Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Secara fisiologi, jantung adalah salah satu organ tubuh yang paling vital
fungsinya dibandingkan dengan organ tubuh vital lainnya. Dengan kata lain,
apabila fungsi jantung mengalami gangguan maka besar pengaruhnya terhadap
organ-organ tubuh lainya terutama ginjal dan otak. Karena fungsi utama jantung
adalah sebagai single pompa yang memompakan darah ke seluruh tubuh untuk
kepentingan metabolisme sel-sel demi kelangsungan hidup. Untuk itu, siapapun
orangnya sebelum belajar EKG harus menguasai anatomi & fisiologi dengan baik
dan benar.
Secara anatomi ukuran jantung sangatlah variatif. Dari beberapa referensi,
ukuran jantung manusia mendekati ukuran kepalan tangannya atau dengan ukuran
panjang kira-kira 5" (12 cm) dan lebar sekitar 3,5" (9 cm). Jantung terletak di
belakang tulang sternum, tepatnya di ruang mediastinum diantara kedua paru-paru
dan bersentuhan dengan diafragma. Bagian atas jantung terletak dibagian bawah
sternal notch, 1/3 dari jantung berada disebelah kanan dari midline sternum , 2/3
nya disebelah kiri dari midline sternum. Sedangkan bagian apek jantung di
interkostal ke-5 atau tepatnya di bawah puting susu sebelah kiri.(lihat gb:2.1 &
2.2)

Gambar 2.1 Posisi Jantung

11
12

Gamabar 2.2. Lokasi Jantung di Rongga Thorax

Jantung di bungkus oleh sebuah lapisan yang disebut lapisan perikardium,


di mana lapisan perikardium ini di bagi menjadi 3 lapisan (lihat gb. 2.3) yaitu :
1. Lapisan fibrosa, yaitu lapisan paling luar pembungkus jantung yang
melindungi jantung ketika jantung mengalami overdistention. Lapisan fibrosa
bersifat sangat keras dan bersentuhan langsung dengan bagian dinding dalam
sternum rongga thorax, disamping itu lapisan fibrosa ini termasuk
penghubung antara jaringan, khususnya pembuluh darah besar yang
menghubungkan dengan lapisan ini (exp: vena cava, aorta, pulmonal arteri
dan vena pulmonal).
2. Lapisan parietal, yaitu bagian dalam dari dinding lapisan fibrosa.
3. Lapisan Visceral, lapisan perikardium yang bersentuhan dengan lapisan luar
dari otot jantung atau epikardium.
Diantara lapisan pericardium parietal dan lapisan perikardium visceral
terdapat ruang atau space yang berisi pelumas atau cairan serosa atau yang disebut
dengan cairan perikardium. Cairan perikardium berfungsi untuk melindungi dari
gesekan-gesekan yang berlebihan saat jantung berdenyut atau berkontraksi.
Banyaknya cairan perikardium ini antara 15 - 50 ml, dan tidak boleh kurang atau
lebih karena akan mempengaruhi fungsi kerja jantung.
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.3, lapisan otot jantung terbagi
menjadi 3 yaitu :
1. Epikardium,yaitu bagian luar otot jantung atau pericardium visceral
13

2. Miokardium, yaitu jaringan utama otot jantung yang bertanggung jawab atas
kemampuan kontraksi jantung.
3. Endokardium, yaitu lapisan tipis bagian dalam otot jantung atau lapisan tipis
endotel sel yang berhubungan langsung dengan darah dan bersifat sangat licin
untuk aliran darah, seperti halnya pada sel-sel endotel pada pembuluh darah
lainnya.

Gambar. 2.3. Lapisan Pembungkus Jantung

Katup jatung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang menghubungkan


antara atrium dengan ventrikel dinamakan katup atrioventrikuler, sedangkan
katup yang menghubungkan sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal dinamakan
katup semilunar.
Katup atrioventrikuler terdiri dari katup trikuspid yaitu katup yang
menghubungkan antara atrium kanan dengan ventrikel kanan, katup
atrioventrikuler yang lain adalah katup yang menghubungkan antara atrium kiri
dengan ventrikel kiri yang dinamakan dengan katup mitral atau bicuspid.
Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang
menghubungkan antara ventrikel kanan dengan pulmonal trunk, katup semilunar
yang lain adalah katup yang menghubungkan antara ventrikel kiri dengan
asendence aorta yaitu katup aorta. (Lihat Gb: 2.4)
14

Gambar 2.4. Katup Jantung 1


Katup berfungsi mencegah aliran darah balik ke ruang jantung
sebelumnya sesaat setelah kontraksi atau sistolik dan sesaat saat relaksasi atau
diastolik. Tiap bagian daun katup jantung diikat oleh chordae tendinea sehingga
pada saat kontraksi daun katup tidak terdorong masuk keruang sebelumnya yang
bertekanan rendah. Chordae tendinea sendiri berikatan dengan otot yang disebut
muskulus papilaris. (Lihat Gb:2.5)

Gambar 2.5. Katup jantung 2

Seperti yang terlihat pada gb.5 & 6 diatas, katup tricuspid 3 daun katup
(tri =3), katup aorta dan katup pulmonal juga mempunya 3 daun katup.
Sedangkan katup mitral atau bikuspid hanya mempunyai 2 daun katup.
15

Jantung kita dibagi menjadi 2 bagian ruang, yaitu :


1. Atrium (serambi)
2. Ventrikel (bilik)
Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang pendek, yaitu
ke ventrikel. Oleh karena itu otot atrium lebih tipis dibandingkan dengan otot
ventrikel.
Ruang atrium dibagi menjadi 2, yaitu atrium kanan dan atrium kiri.
Demikian halnya dengan ruang ventrikel, dibagi lagi menjadi 2 yaitu ventrikel
kanan dan ventrikel kiri. Jadi kita boleh mengatakan kalau jantung dibagi menjadi
2 bagian yaitu jantung bagian kanan (atrium kanan & ventrikel kanan) dan
jantung bagian kiri (atrium kiri & ventrikel kiri).
Kedua atrium memiliki bagian luar organ masing- masing yaitu auricle.
Dimana kedua atrium dihubungkan dengan satu auricle yang berfungsi
menampung darah apabila kedua atrium memiliki kelebihan volume.
Kedua atrium bagian dalam dibatasi oleh septal atrium. Ada bagian septal
atrium yang mengalami depresi atau yang dinamakan fossa ovalis, yaitu bagian
septal atrium yang mengalami depresi disebabkan karena penutupan foramen
ovale saat kita lahir.
Ada beberapa ostium atau muara pembuluh darah besar yang perlu anda
ketahui yang terdapat di kedua atrium, yaitu :
 Ostium Superior vena cava, yaitu muara atau lubang yang terdapat diruang
atrium kanan yang menghubungkan vena cava superior dengan atrium kanan.
 Ostium Inferior vena cava, yaitu muara atau lubang yang terdapat di atrium
kanan yang menghubungkan vena cava inferior dengan atrium kanan.
 Ostium coronary atau sinus coronarius, yaitu muara atau lubang yang
terdapat di atrium kanan yang menghubungkan sistem vena jantung dengan
atrium kanan.
Ostium vena pulmonalis, yaitu muara atau lubang yang terdapat di atrium
kiri yang menghubungkan antara vena pulmonalis dengan atrium kiri yang
mempunyai 4 muara.
Bagian dalam kedua ruang ventrikel dibatasi oleh septal ventrikel, baik
16

ventrikel maupun atrium dibentuk oleh kumpulan otot jantung yang mana bagian
lapisan dalam dari masing-masing ruangan dilapisi oleh sel endotelium yang
kontak langsung dengan darah. Bagian otot jantung di bagian dalam ventrikel
yang berupa tonjolan-tonjolan yang tidak beraturan dinamakan trabecula. Kedua
otot atrium dan ventrikel dihubungkan dengan jaringan penghubung yang juga
membentuk katup jatung dinamakan sulcus coronary, dan 2 sulcus yang lain
adalah anterior dan posterior interventrikuler yang keduanya menghubungkan dan
memisahkan antara kiri dan kanan kedua ventrikel.
Perlu anda ketahui bahwa tekanan jantung sebelah kiri lebih besar
dibandingkan dengan tekanan jantung sebelah kanan, karena jantung kiri
menghadapi aliran darah sistemik atau sirkulasi sistemik yang terdiri dari
beberapa organ tubuh sehingga dibutuhkan tekanan yang besar dibandingkan
dengan jantung kanan yang hanya bertanggung jawab pada organ paru-paru saja,
sehingga otot jantung sebelah kiri khususnya otot ventrikel sebelah kiri lebih tebal
dibandingkan otot ventrikel kanan.(Lihat Gb 2.6 dan GB 2.7)

Gambar 2.6. Anatomi Jantung 1

Gambar 2.7. Anatomi Jantung 2


17

Ada beberapa pembuluh besar yang perlu anda ketahui, yaitu:


- Vena cava superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
atas diafragma menuju atrium kanan.
- Vena cava inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
bawah diafragma ke atrium kanan.
- Sinus Coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari
jantung sendiri.
- Pulmonary Trunk,yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah kotor
dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis
- Arteri Pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa
darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-paru.
- Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa
darah bersih dari kedua paru-paru ke atrium kiri.
- Assending Aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih
dari ventrikel kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang bertanggung jawab
dengan organ tubuh bagian atas.
Desending Aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan
bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian bawah. (lihat Gb:2.8)

Gambar 2.8. Sirkulasi dan Pembuluh darah Jantung


18

Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung


sendiri,karena darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat penting
sekali agar jantung bisa bekerja sebagaimana fungsinya. Apabila arteri koroner
mengalami pengurangan suplainya ke jantung atau yang di sebut dengan
ischemia, ini akan menyebabkan terganggunya fungsi jantung sebagaimana
mestinya. Apalagi arteri koroner mengalami sumbatan total atau yang disebut
dengan serangan jantung mendadak atau miokardiac infarction dan bisa
menyebabkan kematian. Begitupun apabila otot jantung dibiarkan dalam keadaan
iskemia, ini juga akan berujung dengan serangan jantung juga atau miokardiac
infarction.
Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik, dimana
muara arteri koroner berada dekat dengan katup aorta atau tepatnya di sinus
valsava. Arteri koroner dibagi dua, yaitu: arteri koroner kiri dan arteri koroner
kanan
1. Arteri Koroner Kiri
Arteri koroner kiri mempunyai 2 cabang yaitu LAD (Left Anterior
Desenden)dan arteri sirkumflek. Kedua arteri ini melingkari jantung dalam
dua lekuk anatomis eksterna, yaitu sulcus coronary atau sulcus
atrioventrikuler yang melingkari jantung diantara atrium dan ventrikel, yang
kedua yaitu sulcus interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel.
Pertemuan kedua lekuk ini dibagian permukaan posterior jantung yang
merupakan bagian dari jantung yang sangat penting yaitu kruks jantung.
Nodus AV node berada pada titik ini. LAD arteri bertanggung jawab untuk
mensuplai darah untuk otot ventrikel kiri dan kanan, serta bagian
interventrikuler septum. Sirkumflex arteri bertanggung jawab untuk mensuplai
45% darah untuk atrium kiri dan ventrikel kiri, 10% bertanggung jawab
mensuplai SA node.
2. Arteri Koroner Kanan
Arteri koroner kanan bertanggung jawab mensuplai darah ke atrium
kanan, ventrikel kanan,permukaan bawah dan belakang ventrikel kiri, 90%
mensuplai AV Node,dan 55% mensuplai SA Node. (Lihat GB 2.9)
19

Gambar 2.9. Sirkulasi Koroner

Sebelum mempelajari siklus jantung secara detail, terlebih dahulu ingin


menyegarkan ingatan tentang sirkulasi jantung. Masih ingat kalau jantung dibagi
menjadi 4 ruang. Empat ruang jantung ini tidak bisa terpisahkan antara satu
dengan yang lainnya karena ke empat ruangan ini membentuk hubungan tertutup
atau bejana berhubungan yang satu sama lain berhubungan (sirkulasi sistemik,
sirkulasi pulmonal dan jantung sendiri). Di mana jantung yang berfungsi
memompakan darah ke seluruh tubuh melalui cabang-cabangnya untuk keperluan
metabolisme demi kelangsungan hidup.
Karena jantung merupakan suatu bejana berhubungan, anda boleh
memulai sirkulasi jantung dari mana saja. Saya akan mulai dari atrium/serambi
kanan. Atrium kanan menerima kotor atau vena atau darah yang miskin oksigen
dari:
- Superior Vena Kava
- Inferior Vena Kava
- Sinus Coronarius
Dari atrium kanan, darah akan dipompakan ke ventrikel kanan melewati
katup trikuspid. Dari ventrikel kanan, darah dipompakan ke paru-paru untuk
mendapatkan oksigen melewati:
20

- Katup pulmonal
- Pulmonal Trunk
- Empat (4) arteri pulmonalis, 2 ke paru-paru kanan dan 2 ke paru-paru kiri
Darah yang kaya akan oksigen dari paru-paru akan di alirkan kembali ke
jantung melalui 4 vena pulmonalis (2 dari paru-paru kanan dan 2 dari paru-
paru kiri) menuju atrium kiri.
Dari atrium kiri darah akan dipompakan ke ventrikel kiri melewati katup
biskupid atau katup mitral. Dari ventrikel kiri darah akan di pompakan ke seluruh
tubuh termasuk jantung (melalui sinus valsava) sendiri melewati katup aorta.
Dari seluruh tubuh,darah balik lagi ke jantung melewati vena kava superior,vena
kava inferior dan sinus koronarius menuju atrium kanan.(Lihat GB 2.10)

Gambar 2.10. Siklus Peredaran Darah Jantung


Secara umum, siklus jantung dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
• Sistole atau kontraksi jantung
Diastole atau relaksasi atau ekspansi jantung (Lihat GB 2.11 A, B dan C).
21

Gambar 2.11. A Sistole

Gambar 2.11.B Diastole

Gambar 2.11.C Posisi Katup Jantung

Secara spesific, siklus jantung dibagi menjadi 5 fase yaitu :


1. Fase Ventrikel Filling
22

2. Fase Atrial Contraction


3. Fase Isovolumetric Contraction
4. Fase Ejection
5. Fase Isovolumetric Relaxation
Perlu anda ingat bahwa siklus jantung berjalan secara bersamaan antara
jantung kanan dan jantung kiri, dimana satu siklus jantung = 1 denyut jantung = 1
beat EKG (P,Q,R,S,T) hanya membutuhkan waktu kurang dari 0.5 detik.

B. DEFINISI
Hipertensi atau lebih dikenal dengan penyakit tekanan darah tinggi adalah
suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas
normal yang ditunjukan oleh angka sistolik (bagian atas) dan diastolic (bagian
bawah) pada pemeriksaan tekanan darah menggunakan alat pengukur tekanan
darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital
lainnya (Murwani, 2015).
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg
atau lebih dan tekanan diatolik 120 mmHg. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai
tekanan darah persisten, di mana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Menurut WHO
1996, batasan tekanan darah normal orang dewasa adalah maksimum 140/90
mmHg. Apabila tekanan darah seseorang di atas angka tersebut pada beberapa
kali pengukuran di waktu yang berbeda, orang tersebut bisa dikatakan menderita
hipertensi. Penderita hipertensi memiliki resiko lebih besar untuk mendapatkan
serangan jantung dan stroke (Suwarsa, 2016).
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di
dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,
dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya
resiko hipertensi, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal
23

( Utaminingsih, 2017).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan Hipertensi
adalah suatu keadaan tanpa gejala maupun bergejala dimana terjadi peningkatan
tekanan darah persisten, di mana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
diastolik di atas 90 mmHg.

C. ETOLOGI
Penyebab hipertensi menurut Triyanto (2016) adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada :
1. Usia
Hipertensi akan makin meningkat dengan meningkatnya usia hipertensi
pada yang berusia dari 35 tahun dengan jelas menaikan insiden penyakit arteri
dan kematian premature
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin pria umumnya terjadi insiden yang lebih
tinngi dari pada wanita. Namun pada usia pertengahan, insiden pada wanita
mulai meningkat, sehingga pada usia diatas 65 tahun, insien pada wanita lebih
tinggi.
3. Ras
Hipertensi pada yang kulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang
berkulit putih.
4. Pola Hidup
Faktor seperti halnya pedidikan, penghasilan dan factor pola hidup pasien
telah diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat pendidikan
rendah dan kehidupan atau pekerjaan yang penuh stress agaknya berhungan
dengan insiden hipertensi yang lebih tinggi. Obesitas juga dipandang sebagai
factor resiko utama.Merokok dipandang sebagai factor resiko tinggi bagi
hipertensi dan penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia
adalah factor utama untuk perkembangan arterosklerosis yang berhubungan
dengan hipertensi
24

Juga bisa disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:


1 Elastisitas dinding aorta menurun
2 Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3 Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4 Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi

D. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia
maupun dunia sebab diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama
terjadi di Negara berkembang. pada tahun 2000 terdapat 639 kasus hipertensi
diperkirakan meningkat menjadi 1,15 miliar kasus di tahun 2025. Sedangkan
hipertensi di Indonesia menunjukan bahwa di daerah pedesaan masih banyak
penderita hipertensi yang belum terjangkau oleh layanan kesehatan dikarenakan
tidak adanya keluhan dari sebagian besar penderita hipertensi (Adriansyah, 2015).
Ironinya, diperkirakan ada 76% kasus hipertensi di masyarakat yang
belum terdiagnosis, artinya penderitanya tidak mengetahui bahwa dirinya
mengidap penyakit ini. Dari 31,7% prevalensi hipertensi, diketahui yang sudah
memiliki tekanan darah tinggi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah
7,2% dan kasus yang minum obat hipertensi 0,4%. Hal ini menunjukkan bahwa
76% masyarakat belum mengetahui telah menderita hipertensi Artinya banyak
sekali kasus hipertensi tetapi sedikit sekali yang terkontrol (Adib, 2012). Hasil
Riset Kesehatan Dasar menunjukkan prevelensi hipertensi sebanyak 31,7%.
Hipertensi menjadi salah satu penyebab kematian utama di perkotaan maupun
perdesaan pada usia 55-64 tahun (Rosid, 2015).
Data statistik WHO (word Hearld Organization) melaporkan hingga tahun
2018 terdapat satu milyar orang di dunia menderita hipertensi dan diperkirakan
sekitar 7,5 juta orang atau 12,8% kematian dari seluruh total kematian yang
disebabkan oleh penyakit ini, tercatat 45% kematian akibat jantung koroner dan
25

51% akibat stroke yang juga disebabkan oleh hopertensi. Menurut American
Haert Association (2018) tercatat sekitar 77,9 juta orang di amerika serikat
dengan perbandingan 1 dari 3 orang dewasa menderita hipertensi. Jumlah ini
diperkirakan akan meningkat pada tahun 2030 sekitar 83,2 juta orang atau 7,2% .
sementara itu menurut National Health Nutrition Examination Survey (NHNES),
di amerika orang dewasa dengan hipertensi pada tahun 2016-2018 tercatat sekitar
39-51% hal ini menunjukan terjadinya peningkatan sekitar 15 juta orang dari total
58-65 juga menderita hipertensi (Triyanto, 2016).
Angka kejadian hipertensi di indonesia menurut riset Kesehatan Dasar
Tahun 2017 menunjukan bahwa prevalensi hipertensi di indonesia berdasarkan
pengukuran tekanan darah mengalami peningkatan 5,9%, dari 25,8% menjadi
31,7% dari total penduduk dewasa. Berdasarkan pengukuran sampel umur lebih
dari 18 tahun prevelansi hipertensi mengalami peningkatan yakni 7,6% pada
tahun 2015 dan 9,5% tahun 2017 dengan total presentase sebesar 25,8%.
Prevelansi hipertensi tertinggi di Bangka Belitung dengan presentase 25,8%,
kalimantan selatan 30,8%, kalimantan timur 29,6%, jawa barat 29,5% (Riskesdas,
2018).
Berdasarkan data dinas kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun
2017 angga kejadian hipertensi 68,6% dan jumlah kasus sebanyak 24.120 rata-
rata kasus 3.700 kasus. Preverensi hipertensi di Kabupaten Barito Timur
mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan data rekapitulasi tahun 2016
penderita hipertensi mencapai 8,218 jiwa (Dinkes Kalteng, 2019).
Data dari di RSUD Tamiang Layang Tahun 2020 kasus hipertensi selalu
ada peningkatan selama tiga bulan terakhir, terdapat 20 kasus di bulan oktober,
bulan November 26 kasus dan bulan desember sebanyak 32 kasus. Sementera itu
untuk  sementara itu yang mengalami komplikasi dari stroke sampai dengan
serangan jantung karena hipertensi sebanyak 5 orang di bulan oktober, 7 orang di
bulan nopember dan sebanyak 6 orang di bulan desember (RSUD Tamiang
Layang , 2020).
Faktor penyebab dari hipertensi itu seperti perubahan gaya hidup sebagai
contohnya merokok, obesitas, inaktivitas fisik dan stres psikososial. Karena angka
26

prevalensi hipertensi di Indonesia yang semakin tinggi maka perlu adanya


penanggulan, diantaranya terapi farmakologi dan nonfarmakologi. Latihan nafas
dalam merupakan suatu bentuk terapi nonfarmakologi, yang dalam hal ini perawat
mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam (nafas lambat
dan menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas
secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, latihan relaksasi nafas
dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah
(Pratiwi, 2016).

E. FATOFISOLOGI
Faktor resiko seperti obesitas, gaya hidup yang tidak sesuai atau karena
penyakit lannya yang menimbulkan terjadinya hipertensi primer maupun
hipertensi sekunder diakibatkan oleh hilangnya elastisitas pembuluh jaringan ikat
karena aterosklerosis yang menyebabkan penurunan relaksasi otot polos
pembuluh darah.
Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan curah jantung menurun serta
penurunan volume ekstra sell dan perfusi renal mengakibatkan iskemik ginjal
yang meransang renin mengeluarkan angiotensinogen dan angiotensin I untuk
membentuk ACE yang merangsang angiotensin II sebagai vasokontriktor untuk
sekresi aldosterone dari ion exchange di tubulus ginjal sehingga terjadinya
reabsorbsi natrium dan air sekresi kalium dan hydrogen meningkatkan volume
cairan ekstrasel maka tekanan darah menjadi meningkat.
Vasokontriksi pembuluh darah juga menyebabkan tahanan perifer
meningkat sehingga suplai oksigen dan nutrient tidak maksimal menyebabkan
intoleransi aktivitas. Hipertensi juga menyebabkan mual dan muntah sehingga
intake inadekuat maka akan timbul gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh sehingga timbul kelemahan juga defisit motorik beresiko
terjadinya cidera.
Peningkatan tekanan darah menyebabkan peningkatan intra vaskuler dan
tekanan pembuluh darah otak meningkat menimbulkan ganguan rasa nyaman
nyeri, TIO meningkat menyebabkan gangguan penglihatan deficit lapang pandang
27

beresiko cidera terhadap penderita hipertensi. Kurang informasi menyebabkan


kurang pengetahuan sehingga kmekanisme koping tidak efektif, harapan tidak
terpenuhi dan persepsi tidak realistic mempengaruhi koping individu inefektif
Sebagai pertimbangan dimana terjadi perubahan structural dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Pratiwi, 2016).
28

Sumber: (Pratiwi, 2016)

F. COLLABORATIVE CARE MANAGEMENT

1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel–sel terhadap volume cairan (viskositas)
dan dapat mengindikasikan factor–factor resiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
b. BUN
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa Hiperglikemi
29

(diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh


peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)
c. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab)
atau menjadi efek samping terapi diuretik.
d. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi\
e. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya
pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
f. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
g. Kadar aldosteron urin/serum
h. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes.
i. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
j. Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalism
k. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal / ureter
l. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
m. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
n. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi.
30

o. Treadmill test (TMT)


Merupakan pemeriksaan non invasive tetapi termasuk pemeriksaan pro
vocative. Termasuk seleksi kedua untuk deteksi penderita coroner sesudah
EKG istirahat (resting EKG).
2. Medikasi
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulakn intoleransi.
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan
penghambat konversi rennin angitensin.
3. Pembedahan
a. BMV : Balloon Mitralvalve Valvuloplasty
b. PTCA : Percutaneus Transluminary Coronary Angioplasty dengan
pemasangan stent /drugs eluting stent
c. Electrical ablatio therapy
d. Rotablator therapy
e. CABG : Coronary Artery Bypass Graffing
f. Mitral / Aortic Valve Replacement atau MVR / AVR/ (Repair)

4. Treatment

a) Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan


mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.

b) Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi.

c) Terapi tanpa Obat


31

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa
obat ini meliputi :

d) Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

- Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr

- Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

e) Penurunan berat badan

f) Penurunan asupan etanol

g) Menghentikan merokok

h) Latihan Fisik
5. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c) Penurunan berat badan
d) Penurunan asupan etanol
e) Menghentikan merokok
6. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu:
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,
berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau
72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya
32

latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi


latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
7. Pendidikan Kesehatan
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan
pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

G. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN


1. Assessment

a. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko, antara lain: kegemukan, riwayat


keluarga positif, peningkatan kadar lipid serum, merokok sigaret berat,
penyakit ginjal, terapi hormon kronis, gagal jantung, kehamilan.

b. Aktivitas/ Istirahat, gejala: kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup


monoton. Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.

c. Sirkulasi, gejala: riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung


koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi. Tanda:
kenaikan TD, nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, takikardi,
murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis,
suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/
bertunda.

d. Integritas Ego, gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor


stress multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue
perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.

e. Eliminasi, gejala: gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu).

f. Makanan/cairan, gejala: makanan yang disukai yang mencakup makanan


33

tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB


akhir-akhir ini (meningkat/turun) dan riwayat penggunaan diuretik. Tanda:
berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.

g. Neurosensori, gejala: keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit


kepala, sub oksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara
spontan setelah beberapa jam), gangguan penglihatan (diplobia,
penglihatan kabur,epistakis). Tanda: status mental, perubahan keterjagaan,
orientasi, pola/isi bicara, efek, proses pikir, penurunan kekuatan
genggaman tangan.

h. Nyeri/ketidak nyamanan, gejala: angina (penyakit arteri koroner/keter


lambatan jantung), sakit kepala.

i. Pernafasan, gejala: dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,


ortopnea, dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat
merokok. Tanda: distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan
bunyi nafas tambahan. (krakties/mengi), sianosis.

j. Keamanan, gejala: gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.


2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien dengan hipertensi menurut NANDA
(2015), yaitu::
1) Nyeri akut ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan

vaskuler serebral.

2) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan

peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia miokard.

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahaan umum,

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutahan O2.

4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan intra kranial.

5) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 otak menurun.


34

6) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema.


33

3. Diagnosa Keperawatan
Intervensi berdasarkan Nanda, NIC, NOC (2015) adalah sebagai berikut :
Diagnosa keperawatan 1 : Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler serebral
No Tujuan/ kriteria
Intervensi Rasional

hasil

1. Setelah dilakukan 1. Observasi skala nyeri 1. Untuk mengetahui

tindakan pada pasien skala nyeri yang

keperawatan: dialami oleh pasien

2. Ajarkan teknik 2. Teknik relaksasi


Selama 1x24 jam
relaksasi dapat mengurangi
diharapkan nyeri
rasa nyeri dan
pasien berkurang
membuat pasien
Kriteria hasil :
menjadi lebih
pasien menyatakan tenang
nyeri berkurang, 3. Kolaborasi dengan tim 3. Dengan pemberian
skala 1-3 nyeri medis dalam pemberian analgesic dapat
berkurang analgesic mengurangi rasa

pasien tampak nyeri dam

relaks, tidak mempercepat proses

gelisah. penyembuhan
34

Diagnosa keperawatan 2 : Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung


berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia miokard
No Tujuan/ kriteria hasil Intervensi Rasional

2. Setelah dilakukan 1. Pantau tekanan 1. Waspada terhadap

tindakan keperawatan : darah tekanan darah

sehingga bisa segera


Selama 2x24 jam
dilakukan antisipasi
diharapkan afterload
2. Catat kesadaran, 2. Denyutan karotis,
tidak meningkatkan,
kualitas denyutan radialis, femoralis,
tidak terjadi iskemia
denyut pada tungkai
miokard, tidak terjadi
mungkin menurun,
vasokontriksi
mencerminkan efek
kriteria hasil :
dari vasokontriksi
Tanda vital dalam 3. Beri lingkungan 3. Membantu
rentang normal tenang dan menurunkan

TD : 90-130/60-90 nyaman, kurangi rangsangan simpatis

mmHg aktivitas. dan meningkatkan

relaksasi.
Nadi : 60-100 x/menit
4. Beri obat sesuai 4. Untuk mempercepat
RR : 16-20 x/menit
instruksi dokter proses penyembuhan

Tidak ada penurunan dan sesuai indikasi

Diagnosa keperawatan 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dangan


35

kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2


No Tujuan/ kriteria
Intervensi Rasional

hasil

3 Setelah dilakukan 1. Monitor keterbatasan 1. Merencanakan

tindakan aktivitas, kelemahan saat intervensi dengan

keperawatan : beraktivitas tepat

2. Beri dorongan untuk 2. Kemajuan aktivitas


Selama 1x24 jam
melakukan aktivitas secara bertahap mencegah
diharapkan pasien
bertahap peningkatan
mampu mobilisasi
3. Anjurkan pasien kerja jantung secara
Kriteria hasil :
menghentikan aktivitas yang tiba-tiba
Pasien mampu menyebabkan sesak, pusin, 3. Mencegah
melakukan kelelahan timbulnya masalah
aktivitas secara 4. Tempatkan barang- barang yang berkelanjutan.
bertahap dan kebutuhan pasien pada
secara mandiri tempat 4. Barang yang

yang mudah dijangkau tempatnya mudah

dijangkau akan

mengurangi energy

yang digunakan

Diagnosa keperawatan 4 : Gangguan pola tidur berhungan dengan


36

peningkatan intra kranial


No Tujuan/ kriteria
Intervensi Rasional

hasil

4 Setelah dilakukan 1. Kaji pola tidur dan 1. Mengetahui

tindakan istirahat pasien. gangguan istirahat

keperawatan : atau tidur pasien

2. Ciptakan lingkungan 2. Lingkungan yang


Selama 1x24 jam
yang nyaman nyaman dapat
diharapkan pola
memberikan
tidur pasien
ketenangan untuk
tercukupi
tidur dan istirahat

3. Anjurkan pasien untuk 3. Istirahat yang cukup


kriteria hasil : istirahat yang cukup dapat memberi rasa

pasien tidur 7-8 jam segar pada pasien

pasien dan mempercepat

Nampak segar, proses penyembuhan

kantong mata tidak 4. Batasi pengunjung 4. Agar pasien dapat

No Tujuan/ kriteria hasil Intervensi Rasional


37

5 Tujuan : 1) Observasi TTV 1) Untuk mengetahui

terutama pada nadi perkembangan pada


Setelah dilakukan
pasien, karena
tindakan
perubahan TTV
keperawatan :
menandakan adanya
Selama 1x24 jam
masalah mengenai TD,
diharapkan masalah
2) Observasi CRT Nadi, RR dan Suhu
teratasi
2) Untuk mengetahui aliran

Kriteria hasil : 3) Observasi adanya darah dalam tubuh

pucat, sianosis, kulit 3) Untuk mengetahui


1) TTV dalam
dingin atau lembab adanya tanda – tanda
batas normal

2) CRT kurang sirkulasi darah tidak

4) Berikan kondisi lancer


dari 3 detik
psikologis 4) Stress, emosi dapat
3) Tingkat

Diagnosa keperawatan 5 : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan


suplai O2 otak menurun

Diagnosa keperawatan 6 : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan


38

edema.
No Tujuan/ kriteria hasil Intervensi Rasional

6 Tujuan : 1) Kaji status cairan 1) Untuk mengetahui ideal

dengan menimbang berat badan pasien


Setelah dilakukan
berat badan / hari 2) Pemahaman
tindakan keperawatan
2) Jelaskan pada pasien peningkatan kerjasama

dan keluarga tentang pasien dan keluarga


Selama 2x24 jam
pembatasan cairan dalam pembatasan
diharapkan berat
cairan
badan
3) Ajaran pada pasien 3) Untuk mengetahui

untuk mencatat keseimbangan output

Kriteria hasil : penggunaan cairan dan input

terutama pemasukan
1) tidak ada
dan haluan
edema
4) Pasang urine kateter 4) Untuk mengetahui
2) input, output
jika diperlukan secara akurat input
seimbang
yangdikeluarkan
39

2. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi pasien. Evaluasi adalah respon pasien terhadap terapi
dan kemajuan mengarah pencapaian hasil yang diharapkan. Aktifitas ini
berfungsi sebagai umpan balik dan bagian control proses keperawatan,
melalui mana status pernyataan diagnostic pasien secara individual dinilai
untuk diselesaikan, dilanjukan atau memerlukan kebaikan (Setiadi, 2016)

H. KONSEP INTENSIVE CARE UNIT (ICU)


1. Definisi ICU
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang
dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati
pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai
intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya
sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Tiap
pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena
memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring serta
dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat dari
penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, 2017).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
ICU di Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri
(instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan
perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien-pasien yang menderita penyakit,cedera atau penyulit-penyulit
yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis
dubia.
2. Pembagian ICU berdasarkan kelengkapan
Berdasarkan kelengkapan penyelenggaraan maka ICU dapat dibagi
atas tiga tingkatan. Yang pertama ICU tingkat I yang terdapat di rumah sakit
40

kecil yang dilengkapi dengan perawat, ruangan observasi, monitor, resusitasi


dan ventilator jangka pendek yang tidak lebih dari 24 jam. ICU ini sangat
bergantung kepada ICU yang lebih besar. Kedua, ICU tingkat II yang terdapat
pada rumah sakit umum yang lebih besar di mana dapat dilakukan ventilator
yang lebih lama yang dilengkapi dengan dokter tetap, alat diagnosa yang lebih
lengkap, laboratorium patologi dan fisioterapi. Yang ketiga, ICU tingkat III
yang merupakan ICU yang terdapat di rumah sakit rujukan dimana terdapat
alat yang lebih lengkap antara lain hemofiltrasi, monitor invasif termasuk
kateterisasi dan monitor intrakranial. ICU ini dilengkapi oleh dokter spesialis
dan perawat yang lebih terlatih dan konsultan dengan berbagai latar belakang
keahlian ( Rab, 2017).
Terdapat tiga kategori pasien yang termasuk pasien kritis yaitu :
kategori pertama, pasien yang di rawat oleh karena penyakit kritis meliputi
penyakit jantung koroner, respirasi akut, kegagalan ginjal, infeksi, koma non
traumatik dan kegagalan multi organ. Kategori kedua, pasien yang di rawat
yang memerlukan propilaksi monitoring oleh karena perubahan patofisiologi
yang cepat seperti koma. Kategori ketiga, pasien post operasi mayor.
Apapun kategori dan penyakit yang mendasarinya, tanda-tanda klinis
penyakit kritis biasanya serupa karena tanda-tanda ini mencerminkan
gangguan pada fungsi pernafasan, kardiovaskular, dan neurologi. Tanda-
tanda klinis ini umumnya adalah takipnea, takikardia, hipotensi, gangguan
kesadaran (misalnya letargi, konfusi / bingung, agitasi atau penurunan tingkat
kesadaran) (Jevons dan Ewens, 2016).
3. Sistem pelayanan ruang ICU
Penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit harus berpedoman
pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
ICU di rumah sakit. Pelayanan ICU di rumah sakit meliputi beberapa hal,
yang pertama etika kedokteran dimana etika
Pelayanan di ruang ICU harus berdasarkan falsafah dasar "saya akan
senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dan berorientasi untuk dapat
41

secara optimal, memperbaiki kondisi kesehatan pasien. Kedua, indikasi yang


benar dimana pasien yang di rawat di ICU harus pasien yang memerlukan
intervensi medis segera oleh tim intensive care, pasien yangmemerlukan
pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan berkelanjutan
sehingga dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan metode terapi titrasi,
dan pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan
segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis. Ketiga, kerjasama
multidisipliner dalam masalah medis kompleks dimana dasar pengelolaan
pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin tenaga kesehatan dari beberapa
disiplin ilmu terkait yang memberikan kontribusinya sesuai dengan bidang
keahliannya dan bekerja sama di dalam tim yang di pimpin oleh seorang
dokter intensivis sebagai ketua tim. Keempat, kebutuhan pelayanan kesehatan
pasien dimana kebutuhan pasien ICU adalah tindakan resusitasi yang meliputi
dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital seperti Airway (fungsi jalan napas),
Breathing (fungsi pernapasan), Circulation (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi
otak) dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan terapi definitif.
Kelima, peran koordinasi dan integrasi dalam kerja sama tim dimana setiap
tim multidisiplin harus bekerja dengan melihat kondisi pasien misalnya
sebelum masuk ICU, dokter yang merawat pasien melakukan evaluasi pasien
sesuai bidangnya dan memberi pandangan atau usulan terapi kemudian kepala
ICU melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan, memberi
instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan mempertimbangkan usulan
anggota tim lainnya serta berkonsultasi dengan konsultan lain dan
mempertimbangkan usulan-usulan anggota tim. Keenam, asas prioritas yang
mengharuskan setiap pasien yang dimasukkan ke ruang ICU harus dengan
indikasi masuk ke ruang ICU yang benar. Karena keterbatasan jumlah tempat
tidur ICU, maka berlaku asas prioritas dan indikasi masuk. Ketujuh, sistem
manajemen peningkatan mutu terpadu demi tercapainya koordinasi dan
peningkatan mutu pelayanan di ruang ICU yang memerlukan tim kendali
mutu yang anggotanya terdiri dari beberapa disiplin ilmu, dengan tugas
utamanya memberi masukan dan bekerja sama dengan staf struktural ICU
42

untuk selalu meningkatkan mutu pelayanan ICU. Kedelapan, kemitraan


profesi dimana kegiatan pelayanan pasien di ruang ICU di samping multi
disiplin juga antar profesi seperti profesi medik, profesi perawat dan profesi
lain. Agar dicapai hasil optimal maka perlu peningkatan mutu SDM (Sumber
Daya Manusia) secara berkelanjutan, menyeluruh dan mencakup semua
profesi. Kesembilan, efektifitas, keselamatan dan ekonomis dimana unit
pelayanan di ruang ICU mempunyai biaya dan teknologi yang tinggi, multi
disiplin dan multi profesi, jadi harus berdasarkan asas efektifitas, keselamatan
dan ekonomis. Kesepuluh, kontuinitas pelayanan yang ditujukan untuk
efektifitas, keselamatan dan ekonomisnya pelayanan ICU. Untuk itu perlu di
kembangkan unit pelayanan tingkat tinggi (High Care Unit=HCU). Fungsi
utama. HCU adalah menjadi unit perawatan antara dari bangsal rawat dan
ruang ICU. Di HCU, tidak diperlukan peralatan canggih seperti ICU tetapi
yang diperlukan adalah kewaspadaan dan pemantauan yang lebih tinggi.
Unit perawatan kritis atau unit perawatan intensif (ICU) merupakan
unit rumah sakit di mana klien menerima perawatan medis intensif dan
mendapat monitoring yang ketat. ICU memilki teknologi yang canggih seperti
monitor jantung terkomputerisasi dan ventilator mekanis. Walaupun peralatan
tersebut juga tersedia pada unit perawatan biasa, klien pada ICU dimonitor
dan dipertahankan dengan menggunakan peralatan lebih dari satu. Staf
keperawatan dan medis pada ICU memiliki pengetahuan khusus tentang
prinsip dan teknik perawatan kritis. ICU merupakan tempat pelayanan medis
yang paling mahal karena setiap perawat hanya melayani satu atau dua orang
klien dalam satu waktu dan dikarenakan banyaknya terapi dan prosedur yang
dibutuhkan seorang klien dalam ICU (Kvale, 2015).
Pada permulaannya perawatan di ICU diperuntukkan untuk pasien
post operatif. Akan tetapi setelah ditemukannya berbagai alat perekam
(monitor) dan penggunaan ventilator untuk mengatasi pernafasan maka ICU
dilengkap pula dengan monitor dan ventilator. Disamping itu dengan metoda
dialisa pemisahan racun pada serum termasuk kadar ureum yang tinggi maka
ICU dilengkapi pula dengan hemodialisa.
43

Pada prinsipnya alat dalam perawatan intensif dapat di bagi atas dua
yaitu alat-alat pemantau dan alat-alat pembantu termasuk alat ventilator,
hemodialisa dan berbagai alat lainnya termasuk defebrilator. Alat-alat monitor
meliputi bedside dan monitor sentral, ECG, monitor tekanan intravaskuler dan
intrakranial, komputer cardiac output, oksimeter nadi, monitor faal paru,
analiser karbondioksida, fungsi serebral/monitor EEG, monitor temperatur,
analisa kimia darah, analisa gas dan elektrolit, radiologi (X-ray viewers,
portable X-ray machine, Image intensifier), alat-alat respirasi (ventilator,
humidifiers, terapi oksigen, alat intubasi (airway control equipment),
resusitator otomatik, fiberoptik bronkoskop, dan mesin anastesi (Rab, 2017).
Peralatan unit kerja di ICU/ICCU yang begitu beragam dan kompleks
serta ketergantungan pasien yang tinggi terhadap perawat dan dokter karena
setiap perubahan yang terjadi pada pasien harus di analisa secara cermat untuk
mendapat tindakan yang cepat dan tepat membuat adanya keterbatasan ruang
gerak pelayanan dan kunjungan keluarga. Kunjungan keluarga biasanya
dibatasi dalam hal waktu kunjungan (biasanya dua kali sehari), lama
kunjungan (berbeda-beda pada setiap rumah sakit) dan jumlah pengunjung
(biasanya dua orang secara bergantian).
Selain itu ICU juga merupakan tempat yang sering memberikan respon
kekhawatiran dan kecemasan pasien dan keluarga mereka karena kritisasi
kondisi yang belum stabil. Diharapkan bahwa dengan memperhatikan
kebutuhan baik pasien maupun keluarga, rumah sakit dapat menciptakan
lingkungan yang saling percaya dan mendukung dimana keluarga sebagai
bagian integral dari perawatan pasien dan pemulihan pasien secara utuh.
(Kvale, 2015).
4. Perawat ICU
Seorang perawat yang bertugas di ICU melaksanakan tiga tugas utama
yaitu, life support, memonitor keadaan pasien dan perubahan keadaan akibat
pengobatan dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Oleh karena itu
diperlukan satu perawat untuk setiap pasien dengan pipa endotrakeal baik
dengan menggunakan ventilator maupun yang tidak. Di Australia
44

diklasifikasikan empat kriteria perawat ICU yaitu, perawat ICU yang telah
mendapat pelatihan lebih dari duabelas bulan ditambah dengan pengalaman,
perawat yang telah mendapat latihan sampai duabelas bulan, perawat yang
telah mendapat sertifikat pengobatan kritis (critical care certificate), dan
perawat sebagai pelatih (trainer) (Rab, 2017).
Di Indonesia, ketenagaan perawat di ruang ICU di atur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
ICU di Rumah Sakit yaitu, untuk ICU level I maka perawatnya adalah
perawat terlatih yang bersertifikat bantuan hidup dasar dan bantuan lanjut,
untuk ICU level II diperlukan minimal 50% dari jumlah seluruh perawat di
ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat ICU, dan untuk ICU level
III diperlukan minimal 75% dari jumlah seluruh perawat di ICU merupakan
perawat terlatih dan bersertifikat ICU.

Anda mungkin juga menyukai