosial dengan kejadian insomnia, bahwa semakin lama

waktu penggunaan media sosial semakin tinggi tingkat kejadian Insomnia.

Penggunaan media sosial yang tinggi maupun insomnia dapat mempengaruhi

proses perkembangan pada remaja. Penggunaan media sosial dapat merangsang

perkembangan fisik pada remaja. Sedangkan insomnia dapat menyebabkan status

kesehatan yang menurun, bertambahnya berat badan, resiko gangguan pada

kardiovaskular dan kardiometabolik (Shochat, Cohen-Zion, & Tzischinsky,

2014).
Remaja yang mengalami insomnia dapat mempengaruhi perkembangan

kognitif pada remaja misalnya penurunan daya ingat, gangguan konsentrasi, serta

penurunan kecepatan proses berpikir dan berespon (McBride, 2011)


2.5. Kerangka Teori

2.1 Bagan Kerangka Teori

Media Sosial

Penyebab Insomnia :
1. Masalah Psikolog
Penggunaan 2. Jet Lag
Media Sosial 3. Begadang dan Alat
Elektronik
4. Jam Kerja yang
Sering Berubah
Durasi penggunaan media sosial 5. Alkohol, Rokok,
dan Kopi
Dikategorikan sebagai berikut : ≥ 7 6. Pemakaian Obat-
Jam: Sangat lama, 5-6 Jam : Lama, 3-4 obatan
Jam : Sedang, dan 1-2 Jam : Singkat 7. Penyakit Tertenti
8. Perubahan Hormon

Dampak Positif Dampak Negatif

Insomnia
Gangguan Tidur

Anda mungkin juga menyukai