Referat Neuro Tentang Bells Palsy
Referat Neuro Tentang Bells Palsy
PENDAHULUAN
Bell’s palsy merupakan kelemahan wajah dengan tipe lower motorik neuron
(LMN) yang disebabkan oleh keterlibatan saraf fasialis idiopatik di luar sistem
saraf pusat, tanpa adanya penyakit neurologik lainnya. Sindrom ini pertama sekali
dideskripsikan pada tahun 1821 oleh seorang anatomis dan dokter bedah bernama
Sir Charles Bell. Insidens sindrom ini sekitar 23 kasus per 100 000 orang setiap
tahun.1
Prevalensi Bell’s Palsy di Indonesia, sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan
dari empat rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s Palsy sebesar
19.55% dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21-50 tahun, peluang
untuk terjadinya pada pria dan wanita sama. Tidak ditemukan perbedaan insiden
antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita ditemukan
adanya riwayat terkena udara dingin atau angin berlebihan. Biasanya mengenai
salah satu sisi saja (unilateral), jarang bilateral dan dapat berulang.1
Tanda dan gejala yang dijumpai pada pasien Bell’s Palsy biasanya bila dahi di
kerutkan lipatan dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja, kelopak mata tidak
dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata keatas dapat di saksikan.
Salah satu gejala Bell’s palsy adalah kelopak mata sulit menutup dan saat penderita
berusaha menutup kelopak matanya, matanya terputar ke atas dan matanya tetap
kelihatan. Gejala ini disebut juga fenomena bell. Pada observasi dapat dilihat juga
bahwa gerakan kelopak mata yang tidak sehat lebih lambat jika dibandingkan
dengan gerakan bola mata yang sehat (lagoftalmos). Dalam mengembungkan pipi
terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Dalam menjungurkan
bibir, gerakan bibir tersebut menyimpang ke sisi yang tidak sehat serta air mata
yang keluar secara berlebihan di sisi kelumpuhan dan pengecapan pada dua per tiga
lidah sisi kelumpuhan kurang tajam.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
intermedius atau pars intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion
genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan
daru 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda timpani dan
kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi
ekteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir
pada akar desenden dan inti akar decenden dari saraf trigeminus (N.V).
hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus.4
Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan
keluar di bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral
pons, di antara nervus V dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus
intermedius dan nervus VIII memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus
fasialis bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang
berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia
keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid, dan bercabang untuk
mensarafi otot- otot wajah.4
Nervus Facialis terdiri dari dua nucleus motoris di batang otak, yang terdiri
dari:3
(1) Nucleus Motorik Superior yang bertugas menerima impuls dari gyrus
presentralis kortek serebri kedua belah sisi kanan-kiri dan mengirim serabut-
serabut saraf ke otot-otot mimik di dahi dan orbikularis occuli.
(2) Nucleus Motoris Inferior yang bertugas menerima impuls hanya dari gyrus
presentralis dari sisi yang berlawanan dan mengirim serabut-serabut saraf
ke otot-otot mimik bagian bawah dan platisma (Chusid, 1983).
(3) Serabut-serabut nervus facialis didalam batang otak berjalan melingkari
nucleus nervus abducens sehingga lesi di daerah ini juga diikuti dengan
kelumpuhan nervus abducens. Setelah keluar dari batang otak, nervus
facialisberjalan bersama nervus intermedius yang bersifat sensoris dan
sekretorik. Selanjutnya berjalan berdekatan dengan nervus oktavus bersama-
3
sama masuk ke dalam canalis austikus internus dan berjalan ke arah lateral,
masuk ke canalis falopii (pars petrosa). Kemudian nervus facialis masuk ke
dalam cavum timpani setelah membentuk ganglion genikulatum. Di dalam
cavum timpani nervus facialis membelok tajam ke arah posterior dan horizontal
(pars timpani). Saraf ini berjalan tepat di atas foramen ovale, kemudian
membelok tegak lurus ke bawah (genu eksternum) di dalam canalis falopii pars
mastoidea. Bagian saraf yang berada didalam canalis falopii pars timpani
disebut nervus facialis pars horizontalis, sedang yang berjalan didalam pars
mastoidea disebut nervus facialis pars vertikalis atau desenden. Saraf ini keluar
dari tulang tengkorak melalui foramen stylomastoideus.3 Setelah keluar dari
foramen stylomastoideus, syaraf ini bercabang-cabang dan berjalan di antara
lobus superfisialis dan profundus glandula parotis. Setelah keluar dari foramen
stylomastoideus, saraf fasialis membentuk cabang kecil ke auricular posterior
(mempersarafi m.occipitalis dan m. stylohoideus dan sensasi kutaneus pada kulit
dari meatus auditori eksterna) dan ke anterolateral menuju ke kelenjar parotid.
Di kelenjar parotid, saraf fasialis kemudian bercabang menjadi 5 kelompok (pes
anserinus) yaitu temporal, zygomaticus, buccal, marginal mandibular dan
cervical. Kelima kelompok saraf ini terdapat pada bagian superior dari kelenjar
parotid, dan mempersarafi dot- otot ekspresi wajah, diantaranya m. orbicularis
oculi, orbicularis oris, m. buccinator dan m. Platysma.2
Dalam perjalanan nervus facialis memberikan cabang :3
(1) Dari ganglion genikulatum mengirimkan serabut saraf melalui ganglion
sfenopalatinum sebagai saraf petrosus superfisialis mayor yang akan
menuju glandula lakrimalis.
(2) Cabang lain dari ganglion genikulatum adalah saraf petrosus superficialis
minor yang melalui ganglion otikum membawa serabut sekreto-motorik ke
kelenjar parotis.
4
(3) Dari nervus facialis pars vertikalis, memberikan cabang-cabang :
(a) Saraf stapedius yang mensarafi m.stapedius. Kelumpuhan saraf ini
menyebabkan hiperakusis.
(b) Saraf korda timpani yang menuju ⅔ lidah bagian depan dan berfungsi
sensorik untuk perasaan lidah (rasa asam, asin dan manis). Selain itu saraf
korda timpani juga mempunyai serabut yang bersifat sekreto-motorik yang
menuju ke kelenjar liur submaksilaris dan sublingualis
N. Buccal
4. M. Orbicularis Oculli Menutup kelopak mata N.Fasialis,
N.Temporalis, N.
Zigomatikus
5. M. Nasalis Mengembang N. Fasialis
N. Mandibular,
N. Buccal
8. M. Mentalis Mengangkat dagu N. Fasialis dan
N. Buccal
5
2.2 Gambar Anatomi Persarafan Nervus Fasialis
6
Gambar 2.2.2 Persafrafan Nervus Fasialis
7
Gambar 2.2.4 Saraf Fasialis Ekstrakranial
Prevalensi Bell’s Palsy dibeberapa negara cukup tinggi, di Inggris dan Amerika
berturut-turut 22,4 dan 22,8 penderita per 100.000 penduduk per tahun. Di Belanda
1 penderita per 5000 orang dewasa dan 1 penderita per 20.000 anak per tahun.
Bell’s Palsy dapat menyerang pria dan wanita pada setiap usia dengan tingkat
persentase morbiditas yang sama.5
8
2.4 Ethiopathogenesis
9
temuan objektif tentang dasar genetik dari BeII’s palsy, dan kebanyakan terpusat
pada sistem Human leucocyte antigen (HLA), yang memiliki hubungan objektif
yang kuat dengan berbagai penyakit autoimun.2
Kelumpuhan pada separuh wajah, seperti halnya pada sebagian mulut sebelah
sisi, alis mata dan kelopak mata sebelah sisi.
Rasa tebal atau kaku pada separuh wajah tanpa defisit sensoris yang obyektif
Beberapa mengeluhkan nyeri yang ringan-moderat pada sudut rahang
Produksi air mata yang menurun
Hiperakusis
Gangguan pengecapan.1
10
Skema Patofisiologi Bell’s Palsy
Berdasarkan Etiologi1
Etiologi
Ketidakstabilan otonom
↓Sistem Imun Suhu dingin
N.VII terjepit
Iskemia N.VII
Paralisis N.VII
11
2.7 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fisik serta jika perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang.
12
A.Inspeksi5
13
2.7.2 Pemeriksaan penunjang
Diagnosis banding paralisis fasialis dapat dibagi menurut lokasi lesi sentral dan
perifer. Kelainan sentral dapat merupakan stroke bila disertai kelemahan anggota
gerak sisi yang sama dan ditemukan proses patologis di hemisfer serebri
kontralateral; kelainan tumor apabila onset gradual dan disertai perubahan mental
status atau riwayat kanker di bagian tubuh lainnya; sklerosis multipel bila disertai
kelainan neurologis lain seperti hemiparesis atau neuritis optika; dan trauma bila
terdapat fraktur os temporalis pars petrosus, basis kranii, atau terdapat riwayat
trauma sebelumnya.5
Kelainan perifer yang ditemukan dapat merupakan suatu otitis media supuratif
dan mastoiditis apabila terjadi reaksi radang dalam kavum timpani dan foto mastoid
menunjukkan suatu gambaran infeksi; herpes zoster otikus bila ditemukan adanya
tuli perseptif, tampak vesikel yang terasa amat nyeri di pinna dan/atau pemeriksaan
darah menunjukkan kenaikan titer antibodi virus varicella-zoster; sindroma
Guillain-Barre saat ditemukan adanya paresis bilateral dan akut; kelainan miastenia
gravis jika terdapat tanda patognomonik berupa gangguan gerak mata kompleks
dan kelemahan otot orbikularis okuli bilateral; tumor serebello-pontin (tersering)
apabila disertai kelainan nervus kranialis V dan VIII; tumor kelenjar parotis bila
ditemukan massa di wajah (angulus mandibula); dan sarcoidosis saat ditemukan
14
tanda-tanda febris, perembesan kelenjar limfe hilus, uveitis, parotitis, eritema
nodosa, dan kadang hiperkalsemia.1
2.9 Pentalaksanaan
Peran dokter umum sebagai lini terdepan pelayanan primer berupa identifikasi
dini dan merujuk ke spesialis saraf (jika tersedia) apabila terdapat kelainan lain
pada pemeriksaan neurologis yang mengarah pada penyakit yang menjadi diagnosis
banding Bell’s palsy. Jika tidak tersedia, dokter umum dapat menentukan terapi
selanjutnya setelah menyingkirkan diagnosis banding lain. Terapi yang diberikan
dokter umum dapat berupa kombinasi non-farmakologis dan farmakologis seperti
dijelaskan di bawah ini.1
15
Terapi dengan valasiklovir dan prednison memiliki hasil yang lebih baik ,
kombinasi antivirus dan kortikosteroid berhubungan dengan penurunan risiko
batas signifikan yang lebih besar dibandingkan kortikosteroid saja. Data-data ini
mendukung kombinasi terapi antiviral dan steroid pada 48-72 jam pertama
setelah onset.1
Dosis pemberian asiklovir untuk usia >2 tahun adalah 80 mg per kg per hari
melalui oral dibagi dalam empat kali pemberian selama 10 hari. Sementara
untuk dewasa diberikan dengan dosis oral 2 000-4 000 mg per hari yang dibagi
dalam lima kali pemberian selama 7-10 hari. Sedangkan dosis pemberian
valasiklovir (kadar dalam darah 3-5 kali lebih tinggi) untuk dewasa adalah
1.000-3.000nmg per hari secara oral dibagi 2-3 kali selama lima hari. Efek
samping jarang ditemukan pada penggunaan preparatn antivirus, namun kadang
dapat ditemukan keluhan berupa adalah mual, diare, dan sakit kepala.1
16
yang lebih agresif dan reedukasi neuromuskular di depan kaca (feedback visual)
dengan melakukan gerakan ekspresi wajah yang lambat, terkontrol, dan bertahap
untuk membentuk gerakan wajah yang simetris. Latihan ini dilakukan sebanyak
minimal 20-40 kali dengan 2-4 set per hari.5
Kategori terakhir adalah relaksasi yang ditujukan pada pasien dengan
kekencangan seluruh wajah yang parah karena sinkinesis dan hipertonisitas.
Strategi yang digunakan berupa mobilisasi jaringan lunak dalam otot wajah
dengan agresif, reedukasi neuromuskular di depan kaca, dan fokus pada strategi
meditasi-relaksasi yaitu meditasi dengan gambar visual atau audio difokuskan
untuk melepaskan ketegangan pada otot yang sinkinesis. Latihan ini cukup
dilakukan 1-2 kali per hari.5
Bila setelah menjalani 16 minggu latihan otot tidak mengalami perbaikan,
pasien dengan asimetri dan sinkinesis perlu dipertimbangkan untuk menjalani
kemodenervasi untuk memperbaiki kualitas hidupnya, baik gerakan, fungsi
sosial, dan ekspresi emosi wajah. Pada keadaan demikian perlu dikonsultasikan
ke bagian kulit atau bedah plastik.5 Konsultasi ke bagian lain, seperti Telinga
Hidung Tenggorok dan kardiologi perlu dipertimbangkan apabila terdapat
kelainan pemeriksaan aufoskop atau pembengkakan glandula parotis dan
hipertensi secara berurutan pada pasien.5
2.10 Komplikasi
Sekitar 5% pasien setelah menderita Bell’s palsy mengalami sekuele berat yang
tidak dapat diterima. Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat Bell’s palsy,
adalah1
(1) regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimal yang menyebabkan
paresis seluruh atau beberapa muskulus fasialis.
(2) regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia (gangguan
pengecapan), ageusia (hilang pengecapan), dan disestesia (gangguan sensasi
atau sensasi yang tidak sama dengan stimuli normal), dan (3) reinervasi yang
salah dari saraf fasialis.5
17
2.11 Prognosis
Perjalanan alamiah Bell’s palsy bervariasi dari perbaikan komplit dini sampai
cedera saraf substansial dengan sekuele permanen. Sekitar 80-90% pasien dengan
Bell’s palsy sembuh total dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60% kasus membaik
dalam 3 minggu.1 Sekitar 10% mengalami asimetri muskulus fasialis persisten,
dan 5% mengalami sekuele yang berat, serta 8% kasus dapat rekuren. 1 Faktor
yang dapat mengarah ke prognosis buruk adalah palsi komplit (risiko sekuele
berat), riwayat rekurensi, diabetes, adanya nyeri hebat post-aurikular, gangguan
pengecapan, refleks stapedius, wanita hamil dengan Bell’s palsy, bukti denervasi
mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat), dan kasus dengan penyengatan
kontras yang jelas.1 Faktor yang dapat mendukung ke prognosis baik adalah
paralisis parsial inkomplit pada fase akut (penyembuhan total), pemberian
kortikosteroid dini, penyembuhan awal atau perbaikan fungsi pengecapan dalam
minggu pertama.1
BAB III
KESIMPULAN
18
Bell’s Palsy merupakan sindrom klinis gangguan saraf fasialis yang bersifat
perifer. Keterlibatan virus Herpes Simplex tipe 1 banyak dilaporkan sebagai penyebab
kerusakan saraf tersebut, meski penggunaan preparat antivirus masih menjadi
perdebatan dalam tata laksana.
Gejala klinis berupa : gangguan kelumpuhan pada separuh wajah seperti halnya
separuh mulut, alis dan kelopak mata susah digerakkan ke atas pada sisi yang sakit,
terasa nyeri pada rahang dari ringan – moderate, terkadang adanya ganggu hiperakusis,
dan gangguan pengecapan.
Penatalaksanaan pada pasien Bell’s palsy dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
Terapi farmakologis dan non farmakologis.
19