Kelas : 11 MIPA 1
Tanggal : Rabu, 04 November 2020
Satu satunya rumah yang ada di lembah itu berada di atas puncak sebuah bukit
kecil. Dari atas ketinggian seperti itu seseorang bisa melihat sungai dan, di
sebelah pekarangan untuk memelihara ternak, ladang tanaman jagung yang sudah
masak yang di sela selanya bertaburan bunga bunga kacang merah yang selalu
menjanjikan panen yang baik.
Satu satunya yang dibutuhkan bumi adalah curah hujan atau setidaknya hujan
sedikit saja. Sepanjang pagi itu Lencho, yang sangat mengenal ladangnya, tidak
melakukan apapun selain mengawasi langit ke arah timur laut.
Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang sementara yang
masih kecil bermain main di dekat rumah, sampai akhirnya si istri memanggil
mereka semua:
Pria itu pergi ke luar untuk melihat pekarangan tempat memelihara ternaknya,
semata mata sekedar ingin menikmati hujan yang mengguyur tubuhnya, dan
ketika kembali ia berseru:
“Yang jatuh dari langit itu bukan tetesan tetesan air hujan tapi kepingan kepingan
uang logam baru. Yang besar besar sepuluh centavo dan yang kecil kecil lima ….”
“Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu, gelisah. “Kuharap semoga
cepat berlalu.”
Ternyata tidak cepat berlalu. Selama satu jam hujan es itu menimpa rumah, kebun,
lereng bukit, ladang jagung, di seluruh lembah. Ladang itu menjadi putih seperti
tertimbun garam. Tak selembar daunpun masih tertinggal di pepohonan. Tanaman
jagung itu sama sekali musnah. Bunga bungapun rontok dari tanaman kacang
merah. Jiwa Lencho dipenuhi kesedihan. Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri
di tengah tengah ladangnya dan berkata kepada anak anaknya:
“Wabah belalang masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan es sama
sekali tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya jagung atau kacang ….”
“Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti keru¬gian total. Ingatlah, tak
ada orang yang mati karena kelaparan!”
Lencho adalah seorang pekerja keras yang bekerja seperti binatang di ladang, tapi
dia masih bisa menulis. Pada hari ahad berikutnya, ketika dinihari, setelah
meyakinkan dirinya bahwa masih ada zat yang melindungi, ia mulai menulis
sepucuk surat yang akan dibawanya sendiri ke kota dan dimasukkan ke pos.
“Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan keluargaku akan
kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan seratus peso untuk menanami kembali
ladangku dan untuk kebutuhan hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai es
….”
Salah seorang pegawai di sana, seorang tukang pos yang juga ikut membantu di
kantor pos itu, mendatangi atasannya sambil tertawa terpingkal pingkal dan
memperlihatkan kepadanya surat kepada Tuhan tadi. Selama karirnya sebagai
tukang pos, ia tidak pernah tahu di mana alamat itu. Sedangkan sang kepala pos,
seorang yang gemuk dan periang, juga tertawa terbahak bahak. Namun hampir
tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan sambil mengetuk ngetukkan surat itu
di mejanya iapun berkomentar:
“Keimanan yang hebat! Seandainya imanku seperti imannya orang yang menulis
surat ini. Punya kepercayaan seperti kepercayaannya. Berharap dengan keyakinan
yang ia tahu bagaimana caranya. Melakukan surat menyurat dengan Tuhan!”
Akan tetapi tidak mungkin baginya untuk mengumpulkan uang sebanyak seratus
peso, ia hanya bisa mengirim kepada si petani sebanyak setengahnya lebih sedikit
saja. Dimasukkannya lembaran lembaran uang itu ke dalam amplop yang
dialamatkan kepada Lencho dan bersamanya hanya ada selembar kertas yang
bertuliskan satu kata sebagai tanda tangan: TUHAN.
Pada hari ahad berikutnya Lencho datang sedikit lebih awal daripada biasanya
untuk menanyakan apakah ada surat untuknya. Si tukang pos sendiri yang
menyerahkan surat itu kepadanya. Semen¬tara sang kepala pos, dengan perasaan
puas sebagai orang yang baru saja berbuat kebajikan, menyaksikan lewat pintu
keluar masuk ruang kerjanya.
Segera saja Lencho pergi ke loket untuk meminta kertas dan tinta. Di atas meja
tulis untuk umum iapun mulai menulis sampai sampai keningnya sangat berkerut
saking bersemangatnya dalam menuangkan gagasannya. Setelah selesai ia pergi
lagi ke loket untuk membeli perangko yang lalu dijilat dan kemudian
ditempelkannya di atas amplop dengan pukulan kepalan tangannya.
Setelah surat itu dimasukkan ke dalam kotak pos, sang kepala pos membukanya.
Bunyinya:
“Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja yang sampai ke
tanganku. Kirimkanlah sisanya kepadaku karena aku sangat membutuhkannya.
Tapi jangan dikirimkan kepadaku lewat pos karena para pegawai di kantor pos
itu adalah orang-orang korup. Lencho.”
Kalimat Langsung
Kalimat langsung adalah kalimat yang diucapkan secara langsung kepada
orang yang dituju. Kalimat langsung ditandai dengan pemakaian tanda
petik (“....”).
Contoh : “Aku mau beli buku “Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja” ,
Bu.” rengekku.
8. “Kita akan kelaparan tahun ini,” tetapi di hati semua orang yang
tinggal di rumah yang terpencil di tengah lembah itu masih tersisa
satu harapan: pertolongan dari Tuhan.
12. Bunyi surat itu, “Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh
puluh peso saja yang sampai ke tanganku. Kirimkanlah sisanya
kepadaku karena aku sangat membutuhkannya. Tapi jangan
dikirimkan kepadaku lewat pos karena para pegawai di kantor pos
itu adalah orang-orang korup. Lencho.”
2. Intonasi
Misalnya:
Kalimat pengiring itu apa sih? Kalimat pengiring adalah kalimat yang
terletak baik sebelum maupun setelah kalimat utama (kutipan).
Kalimat pengiring berfungsi untuk menjelaskan kalimat utama
(kutipan) tersebut.
Contoh:
7. Bunyi surat itu, “Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya
tujuh puluh peso saja yang sampai ke tanganku. Kirimkanlah
sisanya kepadaku karena aku sangat membutuhkannya. Tapi
jangan dikirimkan kepadaku lewat pos karena para pegawai di
kantor pos itu adalah orang-orang korup. Lencho.”
Kutipan/pengiring
Susunan kutipan/pengiring adalah susunan kalimat di mana
kalimat kutipan berada lebih dulu sebelum kalimat pengiring.
Kalimat kutipan harus diakhiri dengan satu tanda koma dan satu
spasi apabila kalimat pengiring terletak setelah kalimat petikan.
Penulis menemukan beberapa kalimat yang memiliki susunan
kutipan/pengiring pada teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” adalah
sebagai berikut.
Kutipan/pengiring/kutipan
Susunan kutipan/pengiring/ kutipan adalah susunan kalimat
di mana kalimat kutipan berada pada sebelum dan sesudah kalimat
pengiring. Jika ada 2 kalimat kutipan, huruf awal pada kalimat
kutipan pertama menggunakan huruf kapital, sedangkan pada
kalimat kutipan kedua menggunakan huruf kecil kecuali nama
orang dan kata sapaan. Penulis menemukan beberapa kalimat yang
memiliki susunan kutipan/pengiring/ kutipan pada teks cerpen
“Surat Kepada Tuhan” , di antaranya adalah sebagai berikut.
2) “Semua kerja kita sia sia!” seru Lencho, “tak ada seorangpun
yang dapat menolong kita!”
Contoh :
1. “Semua kerja kita sia- sia!” seru Lencho.
Ingat ya, Dear! Subjek dalam pola kalimat tidak melulu harus
berupa nama orang atau nama tempat. Subjek dalam pola
kalimat cakupannya lebih luas daripada itu. Subjek juga dapat
berupa pronomina (kata ganti) seperti pada kata (semua) pada
kalimat kutipan di atas.
Ingat ya, Dear! Subjek dalam pola kalimat tidak melulu harus
berupa nama orang atau nama tempat. Subjek dalam pola
kalimat cakupannya lebih luas daripada itu. Subjek juga dapat
berupa pronomina (kata ganti) seperti pada kata (semua) pada
kalimat kutipan di atas.
3. Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab: “Ya,
semoga saja, Pak.” (paragraf 3 ; kalimat ketiga)
8. “Semua kerja kita sia sia!” seru Lencho, “tak ada seorangpun
yang dapat menolong kita!”
11. “Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan
keluargaku akan kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan
seratus peso untuk menanami kembali ladangku dan untuk
kebutuhan hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai es.”
13. Bunyi surat itu, “Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya
tujuh puluh peso saja yang sampai ke tanganku. Kirimkanlah
sisanya kepadaku karena aku sangat membutuhkannya. Tapi
jangan dikirimkan kepadaku lewat pos karena para pegawai di
kantor pos itu adalah orang-orang korup. Lencho.”
5. Bagian kutipan ada yang berupa kalimat tanya, kalimat berita, atau
kalimat perintah.
Kalimat tanya
Kalimat berita
Kalimat berita adalah kalimat yang memberikan atau
memaparkan sebuah kejadian/peristiwa. Kalimat berita berisi
ungkapan peristiwa atau kejadian. Ciri-ciri kalimat berita
adalah berupa fakta atau opini baik berbentuk lisan maupun
tulisan.
Kalimat perintah
Kalimat harapan
Kalimat harapan adalah kalimat yang menyatakan harapan atau
kalimat yang mengungkapkan keinginan terjadinya sesuatu.
Kalimat ini biasanya didahului oleh kata ungkapan, seperti
saya harap, semoga, seandainya, dan mudah-mudahan.
Dalam teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” penulis menemukan
2 kutipan yang berupa kalimat harapan, yakni:
3. “Semua kerja kita sia sia!” seru Lencho, “tak ada seorangpun
yang dapat menolong kita!”
7. Bunyi surat itu, “Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya
tujuh puluh peso saja yang sampai ke tanganku. Kirimkanlah
sisanya kepadaku karena aku sangat membutuhkannya. Tapi
jangan dikirimkan kepadaku lewat pos karena para pegawai di
kantor pos itu adalah orang-orang korup. Lencho.”
Contoh :
1. Sepanjang pagi itu Lencho, yang tidak melakukan apapun
selain mengawasi langit ke arah timur laut dan berkata,
“Sekarang kita benar benar akan mendapat air, Bu.” (paragraf 3
; kalimat pertama)
Satu satunya rumah yang ada di lembah itu berada di atas puncak sebuah bukit
kecil. Dari atas ketinggian seperti itu seseorang bisa melihat sungai dan, di
sebelah pekarangan untuk memelihara ternak, ladang tanaman jagung yang sudah
masak yang di sela selanya bertaburan bunga bunga kacang merah yang selalu
menjanjikan panen yang baik.
Satu satunya yang dibutuhkan bumi adalah curah hujan atau setidaknya hujan
sedikit saja. Sepanjang pagi itu Lencho, yang sangat mengenal ladangnya, tidak
melakukan apapun selain mengawasi langit ke arah timur laut.
Lencho mengatakan kepada istrinya bahwa menurut prediksinya mereka akan
mendapatkan air sekarang.
Istrinya pun turut berharap dan menyemogakan perkataan Lencho tadi.
Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang sementara yang
masih kecil bermain main di dekat rumah, sampai akhirnya si istri mengajak
mereka semua untuk sarapan bersama.
Saat mereka sedang makan, seperti yang telah diperkirakan Lencho, tetes tetes air
hujan yang besar besar mulai berjatuhan. Di sebelah timur laut mendung tebal
berukuran raksasa bisa dili¬hat sedang mendekat. Udara terasa segar dan nyaman.
Pria itu pergi ke luar untuk melihat pekarangan tempat memelihara ternaknya,
semata mata sekedar ingin menikmati hujan yang mengguyur tubuhnya, dan
ketika kembali ia berseru bahwa sesuatu yang jatuh dari langit bukanlah tetesan
air hujan, tetapi kepingan-kepingan uang logam baru sebanyak sepuluh centavo
untuk logam yang besar dan lima untuk logam yang kecil.
Ternyata tidak cepat berlalu. Selama satu jam hujan es itu menimpa rumah, kebun,
lereng bukit, ladang jagung, di seluruh lembah. Ladang itu menjadi putih seperti
tertimbun garam. Tak selembar daunpun masih tertinggal di pepohonan. Tanaman
jagung itu sama sekali musnah. Bunga bunga pun rontok dari tanaman kacang
merah. Jiwa Lencho dipenuhi kesedihan.
Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya dan berkata
kepada anak- anaknya, bahwa jika wabah belalang yang menyerang, sisa
tanamannya yang masih bagus lebih banyak dibandingkan dengan fenomena
hujan es yang menyerang. Fenomena hujan es telah menyebabkan tanamannya
tidak tersisa sama sekali. Akibatnya, tahun ini mereka tidak punya jagung dan
kacang.
Lencho juga mengatakan kepada istri dan anak-anaknya jika mereka akan
kelaparan tahun ini.
Tapi di hati semua orang yang tinggal di rumah yang terpencil di tengah lembah
itu masih tersisa satu harapan: pertolongan dari Tuhan.
Lencho berpesan kepada istri dan anak-anaknya janganlah terlalu bersedih hati
meskipun kelihatannya mereka seperti mengalami kerugian total. Lencho juga
mengatakan kepada keluarganya bahwa tidak ada orang yang mati karena
kelaparan. Mereka pun serentak berkata tak seorang pun mati karena kelaparan.
Lencho adalah seorang pekerja keras yang bekerja seperti binatang di ladang, tapi
dia masih bisa menulis. Pada hari ahad berikutnya, ketika dinihari, setelah
meyakinkan dirinya bahwa masih ada zat yang melindungi, ia mulai menulis
sepucuk surat yang akan dibawanya sendiri ke kota dan dimasukkan ke pos.
Salah seorang pegawai di sana, seorang tukang pos yang juga ikut membantu di
kantor pos itu, mendatangi atasannya sambil tertawa terpingkal pingkal dan
memperlihatkan kepadanya surat kepada Tuhan tadi. Selama karirnya sebagai
tukang pos, ia tidak pernah tahu di mana alamat itu. Sedangkan sang kepala pos,
seorang yang gemuk dan periang, juga tertawa terbahak bahak. Namun hampir
tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan sambil mengetuk-ngetukkan surat itu
di mejanya, kepala pos tersebut berkata kepada tukang pos bahwa ia sangat
mengagumi kehebatan iman yang dimiliki oleh Lencho dan ia berharap iman yang
ia miliki bisa sama seperti imannya Lencho, yakni berharap dengan keyakinan
yang ia tahu bagaimana caranya. Salah satu caranya adalah seperti yang dilakukan
oleh Lencho, yaitu surat-menyurat dengan Tuhan.
Dengan demikian untuk tidak mengecewakan keajaiban iman itu, yang
disebabkan oleh surat yang tak dapat disampaikan, sang kepala pos mengajukan
sebuah gagasan: menjawab surat tadi. Namun ketika ia memulainya ternyata
untuk menjawabnya ia membutuhkan tidak hanya sekedar kemauan, tinta dan
kertas. Tapi tekadnya sudah bulat: ia memungut iuran dari para anak buahnya, ia
sendi ripun ikut menyisihkan sebagian gajinya dan beberapa orang te¬mannya
juga diwajibkan untuk ikut memberikan “sumbangan”.
Akan tetapi tidak mungkin baginya untuk mengumpulkan uang sebanyak seratus
peso, ia hanya bisa mengirim kepada si petani sebanyak setengahnya lebih sedikit
saja. Dimasukkannya lembaran lembaran uang itu ke dalam amplop yang
dialamatkan kepada Lencho dan bersamanya hanya ada selembar kertas yang
bertuliskan satu kata sebagai tanda tangan: TUHAN.
Pada hari ahad berikutnya Lencho datang sedikit lebih awal daripada biasanya
untuk menanyakan apakah ada surat untuknya. Si tukang pos sendiri yang
menyerahkan surat itu kepadanya. Semen¬tara sang kepala pos, dengan perasaan
puas sebagai orang yang baru saja berbuat kebajikan, menyaksikan lewat pintu
keluar masuk ruang kerjanya.
Segera saja Lencho pergi ke loket untuk meminta kertas dan tinta. Di atas meja
tulis untuk umum ia pun mulai menulis sampai-sampai keningnya sangat berkerut
saking bersemangatnya dalam menuangkan gagasannya. Setelah selesai ia pergi
lagi ke loket untuk membeli perangko yang lalu dijilat dan kemudian
ditempelkannya di atas amplop dengan pukulan kepalan tangannya.
Setelah surat itu dimasukkan ke dalam kotak pos, sang kepala pos membukanya.
Bunyi surat yang ditulis Lencho merupakan ungkapan perasaan setelah ia
menerima uang itu, ia mempertanyakannya kepada Tuhan mengapa hanya tujuh
puluh peso saja yang sampai ke tangannya. Ia meminta kepada Tuhan untuk
mengirimkan sisa uang tersebut kepadanya karena dia sangat membutuhkannya.
Ia juga berpesan agar Tuhan tidak mengirimkannya lewat pos karena menurutnya
para pegawai di kantor pos adalah orang-orang yang korup.
Kalimat Tidak Langsung
Kalimat tidak langsung adalah kalimat yang melaporkan apa yang
diucapkan orang.
Contoh : Dia merengek kepada ibunya agar dibelikan buku “Jika Kita Tak
Pernah Baik-Baik Saja”.
3) Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang sementara
yang masih kecil bermain main di dekat rumah, sampai akhirnya si
istri mengajak mereka semua untuk sarapan bersama.
“Yang jatuh dari langit itu bukan tetesan tetesan air hujan tapi
kepingan kepingan uang logam baru. Yang besar besar sepuluh
centavo dan yang kecil kecil lima ….”
5) Pria itu gelisah seraya berseru perihal cuaca sekarang yang semakin
memburuk dan ia berharap agar cuaca buruk yang sedang menimpanya
segera berlalu.
6) Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya dan
berkata kepada anak- anaknya bahwa jika wabah belalang yang
menyerang, sisa tanamannya yang masih bagus lebih banyak
dibandingkan dengan fenomena hujan es yang menyerang. Fenomena
hujan es telah menyebabkan tanamannya tidak tersisa sama sekali.
Akibatnya, tahun ini mereka tidak punya jagung dan kacang.
Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari
kalimat langsung berikut (paragraf 9 ; kalimat pertama).
Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya dan
berkata kepada anak anaknya:
“Semua kerja kita sia sia!” seru Lencho, “tak ada seorangpun yang
dapat menolong kita!”
10) Isi surat yang ia tulis menyatakan bahwa jika Tuhan tidak
menolongnya, dia dan keluarganya akan kelaparan tahun ini. Dia
membutuhkan 100 peso untuk menanam kembali ladangnya yang
hancur karena diterpa badai es serta untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-sehari sampai saat panen nanti.
11) Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan
sambil mengetuk-ngetukkan surat itu di mejanya, kepala pos tersebut
berkata kepada tukang pos bahwa ia sangat mengagumi kehebatan
iman yang dimiliki oleh Lencho dan ia berharap iman yang ia miliki
bisa sama seperti imannya Lencho, yakni berharap dengan keyakinan
yang ia tahu bagaimana caranya. Salah satu caranya adalah seperti
yang dilakukan oleh Lencho, yaitu surat-menyurat dengan Tuhan.
Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan sambil
mengetuk ngetukkan surat itu di mejanya iapun berkomentar:
Bunyinya:
“Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja yang
sampai ke tanganku. Kirimkanlah sisanya kepadaku karena aku
sangat membutuhkannya. Tapi jangan dikirimkan kepadaku lewat pos
karena para pegawai di kantor pos itu adalah orang-orang korup.
Lencho.”
Pada kalimat tidak langsung, intonasi suatu kalimat itu mendatar dan
menurun. Mengapa? Karena kalimat tidak langsung merupakan kalimat
biasa yang mengisahkan apa yang sedang dialami oleh pemeran (penutur)
dan lawan bicaranya. Dalam artian begini, kalimat tidak langsung
bukanlah kalimat kutipan (dialog) sehingga intonasi dalam membacanya
juga berbeda.
Jika kita membaca kalimat kutipan (dialog), maka seolah-olah kita yang
sedang memerankan si penutur atau orang yang sedang berdialog tersebut.
Jika dialognya berisi si A (penutur) sedang marah-marah, maka kita
membacanya dengan intonasi yang tinggi. Jika dialognya berisi si A
(penutur) sedang sedih, maka kita membacanya dengan intonasi menurun.
Lain halnya dengan kalimat tidak langsung, di sini pembaca harus bisa
menempatkan posisi sebagai moderator (orang yang menceritakan)
sehingga intonasi dalam membacanya pun mendatar atau menurun.
Hal yang berbeda jika kita membaca kalimat yang b khusunya pada
kalimat “Sini makan dulu!”. Saat kita membaca kalimat tersebut, kita
menempatkan posisi sebagai aktor (penutur) dari dialog tersebut
sehingga intonasi membaca kita pun menjadi lebih tinggi.
3) Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang sementara
yang masih kecil bermain main di dekat rumah, sampai akhirnya si
istri mengajak mereka semua untuk sarapan bersama.
(paragraf 4 ; kalimat pertama)
4) Pria itu pergi ke luar untuk melihat pekarangan tempat memelihara
ternaknya, semata mata sekedar ingin menikmati hujan yang
mengguyur tubuhnya, dan ketika kembali ia berseru bahwa sesuatu
yang jatuh dari langit bukanlah tetesan air hujan, tetapi kepingan-
kepingan uang logam baru sebanyak sepuluh centavo untuk logam
yang besar dan lima untuk logam yang kecil. (paragraf 6 ; kalimat
pertama)
5) Pria itu gelisah seraya berseru perihal cuaca sekarang yang semakin
memburuk dan ia berharap agar cuaca buruk yang sedang menimpanya
segera berlalu. (paragraf 8 ; kalimat pertama)
6) Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya dan
berkata kepada anak- anaknya bahwa jika wabah belalang yang
menyerang, sisa tanamannya yang masih bagus lebih banyak
dibandingkan dengan fenomena hujan es yang menyerang. Fenomena
hujan es telah menyebabkan tanamannya tidak tersisa sama sekali.
Akibatnya, tahun ini mereka tidak punya jagung dan kacang. (paragraf
9 ; kalimat pertama)
10) Isi surat yang ia tulis menyatakan bahwa jika Tuhan tidak
menolongnya, dia dan keluarganya akan kelaparan tahun ini. Dia
membutuhkan 100 peso untuk menanam kembali ladangnya yang
hancur karena diterpa badai es serta untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-sehari sampai saat panen nanti. (paragraf 12 ; kalimat pertama)
11) Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan
sambil mengetuk-ngetukkan surat itu di mejanya, kepala pos tersebut
berkata kepada tukang pos bahwa ia sangat mengagumi kehebatan
iman yang dimiliki oleh Lencho dan ia berharap iman yang ia miliki
bisa sama seperti imannya Lencho, yakni berharap dengan keyakinan
yang ia tahu bagaimana caranya. Salah satu caranya adalah seperti
yang dilakukan oleh Lencho, yaitu surat-menyurat dengan Tuhan.
(paragraf 15 ; kalimat pertama)
Rumusnya adalah:
Kata ganti orang pertama berubah menjadi kata ganti orang
ketiga.
Contoh: Aku menjadi dia (tunggal)
Kita menjadi mereka (jamak)
Kata ganti orang pertama jamak atau kita menjadi kami atau
mereka, sesuai dengan isinya.
Contoh : Kita menjadi mereka
Kami menjadi mereka
Agar lebih paham, perhatikan contoh yang penulis berikan di bawah ini.
Pada kalimat langsung di atas, terdapat kata “Ku atau Aku” sebagai
kata ganti orang pertama. Setelah diubah menjadi kalimat tidak
langsung, kata “Ku atau Aku” berubah menjadi kata ganti orang
ketiga, yaitu “Ia”.
Pada kalimat langsung di atas, terdapat kata “Ku atau Aku” sebagai
kata ganti orang pertama. Setelah diubah menjadi kalimat tidak
langsung, kata “Ku atau Aku” berubah menjadi kata ganti orang
ketiga, yaitu “Ia”.
Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan sambil
mengetuk ngetukkan surat itu di mejanya iapun berkomentar:
Pada kalimat langsung di atas, terdapat kata “aku atau ku” sebagai
kata ganti orang pertama tunggal. Setelah diubah menjadi kalimat
tidak langsung, kata “aku atau ku” berubah menjadi kata ganti
orang ketiga tunggal, yaitu “ia”.
Bunyinya:
“Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja
yang sampai ke tanganku. Kirimkanlah sisanya kepadaku karena
aku sangat membutuhkannya. Tapi jangan dikirimkan kepadaku
lewat pos karena para pegawai di kantor pos itu adalah orang-
orang korup. Lencho.”
Kata ganti orang pertama jamak atau kita menjadi kami atau
mereka, sesuai dengan konteks kalimatnya.
“Semua kerja kita sia sia!” seru Lencho, “tak ada seorangpun yang
dapat menolong kita!”
Kata tugas adalah kata yang menyatakan hubungan suatu unsur dengan
unsur yang lain dalam sebuah frasa atau kalimat. Dalam KBBI, kata tugas
diartikan sebagai kata yang menyatakan hubungan gramatikal, yang tidak
dapat bergabung dengan afiks dan tidak mengandung makna leksikal.
3) Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang sementara
yang masih kecil bermain main di dekat rumah, sampai akhirnya si
istri mengajak mereka semua untuk sarapan bersama.
5) Pria itu gelisah seraya berseru perihal cuaca sekarang yang semakin
memburuk dan ia berharap agar cuaca buruk yang sedang menimpanya
segera berlalu.
6) Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya dan
berkata kepada anak- anaknya bahwa jika wabah belalang yang
menyerang, sisa tanamannya yang masih bagus lebih banyak
dibandingkan dengan fenomena hujan es yang menyerang. Fenomena
hujan es telah menyebabkan tanamannya tidak tersisa sama sekali.
Akibatnya, tahun ini mereka tidak punya jagung dan kacang.
10) Isi surat yang ia tulis menyatakan bahwa jika Tuhan tidak
menolongnya, dia dan keluarganya akan kelaparan tahun ini. Dia
membutuhkan 100 peso untuk menanam kembali ladangnya yang
hancur karena diterpa badai es serta untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-sehari sampai saat panen nanti.
11) Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan
sambil mengetuk-ngetukkan surat itu di mejanya, kepala pos tersebut
berkata kepada tukang pos bahwa ia sangat mengagumi kehebatan
iman yang dimiliki oleh Lencho dan ia berharap iman yang ia miliki
bisa sama seperti imannya Lencho, yakni berharap dengan keyakinan
yang ia tahu bagaimana caranya. Salah satu caranya adalah seperti
yang dilakukan oleh Lencho, yaitu surat-menyurat dengan Tuhan.
“sambil” merupakan konjungsi situasi.
“di” merupakan preposisi.
“yakni” merupakan konjungsi penegas.
“yaitu” merupakan konjungsi penegas.
“dengan” merupakan konjungsi alat.
“yang” merupakan konjungsi subordinatif atribut.
“bahwa” merupakan konjungsi subordinatif komplementasi.
“dan” merupakan konjungsi aditif.
“seperti” merupakan konjungsi perbandingan.
12) Bunyi surat yang ditulis Lencho merupakan ungkapan perasaan setelah
ia menerima uang itu, ia mempertanyakannya kepada Tuhan mengapa
hanya tujuh puluh peso saja yang sampai ke tangannya. Ia meminta
kepada Tuhan untuk mengirimkan sisa uang tersebut kepadanya karena
dia sangat membutuhkannya. Ia juga berpesan agar Tuhan tidak
mengirim sisa uang tersebut lewat pos karena menurutnya para
pegawai di kantor pos adalah orang-orang yang korup.
Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan sambil
mengetuk ngetukkan surat itu di mejanya iapun berkomentar:
Bunyinya:
“Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja
yang sampai ke tanganku. Kirimkanlah sisanya kepadaku karena
aku sangat membutuhkannya. Tapi jangan dikirimkan kepadaku
lewat pos karena para pegawai di kantor pos itu adalah orang-
orang korup. Lencho.
“Semua kerja kita sia sia!” seru Lencho, “tak ada seorangpun yang
dapat menolong kita!”
Alhamdulillah
-SELESAI-