Anda di halaman 1dari 19

PENDIDIKAN PANCASILA

“HARI PAHLAWAN”

DOSEN PENGAJAR:
Ibu Hj.Rosmalina Soejono

DISUSUN OLEH:
- Oktaviani (20180606016)

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang. Kami
panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-
NyA kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah Pendidikan Pancasila ini
tentang Pancasila Dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia.

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya saya dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Kecerdasan Sosial Anak Yatim Berbasis
Al-Qur’an ini bisa memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.

Jakarta,  22 September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................................................
C. Tujuan Penulisan Makalah...................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Periode Pengusulan Pancasila..............................................................................
B. Periode Perumusan Pancasila..............................................................................
C. Periode Pengesahan Pancasila.............................................................................
D. Pancasila Dalam Kajian Sejarah.........................................................................
E. Sumber Historis,Sosiologis dan Politis Pancasila...............................................
F. Dinamika dan Tantangan dalam Kajian sejarah
Bangsa Indonesia.................................................................................................
G. Piagam Jakarta, Zaman Orde Baru dan Era Reformasi.................................
H. Argumen Tentang Tantangan Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara.............................................................................................................
I. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila dalam Kajian Sejarah
Bangsa Indonesia untuk Masa Depan...............................................................

BAB III PENNUTUP


A. Kesimpulan..........................................................................................................
B. Daftar Pustaka.....................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hari Pahlawan, 10 November. Ya. Mungkin diantara kita telah banyak yang
melupakan hari sakral tersebut. Bahkan kita pun cenderung alpa untuk memperingatinya. Di
sekolah - sekolah sekalipun, seakan tidak tergugah untuk memberi reward kepada pahlawan
tanpa tanda jasa atau hanya sekedar mengingatkan kembali makna pahlawan yang
sesungguhnya kepada para murid. Upacara peringatan Hari Pahlawan pun, telah semakin
jarang dijumpai. Masyarakat bahkan tidak sempat memberikan penghormatan kepada Hari
Pahlawan, walau hanya sekedar mengibarkan bendera Merah - Putih di depan rumah mereka.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta 17 Agustus
1945 pasukan Jepang mulai dilucuti oleh tentara nasional dan rakyat. Proses pelucutan ini
menimbulkan bentrokan-bentrokan di berbagai daerah yang cukup banyak menimbulkan
korban. Inisiatif tersebut juga dilakukan karena pihak sekutu di Indonesia masih belum juga
melucuti tentara Jepang.
Pihak sekutu yang telah menjatuhkan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang
juga turut akhirnya turun ke Indonesia untuk melucuti tentara Jepang. 15 September sekutu
yang diwakili oleh Inggris mendarat di Jakarta dan 25 Oktober di Surabaya dengan 6.000
serdadu dari Divisi ke-23 dengan pimpinan Brigadir Jenderal Mallaby. Namun pendaratan
sekutu ini didomplengi kepentingan Belanda secara rahasia melalui NICA untuk kembali
menguasai Indonesia meskipun sudah memerdekakan dirinya.

Rakyat Indonesia marah mendengar konspirasi tersebut sehingga perlawanan terhadap


Inggris dan NICA tetap berlanjut yang memuncak ketika pimpinan sekutu wilayah Jawa
Timur Brigadir Jenderal Mallaby terbunuh 30 Oktober di Surabaya.
Inggris dan NICA melalui Mayor Jenderal Mansergh yang menggantikan Mallaby
mengultimatum rakyat Indonesia untuk menyerah sampai batas akhir tanggal 10 November
pagi hari. Namun di batas ultimatum tersebut rakyat Surabaya menjawabnya dengan
meningkatkan perlawanan secara besar-besaran, salah satu pimpinan perlawanan tersebut
adalah Sutomo, dikenal sebagai Bung Tomo (yang sampai saat ini belum diangkat secara
resmi menjadi Pahlawan Nasional, hanya menerima penghargaan Bintang Mahaputra Utama
pada tahun 1995 oleh presiden Suharto).
Perang ini menimbulkan perlawanan lain di semua kota seperti Jakarta, Bogor,
Bandung sampai dengan aksi membakar kota 24 Maret 1946 dan Mohammad Toha

1
meledakkan gudang amunisi Belanda, Palagan Ambarawa, Medan, Brastagi, Bangka dll.
Perlawanan ini terus berlanjut baik dengan senjata maupun dengan negosiasi para pimpinan
negeri seperti perjanjian Linggajati di Kuningan, perjanjian di atas kapal Renville, perjanjian
Roem-Royen sampai akhirnya Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada Konferensi
Meja Bundar di Den Haag, Belanda pada tahun 1949.

Empat tahun revolusi yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, hingga akhirnya
momen 10 November dijadikan Hari Pahlawan. Dari fakta sejarah di atas bisa kita simpulkan
bahwa ancaman pertama kemerdekaan Indonesia bukan hanya Belanda ingin menguasai
kembali, namun sekutu yang dipimpin Amerika memiliki kepentingan tersendiri di Indonesia.

2
A. Rumusan masalah
1. Apa arti pahlawan sesungguhnya?
2. Siapa saja sosok sosok pahlawan masa kini?
3. Apa makna arti hari pahlawan ?

B. Tujuan
1. Mengetahui arti pahlawan yang sesungguhnya
2. Mengenal sosok - sosok pahlawan masa kini
3. Mengetahui makna arti hari pahlawan

3
BAB II
PEMBAHASAN

Bangsa Indonesia mengenal tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.


Mungkin banyak yang belum mengetahui kenapa pada tanggal 10 November tersebut
ditetapkan sebagai Hari Pahlawan dan apa latar belakangnya. Berikut ini TunaiKita
akan membahas mengenai makna Hari Pahlawan untuk generasi millennials. Simak
yuk, Sobat!

Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia merayakan Hari Pahlawan. Momentum


perayaan ini tentunya bukan hanya sekedar hadiah, melainkan untuk mengenang jasa para
pahlawan yang telah rela mengorbankan jiwa, raga dan hartanya untuk memperjuangkan dan
mempertahankan kemerdekaan. Jika kita menengok sejarah masa lalu, perjuangan para
pahlawan dalam mengusir penjajah di bumi pertiwi ini, tidak bisa dibayar dalam bentuk
apapun.

Para pahlawan rela bertempur mati-matian di medan perang, dan tak pernah gentar meski
nyawa menjadi taruhannya. Maka dari itu, kita wajib menundukkan kepala untuk mengenang
jasa-jasa mereka saat hari pahlawan 10 November ini.

A.    Pertempuran Surabaya


Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara
Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945
di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia
dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran
terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol
nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.

B.     Kedatangan Tentara Jepang Ke Indonesia


Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari
kemudian tanggal 8 Maret 1942, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada
Jepang berdasarkan Perjanjian Kalijati. Setelah penyerahan tanpa syarat tesebut, Indonesia
secara resmi diduduki oleh Jepang.

C.    Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah
dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu
terjadi pada bulan Agustus 1945. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut, Soekarno
kemudian memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
4
D.    Kedatangan Tentara Inggris & Belanda
Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti
senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan
korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar,
tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di
Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung
dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok
Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang
yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu
tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada
administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. NICA
(Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara
Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan
pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan
pemerintahan NICA.

E.     Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya


Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang
menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih
dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin
meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya
terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje
Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl.
Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore
hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda
(Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat
teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya
dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan
Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan
pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
Pengibaran bendera Indonesia setelah bendera belanda berhasil disobek warna
birunya di hotel Yamato

5
Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman,
pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan)
yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah
Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato
dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan
kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel
Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan
menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas,
Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan.
Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang
berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono
melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk
menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam
hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil
menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang
bendera kembali sebagai bendera Merah Putih1
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah
pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil
tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban
jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn
meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.

F.     Kematian Brigadir Jenderal Mallaby


1
Setiadjijaya, Barlan. 1991. 10 November ’45, Gelora Kepahlawanan Indonesia. Jakarta:
Yayasan Dwi Warna.

6
Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris
ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun
begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di
Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan
terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada
30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal
Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan
Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan
tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang
sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan
granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Kematian Mallaby ini
menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan
pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan
ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan
menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.

G.    Perdebatan Tentang Pihak Penyebab Baku Tembak


Tom Driberg, seorang Anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour
Party). Pada 20 Februari 1946, dalam perdebatan di Parlemen Inggris (House of Commons)
meragukan bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia. Dia
menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat timbul karena
kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak
tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus
dari kontak dan telekomunikasi. Berikut kutipan dari Tom Driberg:
"... Sekitar 20 orang (serdadu) India (milik Inggris), di sebuah bangunan di sisi lain alun-alun,
telah terputus dari komunikasi lewat telepon dan tidak tahu tentang gencatan senjata. Mereka
menembak secara sporadis pada massa (Indonesia). Brigadir Mallaby keluar dari diskusi
(gencatan senjata), berjalan lurus ke arah kerumunan, dengan keberanian besar, dan berteriak
kepada serdadu India untuk menghentikan tembakan. Mereka patuh kepadanya. Mungkin
setengah jam kemudian, massa di alun-alun menjadi bergolak lagi. Brigadir Mallaby, pada
titik tertentu dalam diskusi, memerintahkan serdadu India untuk menembak lagi. Mereka
melepaskan tembakan dengan dua senapan Bren dan massa bubar dan lari untuk berlindung;
kemudian pecah pertempuran lagi dengan sungguh gencar. Jelas bahwa ketika Brigadir
Mallaby memberi perintah untuk membuka tembakan lagi, perundingan gencatan senjata

7
sebenarnya telah pecah, setidaknya secara lokal. Dua puluh menit sampai setengah jam
setelah itu, ia (Mallaby) sayangnya tewas dalam mobilnya-meskipun (kita) tidak benar-benar
yakin apakah ia dibunuh oleh orang Indonesia yang mendekati mobilnya; yang meledak
bersamaan dengan serangan terhadap dirinya (Mallaby). Saya pikir ini tidak dapat dituduh
sebagai pembunuhan licik... karena informasi saya dapat secepatnya dari saksi mata, yaitu
seorang perwira Inggris yang benar-benar ada di tempat kejadian pada saat itu, yang niat
jujurnya saya tak punya alasan untuk pertanyakan ... "

H.    Tanggal 10 November 1945


Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert
Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang
Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang
ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah
jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan
rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut
ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah
berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat TKR juga telah dibentuk sebagai pasukan negara.
Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk
di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali
pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar,
yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan
kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal
perang.
Inggris kemudian membombardir kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat.
Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan
yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan
ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal maupun
terluka.
Bung Tomo di Surabaya, salah satu pemimpin revolusioner Indonesia yang paling
dihormati. Foto terkenal ini bagi banyak orang yang terlibat dalam Revolusi Nasional
Indonesia mewakili jiwa perjuangan revolusi utama Indonesia saat itu.

8
Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa
ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo
yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-
pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris.
Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa
seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga
mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada
waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan
taat kepada para kyai) shingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke
hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan
secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini
mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan
pihak Inggris.
Setidaknya 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat
sipil mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600
- 2000 tentara. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut
telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan
mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang
menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh
Republik Indonesia hingga sekarang.

I.       Hari Pahlawan Adalah Berjiwa Revolusioner


2
Basri, H.M. Ramli. Surabaya Hari Ini (Surabaya Today).Basundoro, Purnawan. 2009.
9
Adalah penting dalam menghayati arti Hari Pahlawan, kita semua mencermati bahwa
Bung Karno adalah satu di antara sejumlah tokoh-tokoh besar bangsa Indonesia yang paling
menonjol (dan paling banyak!) dalam mengangkat arti para pahlawan dalam perjuangan
pembebasan bangsa. Ini tercermin dalam banyak halaman buku beliau “Di bawah Bendera
Revolusi”, dan juga dalam pidato-pidato beliau. Bung Karno menjadikan Hari Pahlawan
sebagai sarana untuk mengingatkan . kepada seluruh bangsa (terutama angkatan muda)
bahwa sudah banyak pejuang-pejuang telah gugur, atau mengorbankan harta-benda dan
tenaga mereka, untuk mendirikan negara RI. Mereka rela berkorban, supaya kehidupan rakyat
banyak bisa menjadi lebih baik dari pada yang sudah-sudah. Mereka berjuang dalam tahun-
tahun 20-an, dan selama revolusi kemerdekaan 45, untuk menjadikan negara ini milik
bersama, guna menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Jadi, menghayati secara benar-benar Hari Pahlawan adalah berarti
menghubungkannya dengan revolusi bangsa. Dan seperti yang sudah ditunjukkan oleh
sejarah kita, revolusi bangsa Indonesia adalah pluralisme revolusioner. Dalam perjalanan jauh
(long march) yang berliku-liku ini berbagai tokoh golongan masyarakat ( dari berbagai suku,
keturunan, agama dan aliran politik) telah menyatukan diri dalam barisan panjang
revolusioner kita.
Dengan latar-belakang pandangan sejarah yang demikian itu pulalah kiranya kita bisa
mengerti mengapa Bung Karno menerima usul Sumarsono untuk menjadikan tanggal 10
November sebagai Hari Pahlawan. Sedangkan Sumarsono sendiri, yang menjadi pimpinan
tertinggi PRI di Surabaya waktu itu, adalah seorang pemuda yang masa kecilnya mendapat
pendidikan Kristen, dan setelah besar mempunyai hubungan erat dengan gerakan di bawah
tanah PKI. melawan kolonialsime Belanda dan fasisme Jepang (lewat jaring-jaringan Mr;
Amir Syarifuddin, pelukis Sudjoyono, tokoh PKI Widarta dan lain-lain)..
Dari ketinggian pandangan revolusioner yang demikian itulah kita sepatutnya
memandang arti penting Hari Pahlawan. Jadi, tidak cukup hanya dengan pengibaran bendera
dan nyanyi--nyanyian atau pidato-pidato yang isinya kosong atau steril saja Upacara-upacara
memang tetap perlu dikerjakan, namun yang lebih penting adalah memberi isi dan jiwa
kepada hari keramat ini.

10
J.      Para Pahlawan Menangis Dalam Makam
Dewasa ini, memperingati Hari Pahlawan dengan semangat baru, cara baru,
pandangan baru, adalah penting. Sebab, kita sama-sama menyaksikan bahwa selama Orde
Baru, keagungan jiwa revolusioner Hari Pahlawan yang dicetuskan oleh Bung Karno telah
dibikin mandul atau kerdil. Pastilah para pahlawan kita dari berbagai angkatan, berbagai
suku, berbagai agama dan aliran politik, menangis sedih dalam makam mereka, melihat
keadaan bangsa dan negara kita yang seperti sekarang ini. Bukanlah bangsa dan negara yang
macam sekarang ini yang mereka cita-citakan ketika mereka bersedia mengorbankan diri
dalam berbagai medan perjuangan, termasuk dalam pertempuran-pertempuran di seluruh
tanahair.
Sebagai produk kultur politik dan kultur moral Orde Baru kerusakan dan pembusukan
melanda di seluruh lini, baik di bidang eksekutif, legislatif dan judikatif, termasuk di
kalangan agama. Banyak tokoh-tokoh politik, pemuka masyarakat dan pejabat yang benar-
benar sudah menjadi penjahat dan pengkhianat rakyat. Banyak di antara mereka sudah tidak
peduli lagi terhadap kepentingan publik. Mereka menghalalkan segala cara untuk mencuri
milik negara dan rakyat. Mereka tidak segan-segan menggunakan dalil-dalil dan kedok
agama untuk menimbulkan perpecahan, dan menyebar benih-benih kerusuhan.

K.    Tugas Angkatan Muda


Mengingat situasi yang begini buruk dewasa ini (ingat : dampak peristiwa bom di
Bali, hubungan internasional yang memburuk, investasi yang menurun, utang yang makin
menggunung, pengangguran yang makin membengkak, pelecehan terus-menerus terhadap
hukum dan HAM, korupsi yang tetap merajalela) , adalah kewajiban moral angkatan muda
dari berbagai golongan, keturunan, suku, agama, dan aliran politik untuk menjadikan jiwa
Hari Pahlawan.sebagai senjata guna berjuang melawan pembusukan besar-besaran ini. Sebab,
kelihatannya, kita sudah tidak bisa menaruh harapan lagi kepada berbagai angkatan yang
telah ikut mendirikan Orde Baru, dan juga yang merupakan produk (didikan) kultur buruk ini.
Jiwa yang sudah pernah dimanifestasikan oleh angkatan muda secara gemilang dalam
tahun 1998 dalam menumbangkan kekuasaan Suharto, perlu dipupuk dan dikobarkan terus,
dalam bentuk-bentuk baru, sesuai dengan perkembangan situasi. Dalam perlawanan terhadap
Orde Baru telah jatuh korban-korban. Mereka adalah bagian dari sederetan panjang
pahlawan, yang kebanyakan tidak dikenal. Karena telah mengorbankan diri untuk melawan
sistem politik dan kediktatoran yang telah membikin banyak kerusakan parah terhadap

11
bangsa dan negara selama puluhan tahun, maka sudah sepatutnyalah bahwa mereka kita
pandang sebagai pahlawan pendobrak Orde Baru.
Hari Pahlawan harus sama-sama kita kembalikan kepada peran (dan pesannya) yang
semestinya. Ini adalah tugas utama bangsa kita, termasuk dari kalangan pendidikan dan
sejarawan. Angkatan muda harus dididik untuk menghayati benar-benar semangat
pengabdian kepada rakyat dan pengorbanan diri demi kepentingan nusa dan bangsa.
Kalangan sejarawan (dan pendidikan) perlu sekali meninjau kembali buku-buku sejarah
dalam sekolah-sekolah, sehingga generasi muda kita mengenal sejarah bangsa secara benar
(ingat : pemalsuan yang memblingerkan : serangan 1 Maret dan pendudukan 6 jam di Jogya
oleh Suharto dan pemalsuan-pemalsuan sejarah lainnya).
Bangsa yang besar menghargai para pahlawannya. Bangsa Indonesia pernah
dipandang besar oleh bangsa lain di dunia, terutama oleh rakyat-rakyat di Asia, Afrika dan
Amerika Latin, berkat perjuangannya melawan kolonialisme dan imperialisme ( mohon
dicatat antara lain : revolusi 45, Konferensi Bandung, Konferensi Pengarang Asia-Afrika,
Konferensi Wartawan Asia-Afrika, Ganefo, Konferensi Internasional Anti Pangkalan Militer
Aaing).
Sekarang ini, negeri kita Indonesia sedang terpuruk citranya di dunia. Sekali lagi,
bukan negeri yang macam beginilah yang dicita-citakan oleh ratusan ribu (bahkan mungkin
jutaan) pahlawan kita, yang dalam barisan panjang dan berliku-liku telah berbondong-
bondong bersedia mengorbankan diri, demi kita semua dan demi anak-cucu kita.
Dengan tekad bersama untuk menjunjung tinggi-tinggi semangat revolusioner dalam
mengabdi kepada kepentingan rakyat, marilah kita sambut peringatan Hari Pahlawan

12
3

Makna Hari Pahlawan Bagi Generasi Millennials

Pahlawan Milenial: Antara Sumpah Pemuda dan Hari Pahlawan (www.hipwee.com)

Bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, sekaligus sebagai bagian dari generasi
millennials tentu kita masih bertanggung jawab untuk menghargai, meneladani dan
mengamalkan nilai-nilai kebangsaan para pahlawan.

Momentum Hari Pahlawan bukan saja monentum untuk melaksanakan upacara dan kegiatan
ziarah ke makam pahlawan saja, namun hari pahlawan ini dapat kita jadikan sebagai
pembuktian terhadap rasa cinta tanah air dan rasa patriotisme kita terhadap Republik ini.
Tahun demi tahun kita memperingati Hari Pahlawan ini, tapi semakin kesini kita seakan
melupakan makna Hari Pahlawan, memang kita tidak ikut dalam peristiwa yang terjadi di
Surabaya, namun peristiwa di Surabaya memberikan makna mendalam terhadap rasa
kebangsaan kita.

3
Dua Kota Tiga Zaman Surabaya dan Malang Sejak Kolonial Sampai Kemerdekaan.
Yogyakarta: Ombak.

13
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, marilah sebagai generasi milenial sekaligus
penerus bangsa kita senantiasa mencintai negeri ini. Melakukan hal-hal yang positif sesuai
dengan bidang kita masing-masing,mengisi kemerdekaan yang ada dan berkontribusi nyata
dalam perkembangan Indonesia. Bukan berarti saat kemerdekaan telah diraih, gelora bara api
kepahlawanan menjadi usang dan padam pada era millennial. Karena sejatinya perjuangan
kita belum selesai.

“Perjuangan pahlawan sangatlah berat, namun generasi millenial juga memiliki beban yang
sama beratnya. Berjuang di tengah kuatnyaarus digital yang dapat memporak-porandakan
persatuan sewaktu-waktu. Untuk itu, marilah menjadi generasi millennilas yang mau
mendengar, mau membaca, mau memahami, mau melihat dengan hati, dan mau mencari tau
kebenaran sebelum mengomentari”.

14
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Makna Pahlawan yang sesungguhnya adalah semua orang yang rela dan mau
membantu atau berbuat baik kepada orang lain, bangsa ataupun negara tanpa adanya rasa
pamrih. Dan kita juga harus mengetahui pahlawan masa kini, bukan hanya pahlawan yang
berperang pada zaman penjajahan saja. Bahkan, kita juga dapat turut menjadi pahlawan.

B.     Saran dan Kritik


Sudah merupakan kewajiban semua warga negara untuk menghargai jasa para
pahlawannya. Maka, marilah, sebagai generasi muda kita juga harus menghargai jasa dan
mengobarkan semangat kepahlawanan.Dan apabila dalam makalah ini adalah kesalahan
ataupun kekurangan, maka penulis harap kritik yang membangun dari semua pihak sehingga
kedepan akan lebih baik dari sekarang ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Basri, H.M. Ramli. Surabaya Hari Ini (Surabaya Today).Basundoro, Purnawan. 2009.
Dua Kota Tiga Zaman Surabaya dan Malang Sejak Kolonial Sampai Kemerdekaan.
Yogyakarta: Ombak.
Setiadjijaya, Barlan. 1991. 10 November ’45, Gelora Kepahlawanan Indonesia. Jakarta:
Yayasan Dwi Warna.

16

Anda mungkin juga menyukai