Anda di halaman 1dari 30

ANALISIS PENGARUH AKSESIBILITAS FASILITAS KESEHATAN

TERHADAP PEMANFAATAN LAYANAN KESEHATAN IBU DALAM


PERWUJUDAN TARGET PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN-3

RINGKASAN TESIS

Oleh:
Rahmi Budhy Fatmasari
16/407323/PEK/22558

PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
ANALISIS PENGARUH AKSESIBILITAS FASILITAS KESEHATAN
TERHADAP PEMANFAATAN LAYANAN KESEHATAN IBU DALAM
PERWUJUDAN TARGET PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN-3

Rahmi Budhy Fatmasari


16/407323/PEK/22558

Abstraksi
Salah satu intervensi yang berhasil mengurangi rasio kematian ibu adalah
penggunaan layanan perawatan antenatal. Namun kendala jarak dan waktu tempuh
seringkali menjadi kendala bagi ibu hamil dalam memanfaatkan layanan kesehatan
yang tersedia. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tren perkembangan
fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia, menganalisis apakah waktu perjalanan ke
fasilitas kesehatan dapat dikategorikan sebagai waktu perjalanan yang ideal dalam
mendukung empat kali atau lebih kegiatan pemeriksaan kehamilan dan menganalisis
kegiatan pemeriksaan kehamilan untuk wanita hamil berdasarkan kondisi geografis.
Penelitian ini menggunakan data pooled cross section dari Indonesia Family Life
Survey (IFLS) pada tahun 2000, 2007 dan 2014 dengan metode analisis yang
digunakan adalah kemungkinan maksimum dengan model probit. Secara keseluruhan
dapat disimpulkan bahwa waktu perjalanan ke fasilitas kesehatan tidak secara
signifikan mempengaruhi jumlah kunjungan antenatal dalam penelitian ini.
Kata kunci: angka kematian ibu, layanan kesehatan ibu, pembangunan berkelanjutan,
waktu tempuh
1. PENDAHULUAN
Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat di suatu negara adalah rasio
kematian ibu (Depkes, 2014). Disebut demikian karena AKI menunjukkan kemampuan
dan kualitas pelayanan yang ada pada suatu wilayah/negara. Rasio AKI adalah
banyaknya perempuan yang meninggal dari suatu penyebab kematian yang berkaitan
dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau
kasus insidentil) selama kehamilan, persalinan dan dalam masa nifas (42 hari setelah
persalinan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan (Kemenkes, 2015). Hingga saat
ini permasalahan yang berkaitan dengan proses kehamilan dan persalinan di beberapa
negara belum dapat dikendalikan, di mana rasio Angka Kematian Ibu (AKI) masih
tergolong tinggi. Kesehatan ibu yang menjadi salah satu target dalam Millenium
Development Goals (MDGs) ternyata belum mampu dicapai oleh Indonesia pada tahun
2015, karena rasio AKI Indonesia masih berada pada angka 305 per 100.000 kelahiran
hidup (SUPAS, 2015). Apabila dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN, rasio
AKI di Indonesia berada pada urutan ke delapan dari sembilan negara setelah Filipina.
Hal ini tentu menjadi permasalahan tersendiri karena Singapura yang menempati
urutan pertama dengan rasio AKI terendah, memiliki angka kematian yang jauh lebih
di bawah rasio AKI Indonesia yakni sebesar 70 per 100.000 kelahiran hidup (ASEAN
Secretariat, 2017).
Hasil penelitian Gay, dkk (2003) menyatakan bahwa salah satu intervensi yang
berhasil menurunkan AKI adalah pemanfaatan layanan pemeriksaan kehamilan/
antenatal care (ANC) yang tepat, yakni seperti pemberian suplemen zat besi selama
kehamilan dan tenaga medis profesional yang menangani proses persalinan. Laporan
WHO (2012) menyebutkan bahwa kematian ibu lebih banyak terjadi pada perempuan
yang tinggal di daerah pedesaan dan di antara masyarakat miskin. Pernyataan tersebut
didasarkan karena adanya kendala jarak dan transportasi yang menyebabkan rendahnya
pemanfaatan fasilitas kesehatan di wilayah pedesaan. Hal serupa disebutkan oleh
Mpembeni, dkk. (2007), Scott, dkk. (2013), Hanson, dkk. (2015) dan Wilunda (2017),
di mana faktor utama yang mendominasi terhadap rendahnya pemanfaatan layanan
pemeriksaan kehamilan adalah jarak ke fasilitas kesehatan.
Kendala jarak, waktu tempuh dan transportasi dalam memanfaatkan layanan
kesehatan yang banyak terjadi di wilayah pedesaan sangat berbeda jika dibandingkan
di wilayah perkotaan. Adanya fenomena industrialisasi di daerah perkotaan mendorong
pembangunan infrastruktur jauh lebih tinggi, seperti pembangunan jalan, listrik serta
sarana dan prasarana publik. Hasil Riskesdas tahun 2013, memberikan gambaran
mengenai perbedaan waktu tempuh menuju rumah sakit pemerintah yang dibutuhkan
masyarakat yang tinggal di pedesaan dan perkotaan.

Gambar 1.1 Waktu tempuh menuju rumah sakit pemerintah berdasarkan karakteristik,
Riskesdas (2013)

Grafik di atas menunjukkan perbedaan waktu yang harus ditempuh menuju rumah
sakit pemerintah oleh masyarakat dengan berbagai karakteristik. Pada gambar di atas
ditunjukkan bahwa mayoritas waktu tempuh yang dibutuhkan masyarakat golongan
terbawah menuju fasilitas kesehatan adalah lebih dari 60 menit. Hal tersebut bertolak
belakang dengan waktu tempuh ideal sebanyak 30 menit. Jika dikaitkan dengan data
BPS (2018) mengenai jumlah kemiskinan pedesaan yang lebih tinggi dibandingkan
kemiskinan perkotaan di Indonesia, maka masyarakat golongan terbawah tersebut
mayoritas bertempat tinggal di wilayah pedesaan yang masih tekendala jarak dan waktu
tempuh dalam memanfaatkan layanan kesehatan yang ada. Faktor lain yang
menyebabkan masyarakat golongan terbawah harus menempuh waktu yang lama
dalam memanfaatkan layanan kesehatan adalah tidak adanya kendaraan yang dimiliki
dan pendapatan yang tidak mencukupi. Berbeda halnya dengan masyarakat golongan
teratas yang hanya membutuhkan waktu tempuh sebesar 16-30 menit untuk menuju
rumah sakit pemerintah. Masyarakat golongan atas secara rata-rata tidak memiliki
kendala dalam hal transportasi dan biaya yang harus dibayarkan. Demikian halnya jika
membandingkan waktu tempuh masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan dan
perkotaan, di mana rata-rata masyarakat yang bertenpat tinggal di pedesaan
membutuhkan waktu tempuh lebih tinggi dibandingkan masyarakat yang tinggal di
perkotaan, yakni waktu yang dibutuhkan menuju rumah sakit pemerintah adalah lebih
dari satu jam.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan menganalis trend
pembangunan infrastruktur kesehatan di Indonesia, menganalisis pengaruh waktu
tempuh terhadap jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan serta menganalisis
bagaimana kegiatan pemeriksaan kehamilan secara geografis yang ditinjau
berdasarkan wilayah tempat tinggal dan lokasi tempat tinggal, yang selanjutnya akan
dikontrol oleh beberapa variabel seperti karakteristik ibu, karakteristik rumah tangga,
kualitas fasilitas kesehatan serta karakteristik komunitas.
2. LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Angka Kematian Ibu

Kematian ibu merupakan kematian selama kehamilan atau dalam periode 42


hari setelah berakhirnya kehamilan yang diakibatkan oleh beberapa faktor terkait
dengan kehamilan atau penanganannya, tetapi tidak disebabkan oleh kecelakaan atau
cedera (Kemenkes, 2014). Perhitungan AKI didasarkan pada dua faktor, yaitu jumlah
kematian ibu dan jumlah kelahiran hidup. Indikator jumlah kematian ibu adalah jumlah
kematian ibu yang terjadi pada saat kehamilan maupun persalinan. Hal ini mengacu
pada definisi kematian ibu dari BPS (2018) yang menyatakan bahwa kematian
perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa
memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau
pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.
𝐷ℎ𝑎𝑚𝑖𝑙
𝐴𝐾𝐼 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑙𝑎ℎ𝑖𝑟𝑎𝑛 𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝
Persamaan di atas merupakan cara yang digunakan untuk menghitung jumlah
AKI di Indonesia. Besarnya AKI diperoleh dengan membagi jumlah kematian ibu yang
sedang dalam tahap kehamilan atau persalinan terhadap jumlah kelahiran hidup.
Berdasarkan penjelasan Measure Evaluation (2018), informasi mengenai kematian ibu
terdapat dalam suatu periode (umumnya satu tahun) dan informasi mengenai jumlah
total kelahiran hidup turut dihitung pada tahun yang sama. Apabila data mengenai
jumlah kelahiran hidup tidak tersedia, dapat digunakan nilai total perkiraan kelahiran
hidup dengan menggunakan data sensus untuk populasi total dan tingkat kelahiran
kasar di daerah tertentu.
Batasan yang digunakan dalam menghitung Maternal Mortality Rate
(MMRatio) adalah tidak berkaitan dengan usia, dihitung per 100.000 kejadian serta
indikator penyebab kematian secara spesifik.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝐼𝑏𝑢
𝑀𝑀𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = ( ) × 100.000
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑙𝑎ℎ𝑖𝑟𝑎𝑛
Pengukuran lainnya yang digunakan dalam permasalahan kematian ibu adalah
tingkat kematian ibu (MMRate) yang merupakan tingkat penyebab kematian secara
spesifik. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung MMRate adalah:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝐼𝑏𝑢
𝑀𝑀𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = ( ) × 1000
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑎𝑛𝑖𝑡𝑎 𝑅𝑒𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝
AKI merupakan salah satu target yang masih sulit dicapai di Indonesia, dimana
target MDGs 2015 ialah menurunkan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup
namun hingga 2007 AKI di Indonesia masih 228/100.000 kelahiran hidup.
2.2 Perilaku Pencarian Kesehatan (health seeking behavior)
Perilaku pencarian kesehatan diawali oleh proses pengambilan keputusan yang
selanjutnya ditentukan oleh individu atau perilaku rumah tangga, norma-norma
masyarakat, dan harapan serta karakteristik dan perilaku penyedia fasilitas kesehatan.
Perilaku mencari perawatan kesehatan atau perawatan didefinisikan sebagai tindakan
apa pun yang dilakukan oleh individu yang menganggap dirinya memiliki masalah
kesehatan atau sakit untuk tujuan menemukan obat yang tepat. Model kepercayaan
akan kesehatan (health belief model) dapat digunakan untuk memahami health seeking
behavior. Health belief model dikemukakan pertama kali oleh Resenstock 1966,
kemudian disempurnakan oleh Becker, dkk 1970 dan 1980. Health belief model
merupakan suatu konsep yang menjelaskan alasan individu untuk mau atau tidak mau
melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984). Health belief model juga dapat
diartikan sebagai sebuah konstruk teoretis mengenai kepercayaan individu dalam
berperilaku sehat (Conner, 2005). Secara umum, health belief model merupakan suatu
model yang digunakan untuk menggambarkan kepercayaan individu terhadap perilaku
hidup sehat, sehingga individu akan melakukan perilaku hidup sehat yang berupa
tindakan pencegahan maupun penggunaan fasilitas kesehatan.
Gambar 2.1 Health Belief Model
Sumber: Stretcher dan Rosenstock (1997)

Pada bagan health belief model di atas dijelaskan bahwa variabel yang
mempengaruhi, adanya isyarat untuk bertindak dan kepercayaan seseorang pada diri
sendiri untuk dapat melakukan suatu, dapat mempengaruhi persepsi dari tingkat
kerentanan yang dirasakan, keseriusan, manfaat, hambatan dan juga perilaku
seseorang. Bedri (2001) menyatakan bahwa health seeking behavior tentu jelas
berbeda untuk setiap individu maupun masyarakat yang sama ketika dihadapkan
dengan berbagai jenis penyakit.

3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari lembaga survei yaitu Indonesia
Family Life Survey (IFLS) yang merupakan data panel rumah tangga di Indonesia sejak
tahun 1993 (gelombang satu) hingga 2014 (gelombang lima). Pada penelitian ini data
yang digunakan adalah data pooled cross-section IFLS gelombang tiga (tahun 2000),
empat (tahun 2007) dan lima (tahun 2014) yang diperoleh dari RAND IFLS. Guna
menganalisis apakah waktu tempuh menuju fasilitas kesehatan di wilayah pedesaan
dapat dikategorikan sebagai waktu tempuh ideal dalam mendukung kegiatan
pemeriksaan kehamilan sejumlah empat kali atau lebih, maka penelitian ini
menggunakan analisis maximum likelihood dengan model probit dimana variabel
dependen adalah jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan sebanyak empat kali atau
lebih. Penelitian ini juga memasukkan beberapa variabel kontrol seperti karakteristik
ibu, karakteristik rumah tangga, kualitas fasilitas kesehatan dan karakteristik
komunitas.
Data pooled cross-section dalam penelitian ini terdiri dari 4.012 observasi
dimana level observasi yang digunakan adalah individu. Jumlah kunjungan
pemeriksaan kehamilan menjadi variabel dependen dalam penelitian ini. Variabel
dependen dalam penelitian ini berupa dummy, yakni dummy akan bernilai satu apabila
jumlah kunjungan pemeriksaan ibu hamil sebanyak empat atau lebih, dan bernilai nol
apabila sebaliknya. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu waktu tempuh yang
dibutuhkan seorang ibu menuju lokasi pemeriksaan kehamilan dalam satuan menit.
Beberapa variabel kontrol yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi
karakteristik ibu, karakteristik rumah tangga, kualitas fasilitas kesehatan dan
karakteristik komunitas.

Tabel 3.1 Deskripsi Statistik


Variabel Obs Mean Std. Dev. Min Max
Jumlah kunjungan ANC 4.012 0,92394 0.265127 0 1
Waktu tempuh RS Pemerintah 4.012 48,87556 133.2303 0 5400
Waktu tempuh RS Swasta 4.012 36,12195 73.27197 1 1800
Waktu tempuh puskesmas 4.012 18,62219 67.04056 1 1800
Waktu tempuh klinik swasta 4.012 19,56135 32.06898 1 1800
Waktu tempuh praktik dokter 4.012 21,59776 55.24998 1 1800
Waktu tempuh rumah bidan swasta 4.012 15,09626 61.76913 0 1800
Usia 4.012 28,34439 6.353073 15 52
Lama pendidikan 4.003 8,650762 3.764021 0 18
Status pekerjaan (Dummy bekerja) 4.008 0,468563 0.499073 0 1
Urutan kehamilan 4.012 1,457606 0.826309 1 10
Pengeluaran per kapita rumah tangga 3.946 467996,3 483165.8 11700 6222845
Kendaraan dalam rumah tangga
(Dummy memiliki) 4.012 0,601995 0.489548 0 1
Lokasi tempat tinggal (Dummy desa) 4.012 0,515461 0.499823 0 1
Berat badan (Dummy diukur) 4.012 0,904239 0.294299 0 1
Tinggi badan (Dummy diukur) 4.012 0,467581 0.49901 0 1
Pengukuran tekanan darah (Dummy
diukur) 4.012 0,941895 0.233971 0 1
Pemeriksaan darah (Dummy
diperiksa) 4.012 0,416958 0.493117 0 1
Variabel Obs Mean Std. Dev. Min Max
Tinggi fundus uteri (Dummy diukur) 4.012 0,525686 0.499402 0 1
Detak jantung janin (Dummy diukur) 4.012 0,844389 0.362531 0 1
Imunisasi tetanus toksoid (Dummy
memperoleh) 4.012 0,789277 0.407873 0 1
Suplemen zat besi (Dummy
memperoleh) 4.012 0,85212 0.355026 0 1
Kondisi jalan (Dummy beraspal) 4.012 0,85586 0.351275 0 1
Jarak ke ibukota provinsi 3.985 122,813 124.3699 0 998,98
Wilayah tempat tinggal (Dummy
Jawa-Bali) 4.012 0,606234 0.488645 0 1
Keberadaan rumah sakit (Dummy
mengetahui) 4.012 0,779052 0.414937 0 1
Keberadaan rumah sakit swasta
(Dummy mengetahui) 4.012 0,492768 0.50001 0 1
Keberadaan puskesmas (Dummy
mengetahui) 4.012 0,956359 0.20432 0 1
Keberadaan klinik (Dummy
mengetahui) 4.012 0,199252 0.399488 0 1
Keberadaan praktik dokter (Dummy
mengetahui) 4.012 0,473317 0.49935 0 1
Keberadaan praktik bidan (Dummy
mengetahui) 4.012 0,849127 0.35797 0 1
Sumber: IFLS 3,4 dan 5 (data diolah)

3.2 Metode Penelitian

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi probit yang
dilakukan untuk mengetahui nilai marginal efek (mfx) dari masing-masing variabel
independen terhadap pemanfaatan layanan pemeriksaan kehamilan sebanyak empat
kali atau lebih. Regresi probit yang juga disebut model probit digunakan untuk
memodelkan variabel hasil dikotomis atau biner. Pada dasarnya regresi probit
merupakan salah satu model regresi yang dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen yang bersifat biner. Model probit
dapat dituliskan pada persamaan berikut:
𝑝𝑟𝑜𝑏𝑖𝑡(𝐸𝑌) = 𝛷−1 (𝑝) = 𝛷−1 (𝑃[𝑌 = 1)]
Pada penelitian ini variabel dependen yang digunakan berupa dummy, yaitu jumlah
kunjungan pemeriksaan sebanyak empat atau lebih. Penggunaan regresi probit
didasarkan pada beberapa penelitian terdahulu yang juga menganalisis pemanfaatan
kunjungan pemeriksaan kehamilan dengan variabel dependen berupa dummy. Model
persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
𝑌𝑖𝑡 = 𝛼0 + 𝛼1 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ𝑖𝑡 + 𝛼2 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑖𝑠𝑡𝑖𝑘 𝑖𝑏𝑢𝑖𝑡 + 𝛼2 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑖𝑠𝑡𝑖𝑘 𝑅𝑇𝑖𝑡 +

𝛼2 𝑘𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑓𝑎𝑠𝑘𝑒𝑠 + 𝛼2 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑖𝑠𝑡𝑖𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑢𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠𝑖𝑡 + 𝑒

Hasil estimasi regresi probit tidak dapat langsung diinterpretasikan sebagaimana


pada model estimasi linear. Guna memudahkan interpretasi setiap variabel dalam
penelitian, maka perlu menghitung nilai marginal effect yang merupakan perubahan
probabilitas yang disebabkan oleh adanya perubahan nilai variabel independen.
Perhitungan nilai marginal effect pada penelitian ini menggunakan average marginal
effect karena terdapat keterbatasan pada pehitungan marginal effect at the mean, yang
pada umunya jarang terjadi kondisi seluruh variabel bernilai sama dengan nilai rata-
ratanya. Selain melakukan estimasi model menggunakan regresi probit, guna
memastikan tidak adanya sensitifitas terhadap berbagai asumsi maka dilakukan
robustness test yang terdiri dari uji goodness of fit melalui pseudo R2, pengujian
Hosmer-Lemeshow dan correctly classified.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Trend Pembangunan Infrastruktur Kesehatan di Indonesia
Permasalahan akses masih menjadi kendala masyarakat khususnya yang tinggal di
wilayah pedesaan untuk dapat memanfaatkan layanan kesehatan yang ada. Guna
menganalisis akesibilitas fasilitas kesehatan, waktu tempuh dapat digunakan sebagai
ukuran ketersediaan fasilitas kesehatan terhadap lokasi tempat tinggal masyarakat.
Pernyataan Laksono, dkk (2016) menyebutkan bahwa waktu tempuh ideal menuju
fasilitas kesehatan terdekat seperti puskesmas, praktik dokter umum/spesialis dan
klinik swasta adalah 30 menit. Waktu tempuh ideal yang menuju rumah bidan swasta
adalah 15 menit. Sementara waktu tempuh ideal menuju rumah sakit adalah tidak lebih
dari 60 menit.
60

50 46 45 48

40 37 35
32
28 29
30 24
21 22 21
18 17 19 19
20 16 16

10

0
RS Pemerintah RS Swasta Puskesmas Klinik swasta Praktik dokter Rumah bidan
umum/spesialis swasta

2000 2007 2014

Gambar 4.1 Waktu tempuh menuju fasilitas kesehatan dalam menit, IFLS (2014)

Berdasarkan data pooled-cross section yang diperoleh dari IFLS tahun 2000,
2007 dan 2014, ditunjukkan pada gambar 4.1 mengenai perbandingan waktu tempuh
menuju fasilitas kesehatan di Indonesia. Pada gambar di atas, terlihat bahwa secara
rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh masyarakat menuju rumah sakit pemerintah
maupun swasta sudah masuk dalam kategori waktu tempuh ideal. Demikian halnya
untuk beberapa fasilitas kesehatan lainnya, secara rata-rata waktu tempuh menuju
fasilitas kesehatan yang tersedia sudah masuk dalam kategori waktu tempuh ideal. Hal
yang menjadi perhatian tersendiri adalah waktu tempuh menuju praktik dokter
umum/spesialis di tahun 2000 hampir melebihi waktu tempuh ideal sebesar 30 menit.
Namun pada tahun 2007 dan 2014 berangsur turun seiring dengan fasilitas dan jumlah
tenaga kesehatan yang meningkat setiap tahunnya.

2000 2007 2014

30%
39%

31%

Gambar 4.2 Jumlah Fasilitas Kesehatan Indonesia tahun 2000, 2007 dan 2014
(Indonesia Family Life Survey (IFLS))
Gambar di atas menunjukkan jumlah fasilitas kesehatan dalam suatu komunitas
pada tahun 2000, 2007 dan 2014. Berdasarkan data IFLS tahun 2000, jumlah fasilitas
kesehatan yang berfungsi dengan baik dalam suatu sample komunitas adalah 1.555
unit. Jumlah tersebut meliputi posyandu, puskesmas dan puskesmas pembantu, klinik
swasta, tenaga medis tradisional serta rumah sakit pemerintah maupun swasta. Pada
tahun 2007 cakupan pembangunan infrastruktur kesehatan meluas hingga pada
pembangunan posyandu bagi lansia. Jumlah infrastruktur kesehatan pada tahun 2007
meningkat sebesar 85 unit, yakni menjadi 1.640 unit fasilitas kesehatan. Melihat
penambahan jumlah fasilitas kesehatan tersebut, upaya pemerintah guna meningkatkan
kesejahteraan dan kesehatan masyarakat terus dievaluasi dan ditingkatkan.
4.2 Pengaruh Aksesibilitas Fasilitas Kesehatan terhadap Kunjungan ANC

Estimasi dalam penelitian ini menggunakan metode logistic regression probit untuk
data pooled cross-section IFLS tahun 2000, 2007 dan 2014. Penggunaan teknik
estimasi tersebut didasarkan pada nilai variabel terikat yang berupa variabel kualitatif,
yaitu bernilai 1 apabila kunjungan pemeriksaan kehamilan berjumlah minimal
sebanyak empat kali atau lebih selama masa kehamilannya dan bernilai 0 jika
kunjungan pemeriksaan kehamilan berjumlah kurang dari empat kali selama masa
kehamilannya. Nilai koefisien pada model probit tidak dapat langsung
diinterpretasikan, maka perlu dihitung nilai marginal effect pada setiap koefisien untuk
dapat menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Tabel 4.1 Hasil Estimasi Model

Marginal Probit
Jumlah kunjungan ANC
Koefisien Marginal Effect
Waktu tempuh RS Pemerintah (Dummy ideal) -0,1059 -0,0128
Waktu tempuh RS Swasta (Dummy ideal) 0,1622 0,0196
Waktu tempuh puskesmas (Dummy ideal) 0,1790 0,0217
Waktu tempuh klinik swasta (Dummy ideal) -0,1772 -0,0215
Waktu tempuh praktik dokter (Dummy ideal) -0,6904** -0,0836**
Waktu tempuh rumah bidan swasta (Dummy ideal) 0,0756 0,0092
Usia 0,0058 0,0007
Lama pendidikan 0,0556** 0,0067**
Status pekerjaan (Dummy bekerja) -0,0191 -0,0023
Urutan kehamilan -0,0930** -0,0113**
Pengeluaran per kapita rumah tangga 0,0000002** 0,0000003**
Kendaraan dalam rumah tangga (Dummy memiliki) 0,1270** 0,0154**
Lokasi tempat tinggal (Dummy desa) 0,0473 0,0057
Berat badan (Dummy diukur) 0,2549** 0,0309**
Tinggi badan (Dummy diukur) 0,1627** 0,0197**
Jumlah kunjungan ANC Marginal Probit
Koefisien Marginal Effect

Pengukuran tekanan darah (Dummy diukur) 0,2182* 0,0264*


Pemeriksaan darah (Dummy diperiksa) 0,1134 0,0137
Tinggi fundus uteri (Dummy diukur) 0,1128 0,0137
Detak jantung janin (Dummy diukur) 0,0550 0,0067
Imunisasi tetanus toksoid (Dummy memperoleh) 0,2610** 0,0316**
Suplemen zat besi (Dummy memperoleh) 0,3927** 0,0475**
Kondisi jalan (Dummy beraspal) 0,0664 0,0080
Jarak ke ibukota provinsi -0,0004* 0,00003*
Wilayah tempat tinggal (Dummy Jawa-Bali) 0,2977** 0,0360**
Keberadaan rumah sakit (Dummy mengetahui) -0,0097 -0,0012
Keberadaan rumah sakit swasta (Dummy mengetahui) 0,1298 0,0157
Keberadaan puskesmas (Dummy mengetahui) -0,0470 -0,0057
Keberadaan klinik (Dummy mengetahui) 0,0381 0,0046
Keberadaan praktik dokter (Dummy mengetahui) -0,0390 -0,0047
Keberadaan praktik bidan (Dummy mengetahui) -0,2036** -0,0247**
Observasi (N) 3.915 3.915
2
Pseudo R 0,1660
Correctly classified 91,90%
Hosmer-Lemeshow 0,5947
Keterangan: robbust standar error disesuaikan berdasarkan tingkat signifikansi *𝜌=0,1;
**𝜌=0,05
Sumber: IFLS 3, 4 dan 5 (data diolah)

Analisis utama dalam penelitian ini adalah meninjau pengaruh waktu tempuh
menuju fasilitas kesehatan terhadap jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan
sebanyak empat kali atau lebih pada ibu yang telah selesai masa kehamilannya.
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 4.1 hanya waktu tempuh menuju tempat praktik
dokter umum/spesialis yang memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah kunjungan
pemeriksaan kehamilan meskipun memiliki tanda koefisien yang negatif. Seorang ibu
yang memiliki waktu tempuh ideal menuju tempat praktik dokter umum/spesialis
memiliki kecenderungan jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan 0,0836 lebih
rendah dibandingkan dengan ibu yang waktu tempuhnya melebihi 30 menit menuju
tempat praktik dokter umum/spesialis. Hal demikian memungkinkan untuk terjadi
karena meskipun lokasi praktik dokter umum/spesialis cenderung dekat dengan tempat
tinggal, namun biaya yang harus dikeluarkan jauh lebih tinggi dibandingkan periksa
dengan lokasi pemeriksaan seperti di puskesmas dan praktik bidan swasta. Pola data
IFLS-3, IFLS-4 dan IFLS-5 menunjukkan bahwa lokasi pemeriksaan kehamilan yang
paling sering dikunjungi oleh ibu hamil adalah puskesmas, meskipun berdasarkan nilai
hasil estimasi, rendahnya waktu tempuh menuju puskesmas tidak mempengaruhi
jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan.
Analisis dalam penelitian ini juga mengamati pengaruh karakteristik ibu yang
telah selesai kehamilannya terhadap jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilannya.
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 4.1, pendidikan ibu memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap jumlah kunjungan pemeriksaan ibu. Yakni semakin
bertambah tahun pendidikan seorang ibu maka jumlah kunjungan pemeriksaan
kehamilannya akan meningkat 0,0067 lebih tinggi dibandingkan jumlah kunjungan
pemeriksaan ibu hamil yang tahun pendidikannya lebih rendah. Temuan ini sesuai
dengan Susuman (2015) mengenai layanan perawatan kesehatan dan pendidikan ibu di
Afrika Selatan, yang menyebutkan bahwa pendidikan seorang ibu memiliki pengaruh
kuat terhadap pemanfaatan layanan pemeriksaan kehamilan. Pada umumnya, semakin
bertambah lama pendidikan seseorang maka pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki juga akan semakin luas yang tentu dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari seorang individu. Pada beberapa penelitian terdahulu, variabel pendidikan
adalah variabel yang paling sering digunakan sebagai penjelas hubungan terhadap
pamanfaatan layanan kesehatan ibu. Seorang ibu yang berpendidikan dianggap
memiliki kesadaran yang lebih besar tentang keberadaan layanan kesehatan ibu dan
mendapat manfaat dalam menggunakan layanan tersebut. Penelitian Bhattacherjee, dkk
(2013) juga mengungkapkan bahwa perempuan berpendidikan memiliki peluang yang
lebih baik dalam pemanfaatan layanan kesehatan ibu.
Urutan kehamilan turut menjadi salah satu faktor yang memperngaruhi
kunjungan pemeriksaan kehamilan di beberapa penelitian terdahulu. Pada dasarnya,
seorang ibu cenderung lebih memperhatikan kesehatan kehamilannya pada kehamilan
yang pertama dibandingkan kehamilan setelahnya. Hal ini dikarenakan seorang ibu
pada kehamilan pertama telah banyak memperoleh pengetahuan dan pengalaman
mengenai kehamilan yang dapat diterapkan pada kehamilan selanjutnya. Teori ini
sejalan dengan hasil estimasi pada tabel 4.1, di mana semakin jumlah ibu dengan urutan
kehamilan yang semakin banyak memiliki kecenderungan jumlah pemeriksaan
kehamilan 0,0013 lebih rendah dibandingkan dengan ibu yang urutan kehamilannya
masih sedikit atau ibu dengan kondisi kehamilannya yang pertama.
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa
pengeluaran per kapita memiliki pengaruh signifikan positif terhadap jumlah
kunjungan pemeriksaan. Interpretasinya adalah jumlah ibu dengan pengeluaran per
kapita yang tinggi memiliki kecenderungan jumlah kunjungan pemeriksaan 0,0000003
lebih tinggi dibandingkan dengan ibu dengan pengeluaran per kapita yang rendah. Hal
ini didasari oleh pengeluaran per kapita suatu rumah tangga menunjukkan kemampuan
finansial dalam konsumsi, termasuk pengeluaran untuk kesehatan. Maka semakin
tinggi pengeluaran per kapita dalam suatu rumah tangga, maka kesempatan yang
dimiliki untuk dapat memanfaatkan layanan kesehatan dengan melakukan kunjungan
pemeriksaan pada ibu hamil, akan lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga
dengan pengeluaran per kapita yang rendah. Selain variabel pengeluaran per kapita,
kepemilikan kendaraan memiliki pengaruh positif terhadap kunjungan pemeriksaan
kehamilan. Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 4.1 seorang ibu dalam rumah tangga
dengan kepemilikan kendaraan pribadi memiliki kecenderungan jumlah pemeriksaan
kehamilan 0,0154 lebih tinggi dibandingkan dengan seorang ibu yang tidak memiliki
kendaraan dalam keluarganya. Temuan ini sejalan dengan penelitian Sahito dan Fatmi
(2018) bahwa kepemilikan kendaraan bermotor memiliki pengaruh signifikan yang
positif terhadap kunjungan pemeriksaan ibu hamil di Pakistan. Hal ini disebabkan oleh
kepemilikan kendaraan bermotor akan memudahkan seseorang dalam menempuh
waktu dan jarak menuju lokasi fasilitas kesehatan yang tersedia.
Penelitian Gupta, dkk (2014) menjelaskan bahwa kualitas suatu fasilitas
kesehatan dapat diukur melalui layanan kesehatan yang diberikan. Data yang tersedia
dalam IFLS mengenai layanan kesehatan bagi ibu hamil meliputi pengukuran berat
badan, tinggi badan, tekanan darah, pemeriksaan darah, pengukuran tinggi fundus
uteri, detak jantung bayi, pemberian imunisasi tetanus toksoid dan suplemen zat besi.
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel di atas, perolehan suplemen zat besi dari fasilitas
kesehatan memiliki pengaruh paling besar yaitu 0,0475 dan pengaruhnya signifikan
terhadap jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan. Nilai tersebut memiliki arti bahwa
ibu yang memperoleh suplemen zat besi saat melakukan pemeriksaan kehamilan
memiliki kecenderungan jumlah kunjungan pemeriksaan lebih tinggi 0,0475
dibandingkan dengan ibu yang tidak memperoleh suplemen zat besi. Penelitian
Kiwanuka, dkk (2017) menyebutkan bahwa pemberian suplemen zat besi pada masa
kehamilan adalah cara yang efektif untuk mengurangi anemia pada wanita hamil di
negara dengan sumber daya terbatas.
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 4.1 seorang ibu yang memperoleh
pelayanan kesehatan dengan pengukuran berat badan memiliki kecenderungan jumlah
kunjungan pemeriksaan kehamilan 0,0309 lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang
tidak diukur berat badannya. Pengukuran berat badan pada ibu hamil bertujuan untuk
memastikan agar seorang ibu yang sedang hamil tidak mengalami kekurangan ataupun
kelebihan berat badan. Berdasarkan rekomendasi Departemen Kesehatan RI (2006),
kenaikan berat badan normal bagi ibu hamil adalah sebesar 7-12 kg yang bertambah
karena hasil konsepsi yaitu janin dan plasenta. Pemberian imunisasi tetanus toksoid
juga berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kunjungan pemeriksaan
kehamilan. Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 4.1 seorang ibu yang memperoleh
imunisasi tetanus tokosid memiliki kecenderungan jumlah kunjungan pemeriksaan
kehamilan 0,0316 lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak memperoleh
imunisasi tetanus toksoid. Pada dasarnya pemberian imunisasi tetanus toksoid turut
berperan penting dalam menekan angka kematian ibu. Deteksi dini terhadap eklampsia
dan pre-eklampsia dapat dilakukan dengan mengukur tekanan darah pada ibu hamil
dan memastikan tekanan darah tersebut berada dalam ukuran yang normal. Diagnosis
hipertensi dalam kehamilan menjadi perhatian tersendiri apabila tekanan darah sistolik
lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari atau
sama dengan 90 mmHg (SOGC, 2008). Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 4.1
seorang ibu yang tekanan darahnya diukur ketika melakukan pemeriksaan kehamilan
memiliki kecenderungan jumlah kunjungan pemeriksaan 0,0264 lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu yang tidak diukur tekanan darahnya. Adanya manfaat yang
diperoleh dari pemeriksaan tekanan darah, mendorong ibu hamil untuk meningkatkan
jumlah kunjungan pemeriksaannya guna mengontrol tekanan darah selama kehamilan.
Anemia pada kehamilan dapat menyebabkan persalinan prematuritas, abortus,
infeksi, mola hidatidosa serta hyperemesis gravidarum. Hasil estimasi pada tabel 4.1
menunjukkan bahwa layanan pemeriksaan darah tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan. Berdasarkan data yang
digunakan dalam penelitian ini, jumlah ibu yang menerima layanan pemeriksaan darah
lebih rendah dibandingkan dengan jumlah ibu yang melakukan pemeriksaan darah di
lokasi periksa. Pada penelitian ini terdapat 58,33 persen ibu yang tidak menerima
layanan pemeriksaan darah. Hal ini memungkinkan menjadi faktor penyebab pada
hasil estimasi pemeriksaan darah yang tidak memiliki pengaruh singifikan dalam
meningkatkan jumlah pemeriksaan kehamilan. Pada layanan pemeriksaan kehamilan,
pengukuran tinggi badan merupakan salah satu standar layanan 10T yang telah
ditetapkan oleh Depkes RI. Berdasarkan hasil estimasi, seorang ibu yang melakukan
pengukuran tinggi badan memiliki kecenderungan jumlah kunjungan pemeriksaan
kehamilan 0,0197 lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak melakukan
pengukuran tinggi badan saat pemeriksaan kehamilan. Pentingnya menjaga status gizi
selama masa kehamilan telah mendorong ibu hamil untuk memanfaatkan layanan
pemeriksaan kehamilan karena salah satu layanan yang akan diperoleh adalah
pengukuran tinggi badan, yang mana melalui pencatatannya dapat diketahui kesehatan
nutrisi pada ibu hamil.
Suatu kota/kabupaten yang berlokasi dekat dengan ibu kota provinsi, cenderung
lebih mudah memanfaatkan layanan kesehatan karena kemudahan akses dan proporsi
tenaga kesehatan yang lebih banyak. Berbeda halnya dengan masyarakat yang lokasi
tempat tinggalnya berada di kabupaten/kota yang jauh dari ibu kota provinsi. Dari segi
kelengkapan peralatan medis, tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatannya cenderung
tidak sama dengan kelengkapan sarana dan prasarana kesehatan di wilayah perkotaan.
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 4.1, seorang ibu yang lokasi tempat tinggalnya
dekat dengan ibu kota provinsi cenderung memiliki jumlah kunjungan pemeriksaan
kehamilan 0,00003 lebih tinggi dibandingkan jumlah pemeriksaan kehamilan pada ibu
yang lokasi tempat tinggalnya jauh dari ibu kota provinsi. Kondisi tersebut
menjelaskan bahwa melalui estimasi penelitian ini, dapat ditunjukkan ketimpangan
distribusi tenaga dan fasilitas kesehatan masih terjadi di Indonesia. Hal ini menjadi
perhatian khusus bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melakukan upaya
dalam pemerataan fasilitas kesehatan supaya hak dasar kesehatan masyarakat dapat
terpenuhi di seluruh wilayah Indonesia.
Penelitian Titaley (2010) menyebutkan bahwa seorang ibu yang tinggal di
wilayah luar Jawa-Bali dan bertempat tinggal di wilayah pedesaan pedesaan memiliki
angka pemanfaatan layanan antenatal yang rendah. Hal tersebut disebabkan oleh
kurangnya ketersediaan layanan kesehatan dan diperburuk oleh terbatasnya akses di
luar Pulau Jawa-Bali terutama di daerah pedesaan. Berdasarkan hasil estimasi pada
tabel 4.1 seorang ibu yang tinggal di wilayah Jawa-Bali memiliki kecenderungan
jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan 0,0360 lebih tinggi dibandingkan dengan
ibu yang bertempat tinggal di wilayah luar Jawa-Bali. Temuan ini sejalan dengan
penelitian Nababan (2018) yang menyebutkan bahwa masyarakat yang terkaya, tinggal
di wilayah perkotaan tepatnya di wilayah Jawa dan Bali memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang tersedia dan memiliki akses yang lebih baik ke layanan dasar termasuk
kesehatan.
Penelitian ini memasukkan variabel pengetahuan terhadap keberadaan fasilitas
kesehatan sebagai kontrol dalam mempengaruhi jumlah kunjungan pemeriksaan
kehamilan. Estimasi pada penelitian ini menujukkan hanya variabel pengetahuan
terhadap keberadaan praktik bidan swasta yang memiliki pengaruh signifikan
meskipun tanda koefisien bernilai negatif. Hasil estimasi pada tabel 4.1 menunjukkan
bahwa seorang ibu yang mengetahui keberadaan lokasi praktik bidan swasta memiliki
kecenderungan kunjungan pemeriksaan kehamilan 0,0247 lebih rendah dibandingkan
dengan ibu yang tidak mengetahui keberadaan praktik bidan swasta.
4.3 Kegiatan Pemeriksaan Kehamilan berdasarkan Lokasi Geografis

4.3.1 Pemeriksaan kehamilan berdasarkan lokasi tempat tinggal


Analisis utama dalam penelitian ini lebih ditujukan dalam membahas pengaruh
asksesibilitas fasilitas kesehatan yang diukur melalui waktu tempuh dalam satuan
menit, terhadap jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan sebanyak empat atau lebih.
Fasilitas kesehatan yang digunakan dalam analisis penelitian ini didasarkan pada lokasi
pemeriksaan kehamilan yang ditangani oleh ketersediaan peralatan kesehatan yang
memadai dan tenaga medis profesional seperti dokter, perawat dan bidan. Beberapa
fasilitas kesehatan yang digunakan adalah rumah sakit umum/pemerintah, rumah sakit
swasta, puskesmas, klinik swasta, praktik dokter umum/spesialis dan rumah bidan
swasta. Pada pembahasan sub bab 4.4 lebih ditujukan untuk mengkaji jumlah
kunjungan pemeriksaan kehamilan yang ditinjau berdasarkan lokasi geografis.
Berdasarkan data pooled cross-section yang diperoleh dari IFLS-3, IFLS-4 dan
IFLS-5, jumlah kunjungan pemeriksaan cenderung lebih tinggi pada ibu yang tinggal
di wilayah perkotaan. Selain itu waktu tempuh menuju fasilitas kesehatan pada ibu
yang tinggal di wilayah perkotaan secara rata-rata telah memenuhi standar waktu
tempuh ideal menuju lokasi pemeriksaan kehamilan. Hal tersebut sejalan dengan
kondisi tenaga dan fasilitas kesehatan yang lebih terkonsentrasi di wilayah perkotaan
dibandingkan di wilayah pedesaan. Sehingga implikasi yang ditimbulkan adalah
masyarakat di wilayah perkotaan lebih mendapatkan kemudahan akses dalam
memanfaatkan layanan kesehatan yang tersedia dibandingkan dengan masyarakat di
pedesaan.
Tabel 4.2 Persentase jumlah kunjungan ANC berdasarkan lokasi pemeriksaan
kehamilan di wilayah pedesaan
Jumlah
Lokasi pemeriksaan Waktu kunjungan
tempuh ANC Total %
<4 ≥4
Rumah sakit > 60 menit 24 249 273 14,45%
Rumah sakit ≤ 60 menit 179 1.616 1.795 85,54%
Rumah sakit swasta > 60 menit 10 100 110 5.3%
Rumah sakit swasta ≤ 60 menit 193 1.765 1.958 94,7%
Puskesmas > 30 menit 20 93 113 5,5%
Puskesmas ≤ 30 menit 183 1.772 1.955 94,5%
Klinik swasta > 30 menit 1 25 26 1,3%
Klinik swasta ≤ 30 menit 202 1.840 2.043 98,7%
Tempat praktik dokter umum/sp > 30 menit 1 94 95 4,6%
Tempat praktik dokter umum/sp ≤ 30 menit 202 1.771 1.973 95,4%
Rumah bidan swasta > 15 menit 76 493 570 27,5%
Rumah bidan swasta ≤ 15 menit 127 1.372 1.499 72,5%
Observasi (N) 2.068
Sumber: IFLS-3, 4 dan 5 (data diolah)
Berdasarkan data IFLS tahun 2000, 2007 dan 2014 secara rata-rata masyarakat
di Indonesia telah memiliki waktu tempuh ideal menuju fasilitas kesehatan yang
tersedia. Persentase ibu di pedesaan yang memiliki waktu tempuh ideal secara rata-rata
berjumlah 94 persen. Sementara persentase ibu pedesaan yang tidak memiliki waktu
tempuh ideal menuju lokasi pemeriksaan kehamilannya secara rata-rata berjumlah 6
persen. Data pada tabel di atas menunjukkan persentase ibu di pedesaan yang memiliki
waktu tempuh ideal menuju praktik bidan adalah nilai yang paling kecil dibandingkan
dengan waktu tempuh menuju fasilitas kesehatan yang lain.
Pada umunya lokasi rumah sakit umum/pemerintah berlokasi di pusat
kota/kabupaten. Berbeda halnya dengan puskesmas yang tersedia di setiap kecamatan.
Hal ini sesuai dengan data pada tabel di atas, di mana jumlah kunjungan pemeriksaan
kehamilan yang sesuai dengan standar ANC K4 dengan waktu tempuh ideal, cenderung
lebih banyak apabila pemeriksaan dilakukan di puskemas. Beberapa faktor yang
menyebabkan kondisi tersebut dapat terjadi adalah kemudahan akses dan administrasi
apabila melakukan pemeriksaan di puskesmas dibandingkan di rumah sakit. Namun
secara keseluruhan, persentase tertinggi dari ibu yang tinggal di wilayah pedesaan dan
memiliki waktu tempuh ideal adalah ibu yang melakukan pemeriksaan di klinik swasta,
yakni mencapai angka 98 persen. Klinik milik swasta atau perorangan merupakan mitra
kerja fasilitas kesehatan milik pemerintah. Sebagai contoh, di wilayah kota Depok,
keberadaan klinik swasta dinilai sangat membantu Pemerintah Kota (Pemkot) Depok
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan fasilitas kesehatan yang berkualitas
(Pemkot Depok, 2018). Mengingat kebutuhan terhadap kesehatan merupakan hak
dasar masyarakat yang harus dipenuhi. Klinik merupakan fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan
pelayanan medis dasar dan spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis
tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis (Menkes RI, 2001).
Berdasarkan pemaparan tersebut, keberadaan klinik swasta lebih mudah dijangkau oleh
ibu dalam memeriksakan kehamilannya meskipun biaya berobat yang dikeluarkan
cenderung lebih tinggi.
Tabel 4.3 Persentase jumlah kunjungan ANC berdasarkan lokasi pemeriksaan
kehamilan di wilayah perkotaan
Jumlah
Lokasi pemeriksaan Waktu kunjungan
tempuh ANC Total %
<4 ≥4
Rumah sakit > 60 menit 4 63 67 3,4%
Rumah sakit ≤ 60 menit 98 1.779 1.877 96,6%
Rumah sakit swasta > 60 menit 1 36 37 1,9%
Rumah sakit swasta ≤ 60 menit 101 1.806 1.907 98,1%
Puskesmas > 30 menit 1 29 30 1,5%
Puskesmas ≤ 30 menit 101 1.813 1.914 98%
Klinik swasta > 30 menit 0 10 10 0,5%
Klinik swasta ≤ 30 menit 102 1.832 1.934 99,5%
Tempat praktik dokter umum/sp > 30 menit 1 31 32 1,6%
Tempat praktik dokter umum/sp ≤ 30 menit 101 1.811 1.912 98,4%
Rumah bidan swasta > 15 menit 28 498 526 27,1%
Rumah bidan swasta ≤ 15 menit 74 1.344 1.418 72,9%
Observasi (N) 1.944
Sumber: IFLS-3, 4 dan 5 (data diolah)

Data pada tabel di atas menunjukkan ibu di perkotaan yang memiliki waktu
tempuh ideal menuju rumah sakit dengan jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan
sebanyak empat atau lebih adalah 96 persen. Tingginya persentase nilai tersebut
didasarkan pada lokasi rumah sakit umum/pemerintah yang pada umumnya terletak di
wilayah perkotaan. Hal ini memudahkan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya
karena lokasinya yang dekat dengan tempat tinggal dan kemudahan akses transportasi
umum. Demikian halnya untuk rumah sakit swasta, masyarakat perkotaan yang
memiliki waktu tempuh ideal menuju rumah sakit swasta dengan jumlah kunjungan
pemeriksaan kehamilan sebanyak empat atau lebih adalah 98 persen. Hal ini berkaitan
dengan jumlah rumah sakit swasta yang umunya berjumlah lebih dari satu di setiap
kabupaten/kota.
Hal yang sama juga berlaku untuk pemeriksaan ke puskesmas, klinik swasta,
praktik dokter umum/spesialis dan rumah bidan swasta. Masyarakat yang tinggal di
perkotaan mayoritas telah memiliki waktu tempuh ideal menuju fasilitas kesehatan
yang tersedia, yakni sebanyak 98 persen ibu hamil yang memiliki waktu tempuh
menuju puskesmas, 99,5 persen ibu hamil yang memiliki waktu tempuh menuju klinik
swasta, 98,4 persen ibu hamil yang memiliki waktu tempuh menuju praktik dokter
umum/spesialis dan 72,9 persen ibu hamil yang memiliki waktu tempuh menuju rumah
bidan swasta. Jumlah ibu yang memiliki waktu tempuh ideal menuju rumah bidan
swasta cenderung lebih rendah dibandingkan dengan fasilitas kesehatan yang lain, hal
ini berkaitan dengan kondisi di Indonesia yang pada umumnya praktik bidan swasta
banyak dibuka di wilayah pedesaan mengingat keterjangkauan masyarakat terhadap
fasilitas kesehatan seperti rumah sakit yang cukup sulit.

4.3.2 Pemeriksaan kehamilan berdasarkan jarak ke ibu kota provinsi


Wilayah Indonesia terbagi dalam beberapa tingkat wilayah administratif, yaitu
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa atau yang disebut sebagai wilayah
dengan administratif terkecil (BPS, 2010 dalam Sari, dkk (2014)). Daerah pedesaan
sendiri memiliki definisi sebagai suatu wilayah administratif setingkat desa/kelurahan
yang belum memenuhi syarat tertentu dalam hal kepadatan penduduk, persentase
rumah tangga pertanian, dan sejumlah fasilitas perkotaan, sarana pendidikan formal,
sarana kesehatan umum dan lain sebagainya (BPS, 2010). Pada umumnya wilayah
pedesaan berlokasi jauh dari pusat kota, sehingga seringkali masyarakat di wilayah
pedesaan mengalami kendala dalam hal keterbatasan sumber daya, aksesibilitas ke
sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan dan perekonomian serta kondisi daerah
yang terisolasi.
Akibat yang ditimbulkan dari beberapa kendala tersebut, khususnya pada
bidang kesehatan, banyak masyarakat di wilayah pedesaan yang tidak dapat
memaksimalkan pemanfaatan layanan kesehatan sehingga persentase kondisi balita
dengan gizi buruk, permasalahan stunting hingga kematian ibu di wilayah pedesaan
dan terpencil Indonesia cenderung lebih tinggi. Kondisi tersebut bertolak belakang
dengan pernyataan Dwiyanto (2011) bahwasanya pelayanan kesehatan merupakan hak
dasar masyarakat yang harus dipenuhi dalam pembangunan kesehatan. Hal tersebut
merupakan suatu investasi dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya
penanggulangan kemiskinan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelayanan hak dasar
di bidang kesehatan bagi masyarakat khususnya di wilayah pedesaan masih belum
terpenuhi secara optimal.
Terkait dengan sarana dan prasarana kesehatan yang belum merata
persebarannya, wilayah dengan jarak yang tinggi terhadap keberadaan ibu kota suatu
provinsi dapat dikategorikan sebagai wilayah pedesaan sesuai dengan penjelasan BPS
(2010). Pada penelitian ini hasil estimasi menunjukkan bahwa seorang ibu yang lokasi
tempat tinggalnya semakin jauh dari ibu kota provinsi memiliki kecenderungan jumlah
kunjungan pemeriksaan kehamilan 0,00004 lebih rendah dibandingkan seorang ibu
yang lokasi tempat tinggalnya tidak jauh dari ibu kota. Kedekatan jarak lokasi tempat
tinggal terhadap ibu kota provinsi cukup berpengaruh dalam hal pemanfaatan layanan
kesehatan ibu. Sebagaimana yang telah diketahui, ibu kota provinsi merupakan pusat
pemerintahan dan perekonomian pada suatu provinsi tertentu. Pemusatan kegiatan
pemerintahan dan perekonomian tentunya akan diikuti oleh pengembangan
infrastruktur jalan, pendidikan serta kesehatan. Sehingga dapat dikatakan kelengkapan
dan ketersediaan tenaga kesehatan serta fasilitas kesehatan di wilayah yang dekat
dengan ibu kota cenderung lebih unggul dibandingkan dengan wilayah yang berlokasi
jauh dari ibu kota provinsi.
Berdasarkan data pooled cross-section yang diperoleh dari IFLS-3, IFLS-4 dan
IFLS-5, secara rata-rata jarak dari lokasi tempat tinggal ibu menuju ibu kota provinsi
adalah 122,71 kilometer. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini
mayoritas bertempat tinggal di wilayah yang letaknya cukup jauh dari ibu kota
provinsi. Apabila dikaitkan dengan hasil estimasi, pola data yang menunjukkan lokasi
tempat tinggal ibu cenderung jauh dari ibu kota provinsi, maka dapat diterima alasan
penurunan jumlah kunjungan pemeriksaan ibu hamil salah satunya dipengaruhi oleh
jauhnya jarak lokasi tempat tinggal ke ibu kota provinsi. Sebagaimana yang telah
disebutkan sebelumnya, kualitas fasilitas kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat yang lokasi tempat tinggalnya jauh dari ibu kota provinsi cenderung lebih
rendah dibandingkan dengan fasilitas kesehatan di wilayah sekitar ibu kota provinsi.
4.3.3 Pemeriksaan kehamilan berdasarkan wilayah tempat tinggal

Ketidakmerataan distribusi tenaga kesehatan dalam suatu negara adalah masalah lama
yang juga terjadi di seluruh dunia dan menjadi permasalahan yang serius. Beberapa
negara maju dan berkembang menyatakan bahwa persentase tenaga kesehatan di
wilayah perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan wilayah pedesaan. Penelitian
Dussault dan Franceschini (2006) menyatakan bahwa tenaga kesehatan seperti dokter
dan perawat cenderung tidak bersedia apabila ditempatkan atau pindah ke wilayah
terpencil dan terdalam. Kondisi geografis di Indonesia sendiri banyak menimbulkan
tantangan bagi pelayanan kesehatan dan pemerataan distribusi tenaga kesehatan. Tidak
meratanya distribusi tenaga kesehatan kerap terjadi terutama pada daerah yang
tertinggal, terpencil, rawan kerusuhan, bencana alam, daerah pemekaran dan daerah
perbatasan (Bambang, 2012).

Penelitian Hikmah (2015) menyebutkan bahwa puskesmas yang berada di


daerah tertinggal cenderung mengalami kekurangan tenaga kesehatan yang ahli. Akibat
yang ditimbulkan adalah selain kemampuan finansial masyarakat yang cenderung
kurang karena kemiskinan, pelayanan kesehatan yang diterima juga kurang optimal
karena banyaknya puskesmas yang kekurangan tenaga kesehatan. Padahal berdasarkan
data Bappenas (2005) disebutkan fasilitas kesehatan yang relatif banyak dimanfaatkan
penduduk untuk berobat jalan adalah Puskesmas/Pustu (37,26 persen), praktik dokter
(24,39 persen) dan praktik petugas kesehatan (18,51persen). Pendudukan pedesaan
lebih banyak memanfaatkan puskesmas/pustu (42,40 persen) dan praktik petugas
kesehatan (23,42 persen).

Tenaga kesehatan di Indonesia secara umum lebih terkonsentrasi di wilayah


Pulau Jawa-Bali, sedangkan wilayah luar Jawa-Bali cenderung mengalami kekurangan
tenaga kesehatan yang ahli. Sebagian besar wilayah Indonesia Timur memiliki tingkat
distribusi tenaga kesehatan yang rendah yakni masih berada di bawah angka 40 persen.
Selain itu data BPS tahun 2018 menyebutkan bahwa angka kematian ibu di wilayah
Jawa-Bali cenderung lebih rendah dibandingkan dengan wilayah luar Jawa-Bali,
terutama di wilayah Indonesia Timur seperti Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku dan
Papua.
Berdasarkan hasil estimasi pada penelitian ini, seorang ibu yang bertempat
tinggal di wilayah Jawa-Bali memiliki kecenderungan jumlah pemeriksaan kehamilan
0,0372 lebih tinggi dibandingkan kunjungan pemeriksaan kehamilan ibu di wilayah
luar Jawa-Bali. Hasil estimasi tersebut sejalan dengan kondisi persebaran tenaga dan
fasilitas kesehatan yang lebih terkonsentrasi di wilayah Jawa-Bali. Hal tersebut
menyebabkan ibu yang tinggal di wilayah Jawa-Bali lebih mudah memanfaatkan
layanan kesehatan yang tersedia. Karena persebaran tenaga dan fasilitas kesehatannya
lebih merata, masyarakat di wilayah Jawa-Bali lebih mendapatkan kemudahan akses
fasilitas kesehatan. Selain menganalisis nilai marginal efek pada hasil estimasi,
kegiatan kunjungan pemeriksaan kehamilan berdasarkan wilayah tempat tinggal akan
dijelaskan melalui deskripsi data, guna menganalisis perbedaan kegiatan pemeriksaan
kehamilan pada ibu yang bertempat tinggal di wilayah Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali.
Data pada tabel berikut menunjukkan nilai persentase dari total kunjungan dari
responden Jawa-Bali yang berjumlah 2.433 individu dan responden luar Jawa-Bali
berjumlah 1.582 individu.
Tabel 4.4 Persentase jumlah kunjungan ANC berdasarkan lokasi pemeriksaan
kehamilan di wilayah Jawa-Bali
Jumlah
Lokasi pemeriksaan Waktu kunjungan
tempuh ANC Total %
<4 ≥4
Rumah sakit > 60 menit 14 163 177 7,3%
Rumah sakit ≤ 60 menit 117 2.137 2.254 92,7%
Rumah sakit swasta > 60 menit 2 82 84 3,5%
Rumah sakit swasta ≤ 60 menit 129 2.218 2.347 96,5%
Puskesmas > 30 menit 10 70 80 3,3%
Puskesmas ≤ 30 menit 121 2.230 2.353 96,7%
Klinik swasta > 30 menit 1 19 20 0,8%
Klinik swasta ≤ 30 menit 130 2.281 2.411 99,2%
Tempat praktik dokter umum/sp > 30 menit 1 83 84 3,5%
Tempat praktik dokter umum/sp ≤ 30 menit 130 2.217 2.347 96,5%
Rumah bidan swasta > 15 menit 44 564 608 25%
Rumah bidan swasta ≤ 15 menit 87 1.736 1.823 75%
Observasi (N) 2.431
Sumber: IFLS-3, 4 dan 5 (data diolah)

Pada wilayah Jawa-Bali, persentase kunjungan ibu hamil yang melakukan


pemeriksaan di rumah sakit, rumah sakit swasta, puskesmas, klinik swasta serta praktik
dokter umum/spesialis cenderung sama, yakni lebih dari 92 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa secara rata-rata jumlah ibu yang tinggal di wilayah Jawa-Bali
telah memiliki waktu tempuh menuju fasilitas kesehatan sehingga jumlah kunjungan
pemeriksaan kehamilan yang sesuai dengan standar ANC K4 berjumlah lebih dari 92
persen, kecuali waktu tempuh menuju praktik/rumah bidan swasta. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa distribusi tenaga dan fasilitas kesehatan di wilayah Jawa-Bali
tergolong tinggi, sehingga banyak ibu yang memiliki kemudahan akses dalam
memanfaatkan layanan pemeriksaan kehamilan. Lain halnya dengan luar wilayah
Jawa-Bali, distribusi tenaga dan fasilitas kesehatannya cenderung belum merata di
beberapa wilayah.

Tabel 4.5 Persentase jumlah kunjungan ANC berdasarkan lokasi pemeriksaan


kehamilan di luar wilayah Jawa-Bali
Jumlah
Lokasi pemeriksaan Waktu kunjungan
tempuh ANC Total %
<4 ≥4
Rumah sakit > 60 menit 14 149 163 10,4%
Rumah sakit ≤ 60 menit 160 1.258 1.418 89,6%
Rumah sakit swasta > 60 menit 9 54 63 3,9%
Rumah sakit swasta ≤ 60 menit 165 1.353 1.518 96,1%
Puskesmas > 30 menit 11 52 63 3,9%
Puskesmas ≤ 30 menit 163 1.355 1.518 96,1%
Klinik swasta > 30 menit 0 16 16 1%
Klinik swasta ≤ 30 menit 174 1.391 1.565 99%
Tempat praktik dokter umum/sp > 30 menit 1 42 43 3%
Tempat praktik dokter umum/sp ≤ 30 menit 173 1.365 1.538 97%
Rumah bidan swasta > 15 menit 60 428 488 30,9%
Rumah bidan swasta ≤ 15 menit 114 979 1.093 69,1%
Observasi (N) 1.581
Sumber: IFLS-3, 4 dan 5 (data diolah)

Data pada tabel di atas, persentase ibu di luar Jawa-Bali yang memiliki waktu
tempuh ideal menuju fasilitas kesehatan dan jumlah kunjungan pemeriksaan
kehamilannya sesuai dengan standar ANC K4, nilainya lebih dari 85 persen, kecuali
menuju praktik/rumah bidan swasta. Meskipun secara rata-rata persentase ibu hamil
yang memiliki waktu tempuh ideal telah cukup banyak, namun jumlah kunjungan
yangs esuai dengan standar ANC K4 tidak lebih tinggi dari ibu yang tinggal di wilayah
Jawa-Bali. Hal ini semakin menunjukkan bahwa persebaran tenaga dan fasilitas
kesehatan di Indonesia masih belum merata dan belum dapat dimanfaatkan oleh ibu
hamil di beberapa wilayah.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Trend pembangunan infrastruktur di wilayah Indonesia telah mengalami
peningkatan setiap tahunnya, namun di bidang kesehatan sendiri masih mengalami
beberapa permasalahan seperti ketimpangan jumlah fasilitas kesehatan yang tersedia
dan persebaran tenaga kesehatan yang tidak merata di setiap wilayah, di mana secara
tidak langsung dapat mempengaruhi tingginya angka kematian ibu di Indonesia. Secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa waktu tempuh menuju fasilitas kesehatan tidak
signifikan mempengaruhi jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan dalam penelitian
ini, melainkan lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti lama tahun
pendidikan ibu, urutan kehamilan, kepemilikan kendaraan, pengeluaran per kapita
suatu rumah tangga, pengukuran tinggi badan ibu, pengukuran berat badan ibu,
pengukuran tekanan darah, pemberian suplemen zat besi dan imunisasi tetanus toksoid
pada ibu, jarak menuju ibukota provinsi, wilayah tempat tinggal di Jawa-Bali dan luar
Jawa-Bali serta pengetahuan akan keberadaan rumah bidan swasta. Kunjungan
pemeriksaan kehamilan dapat ditingkatkan dengan memperhatikan beberapa faktor
yang berpengaruh tersebut. Dengam demikian kondisi kesehatan ibu hamil akan
meningkat seiring dengan tingginya angka pemanfaatan layanan kehamilan, sehingga
pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap penurunan kematian ibu di Indonesia.

5.2 Saran
Trend pembangunan infrastruktur di wilayah pedesaan, khususnya di luar Pulau
Jawa-Bali masih sangat rendah, terutama di wilayah Kepulauan Nusa Tenggara,
Maluku dan Papua. Hal ini berkaitan dengan jumlah kunjungan pemeriksaan
kehamilan yang rendah serta kematian ibu yang tinggi. Maka saran yang diberikan
adalah pemerataan tenaga dan fasilitas kesehatan lebih ditingkatkan terutama di
wilayah Indonesia Timur, dengan tujuan memudahkan ibu hamil untuk memeriksakan
kesehatan dan kehamilannya, yang pada akhirnya berimplikasi pada meningkatnya
kesehatan ibu hamil dan kematian ibu dapat ditekan. Jumlah kunjungan pemeriksaan
ibu hamil di wilayah Jawa-Bali cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah
kunjungan pemeriksaan di luar Jawa-Bali. Adanya perbedaan tersebut menunjukkan
ketersediaan tenaga dan fasilitas kesehatan di wilayah luar Jawa-Bali tergolong rendah.
Sehingga langkah yang dapat ditempuh dalam menanggulangi perbedaan jumlah
kunjungan pemeriksaan kehamilan adalah dengan meningkatkan persebaran tenaga
dan fasilitas kesehatan di wilayah luar Jawa-Bali.
DAFTAR PUSTAKA

Arthur, E. 2012. Wealth and Antenatal Care Use: Implications for Maternal Health
Care Utilisation in Ghana. Health Economics Review, no. 2 (Agustus), 1–18.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2015. Survei Penduduk Antar Sensus 2015. Jakarta:
BPS.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2015. Profil Penduduk Indonesia Hasil Supas 2015.
Jakarta: BPS.

Bedri N. 2001. Health-Seeking Behaviour for Vaginal Discharge: Pathways, Factors


and Processes Influencing Early Modern Care Use for Abnormal Vaginal
Discharge in the Sudan. Disertasi. Manchester: University of Manchester, U.K.

Bhattacherjee, S., dkk. 2013. Maternal Health Care Services Utilization in Tea Gardens
of Darjeeling, India. Journal of Basic and Clinical Reproductive Sciences, no. 2
(Desember):2.
Buor, D. 2003. “Analysing The Primacy of Distance in The Utilization of Health
Services in the Ahafo-Ano South District, Ghana”. The International Journal of
Health Planning and Management, no. 18 (April): 293- 311.

Chakraborty, N, Islam, M. A, Chowdury, R. I, dan Bari, W. 2003. “Analysis of Ante‐


Partum Maternal Morbidity in Rural Bangladesh”. The Australian Journal of
Rural Health, no. 11 (Februari): 22-27.
Das, A.C. 2017. “Does Antenatal Care Reduce Maternal Mortality?”. Mediscope, no.4
(Januari). 1-3.
Depkes RI. 2006. Pedoman Umum Gizi Seimbang (Panduan Untuk Petugas). Jakarta:
Departemen Kesehatan.
Dussault, G. dan Franceschini, M.C. 2006. “Not Enough There, Too Many Here:
Understanding Geographical Imbalances in The Distribution of The Health
Workforce”. Human Resources for Health, no.4 (Mei): 12.
Dwiyanto, Agus. 2011. Manajemen Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Figueiredo, K. M. S., dkk. 2018. “Actions of Primary Health Care Professionals to


Reduce Maternal Mortality in The Brazilian Northeast”. International Journal for
Equity in Health. 17:104: 1-8.
Frankenberg, E., Butt.enheim, A., Sikoki, B., dan Suriastini, W. 2009. Do Women
Increase Their Use of Reproductive Health Care When It Becomes More
Available? Evidence from Indonesia. Stud Fam Plann, no. 40 (Januari): 27–38.
Gay, J., dkk. 2003. What Works: A Policy and Program Guide to the Evidence on
Family Planning, Safe Motherhood, and STI/HIV/AIDS Interventions: POLICY
Project. Diakses pada 8 Oketober 2018.
http://www.postabortioncare.org/sites/pac/files/Compendium.pdf.
Gething, P.W., dkk. 2012. “Geographical Access to Care at Birth in Ghana: A Barrier
to Safe Motherhood”. BMC Public Health, no. 991 (Desember). 1-13.
Greenaway, E.S., dkk. 2012. Understanding the Association Between Maternal
Education and Use of Health Services in Ghana: Exploring the Role of Health
Knowledge. Journal of Biosocial Science, no. 44 (November):733-747.
Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics 4th Edition. New York: Mc Graw-Hill.
Gupta, S. dkk. 2014. “Factors Associated with Four or More Antenatal Care Visits and
Its Decline among Pregnant Women in Tanzania between 1999 and 2010”. PLOS
One. 9(7).
Hanson, C., dkk. 2015. “Maternal Mortality and Distance to Facility-Based Obstetric
Care in Rural Southern Tanzania: A Secondary Analysis of Cross-Sectional
Census Data in 226000 Households”. Lancet Glob Health, no.385 (Mei): 387-395.
Heru, R., dkk. 2012. “Konseling Ibu Hamil Pada Bidan Praktik Swasta Dan Puskesmas
Di Kabupaten Bantul”. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, no.1 (September).
168-172.
Hikmah, N. 2015 Kesenjangan Distribusi Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Wilayah
Indonesia Timur Analisis Data IFLS East 2012.
Hodin, Sarah. 2016. “Too Far to Walk”: 20 Years Later, Distance Remains a Barrier
to Maternal Health-MHTF Blog. 14 Oktober 2016. Diakses pada 3 Oktober 2018,
https://www.mhtf.org/2016/10/14/too-far-to-walk-20-years-later-distance-
remains-a-barrier-to-maternal-health/.
Hosmer, D. W., dan Lemeshow, S. 2000. Applied Logistic Regression. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
Idris, S.H., dkk. Barriers to Utilisation of Maternal Health Services in A Semi-Urban
Community in Northern Nigeria: The Clients' Perspective. Nigerian Medical
Journal, no. 54 (Januari): 27-32.
Jowett, Matthew. 2000. “Safe Motherhood Interventions in Low-Income Countries: An
Economic Justification and Evidence of Cost-Effectiveness”. Health Policy, no.
53 (Maret):201–228.
Kebijakan Kesehatan Indonesia. 2014. “Simposium Perencanaan Berbasis Bukti dan
Pengenalan Perencanaan untuk Bidang Kesehatan Ibu dan Anak”. Diakses pada 8
Oktober 2018. http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/23-agenda/372-
kelompok-kia-2.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Buletin Jendela data dan Informasi Kesehatan,
volume 1, September 2012. Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal.
Kementerian Kesehatan RI. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kemeterian
Kesehatan RI. Mother’s Day. 2014.
Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia. 2015.
Kiwanuka, T. S., dkk. 2017. “Adherence to Iron Supplements Among Women
Receiving Antenatal Care at Mulago National Referral Hospital,
Uganda‑cross‑sectional Study”. BMC Research Notes, no. 10: 510.
Laksono, A. D., dkk. 2016. Aksesibilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia. Sleman:
PT. Kanisius.
Long, J.S. dan Freese, J. 2014. Regression Models for Categorical Dependent
Variables Using Stata, Third Edition. Stata Press.
Mackian, Sara. 2002. A Review of Health Seeking Behaviour: Problems and Prospects.
Health System Developmen Program. University of Manchaster.
Makate, M. dan Makate, C. 2017. Prenatal Care Utilization in Zimbabwe: Examining
the Role of Community-Level Factors. Journal of Epidemiology and Global
Health, no.7 (Agustus): 255-262.
Manang, F. 2015. Build and they will come? Access to Health Facilities and Maternal
Care Usage in Rural Ethiopia. University of Dodoma. Tanzania.

Manzoor, I, Hashmi, NR dan Mukhtar, F. 2009. “Determinants and Pattern of Health


Care Services Utilisation in Post Graduate Students”. J Ayub Med Coll
Abbottabad, no. 21 (Maret): 100-105.
Mathole T, Lindmark G, Majoko F, Ahlberg BM. 2004. “A Qualitative Study of
Women’s Perspectives of Antenatal Care in A Rural Area of Zimbabwe”.
Midwifery 20: 122–132.
Mikrajab, M.A. dan Rachmawati, T. 2016. “Analisis Kebijakan Implementasi
Antenatal Care Terpadu Puskesmas di Kota Blitar”. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, no. 19 (Januari). 42-53.
Mpembeni, R.NM., dkk. 2007. “Use Pattern of Maternal Health Services and
Determinants of Skilled Care During Delivery in Southern Tanzania: Implications
for Achievement of MDG-5 Targets”. BMC Pregnancy and Childbirth. 7:29.
Nababan, H.Y., Hasan, Md., Marthias, T., Dhital, R., Rahman, A., dan Anwar, I.
2018. Trends and Inequities in Use of Maternal Health Care Services in
Indonesia, 1986-2012. International Journal of Women’s Health. 2018(10): 1-24.
Noerdin, E. 2014. “Transport, Health Services and Budget Allocation to Address
Maternal Mortality in Rural Indonesia”. Transport and Communications Bulletin
for Asia and the Pacific. Jakarta.
Olivares, A.M. dan Forero, C.G. 2010. “Goodness-of-Fit-Testing”. International
Encyclopedia of Education, no. 7: 190-196.

Onah, H, Ikeako, L, dan Iloabachie, G. 2009. “Factors Associated with The Use of
Maternity Services in Enugu, Southeastern Nigeria”. Social Science and Medicine,
no. 63 (Juli):1870-1878.
Oyerinde, K. 2013. “Can Antenatal Care Result in Significant Maternal Mortality
Reduction in Developing Countries?”. Community Medicine and Health
Education, no. 3 (Februari): 1-2.
Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Preeclmpsia Foundation. 2013. “Preeclampsia and Maternal Mortality: a Global
Burden”. Preeclmpsia Foundation, 1 Mei 2013. Diakses pada 10 Desemeber 2018.
https://www.preeclampsia.org/health-information/149-advocacy awareness/332-
preeclampsia-and-maternal-mortality-a-global-burden.
Putra, D.S. 2017. Logistic Regression. Diakses pada 1 Maret 2019.
https://kudo.co.id/engineering/2017/03/23/logistic-regression.
Rooney, Cleone., dkk. 1993. “Antenatal Care and Maternal Health: How Effective is
It?”. World Health Organization. Diakses pada 3 Oktober 2018.
http://apps.who.int/iris/handle/10665/59954.
Sakinah, V. dan Fibriana, A.I. 2015. “Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan
Kunjungan Antenatal Care (Anc) Ibu Hamil melalui Pemberdayaan Kader ANC”.
Unnes Journal of Public Health, no. 1 (Januari). 54-60.
Sahoto, A dan Fatmi, Z. 2018. Inequities in Antenatal Care, and Individual and
Environmental Determinants of Utilization at National and Sub-national Level in
Pakistan: A Multilevel Analysis. International Journal of Health Policy and
Management, no. 10 (Januari): 1-12.
Scott, S., dkk. 2013. “Maternal Mortality, Birth with A Health Professional and
Distance to Obstetric Care in Indonesia and Bangladesh”. Tropical Medicine and
International Health, no.10 (Oktober): 1193-1201.
Shariff, A dan Singh, G. 2007. Determinants of Maternal Health Care Utilisation in
India: Evidence from a Recent Household Survey. New Delhi: National Council
of Applied Economic Research.
Simkhada, B., dkk. 2008. Factors Affecting the Utilization of Antenatal Care in
Developing Countries: Systematic Review of the Literature. Journal of Advanced
Nursing, no. 61 (Maret): 244-260.
Stretcher, V. Dan Rosenstock, I.M. 1997. The Health Belief Model. San Francisco:
Jossey-Bass. Diakses pada 7 Desember 2018.
http://www.jblearning.com/samples/0763743836/chapter%204.pdf.

Srivastava, A., dkk. 2014. Correlates of Maternal Health Care Utilization in


Rohilkhand Region, India. Annals of Medical and Health Sciences Research, no.
4 (Maret): 417-425.

Susuman, A.S. 2015. Health care services and maternal education in South Africa.
Scandinavian Journal of Public Health, no. 43 (Juni): 673-676

Takeda, Yuko. 2010. “Understanding The Life Style of Women to Enhance Your
Practice”. Journal of the Japan Medical Association, no.5 (Oktober): 273-278.
The ASEAN Secretariat. 2017. ASEAN Statistical Report on Millenium Development
Goals 2017. Jakarta: ASEAN A Community of Opportunities.
The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada (SOGC). 2008. Diagnosis,
Evaluation, and Management of the Hypertensive. Diakses pada 28 Februari 2019.
https://www.sogc.org/wp-content/uploads/2014/05/gui307CPG1405Erev.pdf
Titaley, C.R., Dibley, M.J., Roberts, C.L. 2010. “Factors associated with
underutilization of antenatal care services in Indonesia: results of Indonesia
Demographic and Health Survey 2002/2003 and 2007”. BMC Public Health.
10:485.
Tran, T.K., dkk. 2012. Factors Associated with Antenatal Care Adequacy in Rural and
Urban Contexts-Results from Two Health and Demographic Surveillance Sites in
Vietnam. BMC Health Services Research, 12:40.
Turner, J.A. 2010. Diagnosis and Management of Pre-eclampsia: An Update.
International Journal of Women’s Health, no.2 (September):327-337.
Villar, J. Dan Bergsjo, P. 1997. “Scientific Basis for The Content of Routine Antenatal
Care. I. Philosophy, Recent Studies, and Power to Eliminate or Alleviate Adverse
Maternal Outcomes”. Acta Obstetrica et Gynecologica Scandinavica, no.76
(Januari):1–14.
Wilunda, C., dkk. 2017. “Barriers to Utilisation of Antenatal Care Services in South
Sudan: A Qualitative Study in Rumbek North County”. Reproductive Health.
14:65.
Women Research Institute. 2011. Mencari Ujung Tombak Penurunan Angka Kematian
Ibu di Indonesia. WRI: Jakarta.
World Health Organization. 2016. WHO Recommendation on Antenatal Care Contact
Schedules. The WHO Reproductive Health Library; Geneva: World Health
Organization. Diakses pada 27 Desember 2018.
https://extranet.who.int/rhl/topics/improving-health-system-performance/who-
recommendation-antenatal-care-contact-schedules.
World Health Organization. 2015. WHO Recommendations for Prevention and
Treatment of Pre-eclampsia and Eclampsia

Zwi, A. dan Brugha, R.F. 2001. “Private Health Care in Developing Countries: If It is
to Work, It Must Start from What Users Need”. BMJ Clinical Research, no. 323
(September): 463-464.

Anda mungkin juga menyukai