Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

Peran perawat dalam psikofarmakoterapi

Disusun Oleh :

Risky Amalia

Sarina Rezeky Sihotang

Sella Salfitry

Selvi Narti

Sheren Nisrina R.h

Sukarno Putra

Tingkat II.A

Prodi D.III keperawatan

Poltekkes Kemenkes jambi

Tahun ajaran 2017-2018


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa merupakan kemampuan individu untuk menyesuaikan diri
dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan, sebagai perwujudan
keharmonisan fungsi mental dan kesanggupannya menghadapi masalah yang biasa
terjadi, sehingga individu tersebut merasa puas dan mampu.
Kesehatan jiwa seseorang selalu dinamis dan berubah setiap saat serta
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : kondisi fisik (somatogenik), kondisi
perkembangan mental-emosional (psikogenik) dan kondisi dilingkungan sosial
(sosiogenik). Ketidakseimbangan pada salah satu dari ketiga faktor tersebut dapat
mengakibatkan gangguan jiwa.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi
jiwa yang enyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. WHO
memperkirakan saat ini di seluruh dunia terdapat 450 juta orang mengalami gangguan
jiwa, di Indonesia sendiri pada tahun 2006 diperkirakan 26 juta penduduk Indonesia
mengalami gangguan jiwa dengan ratio populasi 1:4 penduduk. Departemen Kesehatan
RI mengakui sekitar 2,5 juta orang di negeri ini telah menjadi pasien rumah sakit jiwa.
Gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan secara maksimal sebagaimana keadaan
sebelum sakit, beberapa pasien meninggalkan gejala sisa seperti adanya
ketidakmampuan berkomunikasi dan mengenai realitas, serta prilaku kekanak-kanakan
yang berdampak pada penuruna produktifitas hidup. Hal ini ditunjang dengan data Bank
Dunia pada tahun 2001 di beberapa Negara yang menunjukkan bahwa hari-hari
produktif yang hilang atau Dissabiliiy Adjusted Life Years (DALY’s) sebesar 8,1 % dari
Global Burden of Disease, disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa. Sebagai salah
satu upaya untuk mengurangi penurunan produktifitas maka pasien yang dirawat inap
dilakukan upaya rehabilitasi sebelum klien dipulangkan dari rumah sakit. Tujuannya
untuk mencapai perbaikan fisik dan mental sebesar-besarnya, penyaluran dalam
pekerjaan dengan kapasitas maksimal dan penyesuaian diri dalam hubungan
perseorangan dan sosial sehingga bisa berfungsi sebagai anggota masyarakat yang
mandiri dan berguna.
Pelaksanaan rehabilitasi dilakukan oleh multi profesi yang terdiri dari dokter,
perawat, psikolog, sosial worker serta okupasi terapis yang memiliki peran dan fungsi
masing-masing.

1.2 Tujuan Penulisan


  a. Tujuan Umum
                  1. Mahasiswa mampu berfikir kritis dan analisis dalam memahami peran
perawat dalam terapi psikofarmaka
                 b. Tujuan Khusus
            1. Mahasiswa memahami pengertian psikofarmaka
            2. Mahasiswa memahami klasifikasi obat-obatan psikofarmaka
            3. Mahasiswa memahami peran perawat dalam pemberian obat

1.3 Metode Penulisan


            Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu
dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan
dari literatur yang ada, baik di perpustakaan maupun internet.

1.4 Sistematika Penulisan


            Makalah ini terdiri dari tiga bab yang disusun dengan sistematika penulisan
sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan
Bab II : Pembahasan terdiri dari pengertian psikofarmaka, klasifikasi obat-obatan
psikofarmaka dan peran perawat dalam psikofarmaka
Bab III : Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Psikofarmaka


            Psikofarmaka adalah obat-obatan yang digunakan untuk klien dengan
gangguan mental. Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik yang bersifat
Neuroleptik (bekerja pada sistem saraf). Pengobatan pada gangguan mental bersifat
komprehensif, yang meliputi :
1. Teori biologis (somatik). Mencakup pemberian obat psikotik dan Elektro
Convulsi Therapi (ECT).
2. Psikoterapeutik
3. Terapi Modalitas
            Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari management psikoterapi.
Perawat perlu memahami konsep umum psikofarmaka. Beberapa hal yang termasuk
Neurotransmitter adalah Dopamin, Neuroepineprin, Serotonin, dan GABA (Gama Amino
Buteric Acid), dll. Meningkatnya dan menurunnya kadar/konsentrasi neurotransmitter
akan menimbulkan kekacauan atau gangguan mental. Obat-obatan psikofarmaka
efektif untuk mengatur keseimbangan Neurotransmitter.
2.2 Klasifikasi
            Menurut Rusdi Maslim, yang termasuk obat-obatan psikofarmaka adalah
golongan :
A. Anti Psikotik
·         Anti psikotik termasuk golongan Mayor Transquilizer atau Psikotropik : Neuroleptika
·         Mekanisme kerja : menahan kerja reseptor Dopamin dalam otak (di ganglia) pada
sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal
·         Efek farmakologi : sebagai penenang, menurunkan aktifitas motorik, mengurangi
insomnia, sangat efektif mengatasi Delusi, Halusinasi, Ilusi
dan gangguan proses berpikir
·         Indikasi pemberian anti psikototik : pada semua jenis psikosa, kadang untuk gangguan
maniak dan paranoid.
·         Efek samping pada anti psikotik : efek samping pada sistem syaraf
B. Anti Depresi
·          Hipotesis : Sindroma depresi disebabkan oleh defisiensi salah satu atau
beberapa aminergic neurotransmitter seperti Noradrenalin, Serotonin, Dopamin pada
sinaps neuron di SSP, khususnya pada sistem Limbik.
·       Mekanisme kerja obat :
a. Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmitter
b. Menghambat reuptake aminergik neurotransmitter
c. Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase)
sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergik neurotransmitter pada
neuron SSP
·         Efek farmakologi : mengurangi gejala depresi dan sebagai penenang.
·         Jenis obat yang digunakan adalah :
a. Trisiklik
b. MAO Inhibitor
c. Aminitriptylin
·         
Efek samping : yaitu efek samping Kolonergik (efek samping terhadap sistem syaraf
perifer) yang meliputi mulut kering, penglihatan kabur,
konstipasi.

C. Anti Mania (Lithium Carbonate)


·         Mekanisme kerja : menghambat pelepasan Serotonin dan mengurangi sensitivitas dari
reseptor Dopamin.
·         Hipotesa : pada mania terjadi peluapan aksi reseptor amine
·         Efek farmakologi : mengurangi agresivitas, tidak menimbulkan efek sedative,
mengoreksi/mengontrol pola tidur, irritable. Pada mania
dengan kondisi berat pemberian anti mania dikombinasikan
dengan obat anti psikotik
·         Efek samping : efek neurologik ringan seperti kelelahan, letargis, tremor di tangan,
terjadi pada awal terapi dapat juga terjadi diare dan mual.
·         Efek toksik : pada ginjal (poliuri, edema), peningkatan jumlah litium, sehingga
menambah keadaan edema. Sedangkan pada SSP (tremor, kurang koordinasi,
nistagmus dan disorientasi
D. Anti Cemas
·         Termasuk Minor Transquilizer. Jenis obat antara lain Diazepam
E. Anti Insomnia : Phenobarbita
F. Anti Obsesif-Kompulsif : Clomipramin
G. Anti Panik, yang paling sering digunakan oleh klien jiwa : Imipramine

2.3 Peran Perawat Dalam Pemberian Obat


1. Pengumpulan data sebelum pengobatan yang meliputi :
a. Diagnosa Medis
           b. Riwayat Penyakit
           c. Hasil Pemeriksaan Lab
           d. Jenis obat yang digunakan, dosis, waktu pemberian
           e. Program terapi yang lain
           f. mengkombinasikan obat dengan terapi Modalitas
g. Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga tentang pentingnya minum
obat secara teratur dan penanganan efek samping obat
h. Monitoring efek samping penggunaan obat

2. Melaksanakan Prinsip Pengobatan Psikofarmaka


            a. Persiapan
                        1. Melihat order permberian obat di lembaran obat (status)
2. Kaji setiap obat yang akan diberikan. Termasuk tujuan, cara kerja
obat, dosis, efek samping obat dan cara pemberian
3. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat
4. Kaji kondisi klien sebelum pengobatan
            b. Lakukan minimal prinsip lima benar
           
c. Laksanakan program pemberian obat
                       1. Gunakan pendekatan tertentu
                       2. Pastikan bahwa obat telah terminum
                        3. Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian obat, sebagai
aspek legal
           a. Laksanakan program pengobatan berkelanjutan melalui program rujukan
           b. Menyesuaikan dengan terapi non famakoterapi
           c. Turut serta dalam penelitian tentang obat psikofarmaka
            Setelah seorang perawat melaksanakan terapi psikofarmaka maka tugas
terakhir yang penting harus dilakukan adalah evaluasi. Dikatakan reaksi obat efektif jika
:
            a. Emosional stabil
            b. Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat
            c. Halusinasi, Agresi, Delusi, menarik diri menurun
            d. Prilaku mudah diarahkan
            e. Proses berpikir kea rah logika
            f. Efek samping Obat
            g. Tanda-tanda Vital
            Perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi psikofarmaka
yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai salah satu bagian dari
pendekatan holistik pada asuhan pasien. Peran perawat meliputi hal-hal sebagai berikut
:
            1. Pengkajian pasien. Pengkajian pasien memberi landasan pandangan tentang masing-
masing pasien.
            2. Koordinasi modalitas terapi. Koordinasi ini mengintegrasikan berbagai terapi
pengobatan dan sering kali membingungkan bagi pasien
            3. Pemberian agen psikofarmakologis. Program pemberian obat dirancang secara
professional dan bersifat individual
            4. Pemantauan efek obat. Termasuk efek yang diinginkan maupun efek samping yang
dapat dialami pasien.
            5. Penyuluhan pasien. Memungkinkan pasien untuk meminum obat dengan aman dan
efektif
            6. Program Rumatan obat. Dirancang untuk mendukung pasien di suatu tatanan
perawatan tindak lanjut dalam jangka panjang.
            7. Partisipasi dalam penelitian klinis antar disiplin tentang uji coba obat.
            8. Perawat merupakan anggota tim yang penting dalam penelitian obat yang digunakan
untuk mengobati pasien gangguan jiwa
            9. Kewenangan untuk memberi resep
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Salah satu somatik terapi (terapi fisik) pada klien gangguan jiwa adalah
pemberian obat psikofarmaka. Psikofarmaka adalah sejumlah besar obat farmakologis
yang digunakan untuk mengobati gangguan mental. Obat-obatan yang paling sering
digunakan di Rumah Sakit Jiwa adalah Chlorpromazine, Halloperidol, dan
Trihexypenidil. Obat-obatan yang diberikan selain dapat membantu dalam proses
penyembuhan pada klien gangguan jiwa, juga mempunyai efek samping yang dapat
merugikan klien tersebut, seperti pusing, sedasi, pingsan, hipotensi, pandangan kabur
dan konstipasi. Untuk menghindari hal tersebut perawat sebagai tenaga kesehatan
yang langsung berhubungan dengan pasien selama 24 jam, harus mampu
mengimbangi terhadap perkembangan mengenai kondisi klien terutama efek dari
pemberian obat psikofarmaka.
            Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Pusat
Bandung, ternyata perawat tidak melakukan asuhan keperawatan pemberian obat
secara tepat, misalkan : Perawat hanya memanggil klien satu persatu tanpa cek kondisi
umum klien, misal pemeriksaan tekanan darah, dan lain-lain.

3.2 Saran
            Perawat jiwa yang ada di rumah sakit (rumah sakit jiwa, rumah sakit umum,
panti kesehatan jiwa, yayasan yang merawat pasien gangguan jiwa), pengajar
keperawatan jiwa di sekolah keperawatan, perawat jiwa yang ada di struktur
departemen kesehatan dan dinas kesehatan diharapkan bersatu padu untuk
menyuarakan kesehatan jiwa pada setiap kesempatan mulai dari sekarang pada setiap
orang yang ditemui. Kegiatan yang dilakukan bisa berupa advokasi dan action.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. dkk.2007. Advance Course Community Mental Health Nursing.Manajemen


Community Health Nursing District Level: Jakarta
http://www.docstoc.com/docs/PERAN -PERAWAT-PADA REHABILITASI-KLIEN-
GANGGUAN-JIWA

Anda mungkin juga menyukai