Anda di halaman 1dari 10

Lex Privatum Vol. VIII/No.

2/Apr-Jun/2020

TANGGUNGJAWAB PARA PIHAK DALAM diangkut tersebut serta membayar biaya


PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG pengapalanya.
MELALUI LAUT1 Kata kunci: Tanggungjawab Para Pihak,
Oleh: Muhamad Rizal Aljufri2 Perjanjian, Pengangkutan Barang, Laut
Godlieb N. Mamahit3
Meiske T. Sondakh4 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
ABSTRAK Pengangkutan sebagai alat fisik merupakan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk bidang yang sangat vital dalam kehidupan
mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian masyarakat. Dikatakan sangat vital karena
pengangkutan barang melalui laut dan keduanya saling empengaruhi, dan
bagaimana tanggung jawab para pihak atas menentukan dalam kehidupan sehari-hari.
kerugian dalam pelaksanaan perjanjian Pengangkutan atau sistem transportasi itu
pengangkutan barang melalui laut. Dengan sendiri mempunyai peranan yang sangat
menggunakan metode penelitian yuridis penting dan strategis dalam memperlancar arus
normatif, disimpulkan: 1. Perjanjian barang dan lalulintas orang yang timbul sejalan
pengangkutan terjadi karena adanya dengan perkembangan masyarakat dan
kesepakatan antara pengirim (shipper) dengan semakin tingginya mobilitas, sehingga
pengangkut (carrier), dimana pengangkut menjadikan pengangkutan itu sendiri sebagai
mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan suatu kebutuhan bagi masyarakat.
pengangkutanya ketempat tujuan tertentu dan Dengan meningkatnya kebutuhan
pihak pengirim mengikatkan dirinya untuk masyarakat akan sarana transportasi ini, maka
membayar ongkosnya. Dan sebagai tanda sedikit banyak akan berpengaruh terhadap
terimanya carrier akan menerbitkan Bill of perkembangan di bidang pengangkutan itu
Lading yang merupakan dokumen sendiri yang mendorong perkembangan
pengangkutan itu sendiri. Bill of Lading dibidang teknologi, sarana dan prasarana
mempunyai arti yang sangat penting baik bagi pengangkutan, ilmu pengetahuan yang
pengangkut maupun bagi pengirim sehingga mempelajari tentang pengangkutan, serta
kesalahan pertulisan data pada bill of lading hukum pengangkutan, disamping tidak dapat
akan menempatkan pengangkut pada dihindari pula timbulnya berbagai
tanggungjawab yang seharusnya tidak perlu permasalahan yang diakibatkan dengan adanya
terjadi. 2. Di dalam perjanjian pengangkutan pengangkutan itu sendiri. Transportasi yang
laut, ada dua pihak yang terkait yaitu pengirim semakin maju dan lancarnya pengangkutan,
barang ( shipper ) dan pengangkut ( carrier) sudah pasti akan menunjang pelaksanaan
dimana keduanya mempunyai tanggung jawab pembangunan yaitu berupa penyebaran
yang berbeda. Tanggung jawab itu sendiri pada kebutuhan pembangunan, pemerataan
hakekatnya terdiri dari dua aspek yaitu yang pembangunan, dan distribusi hasil
bersifat kewajiban (responsibility) dan tanggung pembangunan di berbagai sektor ke seluruh
jawab ganti rugi (liability). Sebagai pengangkut pelosok tanah air, misal sector industri,
berkewajiban menyelenggarakan pengangkutan perdagangan, pariwisata dan pendidikan.
dan menjaga keselamatan barang yang Transportasi ditinjau dari sudut Geografis,
diangkut hingga diserahkan pada penerima dapat dibagi sebagai berikut:
barang di pelabuhan tujuan. Sedangkan a. Angkutan antarbenua;
tanggung jawab pengirim adalah memberikan b. Angkutan antarkontinental;
informasi yang sebenar-benarnya mengenai c. Angkutan antarpulau;
sifat, jenis dan jumlah barang yang akan d. Angkutan antarkota;
e. Angkutan antardaerah;

1 Artikel Skripsi
2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM
15071101251
3 Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum

4 Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum

116
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

f. Angkutan didalam kota ( intra city Negara lainya. Di dalam dunia perniagaan,
transportation atau urban transportasi laut atau samudera juga semakin
transportation).1 diminati oleh masyarakat karena lebih
Jika dilihat dari sudut teknis dan angkutanya, menguntungkan apabila dibandingkan dengan
maka transportasi dapat pula dirinci menurut pengangkutan melalui udara dan darat.
jenisnya sebagai berikut : Atas dasar pemikiran diatas penulis tertarik
a. Angkutan Jalan Raya atau Highway melakukan penulisan skripsi ini dengan judul:
transportation (road transportation). Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian
b. Pengangkutan Rel (rail transportation. Pengangkutan Barang Melalui Laut.
c. Pengangkutan melalui air di pedalaman
(inland transportation). B. Perumusan Masalah
d. Pengangkutan pipa (pipe line 1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian
transportation). pengangkutan barang melalui laut?
e. Pengangkutan laut dan samudera (ocean 2. Bagaimana tanggung jawab para pihak
transportation). atas kerugian dalam pelaksanaan
f. Pengangkutan udara (transportation by perjanjian pengangkutan barang melalui
air atau air transportation).2 laut?
Adapun tranportasi melalui air dapat di
klasifikasikan pada dua golongan besar, yaitu C. Meode Penelitian
transportasi air di pedalaman (inland water Metode pendekatan yang dipakai dalam
transportation) dan tranportasi Laut (ocean penelitian ini adalah metode pendekatan
transport). Dalam transpor air pedalaman itu yuridis empiris. Pendekatan yuridis digunakan
meliputi transpor yang memakai jalan sungai, untuk menganalisis berbagai peraturan
danau, dan kanal yang terdapat di dalam batas Perundang-undangan tentang Perjajnian
wilayah Negara yang bersangkutan. Sedangkan Pengangkutan Laut. Sedangkan pendekatan
transpor laut meliputi transpor pelayaran Empiris digunakan untuk menganalisis hukum
pantai dan pelayaran samudera, berarti bukan semata-mata sebagai suatu seperangkat
meliputi transpor antar Negara yang melewati atau Perundang-undangan yang bersifat
batas Negara yang bersangkutan.3 Sedangkan normatif saja akan tetapi hukum dilihat sebagai
secara garis besarnya moda pengangkutan perilaku masyarakat, selalu berinteraksi dan
dapat diklasifikasikan sebagai berikut ; berhubungan dengan aspek kemasyarakatan,
1. Pengangkutan Darat. seperti politik, ekonomi, social dan budaya.
a. Pengangkutan melalui jalan (raya) Berbagai temuan lapangan yang bersifat
b. Pengangkutan dengan kereta api individual akan dijadikan bahan utama dalam
2. Pengangkutan Laut. mengungkapkan permasalahan yang diteliti
3. Pengangkutan Udara.4 dengan berpegang pada ketentuan yang
Dari ketiga macam moda angkutan tersebut normative.6
diatas, pengangkutan melalui laut mempunyai
peran yang sangat penting mengingat ¾ luas HASIL PEMBAHASAN
dari permukaan bumi adalah berupa perairan. A. Kebijakan Dalam Pelaksanaan Perjanjian
Peranan pengangkutan laut juga menjadi Pengangkutan Barang Melalui Laut
sangat penting di Negara/daerah yang Didalam perjanjian pengangkutan terlibat
berkepulauan, bersungai dan berdanau, bahkan dua pihak, yaitu :
untuk menghubungkan Negara satu dengan 1. Pengangkut
2. Pengirim barang/ Penumpang.10

1 Prof.Drs.H.Rustian Kamaluddin, Ekonomi Transportasi


Karasteristik, Teori, dan Kebijakan. Ghalia Indonesia,
halaman 16. 6 Ronny Hanintijo Soemitro, 1985, Metodologi Penelitian
2 Prof.Drs.H.Rustian Kamaluddin, Ibid. Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia, hal 78
3 Prof.Drs.H.Rustian Kamaluddin, Ibid , hal 66 10 Ridwan Khairandy,S.H., M.H.,Machsun Tabroni, S.H.,
4 Ridwan Khairandy,S.H., M.H.,Machsun Tabroni, S.H., M.HUM., Ery Arifuddin,S.H.,M.H.,Djohari Santoso,
M.HUM., Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1, S.H.,S.U., Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1,
Gama Media, Yogyakarta, 1999, hal 96. Gama Media, Yogyakarta, 1999, hal 196.

117
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

Penerima barang dalam kerangkan dikarenakan kesulitan-kesulitan yang


perjanjian pengangkutan tidak menjadi pihak. menyangkut masalah volume, waktu dan
Penerima merupakan pihak ketiga yang keamanan barang. Dalam sistem konvensional
berkepentingan atas penyerahan barang.11 pengangkutan barang hanya dapat dilakukan
Pengaturan pengangkutan laut di Indonesia dalam jumlah besar bahkan tak jarang harus
diatur dalam berbagai macam peraturan antara menyewa atau mencharter satu kapal penuh
lain : dalam hal pengirim dalam suatu daerah tidak
a. KUHD, Buku II Bab V, tentang perjanjian ada kombainnya. Hal ini menjadi sangat tidak
charter kapal. efektif dan efisien dikarenakan harga
b. KUHD, Buku II Bab Va, tentang pengiriman mungkin menjadi sangat mahal jika
pengangkutan barang-barang. barang cuma sedikit sedangkan pengirim
c. KUHD, Buku II Bab Vb, tentang terpaksa harus menyewa kapal atau bahkan
pengankutan orang. pengiriman barang menjadi sangat lama karena
d. Peraturan khusus seperti : pengirim menunggu sampai mendapat
• Inpres No.3 tahun 1991, tentang kombain.
Kebijaksanaan Kelancaran Arus Dengan kesulitan kesulitan seperti di atas
Barang Untuk Menunjang Kegiatan maka kemudian sistem General cargo lebih
Ekonomi. diminati oleh para pengirim. Dengan sistem ini
• Peraturan Pemerintah No.17 tahun memungkinkan pengirim mengirim barang
1988 tentang Penyelengaraan dan dalam jumlah sedikit dan tidak harus menunggu
Pengusahaan Angkutan Laut. terlalu lama karena jika pengirim menghendaki
• Paket Kebijaksanaan 21 November mengirim barang, tidak harus mencarter satu
1988. kapal tetapi cukup dengan menggunakan media
e. Peraturan di luar KUHD yang di sebut dengan petikemas atau
Peraturan di luar KUHD: kontainer.
• Indonesia Scheepvaarwet 1936 Petikemas (container) adalah satu kemasan
(Undang-Undang tetang Pelayaran yang dirancang secara khusus dengan ukuran
Indonesia 1936), S.1936-700 bad-s, tertentu, dapat dipakai berulangkali,
1984-224. dipergunakan untuk menyimpan dan sekaligus
• Scheevaartverordering 1936 untuk mengangkut muatan yang ada
(Peraturan Pemerintah tentang didalamnya.13 Filosofi di balik petikemas adalah
Pelayaran Indonesia 1936), S. 1936- membungkus atau membawa muatan dalam
703 bsd S. 1937-446, 609, S. 1940-52, peti-peti yang sama dan membuat semua
LN 1956-31, LN 1958-74. kendaraan dapat mengangkutnya sebagai satu
• PP nomor 17 tahun 1988.12 kesatuan , baik kendaraan itu berupa kapal laut,
Namun di Indonesia hukum pengangkutan kereta api, truk, atau angkutan lainya. Dan
laut telah mengalami beberapa perubahan yang dapat membawa secara cepat, aman, efisien,
terakhir dengan kekuatan ordonansi tanggal 4 atau bila mungkin dari pintu ke pintu ( door to
Februari 1933 (S. 1933-47 jis 38-1 dan 2) mulai door).
berlaku pada tanggal 1 April 1938, ketentuan- Menurut Peraturan Pemerintah Republik
ketentuan peralihan ordonansi ini bisa Indonesia No 15 /2002 tetang perkapalan, pasal
ditemukan di Engelbrecht 1956 halaman 1032 1 ayat 12, petikemas adalah bagian dari alat
atau Engelbrecht 1950 halaman 743. angkut yang berbentuk kotak serta terbuat dari
Pada mulanya semua pengiriman barang bahan yang memenuhi syarat, bersifat
melalui laut di lakukan dengan sistem permanen dan dapat dipakai berulang-ulang,
konvensional atau curah. Akan tetapi kemudian yang memiliki pasangan sudut dan dirangcang
sistim ini kurang diminati oleh masyarakat secara khusus untuk memudahkan angkuatan
barang dengan satu atau lebih moda
transportasi, tanpa harus dilakukan muatan
11 H.M.N. Purwosutjipto, SH. . Pengertian Pokok Hukum
Dagang Indonesia, Jilid 5, Djambatan, 1985, halaman 173.
12 Engelbrecht 1956 hal1032 atau Engelbrecht 1950 hal 13 Capt.R.P.Suyono, Shipping Pengangkutan Intermodal
743. 24 Elspor Impor Melalui Laut, Jakarta, PPM, 2003, hal 179.

118
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

kembali. Agar pengoperasian petikemas dapat oleh pengangkut dan pengirim secara timbal
berjalan dengan baik, maka semua pihak yang balik dengan cara antara lain:
terlibat harus menyetujui agar ukuran-ukuran a. Penawaran dari pihak pengangkut
dari petikemas harus sama dan sejenis serta Cara terjadinya perjanjian pengangkutan
serta mudah diangkut. dapat secara langsung antara pihak-
Meskipun ukuran petikemas dari luar adalah pihak, atau secara tidak langsung dengan
sama atau seragam, namun petikemas menggunakan jasa perantara
dikeluarkan dalam beberapa fariasi sesuai (ekspeditur). Apabila perjanjian
kegunaanya. Fariasi tersebut dapat dilihat pengangkutan dilakukan secara langsung,
berdasarkan bentuk, ukuran, barang yang maka pihak pengangkut langsung
dimuat, dan cara pengisian muatan menghubungi pengirim, dimana
kedalamnya. Ada petikemas yg berbentuk pengangkut juga
tabung, kotak dan flat, ada yang berbentuk mengumumkan/mengiklankan
besar dan kecil, ada yang memuat barang kedatangan dan keberangkatan kapalnya,
padat, cair maupun curah. Ada yang dapat diisi sehingga pengirim barang menyerahkan
dari depan, dari samping, atau dari atas,juga barangnya kepada pengangkut untuk
ada yang khusus dilengkapi pendingin untuk diangkut.
muatan beku. b. Penawaran dari pihak pengirim
Dalam pengangkutan laut, identitas barang Apabila penawaran dilakukan oleh
muatan dicantumkan suatu surat berharga yang ekspeditur, maka ekspeditur
disebut konosemen atau bill of lading. menghubungi pengangkut atas nama
Konosemen atau bill of lading inilah yang pengirim barang. Kemudian pengirim
disebut dengan surat muatan.15 Dalam barang menyerahkan barang pada
konosemen memuat identitas kepada siapa ekspeditur untuk diangkut. Setelah
barang-barang itu harus diserahkan. terjadi kesepakatan antara kedua belah
Konosemen dapat diterbitkan atas pengganti pihak mengenai segala kondisi, maka
atau atas tunjuk. Selain itu konosemen juga pengangkutan dimulai dengan diawali
harus memuat identitas barang yang akan membuat perjanjian pengangkutan itu
diangkut itu dan pencatatan itu seberapa sendiri.17
mungkin hendaknya diperinci guna mencegah Dalam pengangkutan laut timbul suatu
timbulnya kemungkinan perselisihan mengenai perjanjian timbal balik antara pengangkut
identitas barang-barang angkutan itu pada saat dengan pengirim. Dari adanya perjanjian
penyerahannya. Biasanya di dalam konosemen pengangkutan laut tersebut menimbulkan hak
atau bill of lading diterangkan tentang keadaan dan kewajiban bagi pengangkut dan pengirim.
waktu barang diterima untuk diangkut dengan Pengangkut mempunyai kewajiban untuk
menentukan klausula receive for shipment in menyelenggarakan pengangkutan barang dan
apparent good order and condition, dan dengan atau orang dari satu tempat ke ketempat
adanya keterangan itu menjadi bukti tentang tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan
keadaan barang.16 pengirim mempunyai kewajiban untuk
Terjadinya perjanjian pengangkutan barang membayar angkutan. Antara pengangkut dan
melalui laut akan terlibat pihak pihak yang pengirim sama-sama saling mempunyai hak
terkait di dalam perjanjian pengangkutan laut untuk melakukan penuntutan apabila salah satu
adalah pihak pengirim barang dan pengangkut. pihak tidak memenuhi prestasi.
Dimana terjadinya perjanjian pengangkutan itu Terselengaranya pengangkutan itu karena
diawali dengan serangkaian perbuatan tentang adanya perjanjian pengangkutan yaitu antara
penawaran dan permintaan yang dilakukan pengangkut dengan pengirim atau pemakai
jasa. Sifat perjanjian adalah konsinsual. Dan
sebagai tanda buktinya adalah dokumen
pengangkutan yang disebut konosemen atau
15 Wiwoho Soedjono, Hukum Pengangkutan Laut di
Indonesia dan perkembangannya, Liberty, Yogyakarta,
1987, hal 89. 17Abdulkadir Muhammad, hukum Pengangkutan Darat,
16 Ibid, hal 94 Laut dan Udara, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991, hal 97.

119
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

bill of lading.18 Bill of lading juga merupakan konosemen dikeluarkan kepada pihak ketiga
tanda pengiriman barang-barang yang dengan tujuan berdasarkan surat-surat itu agar
diberikan pengangkut (carrier) kepada pengirim pihak ketiga tersebut menerima bagian barang-
barang atau shipper. Isinya menyatakan bahwa barang yang tercantum dalam konosemen
barang tersebut telah diterima dan disetujui (Pasal 510 ayat 2 KUHD).
oleh pengangkut untuk diangkat ke pelabuhan Mengenai dokumen angkutan, The Hague
tujuan dan diserahkan kepada penerima barang Rules 1924 juga mengaturnya. Dalam Pasal 1 (b)
(consignee) yang ditunjuk oleh pengirim menyebutkan bahwa The Hugue Rules hanya
barang. Surat muatan atau konosemen atau bill akan berlaku bila dalam penyelenggaraan
of lading diatur dalam KUHD, juga dalam The pengangkutan dikeluarkan biil of lading atau
Hague Rules dan dalam The Hamburg Rules. dokumen yang semacam.
Adapun pengertian dari Bill Of Lading (B/L)/ Bill of Lading merupakan perjanjian yang
Konosemen adalah dokumen pengankutan sifatnya unilateral (sepihak) karena perjanjian
barang yang didalamnya memuat informasi ini mengatakan secara sepihak bahwa semua
lengkap mengenai nama pengirim, nama kapal, syarat yang tercantum di dalam B/L hanya
data muatan, pelabuhan muat dan pelabuhan ditentukan oleh satu pihak, yaitu pengangkut
bongkar, rincian freight, dan cara akan tetapi berlaku juga bagi pihak-pihak lain
pembayaranya, nama consignee (penerima) yang tersangkut didalamnya. Seperti shipper
atau pemesan, jumlah B/L yang harus maupun consignee. Hal ini tertera dalam
ditandatangani, dan tanggal penandatanganan. cassatoria clause yang terdapat dalam B/L dan
Didalam KUHD pengertian konosemen isinya sebagai berikut : 40 “In accepting this B/L
terdapat dalam Pasal 506, yaitu : “Konosemen the shipper, consignee and the owners of the
adalah sepucuk surat yang ditanggali, dimana goods and the holder of this B/L, expressesly
pengangkut menyatakan bahwa ia telah accepts and agrees to all stipulation, onditioan,
menerima barang-barang tertentu untuk whether written, printed, stamped or
diangkutnya ke suatu tempat tujuan tertentu incorporated on the front of back hereof.”19
yang ditunjuk dan disana menyerahkannya Yang artinya antara lain : Dengan menerima
pada orang yang ditunjuk, beserta dengan janji- surat muatan ini (B/L) maka pengirim, penerima
janji apa penyerahan akan terjadi.” atau pemilik dan pemegang surat muatan ini
Konosemen dikeluarkan oleh pengangkutan dengan tegas menyetujui semua ketetapan dan
dan diberikan kepada pengirim barang sesudah persyaratan baik yang tertulis , tercetak
barang tersebut dimuat diatas kapal. Pengirim maupun yang disetempel atau yang dimuat
setelah menerima konosemen dari pengangkut, pada bagian muka atau belakang surat muatan
maka ia kemudian mengirimkan konosemen asli ini.
kepada pihak penerima secara langsung atau Kesimpulanya bahwa barang siapa
melalui sebuah bank dan kalau hal itu terjadi menghendaki barang muatanya diangkut oleh
maka hilanglah hak pengirim atau barang- perusahaan pelayaran maka harus tunduk
barang dan haknya berpindah kepada penerima kepada semua persyaratan B/L perusahaan
barang sebagai pemegang konosemen. Ini pelayaran yang bersangkutan. Jadi untuk
berarti bahawa penerima sebagai pemegang melindungi kepentingan para pengirim atau
konosemen tampil ke muka sebagai pemilik penerima barang dari ketentuan cassatoria
barang yang sah dan karenanya ia berhak clause maka pada umumnya perusahaan
menuntut agar barangbarang diserahkan pelayaran menunjuk pada hukum yang tertinggi
kepadanya. Didalam praktek untuk menuntut (paramount clause) yang digunakan untuk
penyerahan barang-barang dari pengangkut menyelesaikan sengketa yang timbul dengan
oleh para pihak tidak cukup hanya pengirim / penerima barang. Untuk perusahaan
menyerahkan konosemen saja, tetapi harus pelayaran samudera menunjuk hukum yang
ditukarkan dengan Dilevery Order (D/O). tertinggi The Hague Rules (International
Dilevery Order seperti yang oleh pemegang

19 Hamdani, Seluk Beluk Perdagangan Eksport-Import,


18Soekardono, Hukum Perkapalan Indonesia, Jakarta: Dian Yayasan Bina Usaha Niaga Indonesia, Jakarta, 2003, hal
Rakyat, 1984, halaman 21. 329

120
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

Convention for Univication of Certain Rules Selain itu disebutkan pula dalam pasal 477
Relating to B/L), Brussel 1924, The Hamburg KUHD bahwa : “pengangkut bertanggung jawab
Rules (United Nation Convention on the untuk kerugian yang disebabkan karena
Carriage of Goods by Sea), 1978 atau United terlambat diserahkannya barang yang diangkut
Carriage of Goods by Sea Act 1936 (USA Congsa kecuali apabila dibuktikan keterlambatan itu
1936). Sedangkan untuk perusahaan pelayaran disebabkan karena suatu malapetaka yang tidak
nusantara mengacu pada Pasal 470 KUHD. dapat dicegah atau dihindarinya .”
Sebagai paramount clause untuk Khusus untuk rusaknya barang , pengangkut
menyelesaikan sengketa tentang hak dan bebas dari tanggung jawab apabila dapat
kewajiban yang timbul dalam pelayaran membuktikan rusaknya barang itu karena cacat
nusantara dan tampaknya pengaturan pada barang atau karena kesalahan pengirim .
Hague Rules, Congsa by Sea Act ataupun dalam Dalam pasal 1 e Hague Rules 1924 tanguang
KUHD terdapat pengaturan yang berbeda. jawab pengangkut sejak barang muat di kapal
sampai saat pembongkaran di pelabuhan
B. Tanggung Jawab Para Pihak Dalam tujuan. Apabila ketentuan ini dihubungkan
Pengangkut Barang Melalui Laut dengan pasal 3 ayat 2 Hague Rules 1924, maka
Sebagai pihak yang mengusahakan disebutkan kewajiban pengangkut antar lain
pengangkutan laut dengan menggunakan kapal memuat, menyusun dan kemudian
sebagai alat angkutannya, pengangkut dibebani membongkar barang dengan sebaik baiknya.
dengan tanggung jawab tertentu terhadap Selain itu dapat disimpulkan tanggung jawab
barang-barang muatan yang diserahkan dari pengangkut menurut The Hague Rules ini
pengirim untuk diangkut. disebut from tackle to tackle.20 Dilain pihak
Tanggung jawab pengangkut menurut KUHD pengangkut mempunayi kekebalan-kekebalan,
diatur dalam: kebebasan – kebebasan serta hak yang
1. Pasal 468 KUHD memberikan perlingdungan kepada pengangkut
harus diangkutnya mulai saat diterimanya terhadap tuntunan ganti rugi atas kerusakan
hingga saat diserahkannya barang tersebut”. atau kerugian muatan bila kerugian atau
Ayat 1 : “Persetujuan pengangkutan untuk kerusakan itu karena kesalahan pengangangkut.
menjaga keselamatan barang yang, Ayat 2 Dari ketentuan ini jelaslah pengangkut
(a):“Pengangkut wajib mengganti kerugian bertanggung jawab untuk mengganti kerugian
pengirim, apabila barang yang diangkutnya kalau muatan mengalami kerusakan atau
tidak diserahkan atau rusak”. Ayat 2 (b). “tetapi karena pengangkut tidak cermat dalam
pengangkut tidak berkewajiban mengganti menjalankannya. Tetapi pengangkut apat
kerugian pengirim, bila tidak dapat diserahkan melepaskan diri dari tanggung jawabnya
atau rusaknya barang itu disebabkan karena: apabila muatan yang rusak itu disebabkan
1. suatu malapetaka yang tidak dapat karena cuaca buruk yang dapat berakibat
dihindari terjadinya. pelayaran tertunda, ruang muatan kemasukan
2. sifat, keadaan atau cacat dari barang itu air.
sendiri. Tanggung jawab pengangkut Menurut The
3. suatu kelalaian atau kesalahan si Hamburg Rules 1978. Dalam pasal 4 ayat 1 The
pengirim sendiri. Hamburg Rules 1978 tanggung jawab
Ayat 3 : “Pengangkut juga bertanggung jawab pengangkut sejak barang diserahkannya dalam
kepada : pengusaan pengangkut dipelabuhan muat,
1. segala perbuatan mereka yang selama pengangkutan dan sampai saat
dipekerjakan bagi kepentingan penyerahan dipelabuhan tujuan kepada
pengangkut itu. consignee.21 Menurut pasal ini tanggung jawab
2. sifat, keadaan atau cacat dari barang itu pangangkut pada saat pengusaannya yaitu
sendiri. dipelabuhan pemberangkatan selama
3. segala barang (alat-alat) yang dipakainya
untuk menyelenggarakan pengangkutan
itu. 20 Tuti T. Gondhokusumo, SH, Pengangkutan Melalui Laut
Jilid II. Penerbit UNDIP, 1986, hal 130.
21 Ibid

121
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

berlangsungnya pengangkutan sampai 2. Kurang diusahaknnya kemampuan kapal


dipelabuhan pembongkaran atau tanggung untuk menyelenggarakan pengangkutan
jawab pengangkutan pada saat barang ada di sesuai dengan perjanjian.
pihak penguasaan pengangkut sampai barang 3. Salah memperlakukan tar menjaga
diserahkan kepada consignee. barang yang diangkut.
Yang dimaksud dengan consignee yaitu 4. Kalau ada janji-janji yang bermaksud
mereka yang mempunyai hak untuk menerima demikian adalah batal.
penyerahkan barang. Dalam Hamburg Rules b. Pasal 470 ayat 2 KUHD
1978, juga ditegaskan tanggung jawab “Pengangkut tidak bertanggung jawab lebih
pengangkut atas hilanggnya atau rusaknya dari suatu jumlah tertentu untuk sepotong
barang, bahkan diperluas dengan tanggung barang yang diangkut, kecuali telah
jawab atas keterlambatan penyerahan barang, diberitahukan sifat dan harga barang
jika hal itu dalam pengusaan pengangkut, ini tersebut, sebelum atau pada saat barang itu
berarti jika terjadi keterlambatan penyerahan diterima. KUHD ini tidak berlaku bagi
barang itu pengangkut harus membuktikan muatan curah, misalnya minyak bumi,
bukan karena kesalahannya apabila terjadi terigu, semen dan lain-lainnya.”
tuntutan ganti rugi. Hal ini berlaku pula untuk c. Pasal 470 ayat 3 KUHD
hilangnya atau rusaknya barang tersebut. “Pengangkut tidak akan memberikan ganti
Tanggung jawab pengangkut sebagai rugi, apabila sifat dan harga barang dengan
Debitur diatur dalam Pasal 1236 dan Pasal 1246 sengaja diberitahukan secara keliru.” Dari
KUH Perdata yaitu : apa yang tersebut diatas, dapat disimpulkan
a. Pasal 1236 KUH Perdata bahwa pengangkut tidak bertanggung jawab
“Debitur wajib memberi ganti rugi, terhadap : Menurut arti kata, angkut berarti
kerugian dan bunga kepada kreditur bila mengangkat dan membawa, memuat atau
ia menjadikan dirinya tidak mampu untuk mengirimkan. Pengangkutan artinya usaha
menyerahkan barang itu atau tidak membawa, mengantar atau memindahkan
merawatnya sebaik-baiknya untuk orang atau barang dari suatu tempat ke
menyelamatkannya.” tempat yang lain.22
b. Pasal 1246 KUH Perdata 1. Cacat tersembunyi pada badan atau mesin
“Biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh kapal, asal terbukti pemeliharaan dan
dituntut kreditur, terdiri atas kerugian perawatannya baik.
yang telah dideritannya dan keuntungan 2. Kesalahan navigasi yang dilakukan oleh
yang sedianya dapat diperolehnya, tanpa nahkoda atau awak kapal.
mengurangi pengecualinya dan 3. Kesalahan pengurusan dan perlakuan
perubahan yang disebut dibawah ini.” terhadap kapal.
Tanggung jawab pengirim pada umumnya Selain itu dalam The Hagu Rules 1924 juga
Pengirim (shipper) bertanggung jawab menentukan bahwa pengangkut tidak
memberikan data yang selengkap lengkapnya bertanggung jawab atas kerugian atau
dan sebenar-benarnya mengenai barang yang kerusakan yang sebabkan :
akan dimuat tersebut disamping beranggung 1. Kebakaran, kecuali kebakaran ini karena
jawab untuk membayar biaya pengangkutan kesalahan pengangkut atau pengangkut
tersebut. merahasiakan atas terjadinya
Mengenai batas tanggung jawab kebakaran yang diketahuinya.
pengangkut, diatur dalam Pasal 470 KUHD. Isi 2. Bahaya atau bencana dan malapetaka
Pasal 470 KUHD tersebut adalah : laut atau perairan pelayaran lainnya.
a. Pasal 470 ayat 1 KUHD 3. Kejadian lain yang berada diluar
Pengangkut hanya bertanggung jawab kekuasaan manusia untuk
sampai suatu batas harga tertentu atas mengatasinya.
kerugian yang disebabkan karena : 4. Tindakan peperangan.
1. Kurang diusahakannya pemeliharaan,
perlengkapan dan peranakbuahan
terhadap kapal. 22H.M.N. Purwosutjipto, SH. . Pengertian Pokok Hukum
Dagang Indonesia, Jilid 5, Djambatan, 1985, halaman 196.

122
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

5. Tindakan permusuhan dari rakyat perusahaan pelayaran tersebut dimana


setempat. penyelesaian dilakukan menurut kebijaksanaan
6. Penahan oleh raja, pemerintah atau perusahaan induk. Dalam pada itu trend
orang-orang atau penyitaan karena penyelenggaraan pengangkutan terpadu
tuntutan hukum. (termasuk dor to dor delivery system) dan
7. Pembatasan karantina. pengangkutan antar moda menghendaki
8. Tindakan atau kealpaan pengirim atau adanya kesatuan tanggungjawab, baik dari segi
pemilik barang, agen atau wakilnya. operasional maupun dari segi hukum.
9. Pemogokan atau tindakan-tindakan lain
yang menyerupai pemogokan, baik PENUTUP
sebagaian atau secara lengkap. A. Kesimpulan
10. Kerusuhan atau pemberontakan. 1. Perjanjian pengangkutan terjadi karena
11. Kerugian karena susut isi atau susut adanya kesepakatan antara pengirim
barang, atau kerugian lainnya, (shipper) dengan pengangkut (carrier),
kerusakan akibat dari cacat, dimana pengangkut mengikatkan dirinya
menurunnya kualitas atau kerusakan untuk menyelenggarakan
sifat dari barang itu sendiri. pengangkutanya ketempat tujuan
12. Pembungkusan yang tidak mencukupi tertentu dan pihak pengirim mengikatkan
atau tidak memenuhi syarat sebagai dirinya untuk membayar ongkosnya. Dan
seaworthy package. sebagai tanda terimanya carrier akan
13. Merek yang tidak jelas atau tidak ada menerbitkan Bill of Lading yang
catnya yang dipergunakan untuk merupakan dokumen pengangkutan itu
membuat merek peti, sehingga tidak sendiri. Bill of Lading mempunyai arti
dapat dibaca. yang sangat penting baik bagi
14. Cacat yang tersembunyi, yang tidak pengangkut maupun bagi pengirim
dapat diketahui dengan pengamatan sehingga kesalahan pertulisan data pada
yang sewajarnya. bill of lading akan menempatkan
15. Setiap sebab yang lain yang terjadi pengangkut pada tanggungjawab yang
diluar kesalahan atau pengetahuan seharusnya tidak perlu terjadi
pengangkut, kecuali dapat 2. Di dalam perjanjian pengangkutan laut,
membuktikan bahwa kesahalan ada dua pihak yang terkait yaitu pengirim
pengangkut adalah ikut membantu barang (shipper) dan pengangkut (carrier)
mengakibatkan kerugian atau dimana keduanya mempunyai tanggung
kerusakan itu. jawab yang berbeda. Tanggung jawab itu
PP No. 5/1964 dari peraturan yang sendiri pada hakekatnya terdiri dari dua
menggantikanya PP No. 2 /1969 menganggap aspek yaitu yang bersifat kewajiban
kegiatan usaha pelayaran mencangkup kegiatan (responsibility) dan tanggung jawab ganti
bongkar-muat dengan alasan perlunya rugi (liability). Sebagai pengangkut
kebulatan tanggung jawab pengangkut. berkewajiban menyelenggarakan
Sedangkan PP No. 17/1988 mengatur bahwa pengangkutan dan menjaga keselamatan
usaha bongkar-muat dilakukan oleh barang yang diangkut hingga diserahkan
perusahaan yang berdiri sendiri. PP No 17/1988 pada penerima barang di pelabuhan
menetapkan bahwa kegiatan bongkar muat tujuan. Sedangkan tanggung jawab
dapat dilakukan baik oleh perusahaan pengirim adalah memberikan informasi
pelayaran maupun oleh perusahaan yang sebenar-benarnya mengenai sifat,
bongkarmuat kapal. Seringkali timbul persoalan jenis dan jumlah barang yang akan
dimana sebenarnya terjadi kehilangan atau diangkut tersebut serta membayar biaya
kerusakan barang ? Pemisahan kegiatan seperti pengapalanya. Penyelesaian suatu
yang dikehendaki oleh PP No. 17/1988 itu, sengketa dalam pengangkutan barang
tidaklah memecahkan masalah kecuali dalam melalui laut pada umumnya telah diatur
hal-hal tertentu kegiatan bongkar-muat dalam konosemen atau Bill of Lading
dilakukan oleh anak perusahaan dari 100 sebagai persyaratan pengangkutan

123
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

(conditioan of carriage) sebagaimana Lading, maka untuk menghindari kesalah


tercantum dalam cassatoria clause. pahaman, sebelum terselenggaranya
Karena peraturan di dalam B/L dibuat pengangkutan pihak pengakut harus
secara sepihak yaitu dari pihak carrier menjelaskan secara rinci mengenai isi
saja maka untuk melindungi kepentingan lampiran dari Bill of Lading sehingga
pengirim dan penerima perusahaan shipper paham apa hak-haknya, dan
pelayaran menunjuk pada hukum yang dimana bisa diselesaikan jika terjadi
tertinggi (paramount clause) yang sengketa antar keduanya. Hal ini
digunakan untuk menyelesaikan dikarenakan servis dan tujuan yang sama
sengketa dengan pengirim dan penerima. dari perusahaan pelayaran yang berbeda
Untuk perusahaan pelayaran samudera tetapi tentulah
menunjuk hukum yang tertinggi The
Hague-Visby Rules 1924, The Hamburg DAFTAR PUSTAKA
Rules 1978, atau USA cogsa 1936 Buku :
disamping hukum dari Negara asal Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan
pelayaran tersebut dan Negara asal Darat, Laut dan Udara, Citra
barang.. Sedangkan pengaturan pada Aditya Bakti, Bandung, 1991.
pelayaran nusantara mengacu pada Pasal Capt.R.P.Suyono, Shipping Pengangkutan
470 KUHD. Intermodal Ekspor Impor
Melalui Laut, PPM, Jakarta,
B. Saran 2003
1. Bill of Lading mempunyai arti yang sangat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
penting baik bagi carrier maupun bagi Kamus Besar Bahasa
pengirim dan pengangkut sehingga Indonesia, cetakan ketujuh ,
kesalahan pertulisan data pada bill of edisi II, Balai Pustaka Jakarta,
lading akan menempatkan carrier pada 1996.
tanggungjawab yang seharusnya tidak M.Husseyn Umar,SH, Hukum Maritim Dan
perlu terjadi. Maka penulis menyarankan Masalah-Masalah Pelayaran
agar lebih hati-hati lagi didalam Di Indonesia, Buku 2, Pustaka
membuat Bill of Lading untuk Sinar Harapan Jakarta,2001.
menghindari klaim dari shipper. MS.Amir, Ekspor Impor Teori dan
2. Baik carrier maupun shipper dalam Penerapannya, Jakarta:
pengiriman barang, keduanya harus Pustaka Binaman Pressindo,
memenuhi tanggung jawabnya baik yang 1999.
bersifat kewajiban maupun ganti rugi. Muchtaruddin Siregar, Beberapa Masalah
Karena tidak terpenuhinya tanggung Ekonomi dan Managemen
jawab tersebut bagi salah satu fihak akan Pengangkutan, Lembaga
berakibat fatal. Disinilah perlu adanya penerbitan FE UI, Jakarta,
kesamaan visi bahwa antara shipper dan 1981.
carrier harus berada dalam posisi sama Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum
tinggi sebagai mitra, sehingga kedua Dagang Indonesia, Jilid III,
belah pihak merasa mempunyai Djambatan, 1984.
kepentingan dan tanggung jawab yang Prof.Drs.H.Rustian Kamaludin, Ekonomi
sama besar. Kedua belah pihak juga Transportasi Karateristik,
harus sama-sama mengetahui tanggung Teori, dan Kebijakan, Ghalia
jawab masing-masing dan batas-batasnya Indonesia, Jakarta, 2003.
sehingga sehingga keduanya harus ___________, Pengertian Pokok Hukum
bekerja sama agar segala kewajibnya Dagang Indonesia, Jilid V,
dapat terpenuhi dengan baik. Djambatan, 1985.
3. Sebagaimana segala peraturan yang Radiks Purba, Angkutan Muatan Laut, Jilid 3,
menyangkut mengenai penyelesaianya Bhatara Karya Aksara,
sengketa telah diatur di dalam Bill of Jakarta, 1981.

124
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

Ridwan Khairandy, S.H., M.H., Machsun


Tabroni, S.H., M.HUM.,Ery
Arifudin, S.H., M.H., Djohari
Santoso, S.H., S.U. ,
Pengantar Hukum Dagang
Indonesia I, Gama Media,
Yogyakarta, 1999.
Ronny hanitijo S., Metodelogi Penelitian Hukum
dan Jurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta,1990.
R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Cipta Aditya
Bakti, Bandung, 1989.
Sri Rejeki, Pengangkutan dan Hukum
Pengangkutan Darat,
Universitas Diponegoro,
Semarang, 1980.
Sugiono, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta,
Bandung , 1999.
Sution Usman Aji, Djoko Prakoso, Hari
Pranomo, Hukum
Pengangkutan di Indonesia,
Rineka Cipta, Jakarta, 1991.
Suyono,R.P., Shipping Pengangkutan Intermoda
Ekspor Impor Melalui Laut,
Jakarta: PPM, 2001.
Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, CV
Rajawali, Jakarta, 1981.
_________, Hukum Perkapalan Indonesia, Dian
Rakyat, Jakarta, 1984.
Tuti Triyanti, Pengangkutan Melalui Laut, Jilid I,
Universitas Diponegoro,
Semarang, 1982.
__________, Pengangkutan Melalui Laut, Jilid
II, Universitas Diponegoro,
Semarang 1986.

Peraturan Perundang-undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
The Hague-Visby Rules 1924
The Hamburg Rules 1976.

125

Anda mungkin juga menyukai