Post Dural Puncture Headache: Oleh: DR Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, Span
Post Dural Puncture Headache: Oleh: DR Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, Span
Oleh :
Dr Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, SpAn
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat-Nya maka tinjauan pustaka dengan topik “Post Dural Puncture
Headache” ini dapat selesai pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tinjauan pustaka ini.
Untuk itu, ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. dr. I Ketut Sinardja, Sp.An, KIC selaku Kepala Bagian/SMF
2. dr. I Gede Budiarta, Sp.An, KMN
3. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam penyusunan tinjauan pustaka
ini.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan tinjauan pustaka ini. Semoga tulisan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................i
2.3 Insiden................................................................................................... 6
3
BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini ada dua teori mengenai terjadinya PDPH. Teori pertama
menyebutkan bahwa kebocoran yang berkelanjutan dari cairan serebrospinal
menyebabkan berkurangnya cairan dari kompartmen intrakranial. Teori yang
4
kedua menyebutkan bahwa kebocoran cairan serebrospinal menyebabkan
terjadinya hipotensi intrakranial, yang menyebabkan tubuh berkompensasi dengan
melakukan vasodilatasi.1 Penanganan pada PDPH ini dapat secara konservatif dan
invasif. Dalam dua dekade terakhir, banyak penelitian baru mengenai pencegahan
dan pengobatan dari PDPH seperti intrathecal kateter, morpin epidural dan
gabapentin intravenous.6
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Aliran CSS melalui sistem ini dipermudah oleh faktor-faktor sirkulasi dan
postural yang menimbulkan tekanan pada sistem saraf pusat (SSP) sebesar 10
mmHg. Penurunan tekanan akibat pengeluaran hanya beberapa ml CSS selama
lumbal pungsi untuk analisis laboratorium dapat menimbulkan nyeri kepala yang
hebat. Melalui proses pembentukan, sirkulasi dan reabsorpsi yang terus menerus,
seluruh volume CSS digantikan lebih dari tiga kali sehari. Meningen spinalis
terdiri atas 3 lapis, yaitu : dari lapisan terluar sampai terdalam, dura mater,
arakhnoid, piamater. Ruang antara lapisan arakhnoid dan piamater di bawahnya
disebut ruang subarakhnoid, terisi oleh CSS. Secara anatomis, dura mater spinalis
memanjang dari foramen magnum ke segmen kedua sakrum. Ini terdiri dari
matriks jaringan ikat padat kolagen dan serat elastis. Sebanyak sekitar 150 ml CSS
beredar pada satu waktu dan diserap oleh vili arakhnoid.1,7
6
Gambar 1. Potongan sagital vertebra lumbal1
2.2 Patofisiologi
7
Traksi pada saraf kranial kelima menyebabkan sakit kepala frontal. Nyeri di
daerah oksipital ini disebabkan oleh traksi pada saraf kranial kesembilan dan
kesepuluh.1 Kedua, menurunan volume CSS pada kranium menyebabkan
kompensasi berupa vasodilatasi melalui doktrin monro-kelly.6 Monroe-Kelly
menyatakan bahwa total volume elemen dari rongga intrakranial (darah, CSS, dan
jaringan otak) tetap konstan. Konsekuensi kehilangan CSS adalah vasodilatasi
yang mengkompensasi hilangnya volume dalam rongga intrakranial, sehingga
sakit kepala dialami oleh pasien setelah kebocoran CSS. 1 Selain itu penurunan
CSS juga menghasilkan nyeri melalui reseptor adenosin yang memediasi
vasodilatasi cerebral. Penelitian menunjukkan berkurangnya level substansi
neuropeptida yang berhubungan dengan hasil inflamasi memiliki risiko tiga kali
lebih besar mengalami sakit kepala setelah lumbal pungsi.3
8
resultan dari perubahan tekanan CSS, yang ditransmisikan ke sirkulasi getah
bening endocochlear dalam kanalis semisirkularis, dan hasil dalam kondisi
sementara mirip dengan hidrops pada penyakit Meniere.2,8
2.3 Insiden
Kejadian PDPH tertinggi antara usia 18 dan 30 tahun dan menurun pada
anak-anak di bawah 13 tahun dan orang dewasa lebih dari 60 tahun. Kejadian
PDPH meningkat pada pasien dengan indeks massa tubuh yang rendah. Wanita
yang mengalami obesitas atau tidak sehat sebenarnya memiliki kejadian PDPH
yang rendah. Penurunan kejadian ini disebabkan oleh peningkatan tekanan
intraabdomen yang dapat pengikat perut sehingga membantu menutupi defek pada
dura dan mengurangi hilangnya CSS. Wanita yang lebih muda mungkin memiliki
risiko lebih besar karena peningkatan elastisitas serat dural untuk menjaga defek
dura yang paten dibandingkan dengan dura yang kurang elastis pada pasien yang
lebih tua. Pasien yang memiliki riwayat sakit kepala setelah lumbal pungsi dan
riwayat PDPH sebelumnya juga berisiko tinggi. 5
9
Meskipun tusukan jarum diameternya kecil digunakan untuk blok
subarakhnoid mengurangi resiko PDPH, jarum ini secara teknis sulit untuk
digunakan dan berkaitan dengan tingkat keberhasilan yang rendah dari anestesi
spinal, terutama di tangan yang kurang berpengalaman. Hal ini disebabkan oleh
kegagalan dalam mengenali pungsi dural sekunder untuk memperlambat aliran
melalui jarum kecil, menyebabkan tusukan berganda dan berulang. Insiden dari
PDPH dengan jarum Whitacre 25-gauge (tidak tajam) kurang daripada jarum
Quincke 27-gauge (tajam). Morbiditas terkait dengan lumbal pungsi dapat
dikurangi dengan pemilihan sebuah pengukur jarum yang tepat dan konfigurasi
ujung jarum.1,5
Sejak digunakan jarum pencil point pada anestetik obstetrik, yang paling
umum menyebabkan sakit kepala adalah tusukan dural tanpa disengaja dengan
jarum Tuohy selama penempatan epidural. Dalam penelitian, Choi dkk.
Menunjukkan bahwa pasien memiliki risiko 1,5% dan dari itu sekitar 50%
10
berkembang menjadi PDPH. Penelitian lain menunjukkan bahwa setelah tusukan
dural dengan jarum Tuohy, kejadian PDPH bisa lebih besar dari 70%.6
2.4 Diagnosis
11
hematoma, cerebral herniasi dan kematian merupakan komplikasi dari pungsi
dural.
Riwayat adanya pungsi dural dan gejala seperti sakit kepala pasca pungsi
dural, kekakuan pada leher dan adanya tanda neurologis mengkonfirmasikan
diagnosis PDPH. Bila terdapat keraguan dalam mendiagnosis PDPH, tes
tambahan dapat mengkonfirmasi secara klinis. Diagnosis lumbal pungsi dapat
terlihat dengan menurunnya tekanan CSS, protein CSS yang sedikit meningkat
dan peningkatan jumlah limfosit CSS. Pada pemeriksaan MRI menunjukkan
peningkatan difuse dural dengan bukti adanya “sagging brain” pada descent
brain, optic chiasm, dan brain stem dan pembesaran kelenjar pituitari. Pada CT
myelography, retrograde radionuclide myelography, dan cisternography dapat
digunakan menglokalisir CSS yang bocor pada spinal. 3,8
12
a) Mild PDPH : Sakit kepala sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari, pasien
tidak perlu beristirahat total di tempat tidur dan tidak ditemukan gejala
yang berhubugan dengan PDPH.
b) Moderat PDPH : Sakit kepala yang mengganggu aktivitas sehari-hari
dengan signifikan, pasien menghabiskan sebagian besar waktu di tempat
tidur dan dapat ditemukan gejala yang berhubungan dengan PDPH.
c) Severe PDPH: Sakit kepala yang sangat berat, pasien tidak dapat
beraktivitas, ada gejala yang berhubungan dengan PDPH.
Diagnosis sakit kepala pasca pungsi dural sering kali jelas dari riwayat
pungsi dural dan adanya nyeri postural yang berat. Namun, penting untuk
mempertimbangkan diagnosis banding karena patologi intracranial yang serius
mirip sebagai sakit kepala pasca pungsi dural. Seorang dokter harus ingat bahwa
hipotensi intrakranial dapat menyebabkan perdarahan intrakranial melalui
bridging dural veins apabila terlambat mendiagnosis dan melakukan penanganan
dapat menjadi kasus yang berbahaya. Diagnosis yang mirip dengan PDPH
meliputi tumor intrakranial, hematoma intrakranial, trombosis vena serebral,
migrain, meningitis dan sakit kepala yang tidak spesifik.3,8
13
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Konservatif
14
yang rendah bahwa kafein memberikan manfaat sementara pada PDPH, namun
sebuah tinjauan dari konsensus Amerika baru-baru ini menyimpulkan bahwa
kafein bermanfaat bagi PDPH tidak beralasan. Kafein dikaitkan dengan
kejadian buruk termasuk aritmia jantung dan kejang ibu. Dalam dosis tinggi (>
300mg) kafein bisa masuk ke ASI dan berpotensi menyebabkan iritabilitas
neonatal. 2,4,9
c. Gabapentin : Struktur analog asam gamma-aminobutyric dan modulasi
keluarnya eksitasi neurotransmiter berikatan dengan voltage-dependent
calcium channels. Gabapentin menurunkan keparahan dari PDPH yang tidak
berespon terhadap EBP. Sebagai tambahan menurunkan nyeri, mual dan
muntah akan menurun dibandingkan ergotamine tartrate dan kafein. Ero, dkk.
melaporkan hasil dari suatu studi acak, tersamar ganda, dengan kontrol plasebo
pada 20 pasien PDPH yang diberikan gabapentin 900 mg, 3 kali sehari selama
4 hari yang menunjukkan bahwa skor VAS nyeri secara bermakna lebih rendah
pada kelompok terapi gabapentin (p<0,05).1,2
d. Cosyntropin, bentuk sintesis dari hormon adrenokortikotropik, telah digunakan
dalam pengobatan PDPH refraktori. Hormon adrenokortikotropik diyakni
bekerja dengan merangsang kelenjar adrenal untuk meningkatkan produksi
CSS dan produksi -endorfin. Harus hati-hati digunakan pada pasien diabetes.5
e. Sumatripan : Jenis serotonin 1-d reseptor agonis (sumatriptan) efektif dalam
pengobatan PDPH, dengan gejala lengkap. Obat ini mahal dan efek samping
termasuk rasa sakit di tempat suntikan dan dada terasa sesak. Pasien yang
menerima sumatriptan 6 mg melalui rute subkutan, selama satu jam berikut
harus dilakukan pemantauan terhadap elektrokardiografi, tekanan darah dan
pulse oxymetri . Pengobatan menggunakan sumatriptan pada pasien dengan
penyakit jantung iskemik harus mendapat perhatian. Percobaan terkontrol
diperlukan untuk mengevaluasi lebih lanjut penggunaan sumatriptan untuk
pengobatan PDPH. Tren dari manajemen konservatif untuk blood patch telah
muncul dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini didasarkan pada
ketidakefektifan dari pengobatan konservatif. Sebagai contoh lebih dari 80%
pasien postpartum yang konservatif diobati masih akan merasakan sakit kepala
dalam satu minggu.1
15
2.6.3 Terapi Invasif
16
pada percobaan pertama. Namun adanya sakit kepala berat yang terus-menerus,
penyebab lain harus dipertimbangkan.3
17
diletakkan begitu saja atau menggunakan CT-guided percutaneous injection.
Bagaimanapun ada risiko pertumbuhan aseptik meningitis dari prosedur ini.
Selain itu, produsen baru baru ini diperingatkan terhadap beberapa tipe aplikasi
jaringan glue yang mungkin terpapar dengan jaringan saraf. 3
e. Intrathecal catheters
Setelah perforasi dural yang disengaja dengan jarum tuohy, disarankan agar
penempatan kateter spinal melalui perforasi dapat memicu reaksi inflamasi yang
akan menutup lubang. Penelitian histopatologi pada hewan dan manusia dengan
intrathecal kateter yang berkepanjangan ditemukan reaksi inflamasi pada tempat
kateter. Namun komplikasi neurologis seperti sindroma cauda equina dan infeksi
harus dieklusi dengan penggunaan kateter itrathecal. 9
f. Pembedahan
Terdapat laporan kasus mengenai kebocoran CSS yang persisten yang tidak
respon teradap terapi lain, sehingga ditangani dengan penutupan operasi perforasi
dural. Dan ini merupakan penanganan terakhir pada PDPH. 2
18
2.7 Prognosis
19
BAB III
SIMPULAN
Post dural puncture headache (PDPH) atau Nyeri kepala pasca-pungsi dural
merupakan salah satu komplikasi lumbal pungsi yang sering terjadi. Patogenesis
PDPH diperkirakan akibat kebocoran cairan serebrospinal ke dalam ruang
epidural melalui robekan dura yang dapat menyebabkan penurunan tekanan
intrakranial. Meskipun PDPH biasanya hilang spontan, tetapi PDPH dapat
mengganggu aktivitas pasien pascapungsi dural, sehingga perlu dilakukan
pencegahan dan penanganan. Penggunaan jarum dan teknik insersi yang baik
dapat membantu mengurangi kejadian PDPH. Metode terapi meliputi
penatalaksanaan konservatif dengan tirah baring dan hidrasi, penatalaksanaan
medis secara farmakologi dapat berupa pemberian analgetik, kafein, gabapentin
dan cosyntropin sedangkan berdasarkan terapi invasif dapat berupa epidural blood
patch, epidural saline, morpine epidural, fibrin glue, intrathecal kateter hingga
pembedahan. Dengan penggunaan peralatan teknik injeksi, dan metode terapi
yang tepat, maka PDPH dapat dicegah dan diterapi dengan prognosis yang baik
dengan pemulihan yang cepat.
20
Daftar Pustaka
21