Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HUBUNGAN ANTARA EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF DALAM KAITANNYA


DENGAN GOOD GOVERNANCE

Dosen Pembimbing :

Mahfuzat, S.Sos, M.Si

Di susun :

Ade Sofyan ( B 40119055 )

Ilmu Pemerintahan (B)

Program Studi Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Tadulako
Kata pengantar

Puji serta syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah berjudul ” Hubungan antara Eksekutif dan Legislatif
dalam kaitannya dengan Good Governance“ Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW serta keluarga dan para sahabatnya.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan, baik
mengenai materi maupun sistematika penulisan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan
penulis sendiri. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Daftar isi

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….  

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………….  

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang …………………………………………………………………………….  

B.    Tujuan………………………………………………………………………………………  

C.    Rumusan Masalah………………………………………………………………………….  

BAB II PEMBAHASAN

1.   Pengertian legislatif ……………………………………………………………….


2.   Pengertian eksekutif ………………………………………………………………
3.   Hubungan antara legislatif dan eksekutif …………………………………………           
4. Pemerintahan yang baik (Good Governance)……………………………………

BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan ……………………………………………………………………………..  

B.    Saran             ……………………………………………………………………………

     

DAFTAR PUSTAKA

 
BAB I

Pendahuluan 

A. Latar belakang

Arus reformasi yang melanda Indonesia memberikan perubahan yang mendasar terhadap format
kelembagaan negara republik ini. Salah satunya adalah adanya perubahan (amandemen) UUD 1945.
Implikasi dari perubahan ini yakni, tidak ada lagi status “lembaga tertinggi negara”. Lembaga
penyelenggara negara sekarang posisinya sejajar, sama-sama sebagai “lembaga negara”. Hubungan antar
lembaga negara menjadi horizontal tidak lagi vertical.

Dalam UUD 1945 pra-amandemen, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi “lembaga
tertinggi negara”, lembaga-lembaga negara dibawahnya menjadi “lembaga tinggi negara” seperti
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Mahkamah Agung
(MA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lembaga tinggi negara harus bertanggung jawab kepada
lembaga tertinggi negara. Kedaulatan rakyat yang dipegang oleh MPR dalam pelaksanaannya dijalankan
oleh lembaga negara dibawahnya (distribution of power) dan lembaga-lembaga negara tersebut
bertanggung jawab kepada MPR. Misalnya, Presiden sebagai mandataris MPR harus mempertanggung
jawabkan kinerjanya kepada MPR.

Dengan digelarnya UUD 1945 pasca amandemen selanjutnya ditulis UUD NRI 1945, status MPR
sebagai lembaga tertinggi negara dihapus. Posisi MPR sekarang menjadi lembaga tinggi negara sejajar
dengan lembaga tinggi negara lainnya. Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 mengatakan: “Kedaulatan berada
ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Setiap lembaga tinggi negara
mempunyai fungsi dan kerja masing-masing serta terdapat pemisahan kekuasaan (separation of power)
didalamnya. Lembaga tinggi negara yang satu tidak bertanggung jawab kepada lembaga tinggi negara
lainnya. Kinerja lembaga tinggi negara dipertanggung jawabkan kepada rakyat.
 

B. Tujuan

Makalah ini dibuat agar para mahasiswa bisa mengetahui apa sebenarnya dan bagaimana hubungan
legislatif dan eksekutif di pemerintahan pusat dan bagaimana kaitannya dengan good governance.
sehingga para mahasiswa bisa mengambil hal-hal positif yang ada dalam makalah ini dan bisa tahu secara
mendalam proses dan kegiatan yang dilakukan legislatif dan eksekutif.

C. Rumusan masalah

1. Pengertian legislatif
2. Pengertian eksekutif  
3. Hubungan antara legislatif dan eksekutif
4. Pemerintahan yang baik (Good Governance)
BAB II

PEMBAHASAN

1.      Pengertian Legislatif

Legislatif adalah badan deliberatif pemerintah dengan kuasa membuat hukum. Legislatif dikenal dengan


beberapa nama, yaitu parlemen, kongres, dan asembli nasional. Dalam sistem Parlemen, legislatif adalah
badan tertinggi dan menujuk eksekutif. Dalam sistem Presidentil, legislatif adalah cabang pemerintahan
yang sama, dan bebas, dari eksekutif. Sebagai tambahan atas menetapkan hukum, legislatif biasanya juga
memiliki kuasa untuk menaikkan pajak dan menerapkan budget dan pengeluaran uang lainnya. Legislatif
juga kadangkala menulis perjanjian dan memutuskan perang.

2.      Pengertian Eksekutif

Eksekutif adalah salah satu cabang pemerintahan yang memiliki kekuasaan dan bertanggungjawab untuk


menerapkan hukum. Figur paling senior dalam sebuah cabang eksekutif disebut kepala pemerintahan.
Eksekutif dapat merujuk kepada administrasi, dalam sistem presidensiil, atau sebagai pemerintah,
dalam sistem parlementer.
 
3.      Hubungan antara legislatif dan eksekutif

DPR sebagai lembaga legislatif adalah badan atau lembaga yang berwenang untuk membuat Undang-
Undang dan sebagai kontrol terhadap pemerintahan atau eksekutif, sedangkan Eksekutif atau Presiden
adalah lembaga yang berwenang untuk menjalankan roda pemerintahan. Dari fungsinya tersebut maka
antara pihak legislatif dan eksekutif dituntut untuk melakukan kerjasama, apalagi di Indonesia memegang
prinsip Pembagian Kekuasaan. Dalam hal ini, maka tidak boleh ada suatu kekuatan yang mendominasi.

Dalam setiap hubungan kerjasama pasti akan selalu terjadi gesekan-gesekan, begitu juga dengan
hubungan antara eksekutif dan legislatif. Legislatif yang merupakan wakil dari partai tentunya dalam
menjalankan tugasnya tidak jauh dari kepentingan partai, begitu juga dengan eksekutif yang meskipun
dipilih langsung oleh rakyat tetapi secara historis presiden memiliki hubungan dengan partai, presiden
sedikit banyak juga pasti mementingkan kepentingan partainya. Akibatnya konflik yang terjadi dari
hubungan eksekutif dan legislatif adalah konflik kepentingan antar partai yang ada.

Hubungan eksekutif dan legislatif pada masa sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945 atau
dengan kata lain pada masa Orde Baru, adalah sangat baik. Bisa dikatakan demikian karena hampir tidak
ada konflik antara Eksekutif dan Legislatif pada masa itu. Soeharto sebagai pemegang tampuk kekuasaan
pada masa itu menggunakan topangan superioritas lembaga eksekutif terhadap DPR dan peran dwifungsi
ABRI menghasilkan kehidupan politis yang stabil. DPR yang tentunya sebagian besar dari Fraksi
Golongan Karya, selalu ‘manut’ dengan apa yang ditentukan oleh Soeharto. Hal ini sangat berbeda
dengan masa setelah Orba, yaitu pada masa reformasi. Legislatif tidak mau lagi hanya berdiam diri,
menuruti segala apa yang dikatakan presiden. Bahkan cenderung kekuatan legislatif kini semakin kuat.
Hal ini bisa dilihat ketika DPR menjatuhkan impeachment terhadap Gus Dur.

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 mengenai pemilihan eksekutif dalam hal ini presiden dan wakil
presiden dan pemilihan legislatif dalam hal ini anggota DPR yang telah mengubah pola atau sistem yaitu
dengan pemilihan langsung oleh rakyat. Perubahan sistem pemilihan ini ternyata juga berpengaruh
terhadap relasi atau hubungan antara Presiden dengan anggota DPR itu sendiri. Pengaruh yang dimaksud
disini adalah tentang relasi antara Presiden dan anggota DPR yang tidak kunjung membaik. Dengan
pemilihan dari rakyat langsung, membuat Presiden dan anggota DPR merasa mempunyai legitimasi
ataupun mempunyai hak bahwa dirinya adalah wakil dari rakyat langsung dan merasa punya dukungan
penuh dari rakyat. Perasaan yang seperti ini, maka bisa jadi mendorong presiden menjadi kurang
bertoleransi dengan kelompok oposisi. Hal ini membuat keegoisan antara Presiden dan anggota DPR
menjadi semakin kuat. Bertolak dari pandangan Linz dan Cile tentang sistem multipartai dalam sistem
presidensil, maka bisa jadi hubungan yang tidak kunjung membaik antara presiden dengan legislative
karena sistem tersebut. Linz menyatakan bahwa jika dalam sistem seperti disebut di atas, maka hubungan
antara eksekutif dan legislative akan mengalami deadlock. Cile juga berpandapat serupa bahwa deadlock
bisa terjadi dan itu akan menghalangi proses demokrasi.

Hubungan atau relasi presiden dengan anggota DPR, bisa juga disebabkan oleh sistem presidensil pada
pemerintahan Indonesia. Disini dapat dijelaskan bahwa sistem presidensil yang tidak mengenal adanya
mosi tidak percaya, apabila suatu ketika ada konflik atau masalah dengan legislative, eksekutif tidak perlu
takut dengan adanya penggulingan kekuasaan, karena DPR tidak bisa memberikan mosi tidak percaya.
Dari sinilah, maka perselisihan antara presiden dengan anggota DPR bisa terus berlanjut tanpa ada suatu
‘ketakutan’ eksekutif akan kekuasaannya.

Adapun beberapa hubungan kerja antara legislatif dan eksekutif diantaranya :

1. Hubungan kerja adalah mengenai proses pembuatan undang-undang antara presiden dan DPR
yang diatur dalam pasal 20 ayat 2, 3, 4, dan 5. Yaitu setiap rancangan undang-undang harus dibahas oleh
presiden dan DPR untuk mendapat persetujuan bersama (ayat 2). Jika rancangan undang-undang itu tidak
mendapat persetujuan bersama, maka rancangan undang-undang itu tidak dapat diajukan lagi pada masa
persidangan itu (ayat 3). Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama,
(ayat 4) dan apabila presiden dalam waktu 30 hari setelah rancangan undang-undang itu disetujui
bersama, undang-undang itu sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan (ayat 5). Untuk
terbentuknya undang-undang, maka harus disetujui bersama antara presiden dengan DPR. Walaupun
seluruh anggota DPR setuju tapi presiden tidak, atau sebaliknya, maka rancangan undang-undang itu
tidak dapat diundangkan.

Selanjutnya mengenai fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPR. Yaiyu mengawasi presiden dan wakil
presiden dalam pelaksanaan kekuasaan eksekutif. Dan DPR dapat mengusulkan pemberhentian Presisiden
sebagai tindak lanjut pengawasan (pasal 7A).

Dalam bidang keuangan, RUU APBN diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD (pasal 23 ayat 2). Apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang
diusulkan presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun lalu (pasal 23 ayat 3).

            2. Hubungan kerja lain antara DPR dengan Presiden antara lain: melantik presiden dan atau wakil
presiden dalam hal MPR tidak dapat melaksanakan sidang itu (pasal 9), memberikan pertimbangan atas
pengangkatan duta dan dalam hal menerima duta negara lain (pasal 13), memberikan pertimbangan
kepada presiden atas pemberian Amnesti dan Abolisi (pasal 14 ayat 2), memberikan persetujuan atas
pernyataan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain (pasal 11), memberikan
persetujuan atas pengangkatan komisi yudisial (pasal 24B ayat 3), memberikan persetujuan atas
pengangkatan hakim agung (pasal 24A ayat 3).(“HUBUNGAN ANTARA LEGISLATIF DAN
EKSEKUTIF DI PEMERINTHAN PUSAT” 2013)
4. Pemerintahan yang baik (Good Governance)

good memiliki arti nilai yang menjunjung tinggi keinginan rakyat dan nilai yang dapat meningkatkan
kemampuan rakyat dalam mencapai kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan sosial.
Sedangkan governance memiliki arti seluruh mekanisme, proses, dan lembaga-lembaga di mana warga
dan kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi
kewajiban, serta menjembatani perbedaan-perbedaan di antara mereka. Good governance adalah suatu
kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama untuk mewujudkan kepemerintahan
yang baik secara umum.(Media t.t.)

Good governance (tata pemerintahan yang baik) sudah lama menjadi mimpi buruk banyak orang di
Indonesia. Kendati pemahaman mereka tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya
sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki
kualitas pemerintahan yang lebih baik. Banyak di antara mereka membayangkan bahwa dengan memiliki
praktik good governance yang lebih baik, maka kualitas pelayanan publik menjadi semakin baik, angka
korupsi menjadi semakin rendah, dan pemerintah menjadi semakin peduli dengan kepentingan warga.
Dewasa ini permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia semakin komplek dan semakin sarat.
Oknum-oknum organisasi pemerintah yang seyogyanya menjadi panutan rakyat banyak yang tersandung
masalah hukum. Eksistensi pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good governance yang
selama ini dielukan-elukan faktanya saat ini masih menjadi mimpi dan hanyalah sebatas jargon belaka.
Indonesia harus segera terbangun dari tidur panjangnya. Revolusi disetiap bidang harus dilakukan karena
setiap produk yang dihasilkan hanya mewadahi kepentingan partai politik, fraksi dan sekelompok orang.
Padahal seharusnya penyelenggaraan negara yang baik harus menjadi perhatian serius. Transparansi
memang bisa menjadi salah satu solusi tetapi apakah cukup hanya itu untuk mencapai good governance.
Sebagai negara yang menganut bentuk kekuasaan demokrasi. Maka kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar seperti disebutkan dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (2). Negara seharusnya memfasilitasi keterlibatan warga dalam proses
kebijakan publik. Menjadi salah satu bentuk pengawasan rakyat pada negara dalam rangka mewujudkan
good governance . Memang akan melemahkan posisi pemerintah. Namun, hal itu lebih baik daripada
perlakukan otoriter dan represif pemerintah. Terdapat tiga terminologi yang masih rancu dengan istilah
dan konsep good governance, yaitu: good governance (tata pemerintahan yang baik), good government
(pemerintahan yang baik), dan clean governance (pemerintahan yang bersih). Untuk lebih dipahami
makna sebenarnya dan tujuan yang ingin dicapai atas good governance, maka adapun beberapa pengertian
dari good governance , antara lain :

a) Menurut Bank Dunia (World Bank) good governance merupakan cara kekuasaan yang digunakan
dalam mengelola berbagai sumber daya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat.

b) Menurut UNDP (United National Development Planning) Good governance merupakan praktek
penerapan kewenangan pengelolaan berbagai urusan. Penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi
dan administratif di semua tingkatan. Dalam konsep di atas, ada tiga pilar good governance yang penting,
yaitu:

1) Kesejahteraan rakyat (economic governance);


2) Proses pengambilan keputusan (political governance);
3) Tata laksana pelaksanaan kebijakan (administrative governance).
Kunci utama memahami good governance, menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), adalah
pemahaman atas prinsip-prinsip yang mendasarinya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini didapat tolok ukur
kinerja suatu pemerintah. Prinsip-prinsip tersebut meliputi:

1) Partisipasi masyarakat: semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan


keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan yang sah yang
mewakili kepentingan mereka;
2) Tegaknya supremasi hukum: kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu,
termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia;
3) Transparasi: transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintah,
lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan
informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau;
4) Peduli dan stakeholder: lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintah harus berusaha
melayani semua pihak berkepentingan.
5) Berorientas pada consensus: tata pemerintahan baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang
berbeda demi terbangunnya suatu consensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi
kelompok- kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan
dan prosedur-prosedur;
6) Kesetaraan: semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau
mempertahankan kesejahteraan mereka;
7) Efektifitas dan efisiensi: proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai
kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal
mungkin;
8) Akuntabilitas: para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat
bertanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang
berkepentingan;
9) Visi strategis: para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan
atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang
dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut.(KHAMIM 2017)
BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan

Eksekutif dan legislatif merupakan lembaga penting yang dimiliki pemerintah untuk menjalankan roda
pemerintahan demi terwujudnya kemakmuran dan kenyamanan rakyat. Dalam hal ini eksekutif dan
legislatif harus bertanggung jawab dan bekerja sama. Karena Eksekutif dan legislatif merupakan wakil
rakyat yang telah dipilih langsung oleh rakyak guna menjalankan aspirasi rakyat yang telah dimandatkan
kepada mereka. Eksekutif dan legislatif harus benar-benar menjadi jembatan bagi rakyat terhadap
pemerintah dan bukan sebaliknya, eksekutif dan legislatif bukan selalu mementingkan kepentingan
partainya sendiri yang mengatas namakan pemerintah.

Good governance (tata pemerintahan yang baik) sudah lama menjadi mimpi buruk banyak orang di
Indonesia. Kendati pemahaman mereka tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya
sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki
kualitas pemerintahan yang lebih baik. Banyak di antara mereka membayangkan bahwa dengan memiliki
praktik good governance yang lebih baik, maka kualitas pelayanan publik menjadi semakin baik, angka
korupsi menjadi semakin rendah, dan pemerintah menjadi semakin peduli dengan kepentingan warga.

B.   Saran

Jika dalam makalah ini terdapat berbagai kesalahan,kekeliruhan dan kekurangan.Saya selaku Pemakalah


meminta maaf kepada para pembaca, selain itu saya menanti kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca, agar  kretivitas dan skill saya bisa lebih matang dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa
lebih baik.
 
Daftar Pustaka

“HUBUNGAN ANTARA LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DI PEMERINTHAN PUSAT.” 2013. Iwik on Naed (blog).
12 Desember 2013. https://onnaed.wordpress.com/2013/12/12/hubungan-antara-legislatif-
dan-eksekutif-di-pemerinthan-pusat/.
KHAMIM, M. 2017. http://repository.unissula.ac.id/8676/4/BAB%20I_1.pdf.
Media, Kompas Cyber. t.t. “Berita Terkini Hari Ini, Kabar Akurat Terpercaya.” KOMPAS.com. Diakses 9
April 2021. https://www.kompas.com/.

Anda mungkin juga menyukai