Anda di halaman 1dari 22

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Topik : Terapi Teknik Relaksasi Genggam Jari

Sasaran : Seluruh Pasien dan Keluarga Pasien

Hari/Tanggal : 05 Juli 2019

Waktu : 10.00 s/d 10.25 WIB

A. Latar Belakang

Apendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermikularis (sisa apex

sekum yangtidak memiliki fungsi) yang mengenai samua dinding organ (Price

& Wilson, 2015). Menurut Brunner & Suddarth (2011) apendiksitis

merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan

dari rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah abdomen

darurat. Apendiksitis dapat terjadi pada semua golongan usia, paling sering

terjadi antara usia 10–30 tahun, dengan presentasi pria lebih sering dari pada

wanita, dan remaja lebih sering daripada orang tua. Keluhan apendiksitis

biasanya berawal dari nyeri atau rasa tidak enak di sekitar umbilikus,

umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari, dan nyeri akan bergeser dalam

2–12 jam kekuadran kanan bawah, menetap dan diperberat bila berjalan.

Didapatkan juga adanya keluhan anoreksia, mual, muntah, demam

yang tidak terlalutinggi dan leukositosis sedang. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan nyeri tekan lokalpada titik McBurney, nyeri tekan lepas (rebound

tenderness), dan nyeri alih (referredpain). Pada apendiksitis yang sudah

mengalami perforasi muncul gejala berupa nyeri,nyeri tekan dan spasme,


disertai hilangnya rasa nyeri secara dramatis untuk sementara (Price &

Wilson, 2015) .

Penatalaksanaan apendisitis adalah dengan tindakan pembedahan

(apendiktomi). Apendiktomi yaitu operasi untuk mengangkat apendisitis yang

harus dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.

Apendiktomi dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode pembedahan,

yaitu secara tehnik terbuka /pembedahan konvensional (laparatomi) atau

dengan tehnik laparaskopi yangmerupakan tehnik pembedahan minimal

infasif dengan metode terbaru yang sangatefektif (Brunner & Suddarth, 2011).

Masa pemulihan pasien post operasi membutuhkan waktu yang

bervariasi. Menurut Mulyono (2008) dalam journal keperawatan (e-Kp)

volume 1 nomor 1, Agustus 2013, pemulihan pasien post operasi

membutuhkan waktu rata-rata 72,45 menit. Pada umumnya pasien akan

merasakan nyeri yang hebat pada 2 jam pertama pasca operasi dikarenakan

pengaruh obat anastesi mulai hilang. Sehingga selama periode pasca operasi

peran perawat sangat diperlukan dalam upaya memenuhi kebutuhan rasa

nyaman pasien dengan mengurangi/menghilangkan rasa nyeri pada pasca

operasi.

Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal dan bersifat

individual, sehingga tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama

dan tidak ada dua kejadiannyeri yang sama menghasilkan respon atau

perasaan yang identik pada individu. Hal tersebut yang menjadi dasar bagi

perawat untuk memberikan intervensi keperawatan dalam mengatasi nyeri

(Asmadi, 2008). Intervensi atau tindakan mandiri keperawatan yang dapat


dilakukan dalam mengurangi nyeri pada pasien dengan post operasi

apendiktomi salah satunya yaitu dengan mengajarkan tehnik relaksasi.

Tehnik relaksasi adalah tindakan relaksasi otot rangka yang dapat

menurunkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung

rasa nyeri (Tamsuri, 2007), bila tehnik relaksasi ini dilakukan dengan teratur,

klien berada pada posisi yangnyaman, dengan pikiran yang beristirahat dan

lingkungan yang tenang, maka tehnikrelaksasi akan sangat membantu

melawan keletihan dan ketegangan otot, sepertidiungkapkan Wong dan

Asmadi (2008). Hal ini telah dibuktikan dalam beberapapenelitian,

diantaranya penelitian oleh Anita Krestiana (2006) “Perbedaan

TehnikDistraksi dan Relaksasi Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri”

menjelaskan bahwatehnik ralaksasi pada pasien dengan post operasi dengan

nyeri skala sedang (4-6)akan mengalami penurunan intensitas nyeri secara

moderat sebesar 40%. Demikianjuga penelitian oleh Zees (2012) tentang

“Pengaruh Tehnik Relaksasi terhadapRespon Adaptasi Nyeri pada Pasien

Apediktomi” dan Suhartini Nurdin, dkk (2013)tentang “Pengaruh Tehnik

Relaksasi Terhadap Intesitas Nyeri pada Pasien PostOperasi Fraktur”

menyatakan bahwa pemberian tehnik relaksasi menurunkanintensitas nyeri

pada pasien post operasi.

Beberapa tehnik relaksasi yang sudah ada antara lain relaksasi otot,

relaksasikesadaran indera, relaksasi meditasi, yoga dan relaksasi hipnosa

(Utami, 2013). Namun dari beberapa pembahasan tentang tehnik relaksasi,

belum banyak bahasan /kajian tentang tehnik relaksasi genggam jari. Tehnik

ini tergolong baru dan masihawam. Liana (2008) menjabarkan bahwa


relaksasi genggam jari (finger hold) adalahsebuah tehnik relaksasi yang sangat

sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun,yang berhubungan dengan jari

tangan serta aliran energi di dalam tubuh kita.

Menggenggam jari sambil menarik napas dalam (relaksasi) dapat

mengurangi danmenyembuhkan ketegangan fisik dan emosi, karena

genggaman pada jari akanmenghangatkan titik keluar dan masuknya energi

pada meredian yang terletak padajari tangan kita, sehingga sumbatan di jalur

energi menjadi lancar. Rangsangan tersebut akan mengalirkan semacam

gelombang kejut atau listrik menuju otak. Gelombang tersebut diterima otak

dan diproses dengan cepat, lalu diteruskan menuju saraf pada organ tubuh

yang mengalami gangguan, sehingga sumbatan di jalur energi yang

mengakibatkan rasa nyeri menjadi lancar. Teori Liana telah dibuktikan oleh

IinPinandita dkk pada (2011) dalam penelitiannya tentang “Pengaruh Tehnik

Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien

Post Operasi Laparatomi”, bahwa teknik relaksasi genggam jari dapat

menurunkan intensitas nyeri pada pasien post operasi laparatomi.

Karena tehnik relaksasi genggam jari masih tergolong baru, awam dan

belum banyak penelitian tentangnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian ini di Rumah Sakit Tingkat III Dr. REKSODIWIRYO Padang tentang

teknik relaksasi genggam jari terhadap intensitas nyeri pasien post

apendiktomi. Sehingga perawat perlu memahami dan mengaplikasikan asuhan

keperawatan pada pasien stroke dengan benar, oleh karena itu maka

disusunlah Laporan Ilmiah Akhir ini yang lebih lanjut akan menguraikan
pengelolaan dan asuhan keperawatan tentang pemberian teknik relaksasi

genggam jari terhadap intensitas nyeri pasien post apendiktomi.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah dilakukan kegiatan penyuluhan selama 45 menit, diharapkan

pasien dan keluarga dapat mengerti, memahami teknik relaksasi genggam

jari terhadap intensitas nyeri pasien post apendiktomi.

2. Tujuan Khusus

Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan pasien mampu :

a. Menyebutkan pengertian terapi teknik relaksasi genggam jari

b. Menyebutkan tujuan terapi teknik relaksasi genggam jari.

c. Menyebutkan langkah-langkah teknik relaksasi genggam jari.

C. Pelaksanaan Kegiatan

Pokok bahasan : teknik relaksasi genggam jari terhadap intensitas nyeri

pasien post apendiktomi.

D. Sasaran dan Target

a. Sasaran

Semua pasien dan keluarga diruang rawat Rumah Sakit Tingkat III Dr.

REKSODIWIRYO Padang

b. Target

Keluarga dan pasien post apendiktomi.


E. Metode

1. Ceramah

2. Tanya jawab

F. Alat dan Media

1. Lembar balik

2. Leaflet

G. Waktu dan Tempat

1. Waktu

10.00 – 10.25 WIB

2. Tempat

Ruang rawat Rumah Sakit Tingkat III Dr. REKSODIWIRYO Padang

H. Pengorganisasian dan fungsinya/uraian tugas

a. Pengorganisasian

Penyaji : Ari Afrinanda, S.Kep

Moderator : Adzandri, S.Kep

Obeserver : Novalina, S.Kep

Fasilitator : Sasrawati, S.Kep

b. Uraian Tugas

1) Moderator

Tugas :

a) Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam

b) Memperkenalkan diri

c) Menjelaskan tujuan penyuluhan

d) Menyebutkan materi yang akan diberikan


e) Mengatur jalannya penyuluhan

f) Mengatur kontrak waktu

g) Menjadi penengah komunikasi antara peserta dengan pemberi

materi

h) Mengatur waktu penyuluhan

2) Penyaji

Tugas :

a) Menggali pengetahuan peserta tentang apendiksitis

b) Menyajikan materi penyuluhan

c) Mendorong dan meningkatkan kesadaran serta partisipasi peserta

dalam upaya mendorong dirinya sendiri dalam berperan terhadap

apendiksitis.

d) Menjawab pertanyaan dari peserta.

3) Observer

Tugas :

a) Mengamati dan menilai proses penyuluhan

b) Mengobservasi jalannya proses kegiatan.

c) Mencatat perilaku verbal dan nonverbal peserta diskusi selama

kegiatan penyuluhan berlangsung.

d) Melaporkan pada pembimbing tentang evaluasi dari hasil

penyuluhan.

4) Fasilitator

Tugas :

a) Menstimulasi peserta yang tidak aktif.


b) Menyiapkan tempat dan media sebelum mulai penyuluhan.

c) Mengatur teknik acara sebelum dimulainya penyuluhan

d) Membantu membaca menjawab pertanyaan dari peserta

e) Membagikan leaflet kepada peserta di akhir penyuluhan

c. Setting Tempat

Keterangan :

Audience Fasilitator

Moderator Observer

Penyuluh

I. Materi (Terlampir)

J. Kegiatan Penyuluhan

No Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Peserta Waktu


.
1. Pembukaan :
 Memberi salam  Menjawab salam 5 menit
 Menjelaskan kontrak  Mendengarkan
waktu, tujuan dan topik.
 Menjelaskan kontrak  Mendengarkan
bahasa.
 Menjelaskan tata tertib  Mendengarkan
penyuluhan.
2. Pelaksanaan : 15 menit
 Menggali pengetahuan  Mengemukakan
keluarga tentang pendapat
pengertian teknik
relaksasi genggam jari.
 Memberikan
reinforcement positif  Mendengarkan
 Menjelaskan pengertian
teknik relaksasi  Mendengarkan
genggam jari. penjelasan
 Menggali pengetahuan  Mengemukakan
keluarga tentang tujuan pendapat
latihan teknik relaksasi
genggam jari.
 Memberikan  Mendengarkan
reinforcement positif.
 Menjelaskan tujuan  Mendengarkan
latihan terapi teknik
relaksasi genggam jari.  Mengemukakan
 Menggali pengetahuan pendapat
keluarga tentang hal-hal
yang perlu diperhatikan
dalam terapi teknik
relaksasi genggam jari.
 Memberikan  Mendengarkan
reinforcement positif.
 Menjelaskan hal-hal  Mendengarkan
yang perlu diperhatikan
dalam teknik relaksasi
genggam jari.
 Menggali pengetahuan  Mengemukakan
keluarga tentang pendapat
langkah-langkah teknik
relaksasi genggam jari.
 Memberikan  Mendengarkan
reinforcement positif.
 Menjelaskan langkah-  Mendengarkan
langkah teknik relaksasi
genggam jari.
 Memberikan  Megemukakan pendapat
kesempatan audience
untuk bertanya.
 Memberikan  Mendegarkan
reinforcement positif
 Menjawab pertanyaan.  Mendengarkan

3. Penutup :
 Meminta peserta  Mengulang kembali 5 menit
mengulang kembali
materi yang telah
diberikan.
 Bersama peserta  Menyimpulkan
menyimpulkan materi.
 Memberi salam  Menjawab salam
K. Kriteria Evaluasi

1. Struktur

a. Setting waktu dan tempat sesuai rencana

b. Ketersediaan media dan alat sesuai rencana

c. Peserta hadir sesuai dengan yang diharapkan

d. Setting tempat yang aman, nyaman, dan tenang.

2. Proses

a. Kegiatan penyuluhan berlangsung tepat waktu

b. Peserta mengikuti jalannya penyuluhan sampai selesai

c. Selama penyuluhan peserta tidak ada keluar masuk

d. Peserta mengikuti penyuluhan secara aktif

3. Hasil

Peserta mampu :

a. Memahami pengertian apendiksitis

b. Memahami penyebab apendiksitis

c. Memahami tanda dan gejala apendiksitis

d. Memahami akibat lanjut apendiksitis

e. Memahami pengobatan dan pencegahan apendiksitis


MATERI

TERAPI KOGNITIF PERILAKU

A. Apendiksitis

1. Defenisi Appendicitis

Appendicitis adalah peradangan dari apendiks vervormis, dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat

mengenal semua umur baik laki – laki maupun perempuan, tetapi lebih

sering menyerang laki – laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer

dkk, 2013).

Appendicitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena

struktur yang terpuntir , apendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri

untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang, 2010). Appendicitis

merupakan inflamasi di apendiks yang dapat terjadi tanpa penyebab yang

jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya

apendiks atau pembuluh darahnya (Corwin, 2009).

Appendicitis akut merupakan radang akut pada apendiks

vermivormis, yang disebabkan oleh bakteri yang terjadi karena

penyebaran mikroorganisme secara hematogen atau limfogen, akibat

obstruksi lumen appendik sehingga terjadi perubahan patogenitas kuman

komensal (John Maa, 2008). Appendicitis juga dikenal sebagai penyebab

nyeri abdomen akut yang paling sering ditemukan dan memerlukan

tindakan bedah mayor segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya

berbahaya (Sandy, 2010).


Appendicitis adalah merupakan salah satu penyakit saluran

pencernaan yang paling umum ditemukan dan yag paling sering

memberikan keluhan abdomen yang akut. Appendiktomi adalah

pengangkatan apendiks terinflamasi dapat dilakukan pada pasien dengan

menggunakan pendekatan endoskopi, namun adanya perlengkapan

multiple posisi retroperitoneal dari appendiks atau robek perlu dilakukan

prosedur pembukaan (Wijaya dkk, 2013).

2. Klasifikasi Appendicitis

Klasifikasi menurut Rukmono (2011) terbagi menjadi dua yaitu :

a. Appendicitis akut.

Appendicitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat,

disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala

appendicitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri

viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering

disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam

beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc. Burney. Nyeri

dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan

nyeri somatik setempat.

Appendicitis akut dibagi menjadi :

1) Appendicitis Akut Sederhana

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa

disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen

apendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang


mengganggu aliran limfe, mukosa apendiks menebal, edema dan

kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri didaerah umbilikus,

mual ,muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan.

2) Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis).

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema

menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks

dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia

dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada diusus

besar berinvasi kedalam dinding apendiks menimbulkan infeksi

serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat

dan fibrin. Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema,

hiperemia, dan didalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.

Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri

tekan, nyeri lepas ditik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri

pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat

terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda – tanda

peritonitis umum.

3) Appendicitis Akut Gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri

mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain

didapatkan tanda – tanda supuratif, apendiks mengalami gangren

pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu , hijau

keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut


gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan

peritoneal yang purulen.

4) Appendicitis Infiltrat

Appendicitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang

penyebarannya dapat dibatas oleh omentum, usus halus, sekum,

kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa

flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.

5) Appendicitis Abses

Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi

nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum,

retrosekal, subsekal dan pelvikal.

6) Appendicitis Perforasi

Appendicitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah

gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut

sehingga terjadi peritonits umum. Pada dinding apendiks tampak

daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

b. Appendicitis Kronik.

Diagnosis appendicitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan

adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang

kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria

mikroskopik appendicitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding

apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya

jaringan perut dan ulkus lama di mukosadan adanya sel inflamasi

kronik. Insiden kronik antara 1 – 5%. Appendicitis kronik kadang –


kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut appendicitis kronik

dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya

pembentukan jaringan ikat.

3. Etiologi Appendicitis

Etiologi menurut NIC – NOC (2013), penyebab terjadi

appendicitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun

apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari yang normalnya

dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir kesekum. Hambatan

aliran lendir kemuara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis.

Selain itu hiperplasi limfe, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula

menyebabkan penyumbatan. Penyebab lain dari appendicitis adalah

ulserasi pada mukosa, obstruksi pada kolon oleh fekalit (feses yang

keras), pemberian barium, berbagai macam penyakit cacing, tumor,

striktur karena fibrosis pada dinding usus (Wijaya dkk, 2013).

4. Manifestasi Klinis Appendicitis

Manifestasi klinis dari appendicitis adalah sebagai berikut :

a. Nyeri pindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat bila

berjalan atau batuk) dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum

lokal dititik Mc. Burney (nyeri tekan dan nyeri lepas).

b. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

c. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan

d. Nyeri kanan bawah bila tekanan sebelah kiri dilepas

e. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti tarik napas

dalam, berjalan, dan batuk


f. Nafsu makan menurun

g. Demam yang tidak terlalu tinggi

h. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang – kadang terjadi diare.

Gejala – gejala permulaan pada appendicitis yaitu nyeri atau

perasaan tidak enak pada sekitar umbilikus diikuti oleh anoreksia, nausea

dan muntah, gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 – 2 hari. Dalam

beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan mungkin

terdapat nyeri tekan sekitar titik Mc. Burney, kemudian dapat timbul

spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan

leukosit meningkat bila ruptur apendiks terjadi sering sekali hilang secara

dramatis untuk sementara (Wijaya dkk, 2013).

5. Komplikasi Appendicitis

Komplikasi – komplikasi dariappendicitis menurut (Wijaya dkk,

2013) adalah sebagai berikut :

a. Perforasi

Insidens perforasi 10% - 32%, rata – rata 20%, paling sering terjadi

pada usia muda sekali atau terlalu tua, perforasi timbul 93% pada

anak – anak dibawah 2 tahun antara 40% - 75% kasus usia diatas 60

tahun ke atas. Perforasi jarang timbul dalam 12 jam pertama sejak

awal sakit, tetapi insiden meningkat tajam sesudah 24 jam.

Perforasi 70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,5°C tampak

toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis meningkat akibat

perforasi dan pembentukan abses.

b. Peritonitis
Adalah trombofebitis septik pada sistem vena porta ditandai dengan

panas tinggi 39°C - 40°C menggigil dan ikterus merupakan penyakit

yang relatif jarang (Wijaya dkk, 2013).

6. Penatalaksanaan Appendicitis

Penatalaksanaan appendicitis yaitu :

a. Sebelum Operasi

1) Observasi

Dalam 8 – 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala

appendicitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi

ketat perlu dilaksanakan. Pasien diminta melakukan tirah baring

dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai

adanya appendicitis ataupun perotinitis lainnya. Pemeriksaan

abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung

jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak

dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.

Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi

nyeri didaerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya

keluhan.

2) Antibiotik

Appendicitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan

antibiotik, kecuali appendicitis ganggrenosa atau appendicitis

perporasi. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik

dapat mengakibatkan abses dan perforasi.


b. Operasi

1) Apendiktomi

2) Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perporasi bebas,

maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.

3) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya

mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase

dalam jangka waktu beberapa hari.

4) Pasca operasi

Dilakukan observasi tanda – tanda vital untuk mengetahui

terjadinya perdarahan didalam, syok, hipertermia atau

pernapasan, angka sonde lambung bila pasien sudah sadar,

sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah, baringkan

pasien dalam posisi terlentang. Pasien dikatakan baik bila dalam

12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu pasien dipuasakan, bila

tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau

peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali

normal. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk

tegak ditempat tidur 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan

untuk duduk di luar kamar.

(Wijaya dkk, 2013).

B. Teknik Relaksasi Genggam Jari.

Menurut Tamsuri (2013), relaksasi adalah tindakan relaksasi otot

rangka yang dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merileksasikan

ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Menurut Liana (2008), teknik
relaksasi genggam jari (finger hold) merupakan teknik relaksasi dengan jari

tangan serta aliran energi didalam tubuh.

Relaksasi genggam jari menghasilkan impuls yang dikirim melalui

serabut saraf aferen non-nosiseptor. Serabut saraf non-nosiseptor

mengakibatkan “gerbang” tertutup sehingga stimulus pada kortek serebri

dihambat atau dikurangi akibat counter stimulasi relaksasi dan mengenggam

jari. Sehingga intensitas nyeri akan berubah atau mengalami modulasi akibat

stimulasi relaksasi genggam jari yang lebih dahulu dan lebih banyak mencapai

otak (Pinandita, 2012).

Relaksasi genggam jari dapat mengendalikan dan mengembalikan

emosi yang akan membuat tubuh menjadi rileks. Adanya stimulasi pada luka

bedah menyebabkan keluarnya mediator nyeri yang akan menstimulasi

transmisi impuls disepanjang serabut aferen nosiseptor ke substansi gelatinosa

(pintu gerbang) di medula spinalis untuk selanjutnya melewati thalamus

kemudian disampaikan ke kortek serebri dan di interpretasikan sebagai nyeri

(Pinandita, 2012).

Penelitian Sofiyah (2014) mengenai pengaruh teknik relaksasi

genggam jari terhadap perubahan skala nyeri pada pasien post operasi sectio

caesarea, menunjukkan hasil nilai p value 0.000, ada perbedaan yang

signifikan skala nyeri sesudah diberikan teknik relaksasi genggam jari antara

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.


C. Langkah – Langkah Teknik Relaksasi Genggam Jari.

Gambar 2.5
Teknik Relaksasi Genggam Jari

Menurut penelitian Iin Piandita (2012) prosedur teknik ini

dilakukan pada pasien post operasi laparatomi pada hari pertama, sekitar

7-8 jam setelah pemberian analgetik, pasien dalam keadaan sadar dan

kooperatif saat akan dilakukan tindakan. Lakukan pengkajian nyeri

terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan. Langkah prosedurnya

adalah:

1. Jelaskan tindakan dan tujuan tindakan yang akan dilakukan pada pasien

serta menanyakan kesediannya.

2. Posisikan pasien dengan berbaring lurus di tempat tidur, minta pasien

untuk mengatur nafas dan merilekskan semua otot.


3. Perawat berada di samping pasien, relaksasi dimulai dengan

menggenggam ibu jari pasien dengan tekanan lembut.

4. Pasien diminta untuk mengatur nafas dengan hitungan teratur.

5. Genggam ibu jari selama kurang lebih 1-2 menit dengan bernafas secara

teratur, untuk kemudian seterusnya satu persatu beralih ke jari selanjutnya

dengan rentang waktu yang sama.

6. Setelah kurang lebih 10 menit, alihkan tindakan untuk tangan yang lain.

7. Session selesai dengan menanyakan kembali bagaimana tingkat intensitas

nyeri yang dirasakan pasien setelah dilakukan tindakan.

8. Rapikan pasien dan tempat tidur.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2011. Diagnosis Keperawatan NANDA NIC-. NOC.Edisi


Revisi.Jakarta : EGC

Chang, 2010. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik. Keperawatan, 112-113. Jakarta


: EGC

Corwin. 2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Aditya Media

Eylin. 2009.Karakteristik pasien dan diagnosis histologi pada kasus apendisitis


berdasarkan data registasi di departemen patologi anatomi fakultas
kedokteran universitas indonesia rumah sakit umum pusat nasional cipto
mangunkusumo pada tahun 2003-2007

Iin Pinandita dkk pada. 2011. Pengaruh Tehnik Relaksasi Genggam Jari
Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi
Laparatomi. Jurnal Penelitian

Judha. 2012.Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri. Persalinan, Nuha Medika:


Yogyakarta.

Liana. 2008. Teknik Relaksasi Genggam Jari Untuk Keseimbangan Emosi.


http://www.pembelajar.com/teknik-relaksasi-genggam-jari-
untukkeseimbangan-emosi

Mansjoer dkk. 2013.Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media.


Aesculapius

Mubarak dan Chayatin. 2014. Buku Ajar Keperawatan Komunitas 2 Teori dan
Aplikasi Dalam Praktek. Jakarta: Sagung Seto.

Suhartini Nurdin, dkk . 2013. Pengaruh Tehnik Relaksasi Terhadap Intesitas


Nyeri pada Pasien PostOperasi Fraktur. Jurnal Penelitian

Tamsuri, 2007. Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai