Anda di halaman 1dari 19

ETIKA KEILMUWAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

MAKALAH

(Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Islam)

Dosen Pengampu : Redmon Windu G, MM,M.Ag

Disusun Oleh:

Kelompok 4

Aleni Jessycanti (18121995)


Juwita Rahayu (18122047)
Rini Siti Masitoh (18122090)
Yeni (18122131)

Reguler VI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AT-TAQWA CIPARAY
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi, atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya makalah yang berjudul “Etika Keilmuwan Dalam
Filsafat Pendidikan Islam” dapat kami selesaikan. Tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam,
selain itu untuk memperkaya wawasan dan informasi penulis khususnya dan
pembaca umumnya.

Makalah ini berisi tentang pembahasan mengenai Pengertian etika


keilmuan dan filsafat pendidikan Islam, hubungan etika keilmuan dan pendidikan
Islam, etika keilmuan dalam pendidikan Islam, dan Etika Keilmuan Pada Zaman
Renaissance Dan Humanisme.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada bapak Redmon Windu G,


MM,M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam, dan
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk
itulah kritik dan saran yang membangun sangat kami tunggu. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi penulis, maupun pembaca.

Bandung, Maret, 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika dan Filsafat Pendidikan Islam.................................................3
B. Hubungan Etika Keilmuan dan Pendidikan Islam..............................................5
C. Etika Keilmuan dalam Filsafat Pendidikan Islam .............................................6
D. Etika Keilmuwan Pada Zaman Renaisance dan Humanisme...........................11
BAB III PENUTUP
A. Simpulan...........................................................................................................15
B. Saran.................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai orang yang berpikir (filsafat) sudah tentu ia memiliki pemikiran


bagaikan dua sisi mata uang, baik dan buruk sehingga dalam ilmu filsafat
dikenal nama etika, yakni aturan untuk membedakan baik dan buruk. Demikian
pula pada aplikasinya, seorang ilmuwan dalam kehidupan sehari-hari seakan
dituntut untuk menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya, baik saat
berpikir maupun bertindak. Dalam sebuah riwayat dikatakan "Al adabu fauqal
'ilmi" (Adab itu lebih tinggi daripada ilmu).

Pendidikan Islam sebagai pendidikan yang didasari pengembangan akal


dan wahyu, adalah kombinasi pendidikan yang istimewa. Dalam filsafat, Selain
hal-hal yang termasuk dalam ontologi dan epistimologi, terdapat pembahasan
yang lebih tinggi yaitu aksiologi. Aksiologi adalah cabang filsafat yang
membahas tentang tujuan dari hakikat. Jika dihubungkan dengan pendidikan
Islam, maka dibahas tentang tujuan dari hakikat pendidikan Islam. Diantara
hal-hal yang dibahas dalam aksiologi adalah etika, khususnya etika keilmuan.
Etika membahas tentang nilai suatu tentang benar dan salahnya, baik tidaknya.
Berdasarkan teori aksiologi etika keilmuan dalam pendidikan Islam
mempunyai pembahasan khusus dengan tiga teori. Diantaranya pragmatisme,
positivisme, renaissance dan humanisme.

Dan adapun dalam penulisan makalah ini, akan lebih dibahas mengenai
Pengertian etika keilmuan dan filsafat pendidikan Islam, hubungan etika
keilmuan dan pendidikan Islam, etika keilmuan dalam pendidikan Islam, dan
Etika Keilmuan Pada Zaman Renaissance Dan Humanisme.

1
2

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengertian etika keilmuan dan filsafat pendidikan Islam?


2. Bagaimanakah hubungan etika keilmuan dan pendidikan Islam?
3. Bagaimanakah etika keilmuan dalam pendidikan Islam?
4. Bagaimana Etika Keilmuan Pada Zaman Renaissance Dan Humanisme?

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimanakah pengertian etika keilmuan dan filsafat


pendidikan Islam
2. Untuk mengetahui bagaimanakah hubungan etika keilmuan dan pendidikan
Islam
3. Untuk mengetahui bagaimanakah etika keilmuan dalam pendidikan Islam
4. Untuk mengetahui bagaimana Etika Keilmuan Pada Zaman Renaissance
Dan Humanisme
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam dan Etika Keilmuan

1. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam

Pengertian Filsafat, secara etimologis, filsafat berasal dari beberapa


bahasa inggris dan yunani. Dalam bahasa inggris,yaitu philosophy,
sedangkan dalam bahasa yunani terdiri dari kata philein/philos yang berarti
“cinta” dan sophia yang berarti “kebijaksanaan”.

Sementara pengertian pendidikan islam berasal dari kata didik, yang


artinya bina, mendapat awalan pen-, akhiran –an, yang maknanya sifat dari
perbuatan membina atau melatih, atau mengajar dan mendidik itu sendiri.
Oleh karena itu, pendidikan merupakan pembinaan, pelatihan, pengajaran,
dan semua hal yang merupakan bagian dari usaha manusia untuk
meningkatkan kecerdasan dan keterampilannya. Pendidikan secara
terminologis dapat diartikan sebagai pembinaan, pembentukan, pengarahan,
pencerdasan, pelatihan yang ditujukan kepada semua anak didik secara
formal maupun non formal dengan tujuan membentuk anak didik yang
cerdas, berkepribadian, memiliki keahlian dan keterampilan tertentu sebagai
bekal dalam kehidupannya di masyarakat.

Pengertian Pendidikan Islam menurut Prof.Dr. OmarMuhammad Al-


Touny Al-Syaebany, diartikan sebagai “usaha mengubah tingkah laku
individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya
dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses
kependidikan..”perubahan itu dilandasi dengan nilai-nilai Islami.

Pendidikan islam hakikatnya adalah seluruh hal yang menyangkut 3


hal: ta’lim, tarbiyah, ta’dib. Memberikan bekal pengetahuan, pembinaan dan
pengarahan pembentukan kepribadian & mental dan pembinaan sikap moral

3
manusia agar menjadi lebih baik berdasarkan dasar alqur’an hadits yang
diterapkan dalam kehidupan

2. Pengertian Etika Keilmuwan


Sementara Pengertian Etika Pengertian Etika Dalam bahasa inggris.
Etika disebut ethic (singular) yang berarti a system of moral principles or
rules of behaviour, atau sesuatu system, prinsip moral, aturan atau cara
berprilaku. Akan tetapi ethics (plural) berarti the branch of philisophy that
deals with moral principles, suatu cabang filsafatyang memberikan batasan
prinsip-prinsip moral. Dalam bahasa yunani. Etika berarti ethikos
mengandung arti penggunaaan, karakter, kebiassaan, kecendrungan dan
sikap. Maka etika berangkat dari kesimpulan logis dan rasio guna untuk
menetapkan ukuran yang sama dan disepakati mengenai sesuatu perbuatan,
apakah perbuatan itu baik atau buruk, benar atau salah dan pantas atau tidak
pantas untuk dikerjakan

Menurut Ibnu Miskawaih tentang etika dalam karyanya yang berjudul


Tahdzib Al-Akhlak, dia mencoba menunjukkan bagaimana kita dapat
memperoleh watak-watak yang lurus untuk menjalankan tindakan-tindakan
yang secara moral benar terorganisasi dan tersistem.
Moral, etika atau akhlak menurut Ibnu Miskawaih adalah sikap mental
yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berpikir dan
pertimbangan. Sikap mental terbagi dua, yaitu yang berasal dari watak dan
yang berasal dari kebiasan dan latihan. Akhlak yang berasal dari watak
jarang menghasilkan akhlak yang terpuji; kebanyakan akhlak yang jelek.
Sedangkan latihan dan pembiasaan lebih dapat menghasilkan akhlak yang
terpuji. Karena itu Ibnu Miskawaih sangat menekankan pentingnya
pendidikan untuk membentuk akhlak yang baik. Dia memberikan perhatian
penting pada mas a kanak-kanak, yang menurutnya merupakan mata rantai
antara jiwa hewan dengan jiwa manusia.
Menurut Aristoteles tujuan hidup manusia adalah mendapatkan
kebahagian, kebahagiaan manusia akan dapat diwujudkan dengan sendirinya

4
melalui dua jalan, pertama, melalui sifat pertengahan antara mengikuti
dorongan sifat kebinatangan dan kemanusiaan, yakni nafsu makan, hasrat,
dan nafsu yang berada dibawah bimbingan akal. Kedua, kebahagiaan itu
terjadi pada pengguna akal dalam melakukan penelitian ilmu pengetahuan
dan merenungkan tentang kebenaran.
Sedangkan menurut Al- Ghazali tujuan pendidikan adalah
mengembangkan budi pekerti yang mencangkup penanaman kualitas moral
dan etika kepatuhan,kemanusiaan, kesederhanaan dan membenci hal-hal
yang buruk seperti melanggar perintah atau kehendak tuhan.
Etika dalam kajian filsafat merupakan bagian dari aksiologi karena etika
berbicara tentang tujuan yang hendak dicapai dalam segala sesuatu.
Sedangkan dalam ontologi dipertanyakan apa hakekat sesuatau, dalam
epistimologi dipertanyakan bagaimana sesuatu itu terjadi dan dari mana
sesuatu itu ada, maka dalam aksiologi dipertanyakan mengenai tujuan dari
hakikat sesuatu.

B. Hubungan Etika Keilmuan dan Pendidikan Islam

Etika dalam kajian filsafat merupakan bagian dari aksiologi karena etika
berbicara tentang tujuan yang hendak dicapai dari segala sesuatu. Jika dalam
ontologi dipertanyakan apa hakikat sesuatu

Hubungan etika keilmuan dan pendidikan islam sepertihalnya hubungan etika


dan ilmu, diantaranya:

1. Ilmu bebas nilai (value free) Paradigma ilmu bebas nilai (value free)
mengatakan bahwa ilmu itu bersifat otonom yang tidak memiliki keterkaitan
sama sekali dengan nilai. Bebas nilai artinya setiap kegiatan ilmiah harus
didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan
menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki
menentukan ilmu pengetahuan itu sendiri. Penganut paradigma ini
menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai, baik

5
secara ontologis maupun aksiologis.Dalam hal ini, ilmuwan hanyalah
menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk
mempergunakannya, apakah akan dipergunakan untuk tujuan yang baik atau
sebaliknya.
2. Ilmu tidak bebas nilai (value bound) Paradigma ilmu yang tidak bebas nilai
(value bound) memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan
harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai.
Pengembangan ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai,
kepentingan-kepentingan baik politis, ekonomis, sosial, religius, ekologis,
dan sebagainya.
3. Ilmu bebas nilai sedangkan aplikasi ilmu dan ilmuwannya terikat nilai
Pendapat ini mengatakan bahwa ilmu bebas nilai hanya terbatas dari segi
ontologinya, sedangkan penggunaannya tidak bebas nilai karena harus
berdasarkan asas-asas nilai. Mereka berpendirian bahwa masalah nilai tidak
terlepas sama sekali dengan fitrah manusia. Manusia adalah makhluk yang
selalu menilai untuk menemukan kebenaran dan mempertemukan
kebenaran. Sejarah manusia penuh dengan peristiwa-peristiwa yang dihiasi
kerelaan mengorbankan nyawa dalam mempertahankan apa yang mereka
anggap benar. Tanpa dasar nilai moral, ilmuwan mudah sekali tergelincir
dalam melakukan prostitusi intelektual.

Dari paparan tiga paradigma tentang ilmu dan nilai diatas, dapat
disimpulkan bahwa netralitas ilmu hanya terletak pada epistemologinya saja,
artinya tanpa berpihak pada siapapun selain kebenaran yang nyata. Sedangkan
secara ontologis dan aksiologis, ilmuwan harus mampu menilai mana yang
baik dan yang buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan ilmuwan memiliki
landasan moral yang kuat.

C. Etika Keilmuan Dalam Pendidikan Islam

1. Etika pragmatis dalam pendidikan islam

6
a) Pengertian Pragmatisme

Pragmatisme Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani)


yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah aliran dalam
filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah
apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Pragmatisme berpandangan bahwa substansi kebenaran adalah jika
segala sesuatu memiliki fungsi dan manfaat bagi kehidupan nyata.
Misalnya beragama dianggap sebagai kebenaran jika agama memberikan
kebahagiaan. Pendidikan agama islam adalah bagian dari tugas agama,
maka mengajarkan pendidikan agama islam merupakan kebenaran.
Pragmatisme juga menilai manfaat suatu perbuatan dari dampak materiil
yang ditimbulkannya, misalnya lembaga pendidikan dibangun dengan
tujuan memperoleh keuntungan materiil dari sumbangan orang tua murid
pada pemerintah. Filsuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme
adalah William James dan John Dewey.

Pandangan filsafat William James diantaranya tiada kebenaran yang


mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari
akal yang mengenal. Sebab, pengalaman kita berjalan terus dan segala
sesuatu yang kita anggap benar dalam perkembangannya pengalaman itu
senantiasa berubah karena di dalam praktik, apa yang kita anggap benar
bisa saja dikoreksi oleh pengalaman berikutnya

b) Prinsip-prinsip pragmatisme

1. Pragmatisme mengakui bahwa dalam diri manusia terdapat


kemampuan mralitas dan spiritualitas.
2. Manusia ideal adalah manusia yang mampu merealisasikan utilitas
dirinya dan masyarakat melalui ilmu yang dimiliki.
3. Ukuran baik buruk, benar salah, didasarkan kemanfaatan tingkah laku
manuia dalam masyarakat

7
4. Ukuran moral bersifat tidak permanent Ukuran kebenaran adalah
pengalaman yang berguna bagi manusia
5. Menggunakan pengalaman sebagai upaya mencapai kebenaran yang
hakiki
6. Menggunakan metode ilmiah
7. Pertumbuhan pengetahuan diperoleh melalui jalan keahlian.
(Ramayulis & Nizar, 2010:35)

c) Etika pregmatisme dalam pendidikan Islam

Berbicara tentang etika keilmuan, apabila menggunakan perspektif


pragmatisme, etika keilmuan dapat diatur menurut nilai-nilai dan etika
pragmatisme. Dalam filsafat pendidikan Islam, pragmatisme tentu ada
karena tujuan pendidikan Islam adalah membentuk anak didik yang
bertakwa kepada Allah, berkepribadian luhur, berilmu pengetahuan yang
luas, terampil, dan dapat diamalkan dalam kehiudupan sehari-hari.

Dengan tujuan itulah pragmatisme menegaskan bahwa pendidikan


Islam diberikan kepada anak didik agar memiliki keahlian duniawi dan
ukhrawi. Keduanya harus memberikan keuntungan. Tokoh pragmatisme
kedua adalah John Dewey. Sebagaipengikut filsafat pragmatisme, John
Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan
bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran
metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena itu,
filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis.
Menurutnya, tidak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak
dan berubah. Jika kesulitan, segera berpikir untuk mengatasi kesulitan itu.
Oleh karena itu, berpikir tidak lain sebagai alat (instrumen) untuk
bertindak. Kebenaran dari pengertian dapat dilihat dari berhasil tidaknya
mempengaruhi kenyataan. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk
mengatur pengalaman dan untuk mengetahui artinya yang sebenarnya

8
adalah metode induktif. Metode ini tidak hanya berlaku bagi fisika,
melainkan juga bagi persoalan-persoalan sosial dan moral.

Secara umum, pragmatisme berarti hanya idea yang dapat


dipraktikkan yang benar dan berguna. Idea-idea yang hanya ada di dalam
idea (seperti idea pada plato, pengertian umum pada socrates, definisi pada
aristoteles), juga kebimbangan terhadap realitas objek indra (pada
descartes), semua itu nonsense bagi pragmatisme. Yang ada ialah apa yang
real ada, demikian kata james tatkalaia membantah Zeno yang
mengaburkan arti gerak. Apabila filsafat pendidikan Islam berkiblat pada
pandangan pragmatisme John Dewey, tujuan yang ingin dicapai dalam
pendidikkan adalah segala sesuatu ynag sifatnya nyata, bukan hal yang ada
di luar jangkauan panca indra.

Etika keilmuan berkaitan pula dengan kode etik bagi para pendidik.
Akan tetapi, dalam perspektif filsafat, pendidikan etika pendidikan itu
membahas pula masalah yang berkaitan dengan substansi etika yang
dimiliki oleh pendidikan Islam, terutama berkaitan dengan hal-hal di
bawah ini:

1. keilmuan yang bersumber kepada wahyu Al-Quran dan As-Sunnah.


2. Keilmuan yang berbasis kepada pola pola pendidikan tradisional Islam
seperti Pondok Pesantren Salafiah
3. Keilmuan sebagai alat merumuskan prinsip-prinsip pendidikan dengan
mempertimbangkan istilah-istilah terminologi dalam Islam
4. Keilmuan yang mengarahkan pendidikan pada tujuan umum dalam
beragama islam, yaitu tujuan utama pendidikan islam adalah
membentuk anak didik yang beriman dan bertakwa. Tujuan ini
merupakan tujuan umum dalam Islam
5. Keilmuan yang mengacu pada doktrin agama islam dan kebergantungan
pada tokoh agama, kebesaran seorang pengasuh pondok pesantren dan
kharismatik kyai. Etika keilmuan dalam pendidikan Islam diatas
jumlahnya masih banyak karena etika yang dipertahankan tidak akan

9
mudah runtuh, apalagi pendidikan yang demikian sebagai salah satu
karakteristik mutlak dalam pendidikan Islam.

2. Posistivisme dalam etika keilmuan

Paham yang berkaitan dengan etika keilmuan tidak dapat terlepas dari
pandangan positivisme, selain pragmatisme di atas. Positivisme di
perkenalkan oleh Aguste Comte(198-1857) yang bertuang dalam karya utama
Aguste Comte adalah Cours de Philosophic Positive, yaitu kursus tentang
Filsafat Positif (180-1842), selain itu karyanya yang pantas disebutkan di sini
adalah Discour L’esprit Positive(1844) yang artinya pembicaraan tentang
jiwa positif.
Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif disini sama artinya dengan
factual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme,
pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta- fakta.Dengan demikian, ilmu
pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang
pengetahuan.Oleh karena itulah, Positivisme menolak cabang filsafat
metafisika.
Etika keilmuan yang menganut Positivisme akan mempertegas tentang
kebenaran pengetahuan terletak pada fakta-fakta yang Konkret dan indrawi.
Hukum itu menyatakan bahwa umat manusia berkembang melalui tiga tahap
hidup. Tahap-tahap ini ditentukan menurut cara berpikir yang dominan,
Teologis, metafisik, dan positif.
a. Tahap teologis merupakan periode yang paling lama dalam sejarah
manusia, karena bentuk pemikiranya yang dominan dalam masyarakat
primitif, meliputi bahwa semua benda memiliki kelengkapan hidupnya
sendiri.
b. Tahap metafisik terutama merupakan tahap transisi antara tahap teologis
dan metafisik, tahap ini ditandai dengan hukum-hukum alam yang asasi
dan dapat ditemukan dengan akal budi.

10
c. Tahap positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber
pengetahuan terakhir. Akan tetapi, pengetahuan selalu bersifat sementara,
dan pengetahuan dapat ditinjau kembali dan di perluas.
Dari pandangan Comte tentang tiga tahapan pemikiran manusia, dapat
diambil pemahaman bahwa etika keilmuan yang terus berkembang tidak
selamanya hierarkis sistematis sebagaimana dikemukakan oleh Comte sebab
ajaran Islam tidak dikenal tahapan demikian. Pandangan manusia seharusnya
didasarkan pada dua etika yang paling mendasar, yaitu :
a. Pandangan bahwa semua makhluk Allah hanya tunduk mutlak kepada
sang pencipta.
b. Semua pengabdian manusia sepenuhnya harus didukung oleh rencana-
rencana Allah yang tertuang dalam wahyu-Nya, yang berupa ( Al-Qur’an
dan As-Sunnah).
Apabila pendidikan islam menganut paham ini, tidak akan dibahas segala
hal yang berhubungan dengan metafisikal, apalagi yang supranatural. Akan
tetapi, etika keilmuan yang dibangun oleh filsafat pendidikan islam tidak
menganut paham positivisme, meskipun menerima kebenaran yang
menggunakan paham tersebut. Dalam islam, kebenaran yang hakiki hanya
kebenaran Tuhan, selain kebenaran Tuhan, hanyalah kebenaran yang nisbi.
Akan tetapi, setiap kebenaran nisbi diyakini oleh umat Islam sebagai cara
menuju kebenaran hakiki..

D. Etika Keilmuan pada Zaman Renaissance dan Humanisme

Istilah Renaissance berasal dari bahasa perancis yang berarti kebangkitan


kembali. Orang yang pertama menggunakan istilah ini adalah Jules
Michelet.Menurutnya, Renaissance adalah periode penemuan manusia dan
dunia, bukan sekedar kebangkitan kembali yang merupakan permulaan
kebangkitan modern.

Awal mula suatu masa baru ditandai oleh suatu usaha besar dari Descartes
(1596-1650).Sejak saat permulaan Renaissance, individualisme dan humanism

11
telah dicanangkan. Descartes memperkuat ide-ide ini. Humanisme dan
individualisme merupakan ciri Renaissance yang sangat penting. Humanisme
ialah pandangan bahwa manusia mampu mengatur dunia dan dirinya.

Pada abad pertengahan, manusia kurang dihargai sebagai manusia. Kebenaran


diukur berdasarkan ukuran dari Gereja (Kristen), bukan menurut ukuran yang
dibuat manusia.

Humanisme sesungguhnya telah mengambil moral kemanusiaan seluruhnya


dari agama. Humanisme menyatakan bahwa pendidikan spiritual dan menepati
janji, dalam nisbatnya dengan keutamaan-keutamaan moral, dapat dicapai
tanpa keyakinan terhadap Tuhan. Manusia adalah makhluk yang selalu
mengejar cita-cita dan berusaha mengubah “apa yang ada” menjadi “apa yang
semestinya”  atau “ apa yang kini ada” menjadi “apa yang seharusnya ada” di
dalam alam, masyarakat, dan dirinya sendiri pula.

Etika keilmuan yang dibangun di atas dasar Humanisme adalah etika


meterealisme karena sesungguhnya manusia adalah materi, karena manusia
akan berakhir sebagaimana benda yang lain, hanya keberakhiran materi yang
merupakan perubahan abadi. Oleh sebab itu tidak ada kehancuran yang ada
hanyalah perubahan.

Humanisme yang dimaksudkan adalah tentang kemuliaan manusia karena


Allah memuliakanya, sebagaimana firmanya dalam surat At-Tin ayat 4-5 :

َ‫ثُ َّم َر َد ْدنَاهُ أَ ْسفَ َل َسافِلِين‬  ‫لَقَ ْد خَ لَ ْقنَا اإْل ِ ْن َسانَ فِي أَحْ َس ِن تَ ْق ِو ٍيم‬

Artinya :

“ Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-


baiknya. Kemudian, kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya
(neraka).”  (Q.S. At-Tin : 4-5)

      Yang menyebabkan kemuliaan manusia terjaga dan harkat martabatnya


tetap tingi adalah keilmuannya yang dapat membangun keimanan dan
ketakwaan, sebagaimana disebutkan dalam surat At-Tin ayat 6:

12
ٍ ُ‫ت فَلَهُ ْم أَجْ ٌر َغ ْي ُر َم ْمن‬
‫ون‬ ِ ‫إِاَّل الَّ ِذينَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬

Artinya :

“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi
mereka, pahala yang tiada putus-putusnya”. (Q.S. At-Tin : 6)

      Perlu diketahui pula bahwa dalam sejarah filsafat, masa etik diisi oleh tiga
macam aliran filsafat, yaitu aliran Epicorus, Stoa, dan Skeptis. Epicorus yang
mendirikan sekolah filosofi lahir di samos pada tahun 341 SM dan meninggal
di Athena pada tahun 217 SM dalam usia 70 tahun. Menurut pendapat
Epicorus, ajaran etiknya adalah mencari kesenangan, tujuanya
memperkuat  jiwa untuk menghadapi semua keadaan.

      Yang kedua adalah aliran Stoa didirikan di Athena oleh Zeno dari Kition
(133-266 SM). Ia dilahirkan di Kition pada tahun 340 SM, dan meninggal di
Athena pada tahun 264 SM ia mencapai umur 76 tahun. Ajaran etiknya adalah
memberikan petunjuk tentang sikap sopan santun dalam kehidupan.Tujuanya
menyempurnakan moral manusia.

Yang terakhir adalah aliran Skeptis. Skeptis artinya ragu-ragu. Keragu-raguan


terhadap segala sesuatu merupakan fondasi keyakinan. Sekolah yang dijadikan
aliran Skeptis adalah sekolah aliran Pyrrhon dari Elis. Pyrrhon sendiri lahir
tahun 360 SM dan meninggal dunia pada tahun 270 SM.

Itulah beberapa pandangan tentang etika yang nantinya akan dianut oleh para
filsuf dan bisa jadi oleh ilmuan. Lalu dimana letak atau posisi etika keilmuan
dalam konteks pendidikan Islam ? dalam perpektif filsafat pendidikan Islam,
etika keilmuan yang harus dibangun adalah sebagai berikut:

1. Semua ilmu bersumber dari Allah SWT. Karena Allah Robbul “alamin.
2. Semua ilmu wajib digali dan dicari sebanyak mungkin karena Islam
mewajibkan mencari ilmu sejak manusia dari buaian hingga keliang lahat.
Sabda Nabi SAW :

ْ ُ‫أ‬
‫طلُبُوا ْال ِع ْل َم ِمنَ ْال َم ْه ِد اِل َى اللَّ ْه ِد‬

13
 “Tuntutlah ilmu mulai dari buaian hingga liang lahat” (HR. Bukhori)

َ ‫َم ْن َسلَكَ طَ ِر ْيقًا يَ ْلتَ ِمسُ بِ ِه ِع ْل ًما َسه ََّل هللاُ لَهُ بِ ِه طَ ِر ْيقًا إلَى‬
‫الجنَّ ِة‬

“Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menggapai ilmu, maka Allah
memudahkan baginya jalan menuju surga.”. (HR. Muslim)

3. Setiap ilmu yang dimiliki sekecil apa pun harus diamalkan dalam hidup.
4. Setiap ilmu yang dimiliki harus menjadi cahaya yang menerangi
kehidupan dan menolong orang-orang yang masih bodoh atau awam.
5. Setiap ilmu yang dimiliki harus disebarkan dan dimanfaatkan untuk
kepentingan umum.

Firman Allah:

ِ ‫قُلْ هَلْ يَ ْست َِوي الَّ ِذينَ يَ ْعلَ ُمونَ َوالَّ ِذينَ اَل يَ ْعلَ ُمونَ إِنَّ َما يَتَ َذ َّك ُر أُولُو اأْل َ ْلبَا‬
‫ب‬

“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-


orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakal-lah
yang dapat menerima pelajaran. (Q.S. Az-Zumar: 9)

6. Setiap ilmu yang dikembangkan harus mempermudah usaha manusia


dalam mempertahankan kehidupannya dan tidak mendatangkan
kemadzorotan.

14
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Etika adalah suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap


perbuatan-perbuatan manusia. Etika dalam kajian filsafat merupakan bagian
dari aksiologi karena etika berbicara tentang tujuan yang hendak dicapai dalam
segala sesuatu. Hubungan etika keilmuan dan pendidikan islam sepertihalnya
hubungan etika dan ilmu, diantaranya: Ilmu bebas nilai (value free), Ilmu tidak
bebas nilai (value bound), dan Ilmu bebas nilai sedangkan aplikasi ilmu dan
ilmuwannya terikat nilai.

Etika Pragmatis Dalam Pendidikan Islam berpandangan bahwa kriteria


kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan
nyata. Etika keilmuan yang menganut Positivisme akan mempertegas tentang
kebenaran pengetahuan terletak pada fakta-fakta yang Konkret dan indrawi.
Sedangkan Etika keilmuan yang dibangun di atas dasar Humanisme adalah
etika meterealisme karena sesungguhnya manusia adalah materi, karena
manusia akan berakhir sebagaimana benda yang lain, hanya keberakhiran
materi yang merupakan perubahan abadi. Oleh sebab itu tidak ada kehancuran
yang ada hanyalah perubahan.

B. Saran

Sebaiknya kita sebagai mahasiswa khususnya jurusan tarbiyah harus


mampu memahami materi ini, karena ini sangat penting terhadap pemahaman
mengenai suatu materi yang akan diajarkan oleh seorang guru nantinya.

DAFTAR PUSTAKA

15
Mujayyin, Arifin. 2016. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara

https://normahnrmh05.blogspot.com/2019/04/etika-keilmuan-dalam-filsafat.html?
m=

http://gheetsul-wudda.blogspot.com/2014/08/etika-keilmuan-dalam-filsafat.html?
m=1#:~:text=Etika%20keilmuan%20yang%20menganut%20Positivisme,Teologis
%2C%20metafisik%2C%20dan%20positif.

http://gheetsul-wudda.blogspot.com/2014/08/etika-keilmuan-dalam-filsafat.html?
m=1

"Etika Keilmuan Dalam Filsafat Pendidikan Islam: Etika Keilmuan Dalam


Filsafat Pendidikan Islam"
http://mayadesriyantiputrieboengsu.blogspot.com/2016/11/etika-keilmuan-dalam-
filsafat_15.html?m=1

https://normahnrmh05.blogspot.com/2019/04/etika-keilmuan-dalam-filsafat.html?
m=1

16

Anda mungkin juga menyukai