Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DISUSUN OLEH :

Nanda Putiharsyani Subhan (1035201016)

FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM PROFESI NERS

UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN

KRAMAT JATI KM.20 JAKARTA TIMUR

TAHUN AJARAN 2020/2021


A. DEFINISI KASUS

Dispepsia adalah kumpulan beberapa gejala klinis yang terdiri dari rasa sakit perut pada
saluran cerna bagian atas, keluhan rasa panas di dada, perut kembung, cepat kenyang,
mual dan muntah. (Arsyad, Irmaini, & Hidayaturrami, 2018)

Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah abdomen bagian atas.
Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala berikut yaitu:
nyeri epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa penuh setelah makan, cepat kenyang,
rasa kembung pada saluran cerna atas, mual, muntah, dan sendawa. (Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter Pylori, 2014) dikutip dari
(Meilandani, Dirdjo, & Taharuddin, 2015).
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau keluhan berupa nyeri atau rasa tidak nyaman
pada ulu hati, mual, kembung, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, dan perut merasa
penuh atau begah. (Andre, Machmud, & Murni, 2013)

B. ETIOLOGI

Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat organik (struktual)
dan fungsional. Penyakityang bersifat organik antara lain karena terjadinya gangguan
disaluran cerna atau disekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung empedu dan lain-
lain. Sedangkan penyakit yang bersifat fungsionaldapatdipicukarena faktor psikologis
dan factor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu (Purnamasari,
2017).

Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat organik dan
fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena terjadinya gangguan di
saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung empedu dan lain-
lain. Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu karena faktor psikologis
dan faktor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu.
Faktor-faktor yang menyebabkan dispepsia adalah:

1. Bakteri Helicobacter pylori.

Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir sendiri adalah untuk
melindungi kerusakan dinding lambung akibat produksi asam lambung. Infeksi yang
diakibatkan bakteri helicobacter menyebakan peradangan pada dinding lambung.

2. Merokok

Rokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena itu orang yang
merokok lebih sensitive terhadap dispepsia maupun ulser.

3. Stres

Stres bisa menyebabkan terjadi perubahan hormonal di dalam tubuh. Perubahan itu
akan merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian memproduksi asam secara
berlebihan. Asam yang berlebihan ini membuat lambung terasa nyeri, perih dan
kembung.

4. Efek samping obat-obatan tertentu

Konsumsi obat penghilang rasa nyeri seperti obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS)
misalnya aspirin, ibuproven yang terlalu sering dapat menyebabkan penyakit gastritis,
baik itu gastritis akut maupun kronis.

5. Mengkonsumsi obat-obatan tertentu

Minum-minuman yang mengandung alkohol dan kafein seperti kopi dapat


meningkatkan produksi asam lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi iritasi dan
menurunkan kemampuan fungsi dinding lambung.

6. Alkohol Mengkonsumsi alkohol dapat mengiritasi dan mengikis permukaan lambung.

7. Mengkonsumsi makanan terlalu pedas dan asam.


Minum-minuman yang mengandung alkohol dan cafein seperti kopi dan
mengkonsumsi makanan pedas dapat meningkatkan produksi asam lambung
berlebihan hingga akhirnya terjadi iritasi dan menurunkan kemampuan fungsi dinding
lambung.

C. KLASIFIKASI/JENIS PENYAKIT

Pengelompokan mayor dispepsia terbagi atas dua yaitu:

Dispepsia terbagi atas dua yaitu:

1. Dispepsia organik artinya penyebabnya sudah pasti. Dispepsia ini jarang ditemukan
pada pasien usia lebih dari 40 tahun. Penyebabnya antara lain sebagai berikut :

a. Dispepsia tukak (ulcus-like dyspepsia). Gejala yang ditemukan biasanya nyeri ulu
hati pada waktu makan atau perut kosong

b. Dispepsia tidak tukak. Gejalanya sama dengan dispepsia tukak, bisa pada pasien
gastritis, duodenitis tetapi pada pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda vital

c. Refluk gastroesofagus. Gejala berupa rasa panas di dada dan regurgitas terutama
setelah makan

d. Penyakit saluran empedu. Keluhan berupa nyeri mulut dari perut kanan atas atau
ulu hati yang menjalar ke bahu kanan dan punggung

e. Karsinoma

1) Kanker esofagus. Keluhan berupa disfagia, tidak bisa makan, perasaan penuh
diperut, penurunan penurunan berat badan, anoreksia, adenopati servikal, dan
cegukan setelah makan

2) Kanker lambung. Jenis yang paling umum terjadi adalah adenokarsinoma atau
tumor epitel. Keluhan berupa rasa tidak nyaman pada epigastrik, tidak bisa
makan, dan perasaan kembung setelah makan.
3) Kanker pankreas. Gejala yang palng umum antara lain penurunan berat badan,
ikterik dan nyeri daerah punggung atau epigastrik

4) Kanker hepar. Gejala berupa nyeri hebat pada abdomen dan mungkin
menyebar ke skapula kasus penurunan berat badan, epigastrik terasa penuh
dan anoreksia

a) obat-obatan. Golongan non sterod inflammatory drug (NSID) dengan


keluhan berupa rasa sait atau tidak enak didaerah ulu hati,disertai mual,
muntah.

b) Pankreatitis, keluhan berupa nyeri mendadak yang menjalar ke punggung,


perut terasa makin tegang dan kencang

c) Sindrom malabsorpsi, keluahan berupa nyeri perut, nausea, anoreksia,


sering flatus dan perut kembung

d) Gangguan metabolisme, sebagai contoh diabetes dengan neuropat sering


timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat sehingga
menimbulkan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang, hipertirod
menimbulkan rasa nyeri di perut, vomitus, nausea, dan anoreksia

2. Dispepsia fungsional Dispepsia tidak memungkinkan kelainan organik melainkan


kelainan fungsi dari saluran cerna. Penyebabnya antara lain :

a. Faktor asam lambung pasien. Pasien biasanya sensitif terhadap kenaikan produksi
asam ambung dan hal tersebut menimbulkan nyeri

b. Kelainan psikis, stres dan faktor lingkungan. Stress dan faktor lingkungan diduga
berperan pada kelainan fungsional saluran cerna, menimbulkan gangguan
sirkulasi, motilitas, klan vaskularisasi

c. Gangguan motilitas. Mekanisme timbulnya gejala dispepsia mungkin dipengaruhi


oleh susunan saraf pusat, gangguan motilitas diantaranya pengosongan ambung
lambat, abnormalitas kontraktif, refluks gastroduodenal. Penyebab lain-lan,
seperti adanya kuman helicobacterpylori, gangguan motilitas atau gerak mukosa
lambung konsumsi banyak makanan berlemak, kopi, alkohol, rokok, perubahan
pola makan dan pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam
waktu lama. (Arif dan Sari, 2011).

D. PATOFISIOLOGI KASUS

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi
kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi
pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi
asam pada lambung, terjadi muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun
cairan

E. PATOFLOW (PATHWAY)
F. TANDA DAN GEJALA

Adanya gas diperut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol, cepat kenyang, mual,
tidak ada nafsu makan dan perut terasa panas. Rasa penuh, cepat keyang, kembung
setalah makan, mual muntah, sering bersendawa, tidak nafsu makan, nyeri uluh hati dan
dada atau regurgitas asam lambung ke mulut. Gejala dispepsia akut dan kronis
berdasarkan jangka waktu tiga bulan meliput: rasa sakit dan tidak enak di ulu hati, perih,
mual, berlangsung lama dan sering kambuh dan disertai dengan ansietas dan depresi
(Purnamasari, 2017).
Dispepsia Perubahan pada kesehatan ansietas dispepsia fungsional, dispepsia organic,
respon mukosa lambung, perangsangan saraf simpatis, kopi, alcohol, stress, nyeri, kontak
dengan mukosa gaster, vasodilatasi mukosa gaster, mual, peningkatan produksi Hcl
dilambung, muntah, kekurangan volume cairan, pengelupasan, nyeri epigastrik
berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung, defisit pengetahuan.

Menurut Arif dan Sari (2010) antara lain :

1. Nyeri ulu hati dan dada

2. Rasa penuh setelah makan

3. Cepat kenyang

4. Mual

5. Muntah

6. Tidak nafsu mkan

7. Sering bersendawa

8. Kembung setelah makan

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya kelainan organik,


pemeriksaan untuk dispepsia terbagi pada beberapa bagian yaitu:

1. Pemeriksaan laboratorium

biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam
tinja, dan urin. Jika ditemukan leukosit dosis berarti tanda-tanda infeksi. Jika tampak
cair berlendir atau banyak mengandung lemak pada pemeriksaan tinja kemungkinan
menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dyspepsia ulkus sebaiknya
diperiksa derajat keasaman lambung. Jika diduga suatu keganasan, dapat diperiksa
tumormarker (dugaan karsinoma kolon), dan (dugaan karsinoma pankreas).
2. Barium enema untuk memeriksa saluran cerna pada orang yang mengalami kesulitan
menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik
atau memburuk bila penderita makan.

3. Endoskopi biasa digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari lapisan lambung
melalui tindakan biopsi. Pemeriksaan nantinya di bahwa mikroskop untuk
mengetahui apakah lambung terinfeksi Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan
pemeriksaan bakuemas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.

4. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen, serologi H. pylori, urea
breath test, dan lain-lain dilakukan atas dasar indikasi (Ida, 2016).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

Non Farmakologi tindakan-tindakan keperawatan dalam perawatan pasien dengan


gangguan nyeri abdomen yaitu mengatur posisi pasien, hipnoterapi, terapi relaksasi,
manajemen nyeri dan terapi perilaku. Farmakologis Pengobatan dyspepsia mengenal
beberapa obat, yaitu: Antasida, Pemberian antasida tidak dapat dilakukan terus-menerus,
karena hanya bersifat simtomatis untuk mengurangi nyeri. Obat yang termasuk golongan
ini adalah simetidin, ranitidin, dan famotidine. Pemasangan cairan pariental, pemasagan
Naso Gastrik Tube (NGT) jika diperlukan (Amelia, 2018 dalam Muti, 2019).

I. KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin muncul pada dispepsia antar lain : Penderita sindroma
dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya komplikasi yang tidak ringan.
Adapun komplikasi dari dispepsia antara lain:

1. Perdarahan
2. Kanker lambung

3. Muntah darah

4. Ulkus peptikum

J. PENGKAJIAN

Pengkajian pada dispepsia, antara lain :

1. Aktivitas/istrahat

Gejala : Kelemahan, kelelahan

Tanda : Tachicardi, takipnea/hiperventilasi

2. Sirkulasi

Gejala : Hipotensi, tachicardi, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat,warna


kulit pucat, kelembapan kulit/membran mukosa berkeringat (menunjukkan status
syok, nyeri akut)

3. Integritas Ego

Gejala : Faktor stres akut atau kronik (keuangan, hubungan dan kerja), perasaan tak
berdaya

Tanda : Ansietas, gelisah, berkeringat, gemetar

4. Eliminasi

Gejala : Riwayat perawatan dirumah sakit sebelumnya karen perdarahan,


gatrointestinal, atau masalah yang berhubungan dengan gastrointestinal

Tanda : Nyeri tekan abdomen, distensi.

5. Makanan/cairan

Gejala : Anoreksia, mual, muntah, manasalah menelan, nyeri ulu hati, perubahan
berat badan.
Tanda : Muntah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit
buruk, berat jenis urine meningkat

6. Neurologi

Gejala : Rasa denyutan, pusing/sakit kepala, kelemahan

7. Nyeri atau kenyamanan

Gejala : Nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat
biasanya tiba-tiba dapat disertai perforasi, rasa ketidaknyamanan/distres samar-samar
setelah makan banyak dan hilang dengan makan, nyeri epigastrium kiri smpai tengah
atau menyebar kepinggang terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida.

Tanda : Wajah meringis, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, dan
perhatian yang menyempit.

8. Keamanan

Gejala : Alergi terhadap obat/sensitif

Tanda : Peningkatan Suhu

K. DIAGNOSA YANG SERING MUNCUL

1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi dan inflamasi pada lapisan mukosa,
submukosa, dan lapisan otot lambung.

2. Deficit nutrisi berhubungan dengan disfagia, esofagitis dan anoreksia.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

4. Hipovelemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (Rudy Haryono, 2012)


No Diagnosis keperawatan (PES) Tujuan dan KH
Rencana Tindakan
Defisit nutrisi b.d faktor Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi
selama….jam, maka defisit nutrisi O
psikologis (keengganan untuk
membaik, dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi status nutrisi
makan) d.d bising usus hiperaktif, a. Porsi makan yang dihabiskan 2) Identifikasi alergi dan intoleransi makan
meningkat 3) Identifikasi makanan yang disukai
membran mukosa pucat, sariawan,
b. Pengetahuan tentang pilihan 4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
diare. makanan yang sehat meningkat 5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
c. Frekuensi makan membaik 6) Monitor asupan makanan
d. Nafsu makan membaik 7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
T
9) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
10) Fasilitasi menentukan pedoman diet
11) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
12) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
13) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
14) Berikan suplemen makanan, jika perlu
15) Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik
jika asupan oral dapat ditoleransi
E
16) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
17) Ajarkan diet yang diprogramkan
K
18) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
19) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan intervensi selama 2 Manajemen energi
ketidakseimbangan antara suplai jam , maka toleransi aktivitas meningkat, O
dan kebutuhan oksigen d.d merasa dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
lemah. a. Kemudahan dalam melakukan mengakibatkkan kelemahan
aktivitas sehari-hari meningkat 2) Monitor kelemahan fisik dan emosional
b. Dispnea saat setelah aktivitas 3) Monitor pola dan jam tidur
menurun 4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
c. Perasaan lemah menurun melakukan aktivitas
d. Frekuensi napas normal 12-20 T
x/menit 5) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
6) Lakukan rentang gerak pasif/aktif
7) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
8) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur
E
9) Anjurkan tirah baring
10) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
11) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
12) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
K
13) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
Nyeri akut b.d agen pencedera Setelah dilakukan intervensi selama 3 O
fisiologis jam , maka tingkat nyeri menurun, 1) Identifikasi lokasi, karakterisitik, durasi, frekuensi,
dengan kriteria hasil : kualitas, intensitas nyeri
a. Keluhan nyeri menurun 2) Identifikasi skala nyeri
b. Meringis menurun 3) Identifikasi respons nyeri non verbal
c. Sikap protektif menurun 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan
d. Gelisah menurun memperingan nyeri
e. Frekuensi nadi membaik 5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
T
10) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
11) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
12) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
13) Fasilitasi istirahat dan tidur
14) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
E
15) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
16) Jelaskan strategi meredakan nyeri
17) Anjurkaan memonitor nyeri secara mandiri
18) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
19) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
K
20) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Andre, Y., Machmud, R., & Murni, A. W. (2013). Hubungan pola makan dengan
kejadian depresi pada penderita Dispepsia Fungsional. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(2),
73–75.
Arif & Sari (2011)Asuhan keperawatan pada pasien dngan gangguan sisetm
pencernaan yogyakarta : Pustaka Baru Press
Arsyad, R. P., Irmaini, I., & Hidayaturrami, H. (2018). Hubungan Sindroma
Dispepsia dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas XI SMAN 4 Banda Aceh. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Biomedis, 3(1).
Bulecheck G.m Butcher H.H Dochterman,J,m., & Wagner,C.m.(2013).Nursing
Intervention Classification (NIC)Indonesia : mocomedia
Meilandani, F. T., Dirdjo, M. M., & Taharuddin, T. (2015). Hubungan Status
Emosional dengan Tingkat Nyeri pada Pasien Sindroma Dispepsia di Poli Penyakit
Dalam Klinik Segiri Medika Samarinda Tahun 2015.
Ida M. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta: Pustaka Baru Press.
Muti, Andriana. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. P. A. I DENGAN
DISPEPSIA DI RUANGAN CEMPAKA RS POLRI TITUS ULY KUPANG
Purnamasari K. 2011. Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai