Anda di halaman 1dari 28

UNDANG-UNDANG & ETIKA KESEHATAN

Materi IV
©
Fasilitas Distribusi Sediaan Farmasi
Program Studi Sarjana Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
Budi Djanu Purwanto, SH, MH
Dr. Faiq Bahfen, SH
Dr. Fadjar Aju Tofiana, MT, Apt
Semester Genap 2020/2021
Sistematika

 Dasar Hukum
 Fasilitas Distribusi Sediaan Farmasi
 Pedagang Besar Farmasi
 Pedagang Besar Farmasi Cabang
 Penyelenggaraan
 Gudang
 Pelaporan
 Sanksi Administratif
 Ketentuan Pidana
DASAR HUKUM
 UU 5/1997 Psikotropika.

 UU 35/2009 Narkotika.
 PP 40/2013 Pelaksanaan UU No. 35/2009

 UU 36/2009 Kesehatan.
 PP 51/2009 Pekerjaan Kefarmasian.

 PMK 1148/Menkes/Per/VI/2011 Pedagang Besar Farmasi.


 PMK 34/2014 Perubahan Atas Permenkes 1148/Menkes/Per/VI/2011
Pedagang Besar Farmasi.
 PMK 30/2017 Perubahan Kedua Atas Permenkes
1148/Menkes/Per/VI/2011 Pedagang Besar Farmasi.
 PMK 26/2018 Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi
Secara Elektronik Sektor Kesehatan.
 PBPOM 9/2019 Pedoman Teknis CDOB sebagaimana telah
diubah dengan PBPOM 6/2020.
Fasilitas Distribusi Sediaan FarmasiPP 51/2009

FASILITAS DISTRIBUSI
FASILITAS DISTRIBUSI
atau Penyaluran
Sediaan
Farmasi adalah
sarana yang
PBF CDOB
digunakan untuk
mendistribusikan
atau menyalurkan
Sediaan
Farmasi, yaitu STANDAR
Pedagang Besar INSTALASI PROSEDUR
Farmasi dan SEDIAAN OPERASIONAL
Instalasi Sediaan FARMASI
Farmasi.
Penanggung Jawab & Standar Prosedur Operasional
Di Fasilitas Distribusi Sediaan Farmasi
(PP 51/2009)

Pasal 14
(1) Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus
memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
(2) Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibantu oleh Apoteker Pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian..
Pasal 15
Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 harus memenuhi ketentuan Cara Distribusi
yang Baik yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 16
(1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.
(2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara
terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pedagang Besar Farmasi (PBF)PMK 26/2018

 Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya


disingkat PBF, adalah perusahaan berbentuk
badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Penyaluran PsikotropikaUU 5/1997
 Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran hanya dapat
dilakukan oleh Pabrik Obat, Pedagang Besar Farmasi, dan Sarana
Penyimpanan Sediaan Farmasi Pemerintah.
 Pedagang Besar Farmasi hanya dapat menyalurkan psikotropika
kepada:
a. pedagang besar farmasi lainnya,
b. apotek,
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah,
d. rumah sakit, dan
e. lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
Penyaluran Narkotika UU 35/2009
 Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, Pedagang
Besar Farmasi, dan Sarana Penyimpanan Sediaan Farmasi Pemerintah
sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
 Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, dan Sarana Penyimpanan
Sediaan Farmasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari Menteri.
 Pedagang Besar Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika
kepada:
a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya;
b. apotek;
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu;
d. rumah sakit; dan
e. lembaga ilmu pengetahuan.
PENYELENGGARAAN
 PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan
obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan
oleh Menteri.
 PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau
sesama PBF.
 PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi,
sesama PBF dan/atau melalui importasi.
 Pengadaan bahan obat melalui importasi dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan
obat dari PBF pusat atau PBF Cabang lain yang ditunjuk oleh PBF pusatnya.
 PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau bahan obat
harus berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker penanggung
jawab dengan mencantumkan nomor SIPA.
Lanjutan …

 Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung


jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat.
 Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan
sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.
 Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus
PBF atau PBF Cabang wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal
atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 6 (enam) hari kerja.
Lanjutan …

 Dalam hal apoteker penanggung jawab tidak dapat


melaksanakan tugas, PBF atau PBF Cabang harus menunjuk
apoteker lain sebagai pengganti sementara yang bertugas paling
lama untuk waktu 3 (tiga) bulan.

 PBF atau PBF Cabang yang menunjuk apoteker lain sebagai


pengganti sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada kepala
dinas kesehatan provinsi setempat dengan tembusan kepada
Kepala Balai POM.
Lanjutan …
 PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan
dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sesuai dengan CDOB yang
ditetapkan oleh Menteri.
 Penerapan CDOB dilakukan sesuai pedoman teknis CDOB yang
ditetapkan oleh Kepala Badan POM.
 PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat
CDOB oleh Kepala Badan.
 Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya
dengan mengikuti pedoman CDOB.
 Dokumentasi dapat dilakukan secara elektronik.
 Dokumen setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang
berwenang.
Pedoman Teknis CDOB

 Cara Distribusi Obat yang Baik adalah cara


distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang
bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya.
 Sertifikat CDOB adalah dokumen sah yang merupakan
bukti bahwa PBF telah memenuhi persyaratan CDOB
dalam mendistribusikan obat atau bahan obat.
 PBF dan PBF Cabang dalam menyelenggarakan
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman Teknis
CDOB.
Larangan & Pembatasan
 Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara eceran.
 Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep dokter.
 PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF Cabang
lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
 Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
 apotek;
 instalasi farmasi rumah sakit;
 puskesmas;
 klinik; atau
 toko obat.

 PBF dan PBF Cabang tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat.
 Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF Cabang dapat menyalurkan obat
dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Lanjutan …

 PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat


berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker
pemegang SIA, apoteker penanggung jawab, atau tenaga
teknis kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat dengan
mencantumkan nomor SIPA atau SIPTTK.
 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), penyaluran obat berdasarkan pembelian secara
elektronik (E-Purchasing) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lanjutan …

 PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras
berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau
apoteker penanggung jawab.

 PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada industri farmasi,
PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit dan lembaga ilmu
pengetahuan.

 Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan surat pesanan yang
ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab.

 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) surat pesanan
untuk lembaga ilmu pengetahuan ditandatangani oleh pimpinan lembaga.

 PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat dari
PBF pusat.
Lanjutan …

 Setiap PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan,


penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan
bahan obat dari kemasan atau pengemasan kembali bahan obat
dari kemasan aslinya wajib melakukan pengujian laboratorium
 Dalam hal dilakukan pengubahan kemasan atau pengemasan
kembali bahan obat, PBF atau PBF Cabang wajib memiliki ruang
pengemasan ulang sesuai persyaratan CDOB.
 Selain menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat, PBF mempunyai fungsi
sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
GUDANG
 Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi yang terpisah
dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh direksi/pengurus
dan penanggung jawab.
 Dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada dalam lokasi yang
terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki apoteker.
 PBF dan PBF Cabang dapat melakukan penambahan gudang atau perubahan
gudang.
 Setiap penambahan atau perubahan gudang PBF harus memperoleh persetujuan
dari Direktur Jenderal.
 Setiap penambahan atau perubahan gudang PBF Cabang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memperoleh persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
 Gudang tambahan hanya melakukan kegiatan penyimpanan dan penyaluran
sebagai bagian dari PBF atau PBF Cabang.
Lanjutan …

 Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada Direktur


Jenderal dengan mencantumkan :
 alamat kantor PBF pusat;
 alamat gudang pusat dan gudang tambahan;
 nama apoteker penanggung jawab pusat; dan
 nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan.

 Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh


direktur/ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :
 fotokopi izin PBF;
 fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab gudang tambahan;
 surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab;
 surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; dan
 peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan.

 Permohonan penambahan gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis kepada


Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
PELAPORAN
 Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan
laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali
meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran
obat dan/atau bahan obat kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kepala Balai POM.
 Selain laporan kegiatan, Direktur Jenderal setiap
saat dapat meminta laporan kegiatan
penerimaan dan penyaluran obat dan/atau
bahan obat.
Lanjutan …

 Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan


psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran
narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
 Laporan kegiatan dan laporan narkotika dapat dilakukan
secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi.
 Laporan setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang
berwenang.
PEMBINAAN

1. Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah


Kabupaten/Kota melakukan pembinaan secara
berjenjang terhadap segala kegiatan yang berhubungan
dengan peredaran obat atau bahan obat.
2. Pembinaan untuk:
a. menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan
bahan obat untuk pelayanan kesehatan; dan
b. melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat atau bahan obat
yang tidak tepat dan/atau tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan.
3. Pedoman mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
PENGAWASAN

 Pengawasan terhadap PBF dan PBF Cabang Kepala Badan


POM.
 Pengawasan diarahkan untuk:
 menjamin obat dan bahan obat yang beredar
memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan; dan
 menjamin terselenggaranya penyaluran obat dan
bahan obat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
 Pedoman mengenai pengawasan sebagaimana
ditetapkan oleh Kepala Badan.
SANKSI ADMINISTRATIF

1. Peringatan.
2. Penghentian sementara kegiatan.
➢ Penghentian sementara kegiatan berlaku paling lama 21 hari kerja.
➢ Dalam hal PBF atau PBF Cabang diberikan sanksi administratif berupa
penghentian sementara kegiatan, pengaktifan kembali izin atau
pengakuan dapat dilakukan jika PBF atau PBF Cabang telah
membuktikan pemenuhan seluruh persyaratan administratif dan
teknis.
3. Pencabutan Pengakuan.
4. Pencabutan izin.
KETENTUAN PIDANA
KETENTUAN PIDANAUU 36/2009

Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan


farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
Pasal persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
196 dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan


Pasal farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki perizinan berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana
197 penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
UU 11/2020 ttg Cipta Kerja

Pasal 1 angka 4
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk
memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

Pasal 106
(1) Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi dan
alat kesehatan harus memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai