Anda di halaman 1dari 21

MALAKAH

WAKAF

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Masail Fiqhiyyah

DosenPengampu : Muammar, M.Ag

Disusun Oleh :

Asifa Satara ( 3190037)

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) PEMALANG

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan pertolongan-Nya kami dapat menyusun makalah ini. Shalawat beserta salam,
selalu tercurah limpah kepada baginda Rosul sekaligus Nabiyullah yang terakhir
yakni Muhammad SAW, tak lupa kepada keluarga, sahabat, dan semoga sampai
kepada kita sebagai umat yang terakhir. Amin
Manusia merupakan makhluk yang di ciptkan Allah SWT adalah untuk
beribadah Bentuk ibadah yang dilakukan oleh manusia ada yang berdimensi
individual dan vertikal (seperti sholat dan puasa) dan ada pula yang berdimensi
sosial dan horizontal (seperti zakat, infak, shodaqoh maupun wakaf).
Salah satu bentuk ibadah yang berdimensi sosial dan horizontal adalah
wakaf. Oleh karena itu perlu adanya Lembaga wakaf yang hadir untuk membina
nazhir agar aset wakaf dikelola lebih baik dan lebih produktif sehingga bisa
memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat, baik dalam bentuk
pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan infrastruktur
publik.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan kami sadar bahwa masih
banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini, oleh karena itu kami
mengaharapkan kritik yang membangun dari para pembaca, akhir kata kami
ucapkan Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Pemalang, 1 April 2021

Penyusun

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wakaf merupakan ibadah yang bercorak sosial ekonomi yang
cukup penting. Menurut sejarah Islam klasik, wakaf telah memainkan
peran yang sangat signifikan dalammeningkatkan kesejahteraan kaum
muslimin, baik di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan
sosial dankepentingan umum, kegiatan keagamaan, pengembangan
ilmupengetahuan serta peradaban Islam secara umum.
Melihat wakaf secara historis, sesungguhnya telah mengajarkan
umat Islam akan pentingnya sumber ekonomi yang terus menerus guna
menjamin berlangsungnya kesejahteraan di masyarakat. Wakaf sebagai
instrumen ekonomi yang memberi kehidupan bagi pengelolanya dan
masyarakat. Bukan sebaliknya, wakaf hanya menjadi beban pengelola dan
menuntut uluran tangan kedermawanan dari masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana eksistensi Badan Wakaf Indonesia dan perannya dalam
pengelolaan wakaf?
2. Bagaimana praktik wakaf uang?
3. Bagaimana problematika wakaf di lingkungan sekitar?

C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah masail fiqhiyyah
2. Untuk mengetahui bagaimana eksistensi BWI dan perannya dalam
mengelola wakaf
3. Untuk mengetahui bagaimana praktik wakaf tunai
4. Untuk mengetahui apa saja problematika wakaf di lingkungan sekitar.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Eksistensi BWI dan Lembaga Wakaf dan Perannya dalam


Pemberdayaan Wakaf
Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
membawa konsekuensi bagi sistem pengelolaan wakaf di Indonesia agar
lebih professional dan independen. Untuk itu diperlukan suatu lembaga
baru yang memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam memberdayakan asset
wakaf di Indonesia agar lebih produktif. Pentingnya pembentukan sebuah
lembaga wakaf nasional yang bersifat independen diperlukan dalam
rangka untuk membina Nazhir (pengurus harta wakaf) dalam mengelola
dan mengembangkan harta benda wakaf baik secara nasional maupun
internasional.
Badan Wakaf Indonesia (BWI) pun lahir sebagai jawaban bagi
pengembangan pengelolaan perwakafan Indonesia dengan lebih
profesional dan modern sehingga menghasilkan manfaat wakaf yang dapat
mensejahterakan umat. Sehingga kelak Badan Wakaf Indonesia akan
menduduki peran kunci, selain berfungsi sebagai Nazhir, BWI juga akan
sebagai Pembina Nazhir sehingga harta benda wakaf dapat dikelola dan
dikembangkan secara produktif.
BWI merupakan lembaga independen dalam melaksanakan
tugasnya, dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan
nasional maupun internasional. Kelahiran Badan Wakaf Indonesia (BWI)
merupakan perwujudan amanat yang digariskan dalam UU Wakaf.
Kehadiran BWI, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 47, adalah untuk
memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia. Untuk kali
pertama, Keanggotaan BWI diangkat oleh Presiden Republik Indonesia,
sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) No. 75 tahun 2007, yang
ditetapkan di Jakarta, 13 Juli 2007.
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf dijelaskan bahwa: “Badan Wakaf Indonesia 4 Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 47 adalah lembaga
independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia”, maka dapat
dipastikan bahwa BWI merupakan lembaga yang bersifat independen
untuk menjalankan permasalahan perwakafan di Indonesia, dan dalam
melaksanakan tugasnya tersebut bersifat bebas dari pengaruh kekuasaan
manapun serta bertanggung jawab kepada masyarakat.1
Mengingat BWI lahir berdasarkan amanat Undang-Undang, maka
sebagaimana kedudukan Undang-Undang, yaitu amanat dari oleh Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dengan demikian maka
BWI mempunyai kedudukan hukum yang kuat dalam struktur hukum
nasional. Seiring dengan ketentuan status tersebut, tentunya Undang-
Undang juga memberikan tugas dan wewenang bagi BWI secara
kelembagaan. Tugas dan wewenang tersebut, salah satunya diwujudkan
dalam Pasal 49 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf, bahwa BWI mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
1. Melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf;
2. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
berskala nasional dan internasional;
3. Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan
status harta benda wakaf;
4. Memberhentikan dan mengganti nazhir;
5. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf; dan
6. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam
penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.2

1
Faris Ali Sidqi, “Revitalisasi Badan Wakaf Indonesia (BWI) Analisis Kritis Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf”, Al’Adl, Volume X Nomor 1, 2019 hal. 18-19
2
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pasal 49

3
Kemudian, melalui Peraturan BWI Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Wakaf Indonesia, BWI menjabarkan
tugas dan wewenangnya sebagai berikut:
1. Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf;
2. Membuat pedoman pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf;
3. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
berskala nasional dan internasional serta harta benda wakaf terlantar;
4. Memberikan pertimbangan, persetujuan, dan/atau izin atas perubahan
peruntukan dan status harta benda wakaf;
5. Memberikan pertimbangan dan/ atau persetujuan atas penukaran harta
benda wakaf;
6. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam
penyusunan kebijakan di bidang perwakafan;
7. Menerima, melakukan penilaian, menerbitkan tanda bukti pendaftaran
nazhir, dan mengangkat kembali nazhir yang telah habis masa
baktinya;
8. Memberhentikan dan mengganti nazhir bila dipandang perlu;
9. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri Agama dalam
menunjuk Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-
PWU); dan
10. Menerima pendaftaran Akta Ikrar Wakaf (AIW) benda bergerak selain
uang dari Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BWI bekerja sama


dengan Kementerian Agama (c.q. Direktorat Pemberdayaan Wakaf),
Majelis Ulama Indonesia, Badan Pertanahan Nasional, Bank Indonesia,
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Islamic Development Bank,
dan berbagai lembaga lain. Tidak tertutup kemungkinan BWI juga bekerja
sama dengan pengusaha/ investor dalam rangka mengembangkan aset
wakaf agar menjadi lebih produktif.
Bersama adanya tugas dan wewenang yang diberikan oleh
UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, sebagai
kewajibannya maka BWI diberikan ketentuan pertanggungjawabannya
sebagaimana yang diatur dalam pasal 61 yang berbunyi:
(1) Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia
dilakukan melalui laporan tahunan yang diaudit oleh lembaga audit
independen dan disampaikan kepada Menteri.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan
kepada masyarakat.

Dengan demikian, setelah menjalankan tugas dan wewenangnya,


BWI diperintahkan oleh Undang-Undang untuk bertanggungjawab kepada
Menteri dan mengumumkan hasil laporan tahunannya kepada masyarakat.
Oleh karena itu, dengan adanya ketentuan tentang tugas, wewenang dan
kewajiban tersebut di atas, maka BWI dari sudut pandang kelembagaan
negara telah memiliki aturan yang lengkap sebagaimana lembaga negara
pada umumnya.
BWI berkedudukan di ibukota Negara dan dapat membentuk
perwakilan di provinsi, kabupaten, dan/atau kota sesuai dengan kebutuhan.
Anggota BWI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Masa jabatannya
selama 3 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan.
Jumlah anggota BWI 20 sampai dengan 30 orang yang berasal dari unsur
masyarakat. Anggota BWI periode pertama diusulkan oleh Menteri
Agama kepada Presiden. Periode berikutnya diusulkan oleh Panitia Seleksi
yang dibentuk BWI. Adapun anggota perwakilan BWI diangkat dan
diberhentikan oleh BWI. Struktur kepengurusan BWI terdiri atas Dewan
Pertimbangan dan Badan Pelaksana. Masing-masing dipimpin oleh
seorang ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota. Badan Pelaksana

5
merupakan unsur pelaksana tugas, sedangkan Dewan Pertimbangan adalah
unsur pengawas.

B. Praktik Wakaf Tunai


Menurut fatwa MUI tentang Wakaf Uang, yang dinamakan Wakaf
Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk
uang tunai. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat
berharga. Wakaf harta benda bergerak berupa uang yang selanjutnya
disebut wakaf uang adalah wakaf berupa uang yang dapat dikelola secara
produktif, hasilnya dimanfaatkan untuk Mauquf alaih. (Peraturan BWI
nomor 1 tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan
Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang). 3
Di dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 28-31 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun Tata Cara dan
Pengelolaan Wakaf Uang Di Indonesia tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Pasal 22-27 telah
mengatur bolehnya pelaksanaan wakaf uang (harta benda berupa uang).
Dengan demikian yang dimaksud wakaf uang adalah wakaf yang
dilakukan oleh wakif (perseorangan, kelompok orang dan lembaga atau
badan hukum dalam bentuk uang dan suratsurat berharga, seperti saham,
cek dan lainnya.
Pada UU Wakaf, praktik wakaf uang sedikit berbeda dari wakaf
lainnya. Jika umumnya seseorang berwakaf tanah maka cukup ia
menyerahkan sertifikat tanahnya kepada nadir atau pengelola dengan
cukup ada pengesahan dari Kantor Urusan Agama. Tapi, pada wakaf uang
regulasi yang berlaku, yaitu PP No 42 tahun 2006 tentang Wakaf
menghendaki agar wakaf uang tersebut tidak langsung masuk ke nadir
wakaf uang tersebut, melainkan disetor kepada bank syariah yang

3
Junaidi Abdullah, “Tata Cara dan Pengelolaan Wakaf Uang di Indonesia”, ZISWAF, Vol.
4, No. 1, 2017, hal 96
mendapatkan izin sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf
Uang (LKS-PWU) dan telah bekerja sama dengan nadir wakaf uang. Dana
wakaf uang yang disetorkan ke LKS-PWU nantinya akan dimasukkan
sebagai dana titipan wakaf dengan akad wadi'ah pada rekening nadir
wakaf uang yang ditunjuk oleh wakif.4

Dasar hukum wakaf uang


Al-Quran Surat Al-Hadiid ayat 18 yang artinya: “Sesungguhnya
orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan
meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan
dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka, dan bagi mereka pahala
yang banyak.” (QS. Al-Hadid: 18)
Surat Ali Imran ayat 92 yang artinya: “Kamu sekali-kali tidak
sampai pada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menyedekahkan
sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu sedekahkan,
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92)
Surat Al-Baqarah ayat 267 yang artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, sedekahlah (di jalan Allah) sebagian hasil usahamu yang baik-
baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu sedekahkan
dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah: 267)
Sedangkan hadis yang menjadi dalil adalah hadis riwayat Muslim
berasal dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Seorang
manusia yang meninggal dunia akan berhenti semua pahala amal
perbuatannya, kecuali tiga perkara, yaitu pahala amalan shadaqah jariah
yaitu sedekah yang pahalanya tetap mengalir yang diberikannya selama ia

4
Raditya Sukmana dan Imam Wahyudi Indrawan, Posisi Bank dalam Wakaf Uang, 2016.
Diakses dari https://republika.co.id/berita/o6la4214/posisi-bank-dalam-wakaf-uang pada 1 April
2021

7
hidup, pahala ilmu yang bermanfaat bagi orang lain yang diajarkannya
selama hayatnya, dan doa anak saleh.” (HR. Muslim)
Hadis Riwayat Bukhari Muslim, yang menceritakan bahwa pada
suatu hari sahabat Umar datang pada Nabi Muhammad SAW untuk minta
nasehat entang tanah yang diperolehnya di Khaibar (daerah yang amat
subur di Madinah), lalu is berkata; Ya Rasulullah, apakah yang engkau
perintahkan kepadaku rnengenai tanah itu ? Lalu Rasulullah berkata:
Kalau engkau mau, dapat engkau tahan asalnya (pokoknya) dan engkau
bersedekah dengan dia, maka bersedekahlah Umar dengan tanah itu,
dengan syarat pokoknya tiada dijual, tiada dihibahkan dan tiada pula
diwariskan.
Sedangkan dasar wakaf uang di Indonesia yang berupa Peraturan
Perundang-undangan adalah:
1. Fatwa MUI tahun 2002 tentang Wakaf Uang
2. Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
4. Peraturan Menteri agama nomor 4 tahun 2009 tentang Administrasi
Wakaf Uang
5. Keputusan Menteri agama nomor 92-96 rentang Penetapan 5 LKS
menjadi LKS PWU
6. Peraturan BWI nomor 1 tahun 2009 Pedoman Pengelolaan dan
Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang

Jenis wakaf uang


Dari jangka waktunya, wakaf uang bisa dibagi menjadi:
1) Wakaf uang dengan jangka waktu tertentu
2) Wakaf uang dengan jangka waktu selamanya
Perbedaan ke dua jenis wakaf uang tersebut di atas dapat dilihat
dari tabel berikut ini:
Pihak-pihak yang terlibat dalam wakaf uang
Dalam pelaksanaan wakaf uang, ada pihak-pihak yang terlibat di
dalam wakaf uang ini, yaitu:
1. Wakif, yakni orang, lembaga maupun badan hukum yang mau
mewakafkan uangnya
2. Nazhir, pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
3. LKS-PWU, adalah badan hukum Indonesia yang bergerak di
bidang keuangan Syariah.
4. PPAIW, Pejabat Lembaga Keuangan Syariah paling rendah
setingkat Kepala Seksi LKS yang ditunjuk oleh Menteri

Tata cara dan pengelolaan wakaf uang di Indonesia


Wakaf uang merupakan bentuk wakaf yang sangat mudah untuk
dilakukan dan tentunya sangat bermanfaat bagi umat. Kemudahannya
hanya menyerahkan sejumlah uang dan pemanfaatan wakaf uang ini bisa
untuk kesejahteraan masyarakat. Wakif dapat mewakafkan benda bergerak
berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh
Menteri.
Wakaf benda bergerak berupa uang dilaksanakan oleh Wakif
dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan secara tertulis. Wakaf
benda bergerak berupa uang diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf
uang. Sertifikat wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga

9
keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan
harta benda wakaf. Lembaga keuangan syariah atas nama Nazhir
mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada Menteri selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.
Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah. Dalam hal
uang yang kan diwakafkan masih dalam mata uang asing, maka harus
dikonversi terlebih dahulu ke dalam rupiah (Peraturan BWI Nomor 1
tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta
Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang).

Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk:


1. hadir di Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-
PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya;
2. menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan;
3. menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke LKS PWU
4. mengisi formulir pernyataan kehendak Wakif yang berfungsi sebagai
AIW (Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang
Pelaksanaa Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf)

Apabila Wakif tidak dapat hadir, maka Wakif dapat menunjuk


wakil atau kuasanya untuk hadir dalam penterahan wakaf uang. Wakif atau
wakil atau kuasanya dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa
uang kepada Nazhir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW) yang selanjutnya Nazhir menyerahkan Akta Ikrar Wakaf (AIW)
tersebut kepada LKS-PWU. Wakif dapat mewakafkan uang melalui LKS
yang ditunjuk oleh Menteri sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-
PWU). LKS yang ditunjuk oleh Menteri atas dasar saran dan
pertimbangan dari BWI. BWI memberikan saran dan pertimbangan setelah
mempertimbangkan saran instansi terkait.
Saran dan pertimbangan dapat diberikan kepada LKS-PWU yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri;
2. melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum;
3. memiliki kantor operasional di wilayah Republik Indonesia;
4. bergerak di bidang keuangan syariah; dan e) memiliki fungsi
menerima titipan (wadi’ah).

Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU)


bertugas:
1. mengumumkan kepada publik atas keberadaannya sebagai LKS
Penerima Wakaf Uang
2. menyediakan blangko Sertifikat Wakaf Uang
3. menerima secara tunai wakaf uang dari Wakif atas nama Nazhir
4. menempatkan uang wakaf ke dalam rekening titipan (wadi’ah) atas
nama Nazhir yang ditunjuk Wakif
5. menerima pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan secara tertulis
dalam formulir pernyataan kehendak Wakif;
6. menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang serta menyerahkan sertifikat
tersebut kepada Wakif dan menyerahkan tembusan sertifikat kepada
Nazhir yang ditunjuk oleh Wakif
7. mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri atas nama Nazhir.

Sertifikat wakaf uang sekurang-kurangnya memuat keterangan


mengenai:
1. nama LKS Penerima Wakaf Uang;
2. nama Wakif;
3. alamat Wakif;
4. jumlah wakaf uang;
5. peruntukan wakaf;
6. jangka waktu wakaf;
7. nama Nazhir yang dipilih;
8. alamat Nazhir yang dipilih; dan

11
9. tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat Wakaf Uang.
Dalam hal Wakif berkehendak melakukan perbuatan hukum wakaf
hang untuk jangka waktu tertentu maka pada saat jangka waktu tersebut
berakhir, Nazhir wajib mengembalikan jumlah pokok wakaf uang kepada
Wakif atau ahli waris/penerus haknya melalui LKS PWU. Wakaf uang,
investasi wakaf uang dan hasil invertasi wakaf uang yang telah disetorkan
dari wakif melalui LKS PWU, selanjutnya akan dikelola oleh Nazhir.
Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang oleh Nazhir melalui
dua mekanisme:
1. Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang atas setoran wakaf uang
dan investasi wakaf uang oleh Nazhir wajib ditujukan untuk
optimalisasi perolehan keuntungan dan/ atau pemberdayaan ekonomi
ummat.
2. Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang atas hasil investasi wakaf
uang oleh Nazhir wajib ditujukan untuk pemberdayaan ekonomi
ummat dan/atau kegiatankegiatan social keagamaan (Peraturan BWI
nomor 1 tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan dan
Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang).

C. Problematika Wakaf
Pemahaman wakaf masyarakat Indonesia tidak akanterlepas
dengan proses historisitas awal masuknya islam dan perkembanganya di
wilayah tersebut. Mereka lebih dekatdengan hokum wakaf dalam fiqih
oriented dan bermazhabsyafi’i. hal ini dapat dilihat dari mayoritas
masyarakat muslim Indonesia alumni dari pondok pesantren salafiyahyang
notabenenya bermazhab Syafi’i.5
Pemahaman masyarakat muslim Indonesia tentang wakaf ini
melahirkan sikap dan prilaku mereka dalam berwakaf terukur lewat baro
meter fiqih oriented dan ala Syafiiyyah dan yang paling mereka yakini

5
Moh. Kholisul Ibad, dkk. “Problematika Perwakafan di Indonesia : Telaah Historis
Sosiologis”. Tazkiya Vol. 19 No. 2 2018, hal 107
bahwa ibdal al waqaf itu tidak di perbolehkan sehigga cenderung
tradisionalis dan konvensional.(Hasan, Sofyan,, 1995:33)
Masyarakat muslim Indonesia berwakaf dalam bentuk yang
berbeda-beda dan dengan nama yang berbeda pula. Ada yang berwakaf
tanah, kebun, rumah, bangunan dan benda mati lainnya seperti mushaf Al-
Qur’an, sajadah,dan lain sebagainya. Motivasi mereka untuk berwakaf pun
ternyata berbeda-beda. Paling tidak, ada dua motivator masyarakat
Indonesia untuk berwakaf: (Sadzali Musthofa,,1989: 125)
1. Aspek ideologis normative bahwa masyarakat muslim Indonesia
memahami Wakaf adalah suatu ibadah yang dianjurkan oleh agama
dan merupakan perwujudan dari keimanan seseorang. Untuk itu dalam
ajaran Islam, harta merupakan asset yang diatur oleh agama tergantung
bagaimana mereka mampu mentasarufkan harta tersebut atau tidak .
2. Aspek sosial-ekonomis. zakat itu digunakan dalamhal-hal yang bersifat
darurat dan kebutuhan yang sangat mendasar. Akan tetapi untuk
pengembangan selanjutnya dibutuhkan peran wakaf. Dimana Ia
menjadi modal untuk pengembangan dan mengatasi masalah sosial dan
ekonomi kemasyarakatan secara umum khususnya masyarakat
Indonesia.
Pemahaman mayoritas mayarakat muslim Indonesia terhadap
wakaf banyak dipengaruhi oleh mazhab Syafiiyyah. Pemahaman tersebut
antara lain:
1. Anggapan cukup terhadap wakaf yanga hanya ikrar bil lisan saja.
Keluguan, kejujuran dan sikap saling percaya masyarakat Indonesia
sangat berpengaruh dalam tata cara mereka berwakaf sehingga
melahirkan persoalan di hari mendatang.
2. Persoalan lain yang telah mereka fahami bahwa wakaf harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.Berupa benda yang memiliki nilai. Tidak sahhukumnya berwakaf
selain benda seperti hak-hak yang berkaitan dengan benda, seperti
hak irigasi, hak pakai, dll.

13
b. Berupa barang atau benda bergerak atau tidak bergerak yang
mempunyai fungsi dan manfaat yang ajeg atau kekal.
c.Barang atau benda tersebut harus jelas (tertentu ketika terjadi akad).
d. Barang atau benda tersebut berstatus al-milku at-tam milik
sempurna dari si wakif.
e.Barang atau benda yang sudah diwakafkan berkedudukan menjadi
berubah kepemilikannya menjadi milik Allah dan diperuntukkan
bagi masyarakat umum, sehingga tidak dapat diperjual-
belikan,diwariskan, digadaikan dan sebagainya.
f. Kebanyakan masyarakat muslim Indonesia berwakaf kepada
Keluarga atau orang tertentu (wakaf ahli) yang ditunjuk oleh wakif
atau Keagamaan atau kemasyarakatan (wakaf khairi) dan tentang
kebolehan tentang menukar/menjual harta wakaf mereka. Mayoritas
masyarakat muslim Indonesia memegang teguh pendapat Imam
Syafii yang tidak memperbolehkan penukaran harta wakaf dengan
alasan apa pun.
Pemahaman masyarakat Indonesia yang bersifat fiqh oriented dan
bercorak syafi’iyyah tersebut melahirkan mengakibatkan beberapa dampak
sebagai berikut:
1. Melahirkan pemahaman lama dalam pengelolaan wakaf,seperti adanya
anggapan bahwa wakaf semata milikAllah yang tidak boleh
diubah/ganggu gugat. Untukitu, banyak tokoh masyarakat atau umat
Islam tidak memperbolehkan wakaf dikelola secara produktif selain
ibadah mahdlah
2. Pemahaman masyarakat terhadap wakaf bersifat konvensional
konservatif sulit diajak maju hal inidisebabkan kurangnya
pengetahuan masyarakat atas pentingnya pemberdayaan wakaf untuk
kesejahteraan umum yang akhirnya menjadi problem yang harus
dipecahkan bersama.
3. Banyak kasus sengketa wakaf karena memang tidak adabukti hitam di
atas putih sehingga ini menjadi persoalan yang cukup serius pada saat
saat ini
4. Pemahaman wakaf tersebut melahirkan para nazhir tidak professional.
Padahal posisi Nazhir menempati peransentral dalam mewujudkan
tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat wakaf.
5. Banyak asset wakaf yang akhirnya belum mempunyai sertifikat wakaf
dan tentnunya mengakibatkan beberapa persoalan di hari-hari
mendatang
6. Sebagian asset wakaf yang tidak terselamatkan

Untuk mengantisipasi dampak negative dari pemahaman


masyarakat Indonesia terhadap wakaf maka kiranya diperlukan solusi-
solusi alternative mengkaji, menganalisis dan kemudian merumuskans
trategi pengelolaan dan menerapkannya dalam rangka pengembangan
wakaf secara berkesinambungan. Dengan demikian perlu dibuat
rencana program yang jelas dengan tahapan-tahapan yang jelas pula,
dan dapat dipilah-pilah dalam jangka waktu tertentu sebagai berikut:
1. Pemanfaatan Badan Wakaf Indonesia secara nyata danmaksimal
sesungguhnya lebih utama untuk segera diwujudkan. Hal ini
berarti Badan Wakaf Indonesia,yang telah mendapat pengakuan
dari Undang undang,perlu menyusun Progam-progam kerja yang
brilian untuk segera dilaksanakan.
2. Penyiapan manusia yang berkualitas yang akanbertindak sebagai
Nadzir harus benar-benar disiapkandan harus segera diupayakan.
Misalnya melauipendidikan secara khusus untuk kemudian
diposisikan menjadi Nadzir.
3. Guna mengatasi sengketa wakaf maka perlu segeradilakukan
pensertifikatan wakaf. Hal ini dapat dilakukanmelaui sebuah
sosialisasi dan pembinaan masyarakatsecara menyeluruh tentang
pentingnya sertifikat wakafserta membentuk tim advokasi yang

15
betul-betul mau bekerja secara ikhlas dan maksimal guna
mengatasi sengketa tanah wakaf yang saat ini cukup banyak
terjadi diberbagai daerah.
4. Pengembangan harta wakaf menuju kearah produktif yang
diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan umum. Dengan
program dan system yang baik, namun hal demikian diperlukan
adanya dukungan dan dana yangcukup. Untuk itu diperlukan
kecerdasan, kepandaian,serta hubungan yang baik dengan
beberapa instansi yang diharapkan dapat memberikan dukungan
serta pendanaan tersebut; misalnya Pemerintah, bank Syariah dan
lain sebagainya.
5. Lebih dari itu system pengawasan yang cermat dan bertanggung
jawab sangat diperlukan dalam pengembangan serta pengelolaan
harta wakaf. Ini semua dimaksudkan untuk menghindari hal-hal
yangtidak dinginkan. Hal ini juga merupakan progam agar
terrealisasikannya undang-undang wakaf tersebut.
6. Apabila para pengelola atau para Nadzir harta benda wakaf telah
memenuhi standar Kriteria sebagaiamana yang dijelaskan di atas,
maka pengelolaan harta wakaf tentu bisa berkembang dengan
baik. Dari berbagai upaya tersebut diharapkan harta wakaf dapat
dijadikan sebagai Aset yang berupa investasi usaha atau asset
yang menghasilkan barang atau jasa sehingga lebihmampu untuk
dapat meningkatkan kesejahteraan umat
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
BWI merupakan lembaga independen dalam melaksanakan
tugasnya, dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan
nasional maupun internasional. Kelahiran Badan Wakaf Indonesia (BWI)
merupakan perwujudan amanat yang digariskan dalam UU Wakaf.
Kehadiran BWI, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 47, adalah untuk
memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia. Untuk kali
pertama, Keanggotaan BWI diangkat oleh Presiden Republik Indonesia,
sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) No. 75 tahun 2007, yang
ditetapkan di Jakarta, 13 Juli 2007.
Di dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 28-31 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun Tata Cara dan
Pengelolaan Wakaf Uang Di Indonesia tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Pasal 22-27 telah
mengatur bolehnya pelaksanaan wakaf uang (harta benda berupa uang).
Dengan demikian yang dimaksud wakaf uang adalah wakaf yang
dilakukan oleh wakif (perseorangan, kelompok orang dan lembaga atau
badan hukum dalam bentuk uang dan suratsurat berharga, seperti saham,
cek dan lainnya.
Wakaf benda bergerak berupa uang dilaksanakan oleh Wakif
dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan secara tertulis. Wakaf
benda bergerak berupa uang diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf
uang. Sertifikat wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga
keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan
harta benda wakaf. Lembaga keuangan syariah atas nama Nazhir

17
mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada Menteri selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.
Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah. Dalam hal
uang yang kan diwakafkan masih dalam mata uang asing, maka harus
dikonversi terlebih dahulu ke dalam rupiah (Peraturan BWI Nomor 1
tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta
Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang).
Pemahaman masyarakat Indonesia yang bersifat fiqh oriented dan
bercorak syafi’iyyah tersebut melahirkan mengakibatkan beberapa dampak
sebagai berikut:
1. Melahirkan pemahaman lama dalam pengelolaan wakaf,seperti adanya
anggapan bahwa wakaf semata milikAllah yang tidak boleh
diubah/ganggu gugat. Untukitu, banyak tokoh masyarakat atau umat
Islam tidak memperbolehkan wakaf dikelola secara produktif selain
ibadah mahdlah
2. Pemahaman masyarakat terhadap wakaf bersifat konvensional
konservatif sulit diajak maju hal inidisebabkan kurangnya
pengetahuan masyarakat atas pentingnya pemberdayaan wakaf untuk
kesejahteraan umum yang akhirnya menjadi problem yang harus
dipecahkan bersama.
3. Banyak kasus sengketa wakaf karena memang tidak adabukti hitam di
atas putih sehingga ini menjadi persoalan yang cukup serius pada saat
saat ini
4. Pemahaman wakaf tersebut melahirkan para nazhir tidak professional.
Padahal posisi Nazhir menempati peransentral dalam mewujudkan
tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat wakaf.
5. Banyak asset wakaf yang akhirnya belum mempunyai sertifikat wakaf
dan tentnunya mengakibatkan beberapa persoalan di hari-hari
mendatang
6. Sebagian asset wakaf yang tidak terselamatkan
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Junaidi. 2017. “Tata Cara dan Pengelolaan Wakaf Uang di

Indonesia”, ZISWAF, Vol. 4, No. 1,

Ibad, Moh. Kholisul, dkk. 2018. “Problematika Perwakafan di Indonesia :

Telaah Historis Sosiologis”. Tazkiya Vol. 19 No. 2

Sidqi, Faris Ali. 2019. “Revitalisasi Badan Wakaf Indonesia (BWI) Analisis Kritis

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf”, Al’Adl,

Volume X Nomor 1,

Sukmana, Raditya dan Imam Wahyudi Indrawan. 2016. Posisi Bank dalam Wakaf

Uang. Diakses dari https://republika.co.id/berita/o6la4214/posisi-bank-

dalam-wakaf-uang

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

19

Anda mungkin juga menyukai