Anda di halaman 1dari 3

Potensi Manusia (Jasmani dan Rohani) dalam Pengembangan IPTEKS

POTENSI YANG DIMILIKI MANUSIA

Dalam berbagai literature, khususnya dibidang filsafat dan antropologi dijumpai berbagai
pandangan para ahli tentang hakekat manusia. Sastraprateja, misalnya mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk yang historis. Hakikat manusia itu sendiri adalah suatu sejarah, suatu
peristiwa yang semata-mata datum. Hakikat manusia hanya dilihat dalam perjalanan sejarahnya,
dalam sejarah perjalanan bangsa manusia. Saatraprateja lebih lanjut mengatakan, bahwa apa
yang kita peroleh dari pengamatan kita atas pengamatan manusia adalah suatu rangkaian
anthtropoligical constans, yaitu dorongan-dorongan dan orientasi yang dimiliki manusia.

Lebih lanjut, Sastraprateja menambahkan ada sekurang-kurangnya 6anthtropoligical constans


yang dapat di tarik dari pengalaman umat manusia, yaitu:

1.      Relasi manusia dengan kejasmanian, alam, dan lingkungan ekologis

2.      Keterlibatan dengan sesama

3.      Keterkaitan dengan srtuktur sosial dan institional

4.      Ketergantungan masyarakat dan kebudayaan pada waktu dan tempat,

     hubungan timbal balik antara teori dan praktis.

5.      Kesadaran religious dan para religious

6.      Merupakan satu sintesis dan masing-masing saling mempengaruhi.

Keenam masalah tersebut tampak merupakan rangkaian kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan
oleh manusia, yang secara umum dapat dikatakan bahwa dalam beresksistensinya manusia tidak
bisa melepaskan dari ketergantungannya pada orang lain.

Dr. Alexis Carrel (seorang  peletak dasar-dasar humaniora di Barat ) mengatakan bahwa manusia
adalah makhluk yang misterius, karena derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding
terbalik dengan perhatiannya  yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada luar dirinya.
Pendapat ini menunjukkan tentang betapa sulitnya memahami manusia secara tuntas dan
menyeluruh. Sehingga setiap kali seseorang selesai memahami dari satu aspek tentang manusia,
maka muncul pula aspek yang lainnya.

Manusia memiliki kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi
dalam kehidupannya, baik perubahan social maupun perubahan alamiah. Manusia menghargai
tata aturan etik, sopan santun, dan berbagai makhluk yang berbudaya. Manusia tidak liar, baik
secara social maupun alamiah.

Manusia yang baru lahir dari perut ibunya masih sangat lemah, tidak berdaya dan tidak
mengetahui apa-apa. Untuk menjadi hamba Allah yang selalu menyembah-Nya dengan tulus dan
menjadi khalifah-Nya dimuka bumi, anak tersebut membutuhkan perawatan, bimbingan dan
pengembangan segenap potensinya kepada tujuan yang benar. Ia harus dikembangkan segala
potensinya kearah yang positif melalui suatu upaya yang disebut sebagai al-Tarbiyah, al-Ta’dib,
al-Ta’lim atau yang kita kenal dengan “pendidikan”.

Karena pendidikan yang mengarahkan ke arah perkembangan yang optimal maka pendidikan
dalam mengembangkannya harus memperhatikan aspek-aspek kepentingan yang antara lain :

1.    Aspek Pedagogis

Dalam hal ini manusia dipandang sebagai makhluk yang disebut ‘Homo Educondum’ yaitu
makhluk yang harus didik. Inilah yang membedakannya dengan makhluk yang lain. Jadi disini
pendidikan berfungsi memanusiakan manusia tanpa pendidikan sama sekali, manusia tidak dapat
menjadi manusia yang sebenarnya.

2.    Aspek Psikologis

Aspek ini memandang manusia sebagai makhluk yang disebut ‘Psychophyisk Netral’ yaitu
makhluk yang memiliki kemandirian (selftandingness) jasmaniahnya dan rohaniah. Didalam
kemandirian itu manusia mempunyai potensi dasar yang merupakan benih yang dapat tumbuh
dan berkembang.

3.     Aspek Sosiologis Dan Kultural

Aspek ini memandang bahwa manusia adalah makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar
untuk hidup bermasyarakat.
4.    Aspek Filosofis

Aspek ini manusia adalah makhluk yang disebut ‘Homo Sapiens’ yaitu makhluk yang
mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan.

Manusia sebagai makhluk paedagogik membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik.
Sehingga dengan potensi tersebut mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembang
kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah berupa keterampilan yang dapat berkembang,
sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.

Fitrah manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pendidikan. Oleh karena itu
pendidikan Islam bertugas membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan
fitrah manusia tersebut sehingga terbentuk seorang yang berkepribadian muslim. Potensi dasar
tersebut atau lebih dikenal dengan istilah fitrah harus terpelihara dan berkembang dengan baik.
Sebab tugas pendidikan adalah menjadikan potensi dasar itu lebih berdaya guna, berfungsi secara
wajar dan manusiawi.

Dalam pandangan lain, Pendidikan merupakan upaya manusia yang diarahkan kepada manusia
lain dengan harapan mereka, ini berkat pendidikan (pengajaran) itu kelak menjadi manusia yang
shaleh, yang berbuat sebagai mana yang seharusnya diperbuat dan menjauhi apa yang tidak patut
dilakukannya.

Anda mungkin juga menyukai