Anda di halaman 1dari 53

PROPOSAL SKRIPSI

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT BAWANG


MERAH (Allium ascalonicum L. ) TERHADAP LUKA BAKAR
PADA MENCIT JANTAN

Oleh:

HULWATUL BADRIYAH

0432950717019

JURUSAN FARMASI PROGRAM STUDI FARMASI S-1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH

BEKASI

2021
PROPOSAL SKRIPSI

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT BAWANG


MERAH (Allium ascalonicum L. ) TERHADAP LUKA BAKAR
PADA MENCIT JANTAN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

Oleh:

Hulwatul Badriyah

0432950717019

JURUSAN FARMASI PROGRAM STUDI FARMASI S-1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH

BEKASI

ii
2021

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Skripsi

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT BAWANG MERAH (Allium


ascaloniucum L. ) TERHADAP LUKA BAKAR PADA MENCIT JANTAN

Oleh:

Hulwatul Badriyah

0432950717019

Proposal Skripsi ini telah disetujui untuk diujikan di hadapan Penguji Proposal

Jurusan Frmasi Program Studi Farmasi S-1

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bani Saleh

Bekasi, 08 Februarai 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Sari Defi Okzelia, M.Si Apt. Iin Ruliana Rohent, S.Si,. M. Farm

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Skripsi

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT BAWANG MERAH (Allium


ascalonicum L. ) TERHADAP LUKA BAKAR PADA MENCIT JANTAN

Oleh:

Hulwatul Badriyah

0432950717019

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Proposal Skripsi

Jurusan Farmasi Program Studi Farmasi S-1

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bani Saleh

Pada tanggal: Februari 2021

Penguji I Penguji II

Sari Defi Okzelia, M.Si Apt. Agung Sofyan Efendi,S.Farm

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. atas segala nikmat kesehatan,

kekuatan dan kesabaran yang diberikan kepada penulis sehingga proposal skripsi

ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa kita haturkan pada

junjungan nabi besar Muhammad SAW. Rasa syukur yang tiada terhingga

sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul “UJI

AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT BAWANG MERAH (Allium

ascalonicum L. ) TERHADAP LUKA BAKAR PADA MENCIT JANTAN”.

Proposal Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana Farmasi pada Jurusan Farmasi Program Studi Farmasi S-1 Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Bani Saleh Bekasi.

Penulis menyadari penyusunan proposal skripsi ini tidak akan selesai

tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Mursyid Ma’sum, M.Agr. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Bani Saleh Bekasi.

2. Ibu Apt. Iin Ruliana Rohenti, S.Si,. M. Farm selaku Ketua Jurusan Farmasi

Program Studi Farmasi Program Studi Farmasi S-1 Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Bani Saleh Bekasi atas bimbingan dan motivasinya.

3. Ibu Sari Defi Okzelia, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Pertama yang tiada

hentinya memberikan masukan-masukan yang sangat berarti serta selalu

memberikan arahan dan motivasi yang tinggi kepada penulis sehingga

proposal skripsi ini dapat terselesaikan.

v
4. Ibu Apt. Iin Ruliana Rohenti, S.Si, M.Farm selaku Dosen pembimbing kedua

yang tiada hentinya memberikan masukan dan saran yang sangat berarti serta

selalu memberikan motivasi kepada penulis sehingga proposal skripsi dapat

terselesaikan.

5. Seluruh dosen pengajar jurusan S1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Bani Saleh yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

6. Orang tua terkasih, adik terkasih atas doa dan dukungan nya serta kasih

sayang yang tercurah selama ini.

7. Teman-teman seperjuangan Jurusan S1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Bani Saleh untuk waktu nya selama empat tahun dengan penuh

perjuangan, canda tawa, suka dan duka dan kerja samanya untuk penyusunan

proposal skripsi ini, dan

8. Semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan (kaka biy, ka

samsul, lutungqu, zigot, dan keluarga seblak).

Penulis menyadari proposal skripsi ini tidak luput dari kekurangan. Penulis

mengharapkan saran dan pesan demi kesempurnaan dan perbaikanya

sehingga proposal skripsi ini menjadi lebih baik dan dapat bermanfaat bagi

bidang pendidikan.

Bekasi, 8 Februari 2021

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL.......................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ iv
LEMBARPENGESAHAN................................................................................ v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian............................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 6
A. Landasan Teori................................................................................... 6
1. Struktur anatomi dan fungsi kulit............................... 6
2. Luka bakar.................................................................. 9
3. Bawang merah............................................................ 13
4. Efek farmakologi kulit bawang merah....................... 15
5. Obat tradisional.......................................................... 17
6. Ekstraksi..................................................................... 17
7. Metode ekstraksi........................................................ 18
8. Polyethylene Glycol................................................... 21
9. Mencit ( Mus muculus L.).......................................... 21
B. Kerangka Teori.................................................................................. 23
C. Hipotesis........................................................................................... 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Alat dan Bahan................................................................................ . 24
B. Waktu dan tempat penelitian........................................................... 24

vii
C. Diagram alir penelitian..................................................... .............. 25
D. Prosedur percobaan......................................................................... 26
E. Metode analisis............................................................................... 32
F. Jadwal penelitian............................................................................ 33
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 34

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1...........................................................................................................9
Gambar II.2...........................................................................................................15
Gambar II.3...........................................................................................................23
Gambar III.1..........................................................................................................25

ix
x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kulit adalah organ terluar makhluk hidup yang membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ tubuh yang sifatnya

esensial dan vital serta merupakan salah satu cerminan kesehatan dalam

kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan peka. Banyak hal dan

masalah yang sering terjadi pada kulit, salah satunya yang sering dijumpai

adalah luka. Luka ada beberapa jenis salah satunya yaitu luka bakar

( Handayani et al., 2019).

Luka bakar adalah rusaknya atau hilangnya suatu jaringan yang

dapat disebabkan oleh kontak langsung dengan sumber panas seperti api,

air panas, bahan kimia dan aliran listrik. Luka bakar merupakan salah satu

jenis trauma yang merusak dan merubah berbagai sistem tubuh. Luka

bakar adalah luka yang terjadi akibat proses sentuhan permukaan tubuh

dengan benda benda yang menghasilkan panas (Anggowarsito,

2014).Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi pada

lingkungan masyarakat. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) pada tahun 2013 , prevalensi luka bakar yang terjadi di

Indonesia sebesar 0,7% dengan prevalensi tertinggi terjadi pada usia 1-4

tahun (Larissa et al., 2017).

Penanganan luka bakar secara alami dapat dilakukan dengan

membasuhnya menggunakan air yang mengalir. Karena air mengalir juga

dapat berfungsi untuk menghilangkan rasa panas yang terjadi akibat luka

1
2

bakar, namun masih banyak masyarakat yang menggunakan pasta gigi

pada penanganan pertama pada luka bakar. Padahal penanganan

menggunakan bahan kimia atau zat kimia berupa pasta gigi akan membuat

rasa panas menjadi tahan lama sehingga semakin banyak jaringan yang

rusak karena rasa panas dan dapat menimbulkan infeksi yang dapat

memperparah luka bakar. Pengobatan tradisional banyak disukai oleh

masyarakat kareana ketersediaannya yang cukup luas dan tidak

menimbulkan efek samping (Sentat & Permatasari, 2015).

Penggunaan obat tradisional sudah membudaya dikalangan

masyarakat sampai dengan saat ini. Sebagian besar masyarakat cukup

menguasai cara menggunakanya. Manfaat pengobatan tradisional sangat

besar dengan keadaan ekonomi masyarakat. Adanya pengobatan

tradisional ini dapat menghemat biaya kehidupan pada masyarakat dengan

ekonomi yang rendah. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang

berasal dari bahan alam seperti tumbuhan yang secara turun temurun telah

digunakan untuk pengobatan berdasarkan dengan pengalaman orang

terdahulu.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sentat &

Permatasari (2015) pengobatan tradisional yang menggunakan ekstrak

etanol daun alpukat. pada daun alpukat memiliki kandungan senyawa

kimia berupa saponin, tanin, glikosida dan flavonoid .pada konsentrasi

20%, 35% dan 50% memiliki aktivitas terhadap penyembuhan luka bakar

pada mencit jantan. Persentase kesembuhan luka dari hari ke-1 sampai

dengan hari ke-14 berturut-turut sebesar 86%, 88% dan 90%. Berdasarkan
3

hasil tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi ekstrak etanol daun alpukat

yang paling baik dalam penyembuhan luka bakar adalah pada konsentrasi

50%. Pada penelitian ini menyatakan bahwa kandungan senyawa kimia

flavonoid yang terkandung kuersetin pada daun alpukat yang memiliki

aktivitas sebagai antiinflamasi.

Diketahui bahwa kandungan kulit bawang merah yaitu senyawa

saponin, flavonoid, alkaloid, polifenol. Senyawa flavonoid yang

didalamnya terkandung senyawa keuersetin. Senyawa kuersetin yang

terkandung dalam kulit bawang merah mampu memberikan efek

antioksidan dan antiinflamasi. Menurut penelitian yang telah dilakukan

Juliadi & Agustini (2019) mengatakan bahwa senyawa kurestein yang

terkandung dalam suatu ekstrak kulit bawang merah dapat memberikan

aktivitas antiinflamasi .

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Soemarie (2016) ekstrak

kulit bawang merah mampu memberikan aktivitas antiinflamasi pada

mencit (mus muculus) dengan dosis 50mg/kgBB, 100 mg/kgBB,

200mg/kgBB yang diberikan secara oral memiliki efek antiinflamasi

karena mampu menghambat pembentukan radang pada telapak kaki

mencit yang diinduksi karagenan. Pada hasil penelitian menunjukan

bahwa kuersetin kulit bawang merah memiliki aktivitas antiinflamasi. Dari

hasil perhitungan nilai AUC tiap perlakuan didapatkan hasil nilai daya

antiinflamasi untuk dosis I sebesar 57,13%, dosis II sebesar 59,08%, dan

dosis III sebesar 73,75%


4

Berdasarakan uraian latar belakang diatas maka akan dilakukan

penelitian uji aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol kulit bawang merah (

Allium ascolancium . L ) terhadap luka bakar pada mencit jantan. Sebagai

salah satu pemanfaatan limbah kulit bawang merah yang belum banyak

diketahui oleh masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak etanol kulit bawang merah memiliki aktivitas

antiinflamasi terhadap luka bakar pada mencit jantan.

2. Berapa persentase kesembuhan untuk konsentrasi ekstrak etanol kulit

bawang merah yang paling tepat dalam aktivitas antiinflamasi terhadap

luka bakar pada mencit jantan

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini, antara lain adalah :

1. Tujuan Umum

Menguji aktivitas antiinflamsi ekstrak etanol kulit bawang merah

2. Tujuan Khusus

a) Menguji aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol kulit bawang merah

(Allium ascalonicum. L) terhadap luka bakar pada mencit jantan pada

berbagai konsentrasi.

b) Menentukan persentase kesembuhan pada berbagai konsentrasi

ekstrak kulit bawang merah terhadap luka bakar pada mencit.


5

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Bagi IPTEK

Dapat memberikan informasi mengenai efektifitas pengobatan

tradisional dengan menggunakan ekstrak etanol kulit bawang merah

(Allium ascalonicum .L) sebagai pengobatan luka bakar.

2. Bagi Institusi

Memberikan informasi bahan aktif alami yang berpotensi

sebagai pengobatan pada luka bakar dan memajukan STIKES Bani

Saleh dengan penelitian ini.

3. Bagi Peneliti

Untuk memperluas wawasan tentang tentang efektifitas ekstrak

kulit bawang merah (Allium ascalonicum.L) terhadap pengobatan

antiinflamasi.
6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Struktur anatomi dan fungsi kulit

Kulit merupakan organ terbesar dalam tubuh, berfungsi tidak

hanya sebagai sawar mekanis antara lingkungan eksternal dan jaringan

dibawahnya tetapi juga secara dinamis terlibat dalam mekanisme

pertahanan dan fungsi penting lain. Kulit pada orang dewasa rata rata

memiliki berat 9pon dan melingkupi area permukaan sekitar 21m².

Lapisan terdalamnya mengandung banyak pembuluh darah, yang jika

dibentangkan dari ujung ke ujung lainya mencapai lebih dari 11mil.

Kulit terdiri atas dua lapisan epidermis dibagian luar dan dermis

dibagian dalam(Lauralee, 2014).

Epidermis terdiri dari banyak lapisan sel epitel. Secara rata,

epidermis mengganti dirinya sendiri setiap dua setengah bulan. Bagian

epidermis bagian dalam terdiri dari sel-sel berbentuk kubus yang

hidup dan cepat membelah, sementara sel-sel dilaapisan luar

merupakan sel mati dan gepeng. Epidermis tidak memiliki aliran

darah langsung sel-sel nya mendapat makanan hanya melalui difusi

dari banyak jaringan vaskular dermis dibawahnya. Sel-sel yang baru

terbentuk dilapisan dalam terus mendorong sel-sel tua mendekati

permukaan semakin jauh dari pasokan nutrienya. Hal ini, ditambah

dengan kenyataan bahwa lapisan lapisan luar terus menerus mendapat

tekanan serta mengalami “ wear and thear” menyebabkan sel-sel tua

6
7

ini mati dan menggepeng. Sel-sel epidermis disatukan dengan ketat

oleh desmosom yang saling berhubungan dengan filamen dan keratin

intrasel untuk membantuk lapisan penutup kohesif yang kuat. Sewaktu

sel penghasil keratin ini mengalami pematangan, filamen-filamen

keratin secara progresif menumpuk dan membentuk ikatan saling

saling satu sama lain disitosol. Sewaktu sel lapisan luar mati, keratin

fibrosa ini tertinggal, membentuk swama gepeng keras yang

membentuk lapisan tanduk ( berkeratin ) protektif yang kuat. Jika

swama lapisan tanduk paling luar terlepas atau terkelupas akibat

abrasi, lapisan ini diganti dengan cara pembelahan sel dilapisan

epidermis yang lebih dalam (Lauralee, 2014).

Kecepatan pembelahan sel dan karenanya ketebalan lapisan

berkeratin, bervariasi sesuai dengan lapisan tubuh. Lapisan ini paling

tebal dibagian derah tempat kulit mengalami tekanan paling besar,

misalnya telapak kaki. Lapisan berkeratin bersifat kedap udara, cukup

kedap airdan tidak dapat ditembus oleh sebagian besar bahan. Lapisan

ini menahan lewatnya segala sesuatu yang lewat dalam kedua arah

anrata tubuh dan lingkungan eksternal. Sebagai contoh lapisan ini

memperkecil hilangnya air dan konstituen penting lain dari tubuh serta

mencegah sebagian besar benda asing masuk ke dalam tubuh

(Lauralee, 2014).

Manfaat lapisan protektif ini dalam menahan cairan tubuh

menjadi jelas setelah luka bakar luas. Infekasi bakteri dapat terjadi

dijaringan terproteksi dibawahnya, tetapi konsekuensi sistemik yang


8

bahkan lebih serius lagi adalah hilangnya cairan tubuh dan protein

plasma, yang keluar melalui permukaan luka bakar yang terpajan.

Gangguan sirkulasi yang diakibatkanya dapat mengancam nyawa.

Demikian juga sawar kulit menghambat masuknya sebagian besar

bahan yang berkontak dengan permukaan tubuh ke dalam tubuh,

termasuk bakteri dan bahan kimia toksisk. Pada banyak kasus kulit

memodifikasi senyawa yang berkontak denganya. Sebagai contoh

enzim-enzim epidermis dapat mengubah banyak karsinogen potensial

menjadi senyawa tak berbahaya. Namun sebagaian bahan, terutama

bahan larut lemak, dapat menembus kulit tubuh melalui lapis ganda

lemak membran plasma sel epidermis. Obat yang dapat diserap

melalui kulit, misalnya nikotin atau estrogen, kadang-kadang

digunakan dalam bentuk “plester” kulit yang mengandung obat

tersebut(Lauralee, 2014).

Dermis dibawah epidermis terdapat dermis yaitu suatu

lapisan jaringan ikan yang mengandung banyak serat elastin (untuk

peregangan) dan serat kolagen (untuk kekuatan) serta banyak

pembuluh darah dan ujung saraf khusus. Pembuluh darah dermis tidak

saja memasok dermis dan epidermis tetapi juga berperan besar

mengatur suhu tubuh. Kaliber pembuluh-pembuluh ini, dan karenanya

volume darah yang mengalir melaluinya, dapat dikendalikan sehingga

jumlah pertukaran panas antara pembuluh darah permukaan kulit dan

lingkungan eksternal dapat diubah-ubah. Reseptor diujung perifer

serat saraf aferen didermis mendeteksi tekanan suhu, nyeri, dan


9

masukan somatosensorik lain. Ujung saraf eferen didermis mengontrol

kaliber pembulh darah, ereksi rambut, dan sekresi kelenjar eksokirin

kulit (Lauralee, 2014).

Gambar II.1 Anataomi kulit (Lauralee, 2014)

2. Luka Bakar

a). Definisi luka bakar

luka bakar adalah kerusakan atau hilangnya jaringan yang

disebabkan oleh panas ( api, cairan/lemak panas, uap panas)

radiasi, listrik, kimia. Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat

sentuhan secara langsung permukaan tubuh dengan benda-benda

panas. (Anggowarsito, 2014)

b) .Fase luka bakar

Luka bakar terbagi dalam 3 fase, yaitu fase akut, subakut

dan fase lanjut.

(1). Fase akut

Fase akut adalah fase dimana dimulainya saat awal

kejadian hingga mendapatkan penanganan atau perawatan.

Pada fase ini banyaknya kematian yang terjadi akibat cedera

inhalasi pada luka bakar dikarenakan gangguan keseimbangan


10

sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal berdampak

sistemik hingga keadaan hiperdinamik akibat isntabilisasi

sirkulasi (Anggowarsito, 2014).

(2). Fase subakut

Pada fase ini berlangssung setelah syok teratasi atau

setelah masa terlewati nya fase akut. Pada fase ini

permasalahan yang dihadapi yaitu timbulnya penyulit

seperti jaringan parut yang hipertrofik, keloid, gangguan

pigmentasi, deformitas dan adanya kontraktur.

(Anggowarsito, 2014)

(3). Fase lanjut

Pada fase ini luka bakar dinyatakan sembuh namun

harus tetap dalam pemantauan perawatan atau rawat jalan.

Permasalahan yang timbul pada fase ini yaitu timbulnya

penyulit seperti jaringan parut yang hipertrofik, keloid,

gangguan pigmentasi, deformitas dan adanya kontraktur.

(Anggowarsito, 2014)

c). Derajat kedalaman luka bakar

Kedalaman pada luka bakar tergantung dari sumber

penyebabnya dan lamanya kontak panas dengan permukaan tubuh.

Luka bakar terbagi dalam 3 derajat. (Anggowarsito, 2014)

(1). Luka bakar derajat I

Pada luka bakar derajat I kerusakan yang terjadi pada

jaringan terbatas pada lapisan epidermis (supersial)/ epidermal.


11

Kulit hiperemik berupa eritema, dengan sedikit edema, dan

terasa nyeri akibat ujung syaraf sensoris teriritasi. Pada luka

bakar derajat I ini pada hari keempat setelah terjadinya paparan

sering dijumpai deskuamsi. Pada pengobatan ini dapat diberikan

salep antibiotik dan pelembab kulit dan tidak memerlukan

pembalutan (Anggowarsito, 2014).

(2). Luka bakar derajat II

Pada luka bakar derajat II kerusakan yang terjadi

meliputi epidermis dan sebagian dermis dengan reaksi

inflamasi disertai dengan proses edukasi. Pada derajat ini

terdapat bula dan terasa nyeri akibat ujung-ujung saraf

sensoris. Pada luka bakar derajat II terbagi menjadi dua yaitu

luka dangkal/ superfisial/ superficial partial thicknes dan luka

dalam / deep partial thickness. Pada luka bakar derajat II

dalam/ deep partial thickness, kerusakan jaringan hampir

terjadi pada seluruh dermis. Bula sering kali ditemkan dengan

dasar luka eritema yang basah. Permukaan luka berbecak

merah dan sebagian putih karena variasi vasklarisasi. Luka

terasa nyeri namun tidak psehebat derajat II dangkal.Pada

derajat II ini penyembuhan memerlukan waktu yang lebih

lama, sekitar 3-9 minggu dan meninggalkan jaringan parut.

Pada pengobatan luka bakar derajat II ini diperlukan

pembalutan dan dapat juga diberikan penutup luka sementara

(Anggowarsito, 2014).
12

(3). Luka bakar derajat III

Pada luka bakar derajat III kerusakan yang terjadi

kerusakan jaringan permanen yang meliputi seluruh tebal kulit

hingga jaringan subkutis, otot dan tulang. Pada derajat ini luka

tidak nyeri dan hilang sensasi akibat kerusakan ujung-ujung

syaraf sensoris. Pada derajat ini penyembuhan luka lebih sulit

karena tidak ada epitelisas spontan. Perlu dilakukan eksisi dini

untuk eksar dan tandur kulit untuk luka bakar derajat II dalam

luka bakar derajat III (Anggowarsito, 2014).

D). Penyembuhan luka bakar

Penyembuhan luka adalah suatu proses penggantian dan

perbaikan fungsi jaringa yang telah rusak akibat terjadinya luka.

Ada 3 fase penyembuhan luka yaitu fase inflamasi, fase proliferasi

dan fase maturasi ( setyarini EA et.al, 2013 ).

(a). Fase inflamasi

Fase inflamasi ini merupakan reaksi tubuh terhadap luka

yang di ambil setelah beberapa menit dan berlangsung selama

3 hari setelah cedera (Amalia, 2015).

(b). Proliferasi

Fase ini ditandai dengan munculnya pembuluh darah

baru sebagai hasil rekontruksi, fase proliferasi terjadi dalam

waktu 3-24 hari (Amalia, 2015).


13

(c). Maturasi

Fase maturasi merupakan tahap akhir proses

penyembuhan luka. Pada fase ini memrlukan waktu kurang

lebih 1 tahun. Tergantung pada kedalaman dan keluasan luka.

Pada penyenbuhan luka hambatan yang sering terjadi yaitu

adanya infeksi, peradangan, dan tidak seimbangnya

kelembaban sehingga pada setiap fase penyembuhan luka

memiliki karakteristik tersendiri (Amalia, 2015).

3. Bawang merah

Bawang merah (Allium ascalonicum.L ) merupakan salah

satu tanaman yang memiliki fungsi sebagai sayuran dan banyak

digunakan oleh masyarakat. Meskipun bawang merah bukan

kebutuhan pokok namun tidak dapat dihindari penggunaan bawang

merah sebagai salah satu bumbu perlengkap yang sangat diperlukan

karena banyak mengandung vitamin B dan C. Selain sebagai bumbu

dapur bawang merah juga banyak digunakan sebagai obat tradisional

seperti penyembuhan luka atau infeksi, memperbaiki pencernaan dan

menghilangkan lendir pada tenggorokan (Setiyowati et al., 2012).

(a). klasifikasi bawang merah

Bawang merah merupakan tanaman spermatophyta dan

berumbi, berbiji tunggal dengan sistem perakaran serabut.

Klasifikasi tanaman bawang merah.


14

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub-divisio : Angiospermae

Ordo : Liliales (Liliafloare)

Famili : Liliaceae

Genus : Allium

Species : Allium ascalonicum L.

(b). Morfologi bawang merah

Morfologi bawang merah dibedakan menjadi

beberapa bagian diantaranya yaitu akar, batang, daun, bunga,

buah dan biji. Bawang merah mampu tumbuh mencapai 15-50

cm. Bawang merah membentuk rumpun dan termasuk ke dalam

tanaman semusim. Akarnya berupa akar serabut yang pendek

dan tertanam hanya sekitar 2-5 mm didalam tanah, sehingga

bawang merah tidak tahan terhadap kekeringan. Daun bawang

merah berwarna hijau muda dan memiliki bentuk bulat kecil

memanjang serta berlubang seperti pipa. Bagian bawah daunya

melebar seperti kelopak dan membengkak sementara ujung nya

meruncing. Memiliki kelopak yang menipis dan kering yang

membungkus lapisan kelopak daun yang membengkak didalam

nya dan terlihat mengembung membentuk umbi yang

merupakan umbi lapis. Pada pangkal umbi terdapat batang semu


15

yang berasal dari modifikasi daun bawang merah. Bawang

merah memiliki akar serabut yang tidak terlalu panjang. Pada

bagian bunga bawang merah terdiri atas tangkai bunga dan

tandan bunga. ( Wibowo, 2009)

4. Efek farmakologi Kulit Bawang Merah

Bawang merah ( Allium ascalonicum L. ) Merupakan salah satu

komoditi hortikultura yang termasuk ke dalam jenis sayuran atau

bumbu dapur. Salah satu bagian dari bawang merah yang memiliki

manfaat sebagai obat adalah bagian kulitnya. Kulit bawang merah

mengandung senyawa flavonoid golongan flavonol.

Flavonol merupakan flavonoid dengan gugus keton. Flavonol

umumnya terdapat dalam bentuk glikosida seperti kaemferol,

kuersetin, dan miristein. Kadar flavonoid yang tinggi dalam kulit

bawang merah berperan sebagai antioksidan, antiinflamasi pada kaki

tikus yang diinduksi karagenan. ( Gosh et al., 2019 )

II.2 kulit bawang merah ( dokumentasi pribadi)

a). Kulit bawang merah sebagai antiinflamasi

kulit bawang merah fraksi air memiliki kandungan

polifenol, saponin, terpenoid, dan alkaloid. Jenis flavonoid yang


16

paling banyak yang terdapat pada kulit bawang merah adalah

kuersetin bentuk bebas dan terikat dengan glikosida. Jumlah

senyawa fenolik dan kuersetin yang terdapat pada kulit bawang

merah lebih tinggi 3-5 kali dari umbi bawang merah. Senyawa

flavonoid dapat mengatasi inflamasi adalah dengan menetralisir

efek toksik denga cara mendonorkan ion hyidrogen sehingga ion-

ion menjadi stabil. Keadaan ion yang stabil menyebabkan

penurunan keadaan stres oksidatif dalam jaringan, yang selanjutnya

berdampak pada pengurangan kerusakan sel, termasuk

inflamasi( Tandi et al., 2017).

b). Kulit bawang merah sebagai antidiabetes

kulit bawang merah memiliki kandungan flavonoid yang

dapat menurunkan kadar glukosa darah. Aktivitas antioksidan yang

terdapat dalam senyawa flavonoid dapat menangkap atau

menetralkan radikal bebas sehingga dapat memperbaiki keadaan

jaringan yang rusak. Flavonoid dapat berperan dalam kerusakan

jaringan pankreas yang diakibatkan oleh alkilasi DNA akibat

induksi aloksan sebagai akibatnya dapat memperbaiki morfologi

pankreas (Prameswari & Widjanarko, 2014).

c). Kulit bawang merah sebagai antioksidan

Kulit bawang merah memiliki potensi sebagai antioksidan

alami. Kulit bawang merah mengandung senyawa flavonoid, tanin,

saponin dan glikosida. Flavonoid merupakan senyawa bioaktif

yang menunjukan berbagai aktivitas yang berguna salah satunya


17

antioksidan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Michel (2016)

aktivitas anti oksidan pada kulit bawang merah sangat kuat.

Aktivitas antioksidan yang terdapat pada kulit bawang merah

dilakukan dengan metode spektrofotoetri UV-Vis menggunakan

metode ABTS dan dihasilkan sampel dari persamaan regresi linear

kulit bawang merah yang diperoleh yaitu 39,22 ppm. Tingkat

kekuatan antioksidan sangat kuat apabila nilai 10-50 ppm (Michel,

2016).

5. Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau bahan obat yang berasal

dari bahan bahan alam seperti tumbuhan, hewan, mineral, yang

secara turun temurun telah di gunakan oleh orang-orang

terdahulu. Obat tradisional indonesia atau obat yang terbuat dari

bahan bahan alam lebih di kenal dengan nama jamu, umumnya

campuran obat obatan herbal obat yang berasal dari tanaman dan

bagian tanaman yag di gunakan yaitu akar, batang, daun, umbi

(H.R Dewoto, 2007).

6. Ekstraksi

Ekstraksi adalah pengambilan senyawa- senyawa metabolit

sekunder yang menjadi bahan target untuk dipisahkan dari

biomasa atau bagaian yang tidak diperlukan lagi karena

sifatnya yang mengganggu baik dalam penyajian maupun

mengganggu efektivitas khasiat yang terkandung dari bahan

aktif nya (Nugroho, 2017).


18

Prinsip proses ekstraksi proses pembukaan jaringan atau

dinding sel dengan peralkuan pans, yang dilanjutkan dengan

proses penarikan senyawa yang di butuhkan menggunakan

pelarut yang sesuai. Berdasarkan prinsipnya kedekatan sifat

kepolaran dari senyawa dan pelarut. Pada ekstraksi berbagai

pelarut organik ataupun air dapat digunakan. Ekstraksi dengan

pelarut berhubungan dengan dua tipe ekstraksi yaitu ekstraksi

padatan-cairan ( solid-liquid-extraction) dan juga ekstraksi

cairan-cairan ( liquid-liquid-extraction). Ekstraksi padatan

cairan yaitu pengambilan atau pemisahan senyawa metabolit

dari suatu matriks bahan padat yang berupa bagian tertentu

pada tanaman atau keseluruhan dengan menggunakan pelarut

tertentu. Ekstraksi cairan-cairan adalah pengambilan atau

pemisahan senyawa metabolit yang sebelumnya sudah terlarut

pada suatu bahan pelarut dengan cara mencampurkanya

dengan pelarut lain yang bersifat immisscible ( tidak dapat

bercampur baik ) dengan pelarut awal tetapi memiliki

kemiripan tingkat polaritasnya dengan senyawa yang akan

dipisahkan, sehingga metabolit atau senyawa target dapat larut

(Nugroho, 2017).

7. Metode Ekstraksi

Beberapa metode ekstraksi berdasarkan prinsip kerja dan

peralatan yang digunakan. Pemilihan metode didasarkan pada

karakteristik bahan yang digunakan dan senyawa yang yang


19

terkandung dalam ekstrak. Beberapa metode eksktraksi antara lain

maserasi, perkolasi reflux dan soxhlet (Nugroho, 2017).

(a). Maserasi

Maserasi merupakan metode yang paling sederhana.

metode ini banyak digunakan karena biaya yang murah,

peralatan yang sederhana serta tidak menggunakan

perlakuakn panas dan tepat untuk ekstraksi senyawa-senyawa

yang tidak tahan panas. Kelemahan dari metode maserasi

sendiri ialah kurang efisienya dari segi waktu rendemen satu

kali ekstraksi memerlukan waktu yang cukup lama yaitu satu

hari sampai dengan satu minggu, maserasi juga

membutuhkan pelarut yang lebih banyak, dan peluang

hilangnya metabolit pada proses ekstraksi lebih besar karena

menempel pada bahan dan alat yang di gunakan (Nugroho,

2017).

Maserasi dengan cara merendam bahan baku yang

telah disiapkan ke dalam pelarut yang sesuai pada suatu

wadah tertutup atau bejana dan di tempatkan pada suhu ruang

dan ditunggu hingga beberapa hari. Pengadukan yang

dilakukan setiap hari atau berkala dapat dilakukan untuk

mempercepat proses ekstraksi (Nugroho, 2017).

(b). Perkolasi

Perkolasi dan maserasi memiliki persamaan yaitu sama

sama tidak menggunakan metode panas dalam proses


20

ekstraksinya, alat utamanya pada perkolasi sendiri yaitu

sebuah bejana berbentuk silindris atau kerucut yang terbalik

dilengkapi dengan lobang atau kran dibagian ujung

bahwahnya. Proses perkolasi sendiri dilakukan dengan

melarutkan senyawa metabolit pada bahan yang akan

diekstraksi dengan mengalirkan pelarut yang sesuai pada

matriks bahan atau sampel yang telah ditata pada perkolator

agar senyawa metabolit terikut dengan pelarut dan mengalir

keluar dari bejana dan di tampung (Nugroho, 2017).

(c). Reflux

Metode reflux ini menjadi salah satu ekstraksi yang

paling banyak di gunakan. Metode ini dinilai sebagai metode

yang cukup murah dan simpel dengan rendemen yang cukup

tinggi dibandingan dengan metode maserasi atau perkolasi.

Pada metode ini bahan yang akan diekstrak direndam pada

pelarut yang digunakan pada sebuah bejana yang biasanya

berbentuk bulat dan kemudian ditemptkan pada sebuah

pemanas . pada bagaian atas labu terdapat sebuah lubang

yang dihubungkan dengan alat pendingin yaitu kondendor.

Lubang bejana juga berfungsi sebagai alat unutuk

memasukan dan mengeluarkan bahan, pelarut dan hasil

ekstraknya.
21

(d). Soxhlet

Prinsip ekstraksi dengan metode soxhlet yaitu dengan

mengeskstrak bahan yang sudah di haluskan atau dibungkus

pada selembar kertas saring kemudian dimasukan kedalam

alat yang bernama soxhlet yang sudah diisi dengan pelarut

pada labu soxhlet yang berada pada bagian bawah. Persis

dibawah labu soxhlet ditempatkan hot plate untuk

memanaskan labu. Ketika soxhlet dipanaskan akan terjadi

penguapan dan terkondensasi kembali karena adanya sistem

pendingin yaitu kondensor yang terdapat pada bagaian atas,

sehingga mencair kembali dengan menyiram bahan yang

terdapat dalam kertas saring. Pelarut akan mengekstrak

bahan dan melarutkan senyawa metabolitnya.

8. Polyethyilene Glycol

Menurut FI edisi III Polyethyilene Glycol adalah cairan

kental yang jernih dan tidak berwarna, memiliki bau khas lemah

agak higroskopis. Kelarutannya dapat larut dalam air, dalam etanol

95% dalam aseton dan dalam glikol. Memiliki fungsi sebagai basis

salep larut dalam air dan mempunyai keuntungan mamp

meningkatkan persentasi obat dalamm kulit (DK, 1979).


22

9. Mencit ( Mus muculus L. )

(a). Klasifikasi mencit

Menurut Nowak dan Paradiso (1983) mencit

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Bangsa : Rodenita

Suku : Muridae

Marga : Mus

Jenis : Mus musculus L.

b). Deskripsi Mencit

Mencit sering digunakan sebagai hewan percobaan

pada penelitian karena mencit sendiri memiliki beberapa

kelebihan. yaitu gen mencit lebih mirip dengan manusia,

mencit merupakan binatang mamalia dan kemampuan

berkembang biaknya sangat tinggi dan sangat cocok

digunakan sebagai hewan penelitian ( Retnaningsih, 2008).


23

B. Kerangka Teori
Faktor penyebab kontak langsung
dengan beda panas seperti api,
Kulit air panas dan bahan kimia

Luka bakar

Tata laksana

Tradisional

Ekstrak etanol daun alpukat

pada konsentrasi 20%, 35% dan


50% memiliki aktivitas terhadap
penyembuhan luka bakar pada
mencit jantan dengan persentase
kesembuhan sebesar 86%, 88% dan
90% Menurut penelitian Sentat &
Permatasari (2015)

Senyawa kuersetin yang terkandung dalam


suatu ekstrak tumbuhan dapat memberikan
efek anitiinflamsi

Kulit bawang merah mengandung senyawa


kuersetin menurut penelitian Filomena et al
(2007)

Pengujian ekstrak kulit bawang merah sebagai


antiinflamasi terhadap penyembuhanluka bakar
pada mencit jantan

Gambar II.3 Hipotesis penelitian


24

C. Hipotesis

Ekstrak kulit bawang merah mempunyai aktivitas terhadap penyembuhan

luka bakar pada mencit.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

1 . Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain kandang mencit,

solder dengan ujung lempeng staenless persegi , alat pencukur rambut,

pinset, timbangan analitik, sarung tangan, toples kaca, mistar dan

jangka sorong, kamera, tabung reaksi dengan merk Iwaki®, rak tabung

reaksi, gelas piala 500ml merk Iwaki®, rotary evavorator

Heidolph®, batang pengaduk, pipet tetes, mortir dan satmfer, sudip.

2. Bahan

Bahan penelitian pada penelitian ini antara lain adalah kulit bawang

merah, 5 ekor mencit putih jantan , etanol 70%, vaselin golongan

album, Hcl pekat, FeCl 10%, air panas, asam asetat glasial, kloroform,

amoniak, pereaksi Mayer, pereaksi Wagener, salep merk X.

B. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - juli 2021 di Laboratorium

Kimia Farmasi, Laboratorium Farmasetika dan Farmakologi STIKES Bani

Saleh.

24
25

C. Diagram alir penelitian

Kulit Bawang Merah

Dikering anginkan
Simplisia Kulit Bawang Merah
Dihaluskan

Serbuk kulit bawang merah

Diekstraksi dengan metode maserasi

Ekstrak cair
Menggunakan rotary evavorator
Ekstrak kental

Ekstrak kulit bawang


Uji kandungan fitokimia merah dengan berbagai
konsentrasi
Uji penetapan air kadar

Konsentrasi 2 Konsentrasi 1 Konsentrasi 3

Uji aktivitas
antiinflamasi
terhadap luka bakar
pada mencit jantan

Hasil

Gambar III.1 Diagram alir penelitian

D. Prosedur percobaan

1. penyiapan sampel
26

a) pengambilan sampel

pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah kulit

bawang merah ( Allium ascalonicum L ) pengambilan sampel ini

bertempat di daerah Kampung Utan Cibitung, Kabupaten Bekasi.

b) Determinasi tanaman

determinasi tanaman dilakukan di Lembaga Ilmu Penelitian

Indonesia ( LIPI) Bogor, pada bulan Februari 2021

c) Pengolahan sampel

sampel yang telah dikumpulkan kemudian disortasi basah

dengan tujuan agar sampel bersih dari kotoran kotoran yang

menempel pada sampel, sortasi ini dilakukan dengan air yang

mengalir. Setelah itu dilakukan proses perajangan atau sampel

dipotong dengan ukuran yang kecil-kecil lalu dikeringkan dengan

cara dikering anginkan dan tidak terpapar langsung dengan sinar

matahari setelah dikeringkan sampel dijadikan serbuk dengan cara

dibelender.

d) Ekstraksi kulit bawang merah dengan metode maserasi

direndam sebanyak 500g serbuk kulit bawang merah

dengan etanol 96% sebanyak 5 L dalam bejana maserasi lalu

aduk dan ditutup dengan menggunakan alumuniun foil didiamkan

selama 4 hari disimpan pada tempat yang terhindar dari sinar

matahari. Selanjutnya di saring unttuk memisahkan ampas dan

filtratnya. Pada ekstraksi di lakukan sebanyak dua kali dengan

pelarut dan waktu yang sama hingga filtrat tidak berwarna


27

Ekstrak cair yang diperoleh kemudian diuapkan agar terpisah nya

larutan penyarinya menggunakan rotary evavorator hingga

diperoleh ekstrak kental. Selanjutnya dihitung rendemen dari

ekstrak kental yang dihasilkan ( Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia, 2017).

2. Skrining Fitokimia

a). Uji identifikasi fitokimia

(1) Uji Flavonoid

Sebanyak 1 mL ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu

ditambahkan dengan serbuk magnesium dan 2-4 tetes HCl

pekat. Kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna

jingga menunjukkan adanya flavonoid golongan flavonol dan

flavanon. (Phytochemical Methods, 2020)

(2) Uji Tanin

Sebanyak 1-2 mL ekstrak dimasukan kedalam tabung reaksi

kemudian ditambahkan 2-3 tetes FeCl3 1% adanya tanin

ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna biru tua tau hijau

kehitaman (Phytochemical Methods, 2020).

(3) Uji Saponin

Sebanyak 1-2 mL ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

lalu ditambahkan dengan air panas. Kemudian campuran


28

didinginkan dan dikocok selama 10 menit. Terbentuknya buih

yang stabil menunjukkan adanya saponin (Phytochemical

Methods, 2020).

(4) Uji Steroid dan Terpenoid

Sebanyak 1-2 mL ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

lalu ditambahkan dengan asam asetat glasial sebanyak 10 tetes.

Lalu campuran ditambahkan dengan 2 tetes asam sulfat pekat

dan dikocok. Adanya steroid ditandai dengan terbentuknya

warna biru atau hijau, sedangkan adanya terpenoid ditandai

dengan terbentuknya warna merah atau ungu (Phytochemical

Methods, 2020).

(5) Uji Alkaloid

Sebanyak 1-2 mL ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi

lalu ditambahkan dengan 2 mL kloroform. Campuran

ditambahkan dengan 2 mL amoniak, dikocok dan disaring.

Filtrat yang dihasilkan ditambahkan dengan asam sulfat pekat

sebanyak 3-5 tetes dan dikocok sampai terbentuk 2 lapisan.

Lapisan asam yang tidak berwarna dimasukkan ke dalam 2

tabung reaksi, lalu masing-masing tabung ditambahkan dengan

pereaksi Mayer dan pereaksi Wagner sebanyak 4-5 tetes.

Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan

berwarna merah (Phytochemical Methods, 2020).

3.Uji kadar air


29

Dimasukan kurang lebih 1g ekstrak dan ditimbang dalam wadah

yang sudah ditara. Keringkan pada suhu 105⁰c selama 5 jam dan

ditimbang. Dilanjutkan pengeringan dan ditimbang pada jarak 1 jam

sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari

0,25%.

4. Penyiapan hewan uji

Hewan mencit jantan putih yang akan digunakan pada saat

pengujian terlebih dahulu disiapkan dan dikondisikan kurang lebih

selama 1 minggu agar hewan uji dapat beradaptasi dengan lingkungan

yang baru. Selanjtnya dikontrol kesehatannya dan menyeragamkanya

dengan cara disimpan atau diberi tempat yang baik yang terhindar dari

lingkungan yang lembab dan bebas dari insekta atau denga hewan

penggerak lainya dan diberikan makanan yang bernutrisi dan dalam

jumlah yang cukup. Lalu dilakukan penimbangan berat badan pada

mencit sebelum dilakukanya pengujian (Handayani et al., 2016).

5. Pembuatan luka bakar pada mencit jantan

Rambut pada daerah punggung mencit dicukur,kemudian

dipanaskan bagian ujung solder yang berbentuk persesegi dengan ukuran

1x1 cm dan ditempelkan pada punggung mencit selama 2-5 detik hingga

terjadi pelepuhan dan kulit terkelupas pada bagian tertentu. ( Handayani

et al., 2016).

6. Uji aktivitas ekstrak kulit bawang merah terhadap luka bakar pada

mencit jantan
30

Disiapkan 5 ekor mencit putih jantan yang telah ditimbang dan

diberikan perlakuan luka bakar pada punggung mencit dalam perlakuan

ini dibagi dalam 5 kelompok, masing masing kelompok terdiri 3-5 ekor

mencit putih jantan. Kelompok I sebagai control negatif dioleskan PEG

400 , kelompok II sebagai pembanding positif diberikan salep merk X,

kelompok III diberikan ekstrak kulit bawang merah dengan konsentrasi

10% dengan ekstrak kulit bawang merah sebanyak 5g dan ditambahkan

PEG 400 sebanyak 45g, kelompok IV diberikan ekstrak kulit bawang

merah konsentrasi 20% dengan ekstrak kulit bawang merah sebanyak

10g dan ditambahkan PEG 400 sebanyak 40g , kelompok V diberikan

ekstrak kulit bawang merah konsentrasi 30% dengan ekstrak kulit

bawang merah sebanyak 15g dan ditambahkan PEG 400 album sebanyak

35g. Sebelum dilakuakn pengolesan di lakukan uji homogenitas terlebih

tahulu pada ekstrak yang sudah di campurkan dengan PEG 400 dengan

cara ekstrak kulit bawang merah yanng sudah tercampur dengan PEG

400 diloeskan pada sekeping kaca lalu diamatai. Apabila merata dan

tidak terdapat butir-butir halus dikatakan homogen. Pengolesan semua

kelompok perlakuan dilakukan secara merata satu kali setiap pagi

sebanyak 0,1g untuk sekali oles (Sentat & Permatasari, 2015).

7. Pengamatan luka bakar selama 14 hari


31

Pengamatan dilakukan sehari setelah proses perlakuan pada

hewan uji, pengamatan dilakukan selama 14 hari dan dioleskan ekstrak

setiap harinya sebanyak 0,1 g. Pengamatan 1-14 hari berturut turut

dengan mengamati secara makroskopik proses penyembuhan luka bakar

pada punggung mencit putih jantan dengan pengukuran luas permukaan

luka bakar yang terjadi pada mencit dengan menggunkan jangka sorong

yang berskala 0,01 cm. Mencit yang mengalami luka bakar dirawat

sampai sembuh dengan perawatan tersedianya makanan yang cukup dan

bernutrisi dan kebutuhan air minum yang cukup dan bersih dan

sirkulasi udara yang baik. Kesembuhan mencit ditandai dengan merapat

dan tertutupnya luka bakar pada punggung mencit putih jantan.

Perhitungan persentase penyembuhan luka bakar dilakukan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut (Sentat & Permatasari, 2015).

Keterangan :

L₁ = Luas luka bakar hari pertama

Ln = Luas bakar hari ke-n


32

E. Metode Analisis

Jenis penelitian ini adalah eksperimental Analisa awal dilakukan

uji normalitas dengan menggunakan metode Kolmogorov Smirnov yang

bertujuan untuk melihat distribusi persen volume udem pada lukar bakar

mencit normal atau tidak. uji Kruskal Wallis untuk mengetahui apakah ada

perbedaan secara bermakna atau tidak pada setiap kelompok perlakuan.


33

F. TABEL PENELITIAN
34
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, I. (2015). Identifikasi Fase Penyembuhan Luka Berbasis Citra. Jurnal


Sains Dan Teknologi Istp, 4(1), 1–7.
Anggowarsito, J. L. (2014). Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. Jurnal
Widya Medika Surabaya, 2(2), 113–120.
Dk. (1979). Farmakope Indonesia Edisi Iii (Ri (Ed.); Iii). Departemen Kesehatan
Ri.
H.R Dewoto. (2007). Pengembangan Obat Tradisional Menjadi Fitofarmaka.
Majalah Kedokteran Indonesia, 7(7), 205–211.
Https://Doi.Org/10.24960/Jli.V5i1.667.53-59
Handayani, F. F., Pangesti, L. A. T., & Siswanto, E. (2019). Terhadap
Penyembuhan Luka Bakar Pada Kulit Punggung Mencit Putih Jantan ( Mus
Musculus ). Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(December 2015), 133–139.
Handayani, F., Sundu, R., Karapa, H. N., & Samarinda, A. F. (2016). Uji Aktivitas
Ekstrak Etanol Biji Pinang ( Areca Catechu L .) Terhadap Penyembuhan
Luka Bakar Pada Kulit Punggung Mencit Putih Jantan ( Mus Musculus ).
2(2), 154–160.
Juliadi, D., & Agustini, N. P. D. (2019). Ekstrak Kuersetin Kulit Umbi Bawang
Merah (Allium Cepa L.) Kintamani Sebagai Krim Antiinflamasi Pada Mencit
Putih Jantan Mus Musculus Dengan Metode Hot Plate. Jurnal Ilmiah
Medicamento, 5(2), 97–104.
Https://Doi.Org/10.36733/Medicamento.V5i2.496
Larissa, U., Wulan, A. J., & Prabowo, A. Y. (2017). Pengaruh Binahong Terhadap
Luka Bakar Derajat Ii. Jurnal Majority, 7(1), 130–134.
Lauralee, S. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem ( Dr. H. O. Ong, Dr.
A. Agung Mahode, Dr. D. Ramdani, & A. B. Dr. B. U. Pendit (Eds.); 8th
Ed.). Egc.
Michel, A. (2016). Proceeding Of The Soc. Journal Of The Society Of Leather
Technologists And Chemists, 100(2), 102.
Nugroho, A. (2017). Teknologi Bahan Alam. Perpustakaan Pusat Universitas
Lambung Mangkurat.
Phytochemical Methods. (2020). In Ethnoveterinary Botanical Medicine.
Https://Doi.Org/10.1201/Ebk1420045604-8
Prameswari, O. M., & Widjanarko, S. B. (2014). Uji Efek Ekstrak Air Daun
Pandan Wangi Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Dan Histopatologi
Tikus Diabetes Melitus. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 2(2), 16–27.
Sentat, T., & Permatasari, R. (2015). Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Alpukat

33
34

(Persea Americana Mill.) Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Pada


Punggung Mencit Putih Jantan (Mus Musculus). Ilmiah Manuntung, 1(2),
100–106.
Setiyowati, S., Haryanti, S., & Hastuti, R. B. (2012). Pengaruh Perbedaan
Konsentrasi Pupuk Organik Cair Tehadap Produksi Bawang Merah (Allium
Ascalonicum L). Bioma : Berkala Ilmiah Biologi, 12(2), 44.
Https://Doi.Org/10.14710/Bioma.12.2.44-48
Soemarie, Y. B. (2016). Uji Aktivitas Antiinflamasi Kuersetin Kulit Bawang
Merah ( Allium Cepa L .) Pada Mencit Putih Jantan ( Mus Musculus ).
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 1(September), 163–172.
33
34
35
36

Anda mungkin juga menyukai