Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

EDEMA PARU

A. DEFINISI
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan
tekanan intravaskular. (Elizabeth J Corwin, 2001)
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskular yang
patologis pada jaringan parenkim paru. (Titin Suprihatin, 2000)

B. ETIOLOGI
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a. Peningkatan tekanan kapiler paru :
1) Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan  fungsi ventrikel kiri
(stenosis mitral).
2) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena  gangguan fungsi
ventrikel kiri.
3)  Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena  peningkatan tekanan
arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b. Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal,  hati, penyakit
dermatologi atau penyakit nutrisi.
c. Peningkatan tekanan negatif intersisial :
1) Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
2) Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi  saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress
Syndrome)
a.  Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap  Teflon®, NO2, dsb).
c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri,  alloxan, alpha-
naphthyl thiourea).
d. Aspirasi asam lambung.
e. Pneumonitis radiasi akut.
f. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g. Disseminated Intravascular Coagulation.
h. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,  leukoagglutinin
i. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j.   Pankreatitis Perdarahan Akut.
3. Insufisiensi Limfatik :
a. Post Lung Transplant.
b. Lymphangitic Carcinomatosis.
c. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4. Tak diketahui/tak jelas
a. High Altitude Pulmonary Edema.
b. Neurogenic Pulmonary Edema.
c. Narcotic overdose.
d. Pulmonary embolism.
e. Eclampsi
f. Post Cardioversion. 
g. Post Anesthesia.
h. Post Cardiopulmonary Bypass.

C. PATOFISIOLOGI
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika
cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah
kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi
karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup
protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari
darah yang tidak megandung segala sel-sel darah). Edema paru adalah istilah yang
digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-
pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat
kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang
melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk
dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang
mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali
dinding-dindig ini kehilangan integritasnya. 
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang
merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini
dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon
dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.
Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan
kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-
faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic
pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-
cardiogenic pulmonary edema.

D. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto
toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar
dideteksi dini.
1. Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan
pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya
ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat
inspirasi.
2. Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-
sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh
karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering
terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel
kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan
cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.
3. Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi
right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi
pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.
Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and
Braunwald, 1988).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektrokardiografi
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa
ditemukan,
2. Laboratorium
a. Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.
b.  Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
c. Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim
jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner
3. Foto thoraks
Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray)
dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan
pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column,
dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap
pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.    
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang
lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang
signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru
yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari
pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang
penyebab yang mungkin mendasarinya.

F. PENATALAKSANAAN
1. Posisi ½ duduk.
2. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk
(pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60
mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak
mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi
endotrakeal, suction, dan ventilator.
3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
4. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10
menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena
mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat
diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon
dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai
tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan
darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ
vital.
5. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).
6. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4
jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam
7.   Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit
atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis
dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil
dengan oksigen.
10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur
dinding ventrikel / corda tendinae.

G. KOMPLIKASI
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari
komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih
spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang
dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat
secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ
tubuh yang berbeda, seperti otak.

H. PENCEGAHAN
Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada penyebab dari
pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat diambil. Pencegahan jangka panjang
dari penyakit jantung dan serangan-serangan jantung, kenaikan yang perlahan ke
ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari overdosis obat dapat
dipertimbangkan sebagai pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebab-sebab mungkin
tidak sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang disebabkan oleh
infeksi atau trauma yang berlimpahan.
ASUHAN KEPERAWATAN

EDEMA PARU

A. PENGKAJIAN

Data umum:

1. Identitas :
Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda
2. Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk
disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi
dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik
tanda klinik mungkin menyertai klien
3.  Riwayat Penyakit Dahulu
4. Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, 
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin
ditemui pada klien

Pemeriksaan fisik :

1. Sistem Integumen
Subyekti:-
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
2. Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif),
sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut
meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru.
3. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah
menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
4. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
5. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan
6. Sistem genitourinaria
Subyektif :
Obyektif : produksi urine menurun/normal.
7. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare

Pemeriksaan Laboratorium :

1. Hb : menurun/normal
2. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon
darah meningkat/normal.
3. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.
B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pola napas tidak efektif  berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
pengambilan Oksigen tidak adekuat.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar
sekunder terhadap akumulasi cairan alveoli
3.   Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen sistemik
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan sekuncup jantung
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan lemah sekunder
terhadap penurunan curah jantung, disfungsi ginjal
6. Nyeri berhubungan dengan penurunan suplai oksigen koroner
7. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan perfusi ginjal tidak adekuat
8. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah
9. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
10. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan disfungsi saraf motorik
11. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran

C. Perencanaan keperawatan

1. Diganosa  : Gangguan pola Napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru, pengambilan O2 tidak adekuat.
Tujuan     :  Setelah dilakukan perawatan selam ---x24 jam diharapkan pola napas
kembali efektif dengan kriteria hasil hasil pola napas pasien reguler,
tidak tampak adanya retraksi dinding dada, pasien tampak relaks.
Tindakan :
1. Monitor jumlah pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi paru, tanda vital,
warna kulit dan AGD
Rasional          : mengetahui status awal pernapasan pasien
2. Posisikan semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Rasional          : meningkatkan ekspansi paru
3.  Ajarkan pasien teknik relaksasi napas dalam
Rasional          : membantu meningkatkan pemenuhan oksigen
4. Berikan oksigen sesuai program
Rasional          : mempertahankan oksigen arteri
5.  Berikan pendidikan kesehatan mengenai perubahan gaya hidup, teknik bernapas, teknik
relaksasi.
Rasional          : membantu beradaptasi dengan kondisi saat ini.

2. Diagnosa              : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane


kapiler alveolar sekunder terhadap akumulasi cairan alveoli.
Tujuan                 :   setelah dilakukan perawatan selama ---x24 jam diharapkan
pertukaran gas kembali adekuat dengan kriteria hasil bunyi
napas normal, dan warna kulit normal, eupnea, saturasi oksigen >
95%, pO2> 80 mmHg, pCO2< 45 mmHg.

Tindakan             :

1. Auskultasi lapang paru terhadap bunyi napas, waspadai krekels


Rasional    : suara krekels menandakan kongesti cairan alveolar
2. Bantu pasien dalam posisi semifowler tinggi
Rasional    : meningkatkan pertukaran gas
3. Ajarkan teknik napas dalam
Rasional    : meningkatkan oksigenasi
4. Berikan O2 sesuai program
Rasional    : meningkatkan kadar oksigen jaringan
5. Kolaborasi dalam pemeriksaan AGD, pantau hasil hipoksemia dan hiperkapnea
Rasional    : mengetahui keadaan pasien
6. Berikan diuretik sesuai program
Rasional    : menurunkan kerja jantung
7. Bila diindikasikan, siapkan peralatan kedaruratan dalam keadaan berfungsi
Rasional    : mempersiapkan keadaan darurat pasien
3. Diagnosa              : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen sistemik
Tujuan                 :setelah dilakukan perawatan selama ---x24 jam diharapkan perfusi
jaringan pasien adekuat, dengan kriteria hasil nadi normal,
kesadaran compos mentis, tidak sianosis dan pucat, akral hangat,
TTV dalam batas normal.

Tindakan

1. Monitor tanda vital, bunyi jantung, edema, dan tingkat kesadaran


Rasional          : data dasar untuk mengetahui perkembangan pasien dan mengetahui
status awal kesehatan pasien.
2. Pantau terhadap indikator penurunan perfusi serebral
Rasional          : menghindari kerusakan otak
3. Hindari terjadinya valsava manuver seperti mengedan, menahan napas, dan batuk.
Rasional          : mempertahankan pasokan oksigen
4. Monitor denyut jantung dan irama
Rasional          : mengetahui kelainan jantung
5. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
Rasional          : meningkatkan perfusi
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan AGD, elektrolit, dan darah lengkap
Rasional          : mengetahui keadaan umum pasien
7. Berikan pendidikan kesehatan seperti proses terapi, perubahan gaya hidup, teknik
relaksasi, napas dalam, diet, dan efek obat
Rasional          : meningkatkan pengetahuan dan mencegah terjadinya kambuh dan
komplikasi

4. Diagnosa              : penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan sekuncup


jantung
Tujuan                 : setelah dilakukan tindakan selama ---x24 jam diharapkan tidak terjadi
penurunan curah jantung, dengan kriteria hasil tidak terjadi
peningkatan tekanan vena jugularis, EKG normal,
Tekanan darah

Tindakan :                   

1. Monitor Tanda-tanda vital


Rasional          : indikator keadaan umum pasien
2. Auskultasi bunyi jantung, kaji frekuensi dan irama jantung
Rasional          : perubahan suara, frekuensi dan irama jantung mengindikasikan
penurunan curah jantung
3. Palpasi nadi perifer
Rasional          : Penurunan curah jantung mempengaruhi kuat dan lemahnya nadi perifer
4. Kaji adanya distensi vena jugularis
Rasional          : akumulasi cairan  menghambat aliran balik vena sehingga terjadi distensi
vena jugularis
5. Kaji akral dan adanya sianosis atau pucat
Rasional          : penurunan curah jantung menyebapkan aliran darah ke perifer menurun
6. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional          : menvegah hipoksia
7. Berikan cairan Intra Vena sesuai indikasi
Rasional          : mencegah terjadinya kekuarangan cairan

Anda mungkin juga menyukai