Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN

PENDAHULUAN

KESADARAN MENURUN

A.Definisi

Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar

penuh atas dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Komponen

yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas kesadaran

itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan

dari fungsi cortex serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam

merespon suatu rangsangan. Pasien dengan gangguan isi

kesadaran

biasanya tampak sadar penuh, namun tidak dapat merespon dengan


baik beberapa rangsangan - rangsangan, seperti membedakan warna,

raut wajah, mengenali bahasa atau simbol, sehingga seringkali

dikatakan bahwa penderita tampak bingung. ( Wulandari,2016)

Kesadaran menurun adalah keadaan dimana penderita tidak

sadar dalam arti tidak terjaga atau tidak terbangun secara utuh

sehingga tidak mampu memberikan respon yang normal terhadap

stimulus. ( Wulandari,2016)

Kesadaran menurun atau koma menjadi petunjuk kegagalan

fungsi integritas otak dan sebagai “final common pathway ” dari

gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan

mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila

terjadi penurunan kesadaran maka terjadi disregulasi dan disfungsi

otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh.

Dalam hal
menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang

digunakan diklinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau

sopor, koma ringan dan koma. Terminologi tersebut bersifat kualitatif.

Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara

kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow Coma Scale

Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh

asupan panca indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal

terhadap seluruh rangsangan dari luar maupun dari dalam (arousal

atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan waspada.

Somnolen atau keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih


penuh bila dirangsang. Somnolen disebut juga sebagai : latergi,

obtudansi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita

dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis

rangsang nyeri.

Sopor atau stupor berarti kantuk yang dalam. Penderita masih

dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun

kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti

suruhan yang singkat, dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan

rangsang nyeri penderita tidak dapat dibangunkan sempurna.

Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak

dapat diperoleh jawaban verbal dari penderita. Gerak motorik untuk

menangkis rangsang nyeri masih baik.


Koma ringan (semi-koma). Pada keadaan ini tidak ada respon

terhadap rangsang verbal. Reflex (kornea, pupil dan lain sebagainya)

masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respons terhadap

rangsang nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban “primitif”.

Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan.

Koma (dalam atau komplit). Tidak ada gerakan spontan tidak

ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang

bagaimanapun kuatnya.

Delirium adalah suatu keadaan mental abnormal yang dicirikan

oleh adanya disorientasi, ketakutan, iritabilitas, salah persepsi


terhadap stimulasi sensorik, dan sering kali disertai dengan
halusinasi

visual. Tingkah laku yang demikian biasanya menempatkan

penderita di alam yang tak berhubungan dengan lingkungannya,

bahkan kadang penderita sulit mengenali dirinya sendiri. Keadaan ini

dapat juga diselingi oleh suatu lucid interval. Biasanya delirium

menimbulkan delusi seperti alam mimpi yang kompleks sistematis

serta berlanjut

sehingga tak ada kontak sama sekali dengan lingkungannya serta

secara psikologis.

Penderita umumnya menjadi banyak bicara, bicaranya keras,

menyerang, curiga, dan agitatif. Keadaan ini timbulnya cepat dan

 jarang berlangsung lebih dari 4-7 hari namun salah persepsi dan

halusinasinya dapat berlangsung sampai berminggu-minggu

terutama pada penderita alkoholik atau penderita yang

berkaitan dengan
penyakit vaskuler kolagen. Keadaan delinum biasanya tampil pada

gangguan-gangguan toksik dan metabolik susunan saraf seperti

keracunan atropin yang akut, sindroma putus obat (alkohol-

barbiturat), porfiria akut, uremia, gagal hati akut, ensefalitis, penyakit

vaskuler kolagen. Bentuk status epileptikus yang melibatkan sistem

limbik sering kali juga menimbulkan sindrom yang sulit dibedakan

dengan keadaan delirium ini. ( Dian, 2014)

Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat

digunakan skala koma Glasgow yang memperhatikan tanggapan

(respons) penderita terhadap rangsang dan memberikan nilai pada


respons tersebut. Tanggapan/respons penderita yang perlu

diperhatikan adalah:

Mata:

1.E1 tidak membuka mata dengan rangsang

nyeri 2. E2 membuka mata dengan rangsang

nyeri

3. E3 membuka mata dengan

rangsangsuara 4. E4 membuka mata

spontan

Motorik:

1. M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri

2. M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri

3.M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri

4.M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai

sasaran
5.M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai

sasaran 6. M6 reaksi motorik sesuai perintah

Verbal:

1. V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri

(none) 2. V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)

3.V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)

4.V4 bicaradengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat

(confused)

5.V5 bicaradengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)

Jika nilai GCS 14-13 menandakan somnolen, 12-9 sopor, dan kurang
dari 8 menandakan koma.

Dua skala yang lebih sederhana ACDU (alert, confused, drowsy,

unresponsive), dan AVPU (alert, respon to voice, respon to pain,

unresponsive). Skala AVPU adalah cara mudah dan cepat untuk

menilai tingkat kesadaran. Pemeriksaan ini ideal sebagai penilaian

awal dan cepat, yaitu terdiri dari:2 

1.Alert

2.Respon terhadap suara

3. Respon terhadap nyeri

4. Penurunan kesadaran

 AVPU termasuk ke dalam beberapa sistem skor peringatan dini untuk

pasien – pasien kritis, sebagai cara yang lebih sederhana dibanding


dengan GCS, tetapi tidak cocok untuk observasi jangka panjang. (

Dian, 2014)

B.Etiologi

Etiologi Gangguan kesadaran disebabkan oleh berbagai faktor

etiologi, baik yang bersifat intrakranial maupun ekstrakranial /

sistemik. Penjelasan singkat tentang faktor etiologi gangguan

kesadaran menurut Harsono, 2016 adalah sebagai berikut:

1.Gangguan sirkulasi darah di otak (serebrum, serebellum, atau

batang otak)

2.Infeksi: ensefalomeningitis (meningitis, ensefalitis, serebritis/abses


otak)

3.Gangguan metabolisme

4. Neoplasma .

5. Trauma

kepala 6.

Epilepsi

7.Intoksikasi

8.Gangguan elektrolit dan endokrin

C.Manifestasi Klinis

1.Penurunan kesadaran secara kwalitatif

2. GCS kurang dari 13

3. Sakit kepala hebat

4. Muntah proyektil

5. Papil edema
6.Asimetris pupil

7.Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif

8. Demam

9. Gelisah

10. Kejang

11. Terdapat sputum berlebih

12. Retensi atau inkontinensia urin

13. Hipertensi atau hipotensi

14. Takikardi atau bradikardi

15. Takipnu atau dispnea


16. Edema lokal atau anasarka

17. Sianosis,

18. pucat 

D. Patofisiologi

Patofisiologi menerangkan terjadinya kesadaran menurun

sebagai akibat dari berbagai macam gangguan atau penyakit yang

masing-masing pada akhirnya mengacaukan fungsi reticular activating

system secara langsung maupun tidak langsung. Dari studi kasus-

kasus koma yang kemudian meninggal dapat dibuat kesimpulan,

bahwa ada tiga tipe lesi /mekanisme yang masing-masing merusak

fungsi reticular activating system, baik secara langsung maupun

tidak langsung. ( Mardjono, 2014 )


a.Disfungsi otak difus

1)Proses metabolik atau submikroskopik yang menekan aktivitas

neuronal.

2)Lesi yang disebabkan oleh abnormalitas metabolik atau toksik

atau oleh pelepasan general electric (kejang) diduga bersifat

subseluler atau molekuler, atau lesi-lesi mikroskopik yang

tersebar.

3)Cedera korteks dan subkorteks bilateral yang luas atau ada

kerusakan thalamus yang berat yang mengakibatkan

terputusnya impuls talamokortikal atau destruksi neuron-


neuron korteks bisa karena trauma (kontusio, cedera
aksonal difus),

stroke (infark atau perdarahan otak


bilateral).

4)Sejumlah penyakit mempunyai pengaruh langsung pada

aktivitas metabolik selsel neuron korteks serebri dan nuclei

sentral otak seperti meningitis, viral ensefalitis, hipoksia atau

iskemia yang bisa terjadi pada kasus henti jantung.

5)Pada umumnya, kehilangan kesadaran pada kondisi ini setara

dengan penurunan aliran darah otak atau metabolisme otak.

b.Efek langsung pada batang otak

1)Lesi di batang otak dan diensefalon bagian bawah yang

merusak/menghambat reticular activating system.

2)Lesi anatomik atau lesi destruktif terletak di talamus atau

midbrain di mana neuron-neuron ARAS terlibat langsung.


3)Lebih jarang terjadi.

4)Pola patoanatomik ini merupakan tanda khas stroke batang

otak akibat oklusi arteri basilaris, perdarahan talamus dan

batang otak atas, dan traumatic injury.

c.Efek kompresi pada batang otak

1)Kausa kompresi primer atau sekunder

2)Lesi masa yang bisa dilihat dengan mudah.

3)Massa tumor, abses, infark dengan edema yang masif atau

perdarahan intraserebral, subdural maupun epidural. Biasanya

lesi ini hanya mengenai sebagian dari korteks serebri dan


substansia alba dan sebagian besar serebrum tetap utuh.

Tetapi lesi ini mendistorsi struktur yang lebih dalam dan

menyebabkan koma karena efek pendesakan (kompresi) ke

lateral dari struktur tengah bagian dalam dan terjadi herniasi

tentorial lobus temporal yang berakibat kompresi

mesensefalon dan area subthalamik reticular activating

system, atau adanya perubahan-perubahan yang lebih meluas

di seluruh hemisfer.

4)Lesi serebelar sebagai penyebab sekunder juga dapat

menekan area retikular batang otak atas dan menggesernya

maju ke depan dan ke atas.

5)Pada kasus prolonged coma, dijumpai perubahan patologik

yang terkait lesi seluruh bagian sistim saraf korteks dan

diensefalon.
Bila tidak terdapat penjalaran impuls saraf yang kontinyu dari

batang otak ke serebrum maka kerja otak menjadi sangat

terhambat. Hal ini bisa dilihat jika batang otak mengalami

kompresi berat pada sambungan antara mesensefalon dan

serebrum akibat tumor hipofisis biasanya menyebabkan koma

yang ireversibel. Saraf kelima adalah nervus tertinggi yang

menjalarkan sejumlah besar sinyal somatosensoris ke otak. Bila

seluruh sinyal ini hilang, maka tingkat aktivitas pada area

eksitatorik akan menurun mendadak dan aktivitas otakpun

dengan segera akan sangat

menurun, sampai hampir mendekati keadaan koma yang


permanen

E.Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan

penyebab penurunan kesadaran yaitu :

1.Laboratorium darah

Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen

urea darah ( BUN ), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan,

kandungan keton serum, alcohol, obat-obatan dan analisa gas

darah ( BGA ).

2.CT Scan

Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak

3.PET ( Positron Emission Tomography )


Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke

dan tumor otak

4.SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography )

Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.

 A. MRI

Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.

6.Angiografi serebral

Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan

malformasi arteriovena.

7.Ekoensefalography

Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah

serebral yang disebabkan hematoma subdural, perdarahan

intraserebral, infark serebral yang luas dan neoplasma.

8.EEG ( elektroensefalography )

Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor,

abses, jaringan parut otak, infeksi otak

9.EMG ( Elektromiography )

Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun

akibat penyakit lain.

F.Penatalaksanaan

Prinsip tatalaksana pasien dengan penurunan secara umum adalah:2 

   Oksigenasi

   Mempertahankan sirkulasi
   Mengontrol glukosa

   Menurunkan tekanan tinggi intrakranial

   Menghentikan kejang

   Mengatasi infeksi

   Menoreksi keseimbangan asam-basa serta keseimbangan

elektrolit

   Penilaian suhu tubuh

1.Mengontrol jalan napas (airway)

Jalan napas yang baik dan suplementasi oksigen yang adekuat

merupakan tindakan yang sangat penting dalam mencegah


terjadinya kerusakan otak lebih lanjut akibat kondisi penurunan

kesadaran terutama pada kasus-kasus yang akut.

Tindakan menjaga jalan napas tetap baik yang paling sederhana

adalah dengan mencegah jatuhnya lidah ke dinding faring

posterior dengan jaw lift maneuver yaitu dengan mengekstensinya

kepala samapi menyentuh atlanto-occipital joint bersamaan

dengan menarik mandibula ke depan. Manuver ini dapat

memperlebar jarak antara lidah dan dinding faring sekitar 25%.

Manuver ini tidak boleh dilakukan pada kecurigaan adanya

fraj=ktur atau lesi pada daerah cervical.

Pemasangan oropharingeal tube dapat juga dilakukan untuk

menjaga patensi jalan napas pada pasien dengan penurunan

kesadaran. Oral airway device dapat digunakan untuk mencegah


tergigitnya lidah pada pasien dengan penurunan kesadaran

disertai kejang. Sedangkan nasal airway juga dapat digunakan

dengan menempatkan selang oksigen ke lubang hidung maupun

nasofaring. Nasal airway dapat digunakan pada pasien dengan

kecurigaan adanya lesi pada cervical dan kontraindikasi untuk

dilakukan maneuver jaw lift maupun head-tilt.

Tindakan intubasi merupakan indikasi untuk jalan napas tetap

terjaga dengan baik pada pasien dengan penurunan kesadaran

dan gangguan fungsi bulber. Pasien dengan GCS yang rendah

memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan


pernafasan walaupun masalah utamanya bukan pada sistem

pernafasan. Pasien dengan nilai GCS 8 harus dilakukan tindakan

intubasi

2.Pernafasan

Pada pasien dengan penurunan kesadaran perlu diperhatikan

frekuensi pernafasan dan pola pernafasan. Frekuansi pernafasan

normal adalah 16-24 kali permenit dengan pola nafas

torakoabdominal. Pada psien dengan gangguan pernafasan

seringkali disertai retraksi otot-otot ekstrapulmonal, seperti

rektarksi suprasternal, retraksi supraklavikula, dan retraksi otot

abdominal. Suara nafas tambahan juga perlu diperhatikan pada

pasien dengan penurunan kesadaran. Suplai oksigen binasal

dapat diberikan sesuai dengan oksigenasinya. Pada keadaan

tertentu seperti
kecurigaan adanya penyakit paru yang berat dapat siperiksa

analisis gas darah dan digunakan ventilator bila terdapat kondisi

gagal nafas.

3.Sirkulasi

Pada pasien dengan penurunan kesadaran, untuk monitor dan

evaluasi kondisi sirkulasi sebaiknya dipasang kateterisasi vena

sentral untuk memudahkan dalam monitoring cairan dan

pemberian nutrisi. Selain itu pula optimalkan tekanan darah

dengan target Mean Arterial Pressure di atas 70mmHg. Pada

kondisi hipovolemia

berikan cairan kristaloid isotonik seperti cairan NaCl fisiologis dan


ringer laktat. Kita harus menghindari pemberian cairan hipotonik

seperti cairan glukosa maupun dektrosa terutama pada kasus

stroke kecuali penyebab penurunan kesadarannya adalah kondisi

hipoglikemi. Bila cairan infus sudah diberikan tetapi MAP belum

mencapoai target, maka diusahakan untuk pemberian obat-obatan

vasopresor seperti dopamine dan epinefrin/norepinefrin.

G.Komplikasi 

Komplikasi yang muncul dapat meliputi:

1.Edema otak

Dapat mengakibatkan peningkatan TIK sehingga dapat

menyebabkan kematian.

2.Gagal ginjal

 Akibat penurunan perfusi ke korteks ginjal.


3.Kelainan asam basa

Hampir selalu terjadi alkaliosis respiratorik hiperventilasi,

sedangkan alkaliosis metabolic terjadi akibat hipokalemi. Asidosis

metabolic dapat terjadi karena penumpukan asam laktat atau

asam organic lainnya akibat gagal ginjal.

4.Hipoksia

Sering terjadi karena edema paru atau radang paru akibat

peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler di jaringan

intersisial atau alveoli.

5.Gangguan faal hemoestasis dan perdarahan


6.Gangguan metabolisme atau hipoglikemia dan gangguan

keseimbangan elektrolit atau hipokalsemia.

7.Kerentanan terhadap infeksi

Sering terjadi sepsis terutama karena bakteri gram negative,

peritonitis, infeksi jalan nafas atau paru.

8.Gangguan sirkulasi

Pada tahap akhir dapat terjadi hipotensi, bradikardi maupun henti

 jantung.
ASUHAN KEPERAWATAN

Data klien :

Nama

Umur

 Alamat

 Agama

Tanggal masuk RS

Nomor rekam medik

Riwayat Kesehatan

Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit keluarga ( genogram )

PENGKAJIAN PRIMER

1.Airway

a. Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas

b. Terjadi penurunan kesadaran

c. Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll

d. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan

e. Gelisah

f. Sianosis

g. Kejang

h. Retensi lendir / sputum di tenggorokan


i. Suara serak

 j. Batuk

2.Breathing

a. Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll

b. Sianosis

c. Takipnu

d. Dispnea

e. Hipoksia

f. Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi

3.Circulation

a. Hipotensi / hipertensi

b. Takipnu

c. Hipotermi

d. Pucat

e. Ekstremitas dingin

f. Penurunan capillary refill  

g. Produksi urin menurun

h. Nyeri

i. Pembesaran kelenjar getah bening


PENGKAJIAN SEKUNDER

1.Riwayat penyakit sebelumnya

 Apakah klien pernah menderita :

a. Penyakit stroke

b. Infeksi otak

c. DM

d. Diare dan muntah yang berlebihan

e. Tumor otak

f. Intoksiaksi insektisida

g. Trauma kepala
h. Epilepsi dll.

2.Pemeriksaan fisik

a. Aktivitas dan istirahat

Data Subyektif:

 kesulitan dalam beraktivitas

  kelemahan

  kehilangan sensasi atau paralysis.

 mudah lelah

  kesulitan istirahat

  nyeri atau kejang otot

Data obyektif:

  Perubahan tingkat kesadaran


 Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic), paraliysis (

hemiplegia ) , kelemahan umum.

  gangguan penglihatan

b. Sirkulasi

Data Subyektif:

  Riwayat penyakit stroke

  Riwayat penyakit jantung

Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis

bacterial.

Data obyektif:

  Hipertensi arterial

  Disritmia

  Perubahan EKG

 Pulsasi : kemungkinan bervariasi

  Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

c. Eliminasi

Data Subyektif:

 Inkontinensia urin / alvi

 Anuria

Data obyektif

 Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh )

  Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )


d.Makan/ minum

Data Subyektif:

   Nafsu makan hilang

   Nausea

   Vomitus menandakan adanya PTIK

   Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan

   Disfagia

   Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah

Data obyektif:

Obesitas ( faktor resiko

) e. Sensori neural

Data Subyektif:

   Syncope

   Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan

sub arachnoid.

   Kelemahan

   Kesemutan/kebas

   Penglihatan berkurang

   Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada

muka

   Gangguan rasa pengecapan

   Gangguan penciuman

Data obyektif:
   Status mental

   Penurunan kesadaran

  Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang)


   Gangguan fungsi kognitif

   Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan

tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam

   Wajah: paralisis / parese

   Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa,

kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif /

kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari

keduanya. )

   Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil

   Kehilangan kemampuan mendengar

   Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik

   Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif

/ negatif, ukuran pupil isokor / anisokor, diameter pupil

f. Nyeri /

kenyamanan

Data Subyektif:

Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya

Data obyektif:

   Tingkah laku yang tidak stabil

   Gelisah

  Ketegangan otot
 

g. Respirasi

Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )

h. Keamanan

Data obyektif:

  Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan

 Perubahan persepsi terhadap tubuh

  Kesulitan untuk melihat objek

 Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit

  Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang

pernah dikenali

  Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan

regulasi suhu tubuh

  Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap

keamanan

  Berkurang kesadaran diri

i. Interaksi sosial

Data obyektif:

 Problem berbicara

  Ketidakmampuan berkomunikasi

3.Menilai GCS

 Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang

menggunakan Skala Coma Glasgow :


Respon motorik

Respon bicara

Pembukaan mata

1.Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

aliran darah ke otak terhambat

2.Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan

kesadaran

3.Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan

neurologis

4.Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan


makanan

5.Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan

mobilitas, tirah baring lama

6.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

neuromuskuler

7.Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan

neuromuskuler

8.Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran

9.Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

hipersekresi jalan napas

3.Intervensi

1.Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan aliran darah

ke otak terhambat
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) :

a.Klien tidak gelisah

b.Tidak ada keluhan nyeri kepala

c.GCS 15

d.Tanda-tanda vital normal (nadi : 60-100 kali per menit, suhu:

36,5 - 37,5 °C, pernapasan 16-24 kali per menit)

Intervensi (NIC) :

a.Observasi perubahan tingkat kesadaran

b.Kaji pupil: isokor, diameter dan repon cahaya

c.Kaji karakteristik nyeri


d.Tinggikan kepala 15-30°C (semifowler) jika tidak ada

kontraindikasi.

e.Periksa kesadaran dan GCS tiap 5 menit.

f.Pertahankan pemberikan oksigenasi dan ventilasi

2.Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan penurunan

kesadaran

Tujuan dan kriteria hasil (NOC) :

a.Mendemostrasikan status sirkulasi yang di tandai dengan :

-  Tekanan darah normal

-  Tidak ada ortostatik hipertensi

-  Tidak ada peningkatan TIK (>15 mmHg)

b.Mendemostrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan :

-  Berkomunikasi dengan jelas


-  Menunjukan orientasi dengan baik

c.Mendemostrasikan kemampuan sensorik motorik kranial yang

utuh :

-  Tingkat kesadaran membaik (GCS 15)

-  Tidak ada gerakan involunter

Intervensi (NIC) :

a. Kaji nadi: frekuensi, irama dan kekuatan

b. Nilai akral

c. Ukur TD

d. Berikan cairan peroral

e. Monitor perubahan turgor, membran mukosa dan

capillary refill time

f. Identifikasi sumber perdarahan

g. Berikan penekanan langsung pada sumber perdarahan

h. Berikan posisi syok (tungkai lebih tinggi dari jantung) i.

Memasang kateter/kondom urin

 j. Monitor intake output cairan

3. Ketidakefektifan Pola nafas

Tujuan dan kriteria hasil (NOC) :

a.Mendemonstrasikan suara napas yang efektif, tidak ada sianosis

dan dyspnea (mampu bernapas dengan mudah)

b.Menunjukan jalan napas yang paten (frekuensi napas normal

dan tidak ada suara napas tambahan)


c.Vital sign dalam batal normal

Intervensi (NIC) :

a. Berikan posisi semi fowler jika tidak ada kontra indikasi

b. Pertahankan kepatenan jalan nafas

c. Melakukan fisioterapi dada jika tidak ada kontra indikasi

d. Berikan terapi oksigen

e. Bantuan dengan Bag Valve Mask. Jika terjadi penurunan

oksigen yang tajam harus diberikan 10 L/menit.

f. Tutup open  pneumothorax (jika terjadi) dengan menggunakan

kasa 3 sisi.
g.  AtasI tension pneumo-thorax (jika terjadi) dengan

menggunakan needle thorakosentesis.

h. Pasang oximeter i.

Pemeriksaan AGD

 j. Persiapan ventilator mekanik

4.Defisit perawatan diri : nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan

menelan makanan

Tujuan dan kriteria hasil (NOC) :

a.Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

b.Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

c.Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

d.Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

e.Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan


Intervensi (NIC) :

a.Identifikasi status nutrisi

b.Kaji faktor-faktor yang menurunkan napsu makan

c.Kaji adanya alergi makanan

d.Monitor jumlah asupan nutrisi

e.Monitor berat badan

f.Jelaskan pentingnya asupan nutrisi yang adekuat untuk proses

penyembuhan

g.Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi yang

dibutuhkan pasien

6.Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan

neuromuskuler

Tujuan dan kriteria hasil (NOC) :

a.Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk

mengulangi permintaan

b.Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi

stimulus komunikasi

c.Berdiri di depan pasien saat berbicara

7.Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran

Tujuan dan kriteria hasil (NOC) :

a.Gerakan terkoordinasi kemampuan otot untuk bekerja

b.Kejadian jatuh
c.Perilaku pencegahan jatuh : tindakan individu atau pemberi

asuhan untuk meminimalkan faktor resiko yang dapat memicu

 jatuh

d.Pengetahuan : keamanan pribadi

Intervensi (NIC) :

a.Identifikasi faktor resiko jatuh

b.Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh

c.Pastikan roda dan tempat tidur selalu dalam kondisi terkunci

d.Pasang handrall tempat tidur


DAFTAR PUSTAKA

 Amin & Hardhi Kusuma, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnose Medik & Nanda Nic-Noc Jilid 1.

Jogjakarta:Mediaction Publishing.

Dian S, Basuki A, 2014.  Altered consciousness basic, diagnostic, and

management. Bagian/UPF ilmu penyakit saraf.  Bandung.

Harsono.2015.Koma dalam Buku Ajar Neurologi Klinis.GajahMada

University Press. Yogyakarta.

Mardjono M, Sidharta P. 2014. Kesadaran dan fungsi luhur dalam

neurologi klinis dasar. Dian rakyat. Jakarta.

SDKI PPNI, 2017. Edisi 1. Jakarta Selatan

SIKI PPNI, 2018. Edisi 1 Cetakan II . Jakarta Selatan

Wulandari DS. 2016. Penurunan kesadaran. Fakultas Kedokteran

Universitas Yarsi. Serang

Anda mungkin juga menyukai