Anda di halaman 1dari 54

Nama : Alya Syakira

Kelas : 11 MIPA 1
Tanggal : Rabu, 04 November 2020

“Menganalisis Kaidah Kebahasaan Teks Cerpen Surat Cinta Untuk Tuhan


Berdasarkan Ciri Kalimat Langsung dan Kalimat Tidak Langsung ”

1. Menganalisis Kaidah Kebahasaan Teks Cerpen Surat Cinta Untuk


Tuhan Berdasarkan Ciri Kalimat Langsung

Surat Kepada Tuhan

Satu satunya rumah yang ada di lembah itu berada di atas puncak sebuah bukit
kecil. Dari atas ketinggian seperti itu seseorang bisa melihat sungai dan, di
sebelah pekarangan untuk memelihara ternak, ladang tanaman jagung yang sudah
masak yang di sela selanya bertaburan bunga bunga kacang merah yang selalu
menjanjikan panen yang baik.

Satu satunya yang dibutuhkan bumi adalah curah hujan atau setidaknya hujan
sedikit saja. Sepanjang pagi itu Lencho, yang sangat mengenal ladangnya, tidak
melakukan apapun selain mengawasi langit ke arah timur laut.

“Sekarang kita benar benar akan mendapat air, Bu.”

Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab:


“Ya, semoga saja, Pak”

Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang sementara yang
masih kecil bermain main di dekat rumah, sampai akhirnya si istri memanggil
mereka semua:

“Sini makan dulu!”


Saat mereka sedang makan, seperti yang telah diperkirakan Lencho, tetes tetes air
hujan yang besar besar mulai berjatuhan. Di sebelah timur laut mendung tebal
berukuran raksasa bisa dili¬hat sedang mendekat. Udara terasa segar dan nyaman.

Pria itu pergi ke luar untuk melihat pekarangan tempat memelihara ternaknya,
semata mata sekedar ingin menikmati hujan yang mengguyur tubuhnya, dan
ketika kembali ia berseru:

“Yang jatuh dari langit itu bukan tetesan tetesan air hujan tapi kepingan kepingan
uang logam baru. Yang besar besar sepuluh centavo dan yang kecil kecil lima ….”

Dengan ekspresi yang menujukkan kepuasan ia memandang ladang jagung yang


masak dengan bunga bunga kacang merahnya yang dihiasi tirai hujan. Tapi tiba
tiba angin kencang mulai berhembus dan bersamaan dengan air hujan bongkahan
bongkahan es yang sangat besar mulai berjatuhan. Bentuknya memang benar
benar seperti kepingan kepingan uang logam perak yang masih baru. Anak anak
lelaki yang sedang membiarkan tubuh mereka diguyur hujan berlari larian untuk
mengumpulkan mutiara mutiara beku itu.

“Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu, gelisah. “Kuharap semoga
cepat berlalu.”

Ternyata tidak cepat berlalu. Selama satu jam hujan es itu menimpa rumah, kebun,
lereng bukit, ladang jagung, di seluruh lembah. Ladang itu menjadi putih seperti
tertimbun garam. Tak selembar daunpun masih tertinggal di pepohonan. Tanaman
jagung itu sama sekali musnah. Bunga bungapun rontok dari tanaman kacang
merah. Jiwa Lencho dipenuhi kesedihan. Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri
di tengah tengah ladangnya dan berkata kepada anak anaknya:

“Wabah belalang masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan es sama
sekali tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya jagung atau kacang ….”

Malam itu penuh kesedihan.

“Semua kerja kita sia sia!”

“Tak ada seorangpun yang dapat menolong kita!”


“Kita akan kelaparan tahun ini ….” Tapi di hati semua orang yang tinggal di
rumah yang terpencil di tengah lembah itu masih tersisa satu harapan: pertolongan
dari Tuhan.

“Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti keru¬gian total. Ingatlah, tak
ada orang yang mati karena kelaparan!”

“Itulah yang mereka katakan: tak seorangpun mati karena kelaparan .”

Sepanjang malam itu Lencho hanya memikirkan harapan satu satunya:


pertolongan dari Tuhan, yang mata Nya (sebagaimana diajarkan kepadanya)
melihat segala sesuatu, bahkan sampai ke dalam lubuk hati seseorang yang paling
dalam sekalipun.

Lencho adalah seorang pekerja keras yang bekerja seperti binatang di ladang, tapi
dia masih bisa menulis. Pada hari ahad berikutnya, ketika dinihari, setelah
meyakinkan dirinya bahwa masih ada zat yang melindungi, ia mulai menulis
sepucuk surat yang akan dibawanya sendiri ke kota dan dimasukkan ke pos.

Itu tidak lain adalah surat kepada Tuhan.

“Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan keluargaku akan
kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan seratus peso untuk menanami kembali
ladangku dan untuk kebutuhan hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai es
….”

Dituliskannya “Kepada Tuhan” di atas amplop lalu dimasuk¬kannya surat itu


kedalamnya, dan masih dengan pikiran dan pera¬saan yang galau ia pergi ke kota.
Di kantor pos diberinya surat itu perangko kemudian dimasukkannya ke dalam
kotak pos.

Salah seorang pegawai di sana, seorang tukang pos yang juga ikut membantu di
kantor pos itu, mendatangi atasannya sambil tertawa terpingkal pingkal dan
memperlihatkan kepadanya surat kepada Tuhan tadi. Selama karirnya sebagai
tukang pos, ia tidak pernah tahu di mana alamat itu. Sedangkan sang kepala pos,
seorang yang gemuk dan periang, juga tertawa terbahak bahak. Namun hampir
tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan sambil mengetuk ngetukkan surat itu
di mejanya iapun berkomentar:

“Keimanan yang hebat! Seandainya imanku seperti imannya orang yang menulis
surat ini. Punya kepercayaan seperti kepercayaannya. Berharap dengan keyakinan
yang ia tahu bagaimana caranya. Melakukan surat menyurat dengan Tuhan!”

Dengan demikian untuk tidak mengecewakan keajaiban iman itu, yang


disebabkan oleh surat yang tak dapat disampaikan, sang kepala pos mengajukan
sebuah gagasan: menjawab surat tadi. Namun ketika ia memulainya ternyata
untuk menjawabnya ia membutuhkan tidak hanya sekedar kemauan, tinta dan
kertas. Tapi tekadnya sudah bulat: ia memungut iuran dari para anak buahnya, ia
sendi ripun ikut menyisihkan sebagian gajinya dan beberapa orang te¬mannya
juga diwajibkan untuk ikut memberikan “sumbangan”.

Akan tetapi tidak mungkin baginya untuk mengumpulkan uang sebanyak seratus
peso, ia hanya bisa mengirim kepada si petani sebanyak setengahnya lebih sedikit
saja. Dimasukkannya lembaran lembaran uang itu ke dalam amplop yang
dialamatkan kepada Lencho dan bersamanya hanya ada selembar kertas yang
bertuliskan satu kata sebagai tanda tangan: TUHAN.

Pada hari ahad berikutnya Lencho datang sedikit lebih awal daripada biasanya
untuk menanyakan apakah ada surat untuknya. Si tukang pos sendiri yang
menyerahkan surat itu kepadanya. Semen¬tara sang kepala pos, dengan perasaan
puas sebagai orang yang baru saja berbuat kebajikan, menyaksikan lewat pintu
keluar masuk ruang kerjanya.

Lencho sedikitpun tidak terkejut menyaksikan lembaran lembaran uang tadi,


sesuai keyakinannya, namun ia menjadi marah setelah menghitung jumlahnya.
Tuhan tidak akan keliru atau menya¬lahi apa yang diminta Lencho!

Segera saja Lencho pergi ke loket untuk meminta kertas dan tinta. Di atas meja
tulis untuk umum iapun mulai menulis sampai sampai keningnya sangat berkerut
saking bersemangatnya dalam menuangkan gagasannya. Setelah selesai ia pergi
lagi ke loket untuk membeli perangko yang lalu dijilat dan kemudian
ditempelkannya di atas amplop dengan pukulan kepalan tangannya.
Setelah surat itu dimasukkan ke dalam kotak pos, sang kepala pos membukanya.
Bunyinya:

“Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja yang sampai ke
tanganku. Kirimkanlah sisanya kepadaku karena aku sangat membutuhkannya.
Tapi jangan dikirimkan kepadaku lewat pos karena para pegawai di kantor pos
itu adalah orang-orang korup. Lencho.”

 Kalimat Langsung
Kalimat langsung adalah kalimat yang diucapkan secara langsung kepada
orang yang dituju. Kalimat langsung ditandai dengan pemakaian tanda
petik (“....”).
Contoh : “Aku mau beli buku “Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja” ,
Bu.” rengekku.

Ciri ciri kalimat langsung ada 8, yaitu :

1. Bertanda petik dalam bahasa tertulis.

Tanda petik memiliki beberapa fungsi, di antaranya adalah:


1. Untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari
pembicaraan, naskah, dan sebagainya.
2. Untuk mengapit judul sajak, lagu, film, sinetron, artikel, atau
bab buku yang dipakai dalam kalimat.
3. Untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata
yang mempunyai arti khusus (konotatif atau bukan sebenarnya)
dan tidak dikenal secara luas oleh masyarakat pada umumnya.

Kalimat langsung identik dengan kalimat yang bertanda petik (“..”).


Pertanyaannya, apakah setiap kalimat langsung harus memakai tanda
petik? Jawabannya adalah, iya. Kenapa? Karena tanda petik (“...”)
memiliki 3 fungsi, salah satunya ialah untuk mengapit petikan
langsung yang berasal dari pembicaraan (dialog) seseorang dengan
seorang/beberapa orang lainnya. Tujuannya adalah untuk menceritakan
bahwa orang tersebut sedang mengatakan sesuatu, dan kita dapat
mengutipnya dengan menggunakan tanda petik (“....”) pada awal dan
akhir percakapan/pembicaraan tersebut.
Misalnya:

Sepanjang pagi itu Lencho, yang tidak melakukan apapun selain


mengawasi langit ke arah timur laut dan berkata, “Sekarang kita
benar benar akan mendapat air, Bu.” (paragraf 3 ; kalimat pertama)

Alasan mengapa kalimat di atas merupakan kalimat langsung adalah


karena kalimat tersebut bertanda petik. Tanda petik (“...”) pada
kalimat tersebut berfungsi untuk mengutip pembicaraan Lencho
kepada istrinya, yaitu si Lencho (penutur) mengatakan secara
langsung kepada istrinya bahwa menurutnya mereka benar-benar akan
mendapatkan air sekarang.

Penulis menemukan beberapa kalimat langsung dengan ciri bertanda


petik (“...”) pada teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” di antaranya
adalah sebagai berikut.

1. Sepanjang pagi itu Lencho, yang tidak melakukan apapun selain


mengawasi langit ke arah timur laut dan berkata, “Sekarang kita
benar benar akan mendapat air, Bu.” (paragraf 3 ; kalimat pertama)

Alasan mengapa kalimat di atas merupakan kalimat langsung,


selain karena kalimat tersebut bertanda petik, adalah karena pada
kalimat tersebut si Lencho (penutur) mengatakan secara langsung
kepada istrinya bahwa menurutnya mereka benar-benar akan
mendapatkan air sekarang.

2. Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab: “Ya, semoga


saja, Pak.” (paragraf 3 ; kalimat ketiga)

Alasan mengapa kalimat di atas merupakan kalimat langsung,


selain karena kalimat tersebut bertanda petik, adalah karena pada
kalimat tersebut istrinya Lencho (penutur) menjawab pernyataan
Lencho secara langsung dengan cara menyemogakan dan turut
berharap seperti Lencho, suaminya.

3. Sampai akhirnya si istri memanggil mereka semua: “Sini makan


dulu!” (paragraf 4 ; kalimat ketiga)

Alasan mengapa kalimat di atas merupakan kalimat langsung,


selain karena kalimat tersebut bertanda petik, adalah karena pada
kalimat tersebut si istri (penutur) memanggil anak-anaknya secara
langsung bahwa mereka harus segera makan.
4. Dan ketika kembali ia berseru: “Yang jatuh dari langit itu bukan
tetesan tetesan air hujan tapi kepingan kepingan uang logam baru.
Yang besar besar sepuluh centavo dan yang kecil kecil lima.”
(paragraf 6; kalimat pertama)

Alasan mengapa kalimat di atas merupakan kalimat langsung,


selain karena kalimat tersebut bertanda petik, adalah karena pada
kalimat tersebut Lencho (penutur) menyampaikan secara langsung
kepada anak-anaknya bahwa yang jatuh dari langit itu bukan
tetesan tetesan air hujan tapi kepingan kepingan uang logam baru
yang besar besar sepuluh centavo dan yang kecil kecil lima.

5. “Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu gelisah,


“kuharap semoga cepat berlalu,” harapnya. (paragraf 8; kalimat
kedua)

Alasan mengapa kalimat di atas merupakan kalimat langsung,


selain karena kalimat tersebut bertanda petik, adalah karena pada
kalimat tersebut Lencho (penutur) menyerukan secara langsung
kepada istri dan anak-anaknya bahwa keadaan mereka benar-benar
semakin buruk pada saat itu dan Lencho berharap agar keadaan
buruk yang sedang ia dan keluarganya alami cepat berlalu.

6. Ketika badai itu telah berlalu Lencho berdiri di tengah tengah


ladangnya dan berkata kepada anak anaknya: “Wabah belalang
masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan es sama sekali
tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya jagung atau
kacang.” (paragraf 9 ; kalimat pertama)

Alasan mengapa kalimat di atas merupakan kalimat langsung,


selain karena kalimat tersebut bertanda petik, adalah karena pada
kalimat tersebut Lencho (penutur) mengatakan secara langsung
kepada anak-anaknya bahwa jika wabah belalang yang menyerang,
maka masih menyisakan hasil panen yang lebih banyak daripada
ini, sedangkan hujan es sama sekali tak menyisakan apapun.
Lencho juga mengatakan bahwa tahun ini mereka tidak punya
jagung atau kacang.
7. “Semua kerja kita sia sia!” seru Lencho, “tak ada seorangpun yang
dapat menolong kita!”

Alasan mengapa kalimat di atas merupakan kalimat langsung,


selain karena kalimat tersebut bertanda petik, adalah karena pada
kalimat tersebut Lencho (penutur) mengatakan secara langsung
kepada anak-anaknya bahwa jika wabah belalang yang menyerang,
maka masih menyisakan hasil panen yang lebih banyak daripada
ini, sedangkan hujan es sama sekali tak menyisakan apapun.
Lencho juga mengatakan bahwa tahun ini mereka tidak punya
jagung atau kacang.

8. “Kita akan kelaparan tahun ini,” tetapi di hati semua orang yang
tinggal di rumah yang terpencil di tengah lembah itu masih tersisa
satu harapan: pertolongan dari Tuhan.

Alasan mengapa kalimat di atas merupakan kalimat langsung,


selain karena kalimat tersebut bertanda petik, adalah karena pada
kalimat tersebut Lencho (penutur) mengatakan secara langsung
kepada istri dan anak-anaknya bahwa tahun ini mereka akan
kelaparan.

9. “Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti kerugian total.


Ingatlah, tak ada orang yang mati karena kelaparan!” ucap Lencho
dengan tegas, “itulah yang mereka katakan: tak seorang pun mati
karena kelaparan.”

Alasan mengapa kalimat di atas merupakan kalimat langsung,


selain karena kalimat tersebut bertanda petik, adalah karena pada
kalimat tersebut Lencho (penutur) mengatakan secara langsung
kepada istri dan anak-anaknya bahwa janganlah terlalu sedih
meskipun kelihatannya mereka seperti dilanda kerugian total.
Lencho juga berpesan secara langsung kepada keluarganya bahwa
mereka harus ingat tidak ada orang yang mati karena kelaparan.
Lencho pun mengulangi perkataannya sebanyak 2 kali.
10. “Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan
keluargaku akan kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan seratus
peso untuk menanami kembali ladangku dan untuk kebutuhan
hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai es.”

Alasan mengapa kalimat di atas merupakan kalimat langsung,


selain karena kalimat tersebut bertanda petik, adalah karena pada
kalimat tersebut Lencho (penutur) mencurahkan isi hatinya secara
langsung dalam bentuk tulisan yang bunyinya adalah jika Tuhan
tidak menolongnya, ia dan keluarganya akan kelaparan tahun ini.
Dia membutuhkan 100 peso untuk menanam kembali ladangnya
yang hancur karena diterpa badai es serta untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-sehari sampai saat panen nanti.

11. Sambil mengetuk-ngetukkan surat itu di mejanya iapun


berkomentar: “Keimanan yang hebat! Seandainya imanku seperti
imannya orang yang menulis surat ini. Punya kepercayaan seperti
kepercayaannya. Berharap dengan keyakinan yang ia tahu
bagaimana caranya. Melakukan surat menyurat dengan Tuhan!”

Alasan mengapa kalimat di atas merupakan kalimat langsung,


selain karena kalimat tersebut bertanda petik, adalah karena pada
kalimat tersebut pak kepala pos (penutur) menyampaikan secara
langsung kepada tukang pos bahwa ia sangat mengagumi
kehebatan iman yang dimiliki oleh Lencho dan ia berharap iman
yang ia miliki bisa sama seperti imannya Lencho, yakni berharap
dengan keyakinan yang ia tahu bagaimana caranya. Salah satu
caranya adalah seperti yang dilakukan oleh Lencho, yaitu surat-
menyurat dengan Tuhan.

12. Bunyi surat itu, “Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh
puluh peso saja yang sampai ke tanganku. Kirimkanlah sisanya
kepadaku karena aku sangat membutuhkannya. Tapi jangan
dikirimkan kepadaku lewat pos karena para pegawai di kantor pos
itu adalah orang-orang korup. Lencho.”

Alasan mengapa kalimat di atas merupakan kalimat langsung,


selain karena kalimat tersebut bertanda petik, adalah karena pada
kalimat tersebut Lencho (penutur) mengekspresikan secara
langsung perasaannya (setelah ia menerima uang tersebut) dalam
bentuk tulisan yang isinya adalah tentang Lencho yang
mempertanyakan perihal uang tersebut kepada Tuhan mengapa
hanya tujuh puluh peso saja yang sampai ke tangannya. Ia meminta
kepada Tuhan untuk mengirimkan sisa uang tersebut kepadanya
karena dia sangat membutuhkannya. Ia juga berpesan agar Tuhan
tidak mengirim sisa uang tersebut lewat pos karena menurutnya
para pegawai di kantor pos adalah orang-orang yang korup.

2. Intonasi

Intonasi adalah bagian kutipan bernada lebih tinggi dari bagian


lainnya. Ciri kalimat langsung salah satunya adalah memiliki intonasi
pada bagian kutipannya. Mengapa kalimat langsung memiliki intonasi
pada bagian kutipannya? Karena kalimat langsung merupakan kalimat
yang mengutip pembicaraan atau perkataan seseorang kepada orang
lain. Di mana, jika kita melakukan pembicaraan atau berdialog dengan
seseorang, maka secara otomatis nada bicara kita pun akan lebih tinggi
atau rendah sesuai dengan apa yang kita bicarakan.

Misalnya:

Anak-anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang


sementara yang masih kecil bermain-main di dekat rumah, sampai
akhirnya si istri memanggil mereka semua:
“Sini makan dulu!”
Saat mereka sedang makan, seperti yang telah diperkirakan Lencho,
tetes tetes air hujan yang besar besar mulai berjatuhan.

Paragraf di atas terbentuk dari 3 kalimat yang saling berhubungan,


yakni:

 Kalimat sebelumnya berbunyi : Anak-anak lelaki yang sudah


besar sedang bekerja di ladang sementara yang masih kecil
bermain-main di dekat rumah, sampai akhirnya si istri
memanggil mereka semua.

 Kemudian, muncul kalimat “Sini makan dulu!”


 Kalimat setelahnya berbunyi : Saat mereka sedang makan,
seperti yang telah diperkirakan Lencho, tetes tetes air hujan
yang besar besar mulai berjatuhan.

Kalimat “Sini makan dulu!” intonasinya menjadi lebih tinggi karena


pada kalimat tersebut si istri memanggil sekaligus menyuruh anak-
anaknya untuk segera datang menghampirinya untuk makan terlebih
dahulu.
Oh iya, kalimat ini juga menggunakan tanda seru (!). Itu artinya,
kalimat “Sini makan dulu!” merupakan kalimat perintah (imperatif)
yang bersifat ajakan. Eits, tetapi tidak semua kalimat yang bertanda
seru disebut sebagai kalimat perintah ya. Kok gitu? Iya, karena ada lho
kalimat interjektif (kalimat seruan) namanya. Lalu, apa saja yang
membuat kalimat interjektif berbeda dengan kalimat perintah?

Perbedaan kalimat perintah dan kalimat interjektif:


 Berdasarkan fungsinya
1) Kalimat perintah berfungsi untuk memberikan perintah kepada
orang lain, sedangkan kalimat seruan berfungsi untuk
mengungkapkan ekspresi yang ada di dalam diri seseorang.

Agar lebih jelas, berikut ini penulis paparkan 1 kalimat perintah


dan 1 kalimat interjektif yang terdapat pada teks cerpen “Surat
Kepada Tuhan”.

1. Anak-anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di


ladang sementara yang masih kecil bermain-main di dekat
rumah, sampai akhirnya si istri memanggil mereka semua:

“Sini makan dulu!”

Saat mereka sedang makan, seperti yang telah diperkirakan


Lencho, tetes tetes air hujan yang besar besar mulai
berjatuhan.

Kalimat “Sini makan dulu!” merupakan kalimat perintah


(imperatif) karena kalimat tersebut berisi perintah kepada
orang lain untuk melakukan sesuatu untuk mendapatkan
tanggapan sesuai kehendak penuturnya. Dalam hal ini, si
istri memanggil sekaligus menyuruh anak-anaknya untuk
segera datang menghampirinya untuk makan terlebih
dahulu.Kalimat perintah ini termasuk dalam jenis kalimat
perintah ajakan karena terdapat kata “sini”.
2. Sambil mengetuk ngetukkan surat itu di mejanya ia pun
berkomentar: “Keimanan yang hebat! Seandainya imanku
seperti imannya orang yang menulis surat ini. Punya
kepercayaan seperti kepercayaannya. Berharap dengan
keyakinan yang ia tahu bagaimana caranya. Melakukan
surat menyurat dengan Tuhan!”

Kalimat “Keimanan yang hebat!” dan “Melakukan surat


menyurat dengan Tuhan!” merupakan kalimat interjektif
(kalimat seru) karena kalimat tersebut menggambarkan
ekspresi kekaguman. Dalam hal ini, si kepala pos merasa
kagum dengan iman yang dimiliki oleh orang yang menulis
surat tersebut.

 Berdasarkan penggunaan kata yang digunakan dalam kalimat

Kalimat perintah sering menggunakan kata-kata larangan, ajakan,


permohonan, dan sebagainya. Contohnya : Jangan, Tolong, Mari,
Ayo, Mohon, dan sebagainya. Kalimat perintah juga sering
menambahkan partikel –lah pada akhir kata, tujuannya adalah
untuk memperhalus larangan, seperti : Janganlah, Tolonglah, dan
sebagainya, sedangkan kalimat interjektif (kalimat seruan) sering
menggunakan kata-kata seru (interjeksi), seperti : Wow, Asyik,
Astaga, dan sebagainya. Meskipun kalimat interjektif juga
terkadang menggunakan kata jangan, tolong, dan sebagainya.

Berikut ini penulis paparkan beberapa kalimat langsung yang


memiliki intonasi pada teks cerpen “Surat Kepada Tuhan”.

1. Sampai akhirnya si istri memanggil mereka semua: “Sini


makan dulu!”

Kalimat di atas memiliki intonasi yang tinggi karena kalimat


tersebut merupakan kalimat perintah (imperatif) yang bersifat
mengajak. Si istri menyuruh anak-anaknya untuk segera datang
menghampirinya dan makan terlebih dahulu.

2. “Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu


gelisah.

Menurut penulis, kalimat di atas memiliki intonasi yang tinggi


atau rendah. Mengapa? Itu tergantung bagaimana si pembaca
membacanya. Dari sisi penulis, kalimat di atas memiliki
intonasi yang tinggi jika si Lencho (penutur) mengatakannya
sembari menahan amarah dan keputusasaannya dan berbanding
terbalik, memiliki intonasi yang rendah, bila si Lencho
(penutur) mengatakannya sembari mengungkapkan
kesedihannya terhadap keadaan dia dan keluarganya yang
semakin buruk saat itu.

3. “Semua kerja kita sia sia!” ucap Lencho, “tak ada


seorangpun yang dapat menolong kita!”

Menurut penulis, kalimat di atas memiliki intonasi yang tinggi


atau rendah. Mengapa? Itu tergantung bagaimana si pembaca
membacanya. Dari sisi penulis, kalimat di atas memiliki
intonasi yang tinggi jika si Lencho (penutur) mengatakannya
sembari menahan amarah dan keputusasaannya dan berbanding
terbalik, memiliki intonasi yang rendah, bila si Lencho
(penutur) mengatakannya sembari mengungkapkan
kesedihannya terhadap semua kerja keras ia dan keluarganya
yang sia-sia dan ditambah lagi dengan kenyataan bahwa pada
saat itu tidak ada seorang pun yang mau menolong Lencho dan
keluarganya.

4. “Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti


kerugian total. Ingatlah, tak ada orang yang mati karena
kelaparan!” ucap Lencho dengan tegas, “itulah yang mereka
katakan: tak seorang pun mati karena kelaparan.”

Kalimat di atas memiliki intonasi yang tinggi karena pada


kalimat tersebut si Lencho mengatakannya dengan tegas dan
penuh semangat.

5. “Keimanan yang hebat! Seandainya imanku seperti


imannya orang yang menulis surat ini. Punya kepercayaan
seperti kepercayaannya. Berharap dengan keyakinan yang
ia tahu bagaimana caranya. Melakukan surat menyurat
dengan Tuhan!” komentar kepala pos kepada tukang pos.

Kalimat di atas memiliki intonasi yang tinggi karena kalimat


tersebut merupakan kalimat interjektif (kalimat seru).
Meskipun pada kalimat tersebut terdapat tanda seru (!), tetapi
itu tidak bisa dijadikan alasan agar kalimat tersebut termasuk
dalam kalimat perintah.
3. Berkemungkinan susunan pengiring/kutipan, kutipan/pengiring,
kutipan/pengiring/kutipan.

Mengapa kalimat langsung memiliki ciri berkemungkinan susunan


pengiring/kutipan, kutipan/pengiring, kutipan/pengiring/kutipan?
Jawabannya adalah karena kalimat langsung terdiri dari kalimat
pengiring dan kalimat kutipan.

Kalimat pengiring itu apa sih? Kalimat pengiring adalah kalimat yang
terletak baik sebelum maupun setelah kalimat utama (kutipan).
Kalimat pengiring berfungsi untuk menjelaskan kalimat utama
(kutipan) tersebut.

Lalu, pengertian kalimat kutipan itu apa? Kalimat kutipan adalah


kalimat yang dikutip dari pembicaraan seseorang (dialog) terhadap
lawan bicaranya. Kalimat kutipan identik dengan bertanda petik (“...”).

Oke! Setelah mengetahui pengertian kalimat pengiring dan kalimat


kutipan, agar lebih paham coba perhatikan contoh yang penulis temui
pada teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” di bawah ini.

Contoh:

Catatan : Stabilo (toska) = kalimat pengiring


Stabilo (merah muda) = kalimat kutipan

 Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab: “Ya,


semoga saja, Pak.”

Pada kalimat di atas, kalimat pengiring berada sebelum


kalimat kutipan (utama).

Kalimat pengiring: Istrinya yang sedang menyiapkan


makan menjawab:

Kalimat kutipan (utama) : “Ya, semoga saja, Pak.”

Nah, kelihatan bukan bahwa kalimat pengiring berfungsi


sebagai penjelas dari kalimat kutipan (utama) nya. Dalam
hal ini, kalimat pengiring menjelaskan bahwa istrinya lah
yang menjawab pernyataan Lencho sebelumnya.
 Pengiring/kutipan
Susunan pengiring/kutipan adalah susunan kalimat di mana kalimat
pengiring berada sebelum kalimat kutipan. Kalimat pengiring harus
diakhiri dengan satu tanda koma dan satu spasi apabila bagian
kalimat pengiring terletak sebelum kalimat kutipan.

Penulis menemukan beberapa kalimat yang memiliki susunan


pengiring/kutipan pada teks cerpen “Surat Kepada Tuhan”, yakni:

Catatan : Stabilo (toska) = kalimat pengiring


Stabilo (merah muda) = kalimat kutipan

1. Sepanjang pagi itu Lencho, yang tidak melakukan apapun


selain mengawasi langit ke arah timur laut dan berkata,
“Sekarang kita benar benar akan mendapat air, Bu.”

2. Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab: “Ya,


semoga saja, Pak.”

3. Sampai akhirnya si istri memanggil mereka semua:“Sini makan


dulu!”

4. Dan ketika kembali ia berseru: “Yang jatuh dari langit itu


bukan tetesan tetesan air hujan tapi kepingan kepingan uang
logam baru. Yang besar besar sepuluh centavo dan yang kecil
kecil lima.”

5. Ketika badai itu telah berlalu Lencho berdiri di tengah tengah


ladangnya dan berkata kepada anak anaknya: “Wabah belalang
masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan es sama
sekali tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya
jagung atau kacang.”

6. Sambil mengetuk ngetukkan surat itu di mejanya iapun


berkomentar: “Keimanan yang hebat! Seandainya imanku
seperti imannya orang yang menulis surat ini. Punya
kepercayaan seperti keper¬cayaannya. Berharap dengan
keyakinan yang ia tahu bagaimana caranya. Melakukan surat
menyurat dengan Tuhan!”

7. Bunyi surat itu, “Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya
tujuh puluh peso saja yang sampai ke tanganku. Kirimkanlah
sisanya kepadaku karena aku sangat membutuhkannya. Tapi
jangan dikirimkan kepadaku lewat pos karena para pegawai di
kantor pos itu adalah orang-orang korup. Lencho.”

 Kutipan/pengiring
Susunan kutipan/pengiring adalah susunan kalimat di mana
kalimat kutipan berada lebih dulu sebelum kalimat pengiring.
Kalimat kutipan harus diakhiri dengan satu tanda koma dan satu
spasi apabila kalimat pengiring terletak setelah kalimat petikan.
Penulis menemukan beberapa kalimat yang memiliki susunan
kutipan/pengiring pada teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” adalah
sebagai berikut.

Catatan : Stabilo (toska) = kalimat pengiring


Stabilo (merah muda) = kalimat kutipan

1) “Kita akan kelaparan tahun ini,” Tetapi di hati semua orang


yang tinggal di rumah yang terpencil di tengah lembah itu
masih tersisa satu harapan: pertolongan dari Tuhan.

2) “Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu, gelisah.

 Kutipan/pengiring/kutipan
Susunan kutipan/pengiring/ kutipan adalah susunan kalimat
di mana kalimat kutipan berada pada sebelum dan sesudah kalimat
pengiring. Jika ada 2 kalimat kutipan, huruf awal pada kalimat
kutipan pertama menggunakan huruf kapital, sedangkan pada
kalimat kutipan kedua menggunakan huruf kecil kecuali nama
orang dan kata sapaan. Penulis menemukan beberapa kalimat yang
memiliki susunan kutipan/pengiring/ kutipan pada teks cerpen
“Surat Kepada Tuhan” , di antaranya adalah sebagai berikut.

Catatan : Stabilo (toska) = kalimat pengiring


Stabilo (merah muda) = kalimat kutipan

1) “Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu gelisah,


“kuharap semoga cepat berlalu.”

2) “Semua kerja kita sia sia!” seru Lencho, “tak ada seorangpun
yang dapat menolong kita!”

3) “Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti kerugian


total. Ingatlah, tak ada orang yang mati karena kelaparan!”
ucap Lencho dengan tegas, “itulah yang mereka katakan: tak
seorang pun mati karena kelaparan.”

4) “Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan


keluargaku akan kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan
seratus peso untuk menanami kembali ladangku dan untuk
kebutuhan hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai
es.”

4. Huruf pertama pada petikan langsung ditulis dengan menggunakan


huruf kapital.

Mengapa kalimat langsung huruf pertama pada petikannya harus


menggunakan huruf kapital? Jawabannya adalah karena huruf pertama
pada kutipan merupakan pengganti subjek dalam sebuah kalimat
kutipan.
Agar lebih jelas, tolong perhatikan contoh kalimat yang telah penulis
jumpai pada teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” berikut!

Contoh :
1. “Semua kerja kita sia- sia!” seru Lencho.

Nah, alasan mengapa huruf pertama pada kalimat tersebut


menggunakan huruf kapital adalah karena kata pertama pada
kalimat kutipan tersebut, semua, menduduki jabatan sebagai
subjek. Jika penulis bedah pola kalimatnya, maka lebih kurang
akan menjadi seperti ini:

“Semua kerja kita sia-sia!”


S P O Pel

Ingat ya, Dear! Subjek dalam pola kalimat tidak melulu harus
berupa nama orang atau nama tempat. Subjek dalam pola
kalimat cakupannya lebih luas daripada itu. Subjek juga dapat
berupa pronomina (kata ganti) seperti pada kata (semua) pada
kalimat kutipan di atas.

2. Sepanjang pagi itu Lencho, yang tidak melakukan apapun


selain mengawasi langit ke arah timur laut dan berkata,
“Sekarang kita benar benar akan mendapat air, Bu.” (paragraf 3
; kalimat pertama)

Nah, alasan mengapa huruf pertama pada kalimat tersebut


menggunakan huruf kapital adalah karena kata pertama pada
kalimat kutipan tersebut, sekarang, menduduki jabatan sebagai
subjek. Jika penulis bedah pola kalimatnya, maka lebih kurang
akan menjadi seperti ini:

“Sekarang kita benar-benar akan mendapat air!”


S P O

Ingat ya, Dear! Subjek dalam pola kalimat tidak melulu harus
berupa nama orang atau nama tempat. Subjek dalam pola
kalimat cakupannya lebih luas daripada itu. Subjek juga dapat
berupa pronomina (kata ganti) seperti pada kata (semua) pada
kalimat kutipan di atas.
3. Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab: “Ya,
semoga saja, Pak.” (paragraf 3 ; kalimat ketiga)

4. Sampai akhirnya si istri memanggil mereka semua: “Sini


makan dulu!” (paragraf 4 ; kalimat ketiga)

5. Dan ketika kembali ia berseru: “Yang jatuh dari langit itu


bukan tetesan tetesan air hujan tapi kepingan kepingan uang
logam baru. Yang besar besar sepuluh centavo dan yang kecil
kecil lima.” (paragraf 6; kalimat pertama)

6. “Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu gelisah,


“kuharap semoga cepat berlalu.” (paragraf 8; kalimat pertama)

7. Ketika badai itu telah berlalu Lencho berdiri di tengah tengah


ladangnya dan berkata kepada anak anaknya: “Wabah belalang
masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan es sama
sekali tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya
jagung atau kacang.” (paragraf 9 ; kalimat pertama)

8. “Semua kerja kita sia sia!” seru Lencho, “tak ada seorangpun
yang dapat menolong kita!”

9. “Kita akan kelaparan tahun ini,” tetapi di hati semua orang


yang tinggal di rumah yang terpencil di tengah lembah itu
masih tersisa satu harapan: pertolongan dari Tuhan.

10. “Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti kerugian


total. Ingatlah, tak ada orang yang mati karena kelaparan!”
ucap Lencho dengan tegas, “itulah yang mereka katakan: tak
seorang pun mati karena kelaparan.”

11. “Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan
keluargaku akan kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan
seratus peso untuk menanami kembali ladangku dan untuk
kebutuhan hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai es.”

12. Sambil mengetuk ngetukkan surat itu di mejanya ia pun


berkomentar: “Keimanan yang hebat! Seandainya imanku
seperti imannya orang yang menulis surat ini. Punya
kepercayaan seperti kepercayaannya. Berharap dengan
keyakinan yang ia tahu bagaimana caranya. Melakukan surat
menyurat dengan Tuhan!”

13. Bunyi surat itu, “Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya
tujuh puluh peso saja yang sampai ke tanganku. Kirimkanlah
sisanya kepadaku karena aku sangat membutuhkannya. Tapi
jangan dikirimkan kepadaku lewat pos karena para pegawai di
kantor pos itu adalah orang-orang korup. Lencho.”

5. Bagian kutipan ada yang berupa kalimat tanya, kalimat berita, atau
kalimat perintah.

 Kalimat tanya

Kalimat tanya adalah kalimat yang mengandung makna sebuah


pertanyaan. Kalimat pertanyaan berisi pertanyaan kepada pihak
lain untuk memperoleh jawaban dari pihak yang ditanya. Ciri-
ciri kalimat tanya adalah menggunakan intonasi naik, kata
tanya, dan partikel tanya (?).

Dalam teks cerpen “Surat Kepada Tuhan”, penulis tidak


menemukan bagian kutipan yang berupa kalimat tanya.
terdapat beberapa kalimat langsung yang berupa kalimat tanya,
di antaranya adalah sebagai berikut.

 Kalimat berita
Kalimat berita adalah kalimat yang memberikan atau
memaparkan sebuah kejadian/peristiwa. Kalimat berita berisi
ungkapan peristiwa atau kejadian. Ciri-ciri kalimat berita
adalah berupa fakta atau opini baik berbentuk lisan maupun
tulisan.

Dalam teks cerpen “Surat Kepada Tuhan”, terdapat beberapa


kalimat langsung yang berupa kalimat berita, di antaranya
adalah sebagai berikut.

1) Sepanjang pagi itu Lencho, yang tidak melakukan apapun


selain mengawasi langit ke arah timur laut dan berkata,
“Sekarang kita benar benar akan mendapat air, Bu.”
(paragraf 3 ; kalimat pertama)
Alasan mengapa kalimat ini termasuk kalimat berita adalah
karena pada kalimat tersebut, perkataan Lencho
memberitakan bahwa saat itu mereka akan benar-benar
mendapatkan air.

2) Dan ketika kembali ia berseru: “Yang jatuh dari langit itu


bukan tetesan tetesan air hujan tapi kepingan kepingan
uang logam baru. Yang besar besar sepuluh centavo
dan yang kecil kecil lima.” (paragraf 6; kalimat pertama)

Alasan mengapa kalimat ini termasuk kalimat berita adalah


karena pada kalimat tersebut, perkataan Lencho
memberitakan bahwa yang jatuh dari langit itu bukan
tetesan tetesan air hujan tapi kepingan kepingan uang
logam baru, yang besar besar sepuluh centavo dan yang
kecil kecil lima.

3) “Kita akan kelaparan tahun ini,” tetapi di hati semua


orang yang tinggal di rumah yang terpencil di tengah
lembah itu masih tersisa satu harapan: pertolongan dari
Tuhan.

Alasan mengapa kalimat ini termasuk kalimat berita adalah


karena pada kalimat tersebut, perkataan Lencho
memberitakan bahwa mereka akan kelaparan pada tahun
itu.

4) “Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku


dan keluargaku akan kelaparan tahun ini. Aku
membutuhkan seratus peso untuk menanami kembali
ladangku dan untuk kebutuhan hidup sampai saatnya
panen nanti, karena badai es.”

Alasan mengapa kalimat ini termasuk kalimat berita adalah


karena pada kalimat tersebut, perkataan Lencho
memberitakan bahwa jika Tuhan tidak menolongnya, dia
dan keluarganya akan kelaparan tahun ini. Dia
membutuhkan 100 peso untuk menanam kembali ladangnya
yang hancur karena diterpa badai es serta untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-sehari sampai saat panen nanti.

5) Bunyi surat itu, “Tuhan, dari uang yang kuminta itu,


hanya tujuh puluh peso saja yang sampai ke tanganku.
Kirimkanlah sisanya kepadaku karena aku sangat
membutuhkannya. Tapi jangan dikirimkan kepadaku
lewat pos karena para pegawai di kantor pos itu adalah
orang-orang korup. Lencho.”

Alasan mengapa kalimat ini termasuk kalimat berita adalah


karena pada kalimat tersebut, perkataan Lencho
memberitakan bahwa ia mempertanyakan perihal uang
yang telah diterimanya kepada Tuhan, mengapa hanya
tujuh puluh peso saja yang sampai ke tangannya. Ia
meminta kepada Tuhan untuk mengirimkan sisa uang
tersebut kepadanya karena dia sangat membutuhkannya. Ia
juga berpesan agar Tuhan tidak mengirim sisa uang tersebut
lewat pos karena menurutnya para pegawai di kantor pos
adalah orang-orang yang korup.

 Kalimat perintah

Kalimat perintah (imperatif) adalah kalimat yang mengandung


permintaan agar orang kedua melakukan tindakan atau
mengambil sikap tertentu sesuai dengan kata kerja yang
dimaksud.

Dalam teks cerpen “Surat Kepada Tuhan”, terdapat beberapa


kalimat langsung yang berupa kalimat perintah, di antaranya
adalah sebagai berikut.

1) Sampai akhirnya si istri memanggil mereka semua: “Sini


makan dulu!” (paragraf 4 ; kalimat ketiga)

Kalimat tersebut merupakan kalimat perintah ajakan.


Ditandai dengan pemakaian kata “sini” pada awal
kalimatnya.

2) “Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti


kerugian total. Ingatlah, tak ada orang yang mati
karena kelaparan!” ucap Lencho dengan tegas, “itulah
yang mereka katakan: tak seorang pun mati karena
kelaparan.”

Kalimat di atas merupakan kalimat perintah larangan.


Ditandai dengan pemakaian kata “jangan” pada awal
kalimatnya.
Selain ada kutipan yang berupa kalimat tanya, kalimat berita, dan kalimat
perintah, penulis juga menemukan beberapa kutipan yang berupa kalimat
harapan, kalimat interjektif (kalimat seru) dalam teks cerpen “Surat
Kepada Tuhan”.

 Kalimat harapan
Kalimat harapan adalah kalimat yang menyatakan harapan atau
kalimat yang mengungkapkan keinginan terjadinya sesuatu.
Kalimat ini biasanya didahului oleh kata ungkapan, seperti
saya harap, semoga, seandainya, dan mudah-mudahan.
Dalam teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” penulis menemukan
2 kutipan yang berupa kalimat harapan, yakni:

1) Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab: “Ya,


semoga saja, Pak.” (paragraf 3 ; kalimat ketiga)

2) “Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu


gelisah, “kuharap semoga cepat berlalu.” (paragraf 8;
kalimat pertama)

3) Sambil mengetuk ngetukkan surat itu di mejanya ia pun


berkomentar: “Keimanan yang hebat! Seandainya imanku
seperti imannya orang yang menulis surat ini. Punya
kepercayaan seperti kepercayaannya. Berharap dengan
keyakinan yang ia tahu bagaimana caranya. Melakukan
surat menyurat dengan Tuhan!”

 Kalimat interjektif (kalimat seru)


Kalimat seru adalah kalimat yang isinya mengungkapkan
kekaguman perasaan. Kalimat seru bertujuan untuk
mengungkapkan suatu perasaan atau ekspresi, seperti
kekaguman, kebahagiaan, kesedihan, kemarahan, kebingungan,
ketakutan, atau ekspresi lainnya.
Dalam teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” penulis menemukan
2 kutipan yang berupa kalimat harapan, yakni:

3. “Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu


gelisah, “kuharap semoga cepat berlalu.” (paragraf 8;
kalimat pertama)

Kalimat di atas merupakan kalimat interjektif yang


menggambarkan ekspresi kesedihan.
4. “Semua kerja kita sia sia!” seru Lencho, “tak ada
seorangpun yang dapat menolong kita!”

Kalimat di atas merupakan kalimat interjektif yang


menggambarkan ekspresi kemarahan.

5. Sambil mengetuk ngetukkan surat itu di mejanya ia pun


berkomentar: “Keimanan yang hebat! Seandainya imanku
seperti imannya orang yang menulis surat ini. Punya
kepercayaan seperti kepercayaannya. Berharap dengan
keyakinan yang ia tahu bagaimana caranya. Melakukan
surat menyurat dengan Tuhan!”

Kalimat di atas merupakan kalimat interjektif yang


menggambarkan ekspresi kekaguman.

6. Bagian pengiring dan bagian petikan langsung dipisah dengan


tanda baca koma (,).

Tanda koma berfungsi sebagai pemisah antara kalimat kutipan dengan


kalimat pengiringnya.

Catatan : Stabilo (toska) = kalimat pengiring


Stabilo (merah muda) = kalimat kutipan
Stabilo (kuning) = tanda koma

1. Sepanjang pagi itu Lencho, yang tidak melakukan apapun


selain mengawasi langit ke arah timur laut dan berkata,
“Sekarang kita benar benar akan mendapat air, Bu.” (paragraf 3
; kalimat pertama)

2. “Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu gelisah,


“kuharap semoga cepat berlalu.” (paragraf 8; kalimat pertama)

3. “Semua kerja kita sia sia!” seru Lencho, “tak ada seorangpun
yang dapat menolong kita!”

4. “Kita akan kelaparan tahun ini,” tetapi di hati semua orang


yang tinggal di rumah yang terpencil di tengah lembah itu
masih tersisa satu harapan: pertolongan dari Tuhan.
5. “Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti kerugian
total. Ingatlah, tak ada orang yang mati karena kelaparan!”
ucap Lencho dengan tegas, “itulah yang mereka katakan: tak
seorang pun mati karena kelaparan.”

6. “Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan


keluargaku akan kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan
seratus peso untuk menanami kembali ladangku dan untuk
kebutuhan hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai es.”

7. Bunyi surat itu, “Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya
tujuh puluh peso saja yang sampai ke tanganku. Kirimkanlah
sisanya kepadaku karena aku sangat membutuhkannya. Tapi
jangan dikirimkan kepadaku lewat pos karena para pegawai di
kantor pos itu adalah orang-orang korup. Lencho.”

7. Jika di dalam petikan langsung menggunakan kata sapaan, maka


sebelum kata sapaan diberi tanda baca koma (,) dan huruf pertama
kata sapaan menggunakan huruf kapital.

Mengapa huruf pertama pada kata sapaan harus menggunakan huruf


kapital? Tujuannya adalah agar tersampaikannya makna kalimat
tersebut dengan baik.

Contoh :
1. Sepanjang pagi itu Lencho, yang tidak melakukan apapun
selain mengawasi langit ke arah timur laut dan berkata,
“Sekarang kita benar benar akan mendapat air, Bu.” (paragraf 3
; kalimat pertama)

Kata sapaan “Bu” pada kalimat tersebut menggunakan huruf


kapital karena agar makna kalimat tersebut tersampaikan
dengan baik. Apa makna yang disampaikan dari kalimat di
atas? Maknanya adalah si Lencho sedang mengatakan sesuatu
secara langsung kepada istrinya yang ia panggil dengan sebutan
“Bu”.

Singkatnya, tujuan kata sapaan dipakai adalah agar para


pembaca mengetahui siapa yang si penutur ajak bicara pada
suatu kalimat kutipan sehingga makna kalimat kutipan tersebut
tersampaikan dengan baik.

2. Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab: “Ya,


semoga saja, Pak.” (paragraf 3 ; kalimat ketiga)

Kata sapaan “Pak” pada kalimat tersebut menggunakan huruf


kapital karena agar makna kalimat tersebut tersampaikan
dengan baik. Apa makna yang disampaikan dari kalimat di
atas? Maknanya adalah si istri menjawab pernyataan suaminya
secara langsung yang ia panggil dengan sebutan “Pak”.

Singkatnya, tujuan kata sapaan dipakai adalah agar para


pembaca mengetahui siapa yang si penutur ajak bicara pada
suatu kalimat kutipan sehingga makna kalimat kutipan tersebut
tersampaikan dengan baik.

3. “Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan


keluargaku akan kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan
seratus peso untuk menanami kembali ladangku dan untuk
kebutuhan hidup sampai saatnya panen nanti karena badai es.”

Pada kalimat di atas, kata sapaan “Kau” tidak didahului tanda


koma karena berada pada tengah-tengah kalimat dan merujuk
pada Tuhan. Itulah mengapa kata “Kau” huruf pertamanya
kapital dan tidak didahului tanda koma.

Apa makna yang disampaikan dari kalimat di atas? Maknanya


adalah si Lencho mengungkapkan isi hatinya dalam bentuk
tulisan yang isinya adalah ia memohon kepada Tuhan agar
Tuhan mau menolong dia dan keluarganya.

Singkatnya, tujuan kata sapaan dipakai adalah agar para


pembaca mengetahui siapa yang si penutur ajak bicara pada
suatu kalimat kutipan sehingga makna kalimat kutipan tersebut
tersampaikan dengan baik.

8. Kalimat langsung yang berupa dialog berurutan, wajib


menggunakan tanda baca titik dua (:) di depan kalimat langsung.
1. Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab: “Ya,
semoga saja, Pak.” (paragraf 3 ; kalimat ketiga)

2. Sampai akhirnya si istri memanggil mereka semua: “Sini


makan dulu!” (paragraf 4 ; kalimat ketiga)

3. Dan ketika kembali ia berseru: “Yang jatuh dari langit itu


bukan tetesan tetesan air hujan tapi kepingan kepingan uang
logam baru. Yang besar besar sepuluh centavo dan yang kecil
kecil lima.” (paragraf 6; kalimat pertama)

4. Ketika badai itu telah berlalu Lencho berdiri di tengah tengah


ladangnya dan berkata kepada anak anaknya: “Wabah belalang
masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan es sama
sekali tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya
jagung atau kacang.” (paragraf 9 ; kalimat pertama)

5. “Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti kerugian


total. Ingatlah, tak ada orang yang mati karena kelaparan!”
ucap Lencho dengan tegas, “itulah yang mereka katakan: tak
seorang pun mati karena kelaparan.”

6. Sambil mengetuk ngetukkan surat itu di mejanya iapun


berkomentar: “Keimanan yang hebat! Seandainya imanku
seperti imannya orang yang menulis surat ini. Punya
kepercayaan seperti kepercayaannya. Berharap dengan
keyakinan yang ia tahu bagaimana caranya. Melakukan surat
menyurat dengan Tuhan!”

2. Menganalisis Kaidah Kebahasaan Teks Cerpen Surat Cinta Untuk Tuhan


Berdasarkan Ciri Kalimat Tidak Langsung
Surat Kepada Tuhan
(Kalimat tidak langsung version)

Satu satunya rumah yang ada di lembah itu berada di atas puncak sebuah bukit
kecil. Dari atas ketinggian seperti itu seseorang bisa melihat sungai dan, di
sebelah pekarangan untuk memelihara ternak, ladang tanaman jagung yang sudah
masak yang di sela selanya bertaburan bunga bunga kacang merah yang selalu
menjanjikan panen yang baik.

Satu satunya yang dibutuhkan bumi adalah curah hujan atau setidaknya hujan
sedikit saja. Sepanjang pagi itu Lencho, yang sangat mengenal ladangnya, tidak
melakukan apapun selain mengawasi langit ke arah timur laut.
Lencho mengatakan kepada istrinya bahwa menurut prediksinya mereka akan
mendapatkan air sekarang.
Istrinya pun turut berharap dan menyemogakan perkataan Lencho tadi.

Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang sementara yang
masih kecil bermain main di dekat rumah, sampai akhirnya si istri mengajak
mereka semua untuk sarapan bersama.

Saat mereka sedang makan, seperti yang telah diperkirakan Lencho, tetes tetes air
hujan yang besar besar mulai berjatuhan. Di sebelah timur laut mendung tebal
berukuran raksasa bisa dili¬hat sedang mendekat. Udara terasa segar dan nyaman.

Pria itu pergi ke luar untuk melihat pekarangan tempat memelihara ternaknya,
semata mata sekedar ingin menikmati hujan yang mengguyur tubuhnya, dan
ketika kembali ia berseru bahwa sesuatu yang jatuh dari langit bukanlah tetesan
air hujan, tetapi kepingan-kepingan uang logam baru sebanyak sepuluh centavo
untuk logam yang besar dan lima untuk logam yang kecil.

Dengan ekspresi yang menujukkan kepuasan ia memandang ladang jagung yang


masak dengan bunga bunga kacang merahnya yang dihiasi tirai hujan. Tapi tiba
tiba angin kencang mulai berhembus dan bersamaan dengan air hujan bongkahan
bongkahan es yang sangat besar mulai berjatuhan. Bentuknya memang benar
benar seperti kepingan kepingan uang logam perak yang masih baru. Anak anak
lelaki yang sedang membiarkan tubuh mereka diguyur hujan berlari larian untuk
mengumpulkan mutiara-mutiara beku itu.
Pria itu gelisah seraya berseru perihal cuaca sekarang yang semakin memburuk
dan ia berharap agar cuaca buruk yang sedang menimpanya segera berlalu.

Ternyata tidak cepat berlalu. Selama satu jam hujan es itu menimpa rumah, kebun,
lereng bukit, ladang jagung, di seluruh lembah. Ladang itu menjadi putih seperti
tertimbun garam. Tak selembar daunpun masih tertinggal di pepohonan. Tanaman
jagung itu sama sekali musnah. Bunga bunga pun rontok dari tanaman kacang
merah. Jiwa Lencho dipenuhi kesedihan.
Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya dan berkata
kepada anak- anaknya, bahwa jika wabah belalang yang menyerang, sisa
tanamannya yang masih bagus lebih banyak dibandingkan dengan fenomena
hujan es yang menyerang. Fenomena hujan es telah menyebabkan tanamannya
tidak tersisa sama sekali. Akibatnya, tahun ini mereka tidak punya jagung dan
kacang.

Malam itu penuh kesedihan.


Lencho berucap seraya menahan gejolak kesedihannya kepada istri dan anak-
anaknya tentang semua kerja keras dia, istri, dan anak-anaknya yang sia-sia. Saat
itu, mereka benar-benar merasa bahwa tak ada seorang pun yang mau menolong
mereka.

Lencho juga mengatakan kepada istri dan anak-anaknya jika mereka akan
kelaparan tahun ini.
Tapi di hati semua orang yang tinggal di rumah yang terpencil di tengah lembah
itu masih tersisa satu harapan: pertolongan dari Tuhan.

Lencho berpesan kepada istri dan anak-anaknya janganlah terlalu bersedih hati
meskipun kelihatannya mereka seperti mengalami kerugian total. Lencho juga
mengatakan kepada keluarganya bahwa tidak ada orang yang mati karena
kelaparan. Mereka pun serentak berkata tak seorang pun mati karena kelaparan.

Sepanjang malam itu Lencho hanya memikirkan harapan satu satunya:


pertolongan dari Tuhan, yang mata Nya (sebagaimana diajarkan kepadanya)
melihat segala sesuatu, bahkan sampai ke dalam lubuk hati seseorang yang paling
dalam sekalipun.

Lencho adalah seorang pekerja keras yang bekerja seperti binatang di ladang, tapi
dia masih bisa menulis. Pada hari ahad berikutnya, ketika dinihari, setelah
meyakinkan dirinya bahwa masih ada zat yang melindungi, ia mulai menulis
sepucuk surat yang akan dibawanya sendiri ke kota dan dimasukkan ke pos.

Itu tidak lain adalah surat kepada Tuhan.


Isi surat yang ia tulis menyatakan bahwa jika Tuhan tidak menolongnya, dia dan
keluarganya akan kelaparan tahun ini. Dia membutuhkan 100 peso untuk
menanam kembali ladangnya yang hancur karena diterpa badai es serta untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari sampai saat panen nanti.

Dituliskannya “Kepada Tuhan” di atas amplop lalu dimasukkannya surat itu


kedalamnya, dan masih dengan pikiran dan perasaan yang galau ia pergi ke kota.
Di kantor pos diberinya surat itu perangko kemudian dimasukkannya ke dalam
kotak pos.

Salah seorang pegawai di sana, seorang tukang pos yang juga ikut membantu di
kantor pos itu, mendatangi atasannya sambil tertawa terpingkal pingkal dan
memperlihatkan kepadanya surat kepada Tuhan tadi. Selama karirnya sebagai
tukang pos, ia tidak pernah tahu di mana alamat itu. Sedangkan sang kepala pos,
seorang yang gemuk dan periang, juga tertawa terbahak bahak. Namun hampir
tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan sambil mengetuk-ngetukkan surat itu
di mejanya, kepala pos tersebut berkata kepada tukang pos bahwa ia sangat
mengagumi kehebatan iman yang dimiliki oleh Lencho dan ia berharap iman yang
ia miliki bisa sama seperti imannya Lencho, yakni berharap dengan keyakinan
yang ia tahu bagaimana caranya. Salah satu caranya adalah seperti yang dilakukan
oleh Lencho, yaitu surat-menyurat dengan Tuhan.
Dengan demikian untuk tidak mengecewakan keajaiban iman itu, yang
disebabkan oleh surat yang tak dapat disampaikan, sang kepala pos mengajukan
sebuah gagasan: menjawab surat tadi. Namun ketika ia memulainya ternyata
untuk menjawabnya ia membutuhkan tidak hanya sekedar kemauan, tinta dan
kertas. Tapi tekadnya sudah bulat: ia memungut iuran dari para anak buahnya, ia
sendi ripun ikut menyisihkan sebagian gajinya dan beberapa orang te¬mannya
juga diwajibkan untuk ikut memberikan “sumbangan”.
Akan tetapi tidak mungkin baginya untuk mengumpulkan uang sebanyak seratus
peso, ia hanya bisa mengirim kepada si petani sebanyak setengahnya lebih sedikit
saja. Dimasukkannya lembaran lembaran uang itu ke dalam amplop yang
dialamatkan kepada Lencho dan bersamanya hanya ada selembar kertas yang
bertuliskan satu kata sebagai tanda tangan: TUHAN.

Pada hari ahad berikutnya Lencho datang sedikit lebih awal daripada biasanya
untuk menanyakan apakah ada surat untuknya. Si tukang pos sendiri yang
menyerahkan surat itu kepadanya. Semen¬tara sang kepala pos, dengan perasaan
puas sebagai orang yang baru saja berbuat kebajikan, menyaksikan lewat pintu
keluar masuk ruang kerjanya.

Lencho sedikitpun tidak terkejut menyaksikan lembaran lembaran uang tadi,


sesuai keyakinannya, namun ia menjadi marah setelah menghitung jumlahnya.
Tuhan tidak akan keliru atau menya¬lahi apa yang diminta Lencho!

Segera saja Lencho pergi ke loket untuk meminta kertas dan tinta. Di atas meja
tulis untuk umum ia pun mulai menulis sampai-sampai keningnya sangat berkerut
saking bersemangatnya dalam menuangkan gagasannya. Setelah selesai ia pergi
lagi ke loket untuk membeli perangko yang lalu dijilat dan kemudian
ditempelkannya di atas amplop dengan pukulan kepalan tangannya.

Setelah surat itu dimasukkan ke dalam kotak pos, sang kepala pos membukanya.
Bunyi surat yang ditulis Lencho merupakan ungkapan perasaan setelah ia
menerima uang itu, ia mempertanyakannya kepada Tuhan mengapa hanya tujuh
puluh peso saja yang sampai ke tangannya. Ia meminta kepada Tuhan untuk
mengirimkan sisa uang tersebut kepadanya karena dia sangat membutuhkannya.
Ia juga berpesan agar Tuhan tidak mengirimkannya lewat pos karena menurutnya
para pegawai di kantor pos adalah orang-orang yang korup.
 Kalimat Tidak Langsung
Kalimat tidak langsung adalah kalimat yang melaporkan apa yang
diucapkan orang.
Contoh : Dia merengek kepada ibunya agar dibelikan buku “Jika Kita Tak
Pernah Baik-Baik Saja”.

Ciri ciri kalimat langsung ada 5, yaitu :

1. Tidak bertanda petik


Mengapa kalimat tidak langsung memiliki ciri tidak bertanda petik?
Karena kalimat langsung merupakan perubahan bentuk dari kalimat
langsung sehingga ia tidak memerlukan tanda petik untuk menjadi satu
kalimat yang padu.

Penulis menemukan beberapa kalimat tidak langsung dalam teks cerpen


“Surat Kepada Tuhan” dengan ciri tidak bertanda petik (“...”) pada teks
cerpen “Surat Kepada Tuhan” di antaranya adalah sebagai berikut.

1) Lencho mengatakan kepada istrinya bahwa menurut prediksinya


mereka akan mendapatkan air sekarang.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 3 ; kalimat pertama).
“Sekarang kita benar benar akan mendapat air, Bu.”

2) Istrinya pun turut berharap dan menyemogakan perkataan Lencho tadi.


(Kalimat Tidak Langsung)

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 3 ; kalimat kedua).

Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab:


“Ya, semoga saja, Pak”

3) Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang sementara
yang masih kecil bermain main di dekat rumah, sampai akhirnya si
istri mengajak mereka semua untuk sarapan bersama.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 4 ; kalimat pertama).
Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang sementara
yang masih kecil bermain main di dekat rumah, sampai akhirnya si
istri memanggil mereka semua:

“Sini makan dulu!”

4) Pria itu pergi ke luar untuk melihat pekarangan tempat memelihara


ternaknya, semata mata sekedar ingin menikmati hujan yang
mengguyur tubuhnya, dan ketika kembali ia berseru bahwa sesuatu
yang jatuh dari langit bukanlah tetesan air hujan, tetapi kepingan-
kepingan uang logam baru sebanyak sepuluh centavo untuk logam
yang besar dan lima untuk logam yang kecil.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 6 ; kalimat pertama).

Pria itu pergi ke luar untuk melihat pekarangan tempat memelihara


ternaknya, semata mata sekedar ingin menikmati hujan yang
mengguyur tubuhnya, dan ketika kembali ia berseru:

“Yang jatuh dari langit itu bukan tetesan tetesan air hujan tapi
kepingan kepingan uang logam baru. Yang besar besar sepuluh
centavo dan yang kecil kecil lima ….”

5) Pria itu gelisah seraya berseru perihal cuaca sekarang yang semakin
memburuk dan ia berharap agar cuaca buruk yang sedang menimpanya
segera berlalu.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 8 ; kalimat pertama).

“Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu, gelisah.


“Kuharap semoga cepat berlalu.”

6) Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya dan
berkata kepada anak- anaknya bahwa jika wabah belalang yang
menyerang, sisa tanamannya yang masih bagus lebih banyak
dibandingkan dengan fenomena hujan es yang menyerang. Fenomena
hujan es telah menyebabkan tanamannya tidak tersisa sama sekali.
Akibatnya, tahun ini mereka tidak punya jagung dan kacang.
Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari
kalimat langsung berikut (paragraf 9 ; kalimat pertama).

Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya dan
berkata kepada anak anaknya:

“Wabah belalang masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan


es sama sekali tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya
jagung atau kacang .”

7) Lencho berucap seraya menahan gejolak kesedihannya kepada istri dan


anak-anaknya tentang semua kerja keras dia, istri, dan anak-anaknya
yang sia-sia. Saat itu, mereka benar-benar merasa bahwa tak ada
seorang pun yang mau menolong mereka.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 9 ; kalimat ketiga).

“Semua kerja kita sia sia!” seru Lencho, “tak ada seorangpun yang
dapat menolong kita!”

8) Lencho juga mengatakan kepada istri dan anak-anaknya jika mereka


akan kelaparan tahun ini.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 9 ; kalimat keempat).

“Kita akan kelaparan tahun ini.”

9) Lencho berpesan kepada istri dan anak-anaknya janganlah terlalu


bersedih hati meskipun kelihatannya mereka seperti mengalami
kerugian total. Lencho juga mengatakan kepada keluarganya bahwa
tidak ada orang yang mati karena kelaparan. Mereka pun serentak
berkata tak seorang pun mati karena kelaparan.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 9 ; kalimat kelima).
“Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti kerugian total.
Ingatlah, tak ada orang yang mati karena kelaparan!”

“Itulah yang mereka katakan: tak seorangpun mati karena kelaparan.”

10) Isi surat yang ia tulis menyatakan bahwa jika Tuhan tidak
menolongnya, dia dan keluarganya akan kelaparan tahun ini. Dia
membutuhkan 100 peso untuk menanam kembali ladangnya yang
hancur karena diterpa badai es serta untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-sehari sampai saat panen nanti.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 12 ; kalimat pertama).

“Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan


keluargaku akan kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan seratus peso
untuk menanami kembali ladangku dan untuk kebutuhan hidup sampai
saatnya panen nanti, karena badai es.”

11) Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan
sambil mengetuk-ngetukkan surat itu di mejanya, kepala pos tersebut
berkata kepada tukang pos bahwa ia sangat mengagumi kehebatan
iman yang dimiliki oleh Lencho dan ia berharap iman yang ia miliki
bisa sama seperti imannya Lencho, yakni berharap dengan keyakinan
yang ia tahu bagaimana caranya. Salah satu caranya adalah seperti
yang dilakukan oleh Lencho, yaitu surat-menyurat dengan Tuhan.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 15 ; kalimat pertama).

Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan sambil
mengetuk ngetukkan surat itu di mejanya iapun berkomentar:

“Keimanan yang hebat! Seandainya imanku seperti imannya orang


yang menulis surat ini. Punya kepercayaan seperti kepercayaannya.
Berharap dengan keyakinan yang ia tahu bagaimana caranya.
Melakukan surat menyurat dengan Tuhan!”
12) Bunyi surat yang ditulis Lencho merupakan ungkapan perasaan setelah
ia menerima uang itu, ia mempertanyakannya kepada Tuhan mengapa
hanya tujuh puluh peso saja yang sampai ke tangannya. Ia meminta
kepada Tuhan untuk mengirimkan sisa uang tersebut kepadanya karena
dia sangat membutuhkannya. Ia juga berpesan agar Tuhan tidak
mengirim sisa uang tersebut lewat pos karena menurutnya para
pegawai di kantor pos adalah orang-orang yang korup.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 21 ; kalimat kedua).

Bunyinya:

“Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja yang
sampai ke tanganku. Kirimkanlah sisanya kepadaku karena aku
sangat membutuhkannya. Tapi jangan dikirimkan kepadaku lewat pos
karena para pegawai di kantor pos itu adalah orang-orang korup.
Lencho.”

2. Intonasi mendatar dan menurun pada akhir kalimat.

Pada kalimat tidak langsung, intonasi suatu kalimat itu mendatar dan
menurun. Mengapa? Karena kalimat tidak langsung merupakan kalimat
biasa yang mengisahkan apa yang sedang dialami oleh pemeran (penutur)
dan lawan bicaranya. Dalam artian begini, kalimat tidak langsung
bukanlah kalimat kutipan (dialog) sehingga intonasi dalam membacanya
juga berbeda.

Jika kita membaca kalimat kutipan (dialog), maka seolah-olah kita yang
sedang memerankan si penutur atau orang yang sedang berdialog tersebut.
Jika dialognya berisi si A (penutur) sedang marah-marah, maka kita
membacanya dengan intonasi yang tinggi. Jika dialognya berisi si A
(penutur) sedang sedih, maka kita membacanya dengan intonasi menurun.

Lain halnya dengan kalimat tidak langsung, di sini pembaca harus bisa
menempatkan posisi sebagai moderator (orang yang menceritakan)
sehingga intonasi dalam membacanya pun mendatar atau menurun.

Untuk lebih jelasnya lagi, berikut penulis berikan contohnya.


1. a) Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang
sementara yang masih kecil bermain main di dekat rumah, sampai
akhirnya si istri mengajak mereka semua untuk sarapan bersama.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 4 ; kalimat pertama).

b) Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang


sementara yang masih kecil bermain main di dekat rumah, sampai
akhirnya si istri memanggil mereka semua:

“Sini makan dulu!”

Nah, kalimat a merupakan bentuk kalimat tidak langsung dari kalimat


b. Jika kita membaca kalimat a, maka intonasi nya pun akan mendatar
saja bukan? Ya, karena saat membaca kalimat a kita menempatkan
posisi sebagai pencerita (moderator) bukan sebagai penutur (aktor) dari
suatu kalimat langsung.

Hal yang berbeda jika kita membaca kalimat yang b khusunya pada
kalimat “Sini makan dulu!”. Saat kita membaca kalimat tersebut, kita
menempatkan posisi sebagai aktor (penutur) dari dialog tersebut
sehingga intonasi membaca kita pun menjadi lebih tinggi.

Dalam teks cerpen “Surat Kepada Tuhan”, penulis menemukan 12 kalimat


tidak langsung yang memiliki ciri dengan intonasi mendatar dan menurun,
di antaranya adalah sebagai berikut.

1) Lencho mengatakan kepada istrinya bahwa menurut prediksinya


mereka akan mendapatkan air sekarang. (paragraf 3 ; kalimat pertama)

2) Istrinya pun turut berharap dan menyemogakan perkataan Lencho


tadi. (paragraf 3 ; kalimat kedua)

3) Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang sementara
yang masih kecil bermain main di dekat rumah, sampai akhirnya si
istri mengajak mereka semua untuk sarapan bersama.
(paragraf 4 ; kalimat pertama)
4) Pria itu pergi ke luar untuk melihat pekarangan tempat memelihara
ternaknya, semata mata sekedar ingin menikmati hujan yang
mengguyur tubuhnya, dan ketika kembali ia berseru bahwa sesuatu
yang jatuh dari langit bukanlah tetesan air hujan, tetapi kepingan-
kepingan uang logam baru sebanyak sepuluh centavo untuk logam
yang besar dan lima untuk logam yang kecil. (paragraf 6 ; kalimat
pertama)

5) Pria itu gelisah seraya berseru perihal cuaca sekarang yang semakin
memburuk dan ia berharap agar cuaca buruk yang sedang menimpanya
segera berlalu. (paragraf 8 ; kalimat pertama)

6) Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya dan
berkata kepada anak- anaknya bahwa jika wabah belalang yang
menyerang, sisa tanamannya yang masih bagus lebih banyak
dibandingkan dengan fenomena hujan es yang menyerang. Fenomena
hujan es telah menyebabkan tanamannya tidak tersisa sama sekali.
Akibatnya, tahun ini mereka tidak punya jagung dan kacang. (paragraf
9 ; kalimat pertama)

7) Lencho berucap seraya menahan gejolak kesedihannya kepada istri dan


anak-anaknya tentang semua kerja keras dia, istri, dan anak-anaknya
yang sia-sia. Saat itu, mereka benar-benar merasa bahwa tak ada
seorang pun yang mau menolong mereka. (paragraf 9 ; kalimat ketiga)

8) Lencho juga mengatakan kepada istri dan anak-anaknya jika mereka


akan kelaparan tahun ini. (paragraf 9 ; kalimat keempat)

9) Lencho berpesan kepada istri dan anak-anaknya janganlah terlalu


bersedih hati meskipun kelihatannya mereka seperti mengalami
kerugian total. Lencho juga mengatakan kepada keluarganya bahwa
tidak ada orang yang mati karena kelaparan. Mereka pun serentak
berkata tak seorang pun mati karena kelaparan. (paragraf 9 ; kalimat
kelima)

10) Isi surat yang ia tulis menyatakan bahwa jika Tuhan tidak
menolongnya, dia dan keluarganya akan kelaparan tahun ini. Dia
membutuhkan 100 peso untuk menanam kembali ladangnya yang
hancur karena diterpa badai es serta untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-sehari sampai saat panen nanti. (paragraf 12 ; kalimat pertama)

11) Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan
sambil mengetuk-ngetukkan surat itu di mejanya, kepala pos tersebut
berkata kepada tukang pos bahwa ia sangat mengagumi kehebatan
iman yang dimiliki oleh Lencho dan ia berharap iman yang ia miliki
bisa sama seperti imannya Lencho, yakni berharap dengan keyakinan
yang ia tahu bagaimana caranya. Salah satu caranya adalah seperti
yang dilakukan oleh Lencho, yaitu surat-menyurat dengan Tuhan.
(paragraf 15 ; kalimat pertama)

12) Bunyi surat yang ditulis Lencho merupakan ungkapan perasaan


setelah ia menerima uang itu, ia mempertanyakannya kepada Tuhan
mengapa hanya tujuh puluh peso saja yang sampai ke tangannya. Ia
meminta kepada Tuhan untuk mengirimkan sisa uang tersebut
kepadanya karena dia sangat membutuhkannya. Ia juga berpesan agar
Tuhan tidak mengirim sisa uang tersebut lewat pos karena menurutnya
para pegawai di kantor pos adalah orang-orang yang korup. (paragraf
21 ; kalimat kedua)

3. Pelaku yang dinyatakan pada isi kalimat langsung mengalami


perubahan, yakni:

Mengapa pelaku pada isi kalimat langsung mengalami perubahan? Karena,


pada kalimat tidak langsung kita sebagai pembaca berperan sebagai
pelapor apa yang diucapkan oleh penutur dalam kalimat langsung. Jika
dalam kalimat langsung pelakunya (penuturnya) menggunakan pronomina
aku, maka pada kalimat tidak langsung kita sebagai pembaca
menggunakan pronomina dia. Tujuannya apa sih? Kenapa harus ribet
diubah-ubah segala? Keep calm guys, tujuannya adalah agar makna dari
kalimat tersebut tidak berubah.
Perlu diingat juga, mengubah kata ganti (pronomina) nya harus sesuai
rumus ya! Apa tuh rumusnya?

Rumusnya adalah:
 Kata ganti orang pertama berubah menjadi kata ganti orang
ketiga.
Contoh: Aku menjadi dia (tunggal)
Kita menjadi mereka (jamak)

 Kata ganti orang kedua menjadi orang pertama.


Contoh: Kamu menjadi aku (tunggal)
Kalian menjadi kita (jamak)

 Kata ganti orang pertama jamak atau kita menjadi kami atau
mereka, sesuai dengan isinya.
Contoh : Kita menjadi mereka
Kami menjadi mereka

Agar lebih paham, perhatikan contoh yang penulis berikan di bawah ini.

Catatan: Stabilo (hijau) = kata ganti orang pertama


Stabilo (kuning) = kata ganti orang ketiga

1) Pria itu gelisah seraya berseru perihal cuaca sekarang yang


semakin memburuk dan ia berharap agar cuaca buruk yang sedang
menimpanya segera berlalu.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 8 ; kalimat pertama).

“Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu,


gelisah.“Kuharap semoga cepat berlalu.”

Pada kalimat langsung di atas, terdapat kata “Ku atau Aku” sebagai
kata ganti orang pertama. Setelah diubah menjadi kalimat tidak
langsung, kata “Ku atau Aku” berubah menjadi kata ganti orang
ketiga, yaitu “Ia”.

Coba perhatikan! Apakah makna kalimat tersebut berubah setelah


pelaku (pronomina) nya diganti? Tentu saja tidak. Malahan setelah
pronomina nya diganti dan kalimat tersebut berubah menjadi
kalimat tidak langsung, makna kalimat nya tetap sama.

 Kata ganti orang ke-1 menjadi orang ke-3:


Penulis menemukan beberapa kalimat tidak langsung dalam teks
cerpen “Surat Kepada Tuhan” dengan ciri kata ganti orang
pertama menjadi orang ketiga, di antaranya adalah sebagai berikut.

Catatan: Stabilo (hijau) = kata ganti orang pertama


Stabilo (kuning) = kata ganti orang ketiga

1. Pria itu gelisah seraya berseru perihal cuaca sekarang yang


semakin memburuk dan ia berharap agar cuaca buruk yang sedang
menimpanya segera berlalu.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 8 ; kalimat pertama).

“Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu,


gelisah.“Kuharap semoga cepat berlalu.”

Pada kalimat langsung di atas, terdapat kata “Ku atau Aku” sebagai
kata ganti orang pertama. Setelah diubah menjadi kalimat tidak
langsung, kata “Ku atau Aku” berubah menjadi kata ganti orang
ketiga, yaitu “Ia”.

2. Isi surat yang ia tulis menyatakan bahwa jika Tuhan tidak


menolongnya, dia dan keluarganya akan kelaparan tahun ini. Dia
membutuhkan 100 peso untuk menanam kembali ladangnya yang
hancur karena diterpa badai es serta untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-sehari sampai saat panen nanti.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 12 ; kalimat pertama).

“Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan


keluargaku akan kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan seratus
peso untuk menanami kembali ladangku dan untuk kebutuhan
hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai es.”
Pada kalimat langsung di atas, terdapat kata “aku” sebagai kata
ganti orang pertama tunggal. Setelah diubah menjadi kalimat tidak
langsung, kata “aku” berubah menjadi kata ganti orang ketiga
tunggal, yaitu “dia”.

3. Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan


sambil mengetuk-ngetukkan surat itu di mejanya, kepala pos
tersebut berkata kepada tukang pos bahwa ia sangat mengagumi
kehebatan iman yang dimiliki oleh Lencho dan ia berharap iman
yang ia miliki bisa sama seperti imannya Lencho, yakni berharap
dengan keyakinan yang ia tahu bagaimana caranya. Salah satu
caranya adalah seperti yang dilakukan oleh Lencho, yaitu surat-
menyurat dengan Tuhan.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 15 ; kalimat pertama).

Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan sambil
mengetuk ngetukkan surat itu di mejanya iapun berkomentar:

“Keimanan yang hebat! Seandainya imanku seperti imannya orang


yang menulis surat ini. Punya kepercayaan seperti kepercayaannya.
Berharap dengan keyakinan yang ia tahu bagaimana caranya.
Melakukan surat menyurat dengan Tuhan!”

Pada kalimat langsung di atas, terdapat kata “aku atau ku” sebagai
kata ganti orang pertama tunggal. Setelah diubah menjadi kalimat
tidak langsung, kata “aku atau ku” berubah menjadi kata ganti
orang ketiga tunggal, yaitu “ia”.

4. Bunyi surat yang ditulis Lencho merupakan ungkapan perasaan


setelah ia menerima uang itu, ia mempertanyakannya kepada
Tuhan mengapa hanya tujuh puluh peso saja yang sampai ke
tangannya. Ia meminta kepada Tuhan untuk mengirimkan sisa
uang tersebut kepadanya karena dia sangat membutuhkannya. Ia
juga berpesan agar Tuhan tidak mengirim sisa uang tersebut lewat
pos karena menurutnya para pegawai di kantor pos adalah orang-
orang yang korup.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 21 ; kalimat kedua).

Bunyinya:

“Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja
yang sampai ke tanganku. Kirimkanlah sisanya kepadaku karena
aku sangat membutuhkannya. Tapi jangan dikirimkan kepadaku
lewat pos karena para pegawai di kantor pos itu adalah orang-
orang korup. Lencho.”

Pada kalimat langsung di atas, terdapat kata “aku/ku” sebagai kata


ganti orang pertama tunggal. Setelah diubah menjadi kalimat tidak
langsung, kata “aku atau ku” berubah menjadi kata ganti orang
ketiga tunggal, yaitu “ia/dia/nya”.

 Kata ganti orang ke-2 menjadi kata ganti orang pertama


Contoh :
# Tunggal = Kamu menjadi Aku
# Jamak = Kalian menjadi Kami atau Kita

Sayangnya penulis tidak menemukan kalimat pada teks cerpen


“Surat Kepada Tuhan” yang memiliki ciri kata ganti orang kedua
menjadi kata ganti orang pertama.

 Kata ganti orang pertama jamak atau kita menjadi kami atau
mereka, sesuai dengan konteks kalimatnya.

Penulis menemukan beberapa kalimat tidak langsung dalam teks


cerpen “Surat Kepada Tuhan” dengan ciri kata ganti orang pertama
jamak menjadi orang ketiga jamak, di antaranya adalah sebagai
berikut.

Catatan: Stabilo (hijau) = kata ganti orang pertama jamak


Stabilo (toska) = kata ganti orang ketiga jamak
1) Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya
dan berkata kepada anak- anaknya bahwa jika wabah belalang yang
menyerang, sisa tanamannya yang masih bagus lebih banyak
dibandingkan dengan fenomena hujan es yang menyerang.
Fenomena hujan es telah menyebabkan tanamannya tidak tersisa
sama sekali. Akibatnya, tahun ini mereka tidak punya jagung dan
kacang.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 9 ; kalimat pertama).

Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya


dan berkata kepada anak anaknya:
“Wabah belalang masih menyisakan lebih banyak daripada ini.
Hujan es sama sekali tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak
punya jagung atau kacang .”

Pada kalimat langsung di atas, terdapat kata “kita” sebagai kata


ganti orang pertama jamak. Setelah diubah menjadi kalimat tidak
langsung, kata “kita” berubah menjadi kata ganti orang ketiga
jamak, y
aitu “mereka”.

2) Lencho berucap seraya menahan gejolak kesedihannya kepada istri


dan anak-anaknya tentang semua kerja keras dia, istri, dan anak-
anaknya yang sia-sia. Saat itu, mereka benar-benar merasa bahwa
tak ada seorang pun yang mau menolong mereka.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 9 ; kalimat ketiga).

“Semua kerja kita sia sia!” seru Lencho, “tak ada seorangpun yang
dapat menolong kita!”

Pada kalimat langsung di atas, terdapat kata “kita” sebagai kata


ganti orang pertama jamak. Setelah diubah menjadi kalimat tidak
langsung, kata “kita” berubah menjadi kata ganti orang ketiga
jamak, yaitu “mereka”.
3) Lencho juga mengatakan kepada istri dan anak-anaknya jika
mereka akan kelaparan tahun ini.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 9 ; kalimat keempat).

“Kita akan kelaparan tahun ini.”

Pada kalimat langsung di atas, terdapat kata “kita” sebagai kata


ganti orang pertama jamak. Setelah diubah menjadi kalimat tidak
langsung, kata “kita” berubah menjadi kata ganti orang ketiga
jamak, yaitu “mereka”.

4. Berkata tugas: bahwa, agar, sebab, untuk, supaya, tentang, dsb.

Kata tugas adalah kata yang menyatakan hubungan suatu unsur dengan
unsur yang lain dalam sebuah frasa atau kalimat. Dalam KBBI, kata tugas
diartikan sebagai kata yang menyatakan hubungan gramatikal, yang tidak
dapat bergabung dengan afiks dan tidak mengandung makna leksikal.

Jenis-jenis kata tugas ialah:


1. Preposisi (kata depan)
2. Konjungsi (kata hubung)
3. Artikula (kata sandang)
4. Interjeksi (kata seru)
5. Partikel penegas (kah, lah, pun, tah)

Penulis menemukan beberapa kalimat tidak langsung dalam teks cerpen


“Surat Kepada Tuhan” dengan ciri berkata tugas, di antaranya adalah
sebagai berikut.

1) Lencho mengatakan kepada istrinya bahwa menurut prediksinya


mereka akan mendapatkan air sekarang.

 “bahwa” merupakan konjungsi subordinatif komplementasi yang


merupakan salah satu jenis dari kata tugas.
2) Istrinya pun turut berharap dan menyemogakan perkataan Lencho
tadi.

 “dan” merupakan konjungsi koordinatif.


 “tadi” merupakan konjungsi temporal.
Konjungsi koordinatif dan temporal termasuk dalam salah satu jenis
kata tugas.

3) Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang sementara
yang masih kecil bermain main di dekat rumah, sampai akhirnya si
istri mengajak mereka semua untuk sarapan bersama.

 “yang” merupakan konjungsi subordinatif atribut.


 “untuk” merupakan konjungsi final (tujuan).
 “di” merupakan preposisi.
Konjungsi subordinatif atribut, preposisi, dan konjungsi final (tujuan)
termasuk dalam salah satu jenis kata tugas.

4) Pria itu pergi ke luar untuk melihat pekarangan tempat memelihara


ternaknya, semata mata sekedar ingin menikmati hujan yang
mengguyur tubuhnya, dan ketika kembali ia berseru bahwa sesuatu
yang jatuh dari langit bukanlah tetesan air hujan, tetapi kepingan-
kepingan uang logam baru sebanyak sepuluh centavo untuk logam
yang besar dan lima untuk logam yang kecil.

 “ke” merupakan preposisi.


 “bahwa” merupakan konjungsi subordinatif komplementasi.
 “tetapi” merupakan konjungsi pertentangan.
 “yang” merupakan konjungsi subordinatif atribut.
 “untuk” merupakan konjungsi final (tujuan).
 “dan” merupakan konjungsi aditif (gabungan).

5) Pria itu gelisah seraya berseru perihal cuaca sekarang yang semakin
memburuk dan ia berharap agar cuaca buruk yang sedang menimpanya
segera berlalu.

 “perihal” merupakan kata tugas.


 “sekarang” merupakan konjungsi temporal.
 “yang” merupakan konjungsi subordinatif atribut.
 “dan” merupakan konjungsi aditif.
 “agar” merupakan konjungsi final (tujuan).
 “sedang” merupakan konjungsi situasi.

6) Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya dan
berkata kepada anak- anaknya bahwa jika wabah belalang yang
menyerang, sisa tanamannya yang masih bagus lebih banyak
dibandingkan dengan fenomena hujan es yang menyerang. Fenomena
hujan es telah menyebabkan tanamannya tidak tersisa sama sekali.
Akibatnya, tahun ini mereka tidak punya jagung dan kacang.

 “di” merupakan preposisi.


 “yang” merupakan konjungsi subordinatif atribut.
 “dan” merupakan konjungsi aditif.
 “bahwa” merupakan konjungsi subordinatif komplementasi.
 “jika” merupakan konjungsi syarat
 “dengan” merupakan konjungsi alat.

7) Lencho berucap seraya menahan gejolak kesedihannya kepada istri dan


anak-anaknya tentang semua kerja keras dia, istri, dan anak-anaknya
yang sia-sia. Saat itu, mereka benar-benar merasa bahwa tak ada
seorang pun yang mau menolong mereka.

 “seraya” merupakan konjungsi situasi.


 “tentang” merupakan kata tugas.
 “yang” merupakan konjungsi subordinatif atribut.
 “dan” merupakan konjungsi aditif.
 “bahwa” merupakan konjungsi subordinatif komplementasi.

8) Lencho juga mengatakan kepada istri dan anak-anaknya jika mereka


akan kelaparan tahun ini.
 “juga” merupakan konjungsi aditif.
 “jika” merupakan konjungsi syarat.

9) Lencho berpesan kepada istri dan anak-anaknya janganlah terlalu


bersedih hati meskipun kelihatannya mereka seperti mengalami
kerugian total. Lencho juga mengatakan kepada keluarganya bahwa
tidak ada orang yang mati karena kelaparan. Mereka pun serentak
berkata tak seorang pun mati karena kelaparan.

 “meskipun” merupakan konjungsi tak bersyarat.


 “seperti” merupakan konjungsi perbandingan.
 “juga” merupakan konjungsi aditif.
 “karena” merupakan konjungsi kausalitas.
 “dan” merupakan konjungsi aditif.
 “bahwa” merupakan konjungsi subordinatif komplementasi.

10) Isi surat yang ia tulis menyatakan bahwa jika Tuhan tidak
menolongnya, dia dan keluarganya akan kelaparan tahun ini. Dia
membutuhkan 100 peso untuk menanam kembali ladangnya yang
hancur karena diterpa badai es serta untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-sehari sampai saat panen nanti.

 “yang” merupakan konjungsi subordinatif atribut.


 “bahwa” merupakan konjungsi subordinatif komplementasi.
 “dan” merupakan konjungsi aditif.
 “untuk” merupakan konjungsi tujuan.
 “jika” merupakan konjungsi syarat.
 “karena” merupakan konjungsi kausalitas.
 “serta” merupakan konjungsi aditif.
 “sampai” merupakan konjungsi waktu atau temporal.

11) Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan
sambil mengetuk-ngetukkan surat itu di mejanya, kepala pos tersebut
berkata kepada tukang pos bahwa ia sangat mengagumi kehebatan
iman yang dimiliki oleh Lencho dan ia berharap iman yang ia miliki
bisa sama seperti imannya Lencho, yakni berharap dengan keyakinan
yang ia tahu bagaimana caranya. Salah satu caranya adalah seperti
yang dilakukan oleh Lencho, yaitu surat-menyurat dengan Tuhan.
 “sambil” merupakan konjungsi situasi.
 “di” merupakan preposisi.
 “yakni” merupakan konjungsi penegas.
 “yaitu” merupakan konjungsi penegas.
 “dengan” merupakan konjungsi alat.
 “yang” merupakan konjungsi subordinatif atribut.
 “bahwa” merupakan konjungsi subordinatif komplementasi.
 “dan” merupakan konjungsi aditif.
 “seperti” merupakan konjungsi perbandingan.

12) Bunyi surat yang ditulis Lencho merupakan ungkapan perasaan setelah
ia menerima uang itu, ia mempertanyakannya kepada Tuhan mengapa
hanya tujuh puluh peso saja yang sampai ke tangannya. Ia meminta
kepada Tuhan untuk mengirimkan sisa uang tersebut kepadanya karena
dia sangat membutuhkannya. Ia juga berpesan agar Tuhan tidak
mengirim sisa uang tersebut lewat pos karena menurutnya para
pegawai di kantor pos adalah orang-orang yang korup.

 “merupakan” merupakan konjungsi penegas.


 “setelah” merupakan konjungsi waktu atau temporal.
 “untuk” merupakan konjungsi tujuan.
 “karena” merupakan konjungsi kausalitas.
 “di” merupakan preposisi.
 “yang” merupakan konjungsi subordinatif atribut.
 “juga” merupakan konjungsi aditif.

5. Bagian kutipan semuanya berbentuk kalimat berita.

Kalimat berita adalah kalimat yang memberikan atau memaparkan sebuah


kejadian/peristiwa. Kalimat berita berisi ungkapan peristiwa atau kejadian.
Intonasi pada kalimat berita mendatar dan netral.

Dalam perubahan bentuk ini perhatikan perubahan kata gantinya:

Saya menjadi Dia


Kami menjadi Mereka
Kamu menjadi Saya
Kita menjadi Kami
Kalian menjadi Kami

Penulis menemukan beberapa kalimat tidak langsung dalam teks cerpen


“Surat Kepada Tuhan” dengan ciri bagian kalimat kutipan berbentuk
kalimat berita, di antaranya adalah sebagai berikut.

Catatan: Stabilo (hijau) = kata ganti orang pertama tunggal/jamak


Stabilo (kuning) = kata ganti orang ketiga tunggal/jamak

1) Pria itu gelisah seraya berseru perihal cuaca sekarang yang


semakin memburuk dan ia berharap agar cuaca buruk yang sedang
menimpanya segera berlalu.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 8 ; kalimat pertama).
“Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu,
gelisah.“Kuharap semoga cepat berlalu.”

Kalimat di atas menggunakan perubahan kata ganti:


Aku (kata ganti orang pertama tunggal) menjadi Dia (kata ganti
orang ketiga tunggal).
Kalimat tersebut memberitakan bahwa cuaca sekarang semakin
memburuk.

2) Isi surat yang ia tulis menyatakan bahwa jika Tuhan tidak


menolongnya, dia dan keluarganya akan kelaparan tahun ini. Dia
membutuhkan 100 peso untuk menanam kembali ladangnya yang
hancur karena diterpa badai es serta untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-sehari sampai saat panen nanti.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 12 ; kalimat pertama).

“Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan


keluargaku akan kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan seratus
peso untuk menanami kembali ladangku dan untuk kebutuhan
hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai es.”

Kalimat di atas menggunakan perubahan kata ganti:


Aku/ku (kata ganti orang pertama tunggal) menjadi Dia/nya (kata
ganti orang ketiga tunggal).

Pada kalimat tidak langsung di atas, perkataan Lencho


memberitakan bahwa jika Tuhan tidak menolongnya, dia dan
keluarganya akan kelaparan tahun ini. Dia membutuhkan 100 peso
untuk menanam kembali ladangnya yang hancur karena diterpa
badai es serta untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari
sampai saat panen nanti.

3) Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan


sambil mengetuk-ngetukkan surat itu di mejanya, kepala pos
tersebut berkata kepada tukang pos bahwa ia sangat mengagumi
kehebatan iman yang dimiliki oleh Lencho dan ia berharap iman
yang ia miliki bisa sama seperti imannya Lencho, yakni berharap
dengan keyakinan yang ia tahu bagaimana caranya. Salah satu
caranya adalah seperti yang dilakukan oleh Lencho, yaitu surat-
menyurat dengan Tuhan.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 15 ; kalimat pertama).

Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan sambil
mengetuk ngetukkan surat itu di mejanya iapun berkomentar:

“Keimanan yang hebat! Seandainya imanku seperti imannya orang


yang menulis surat ini. Punya kepercayaan seperti kepercayaannya.
Berharap dengan keyakinan yang ia tahu bagaimana caranya.
Melakukan surat menyurat dengan Tuhan!”

Kalimat di atas menggunakan perubahan kata ganti:


Aku (kata ganti orang pertama tunggal) menjadi Ia (kata ganti
orang ketiga tunggal).

Kalimat tidak langsung di atas memberitakan bahwa kepala pos


sangat mengagumi iman yang dimiliki oleh si penulis surat
tersebut, yaitu Lencho.

4) Bunyi surat yang ditulis Lencho merupakan ungkapan perasaan


setelah ia menerima uang itu, ia mempertanyakannya kepada
Tuhan mengapa hanya tujuh puluh peso saja yang sampai ke
tangannya. Ia meminta kepada Tuhan untuk mengirimkan sisa
uang tersebut kepadanya karena dia sangat membutuhkannya. Ia
juga berpesan agar Tuhan tidak mengirim sisa uang tersebut lewat
pos karena menurutnya para pegawai di kantor pos adalah orang-
orang yang korup.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 21 ; kalimat kedua).

Bunyinya:

“Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja
yang sampai ke tanganku. Kirimkanlah sisanya kepadaku karena
aku sangat membutuhkannya. Tapi jangan dikirimkan kepadaku
lewat pos karena para pegawai di kantor pos itu adalah orang-
orang korup. Lencho.

Kalimat di atas menggunakan perubahan kata ganti:


Aku/ku (kata ganti orang pertama tunggal) menjadi Dia/ia/nya
(kata ganti orang ketiga tunggal).

Pada kalimat tidak langsung di atas, perkataan Lencho


memberitakan bahwa ia mempertanyakan perihal uang yang telah
diterimanya kepada Tuhan, mengapa hanya tujuh puluh peso saja
yang sampai ke tangannya. Ia meminta kepada Tuhan untuk
mengirimkan sisa uang tersebut kepadanya karena dia sangat
membutuhkannya. Ia juga berpesan agar Tuhan tidak mengirim
sisa uang tersebut lewat pos karena menurutnya para pegawai di
kantor pos adalah orang-orang yang korup.

5) Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya


dan berkata kepada anak- anaknya bahwa jika wabah belalang yang
menyerang, sisa tanamannya yang masih bagus lebih banyak
dibandingkan dengan fenomena hujan es yang menyerang.
Fenomena hujan es telah menyebabkan tanamannya tidak tersisa
sama sekali. Akibatnya, tahun ini mereka tidak punya jagung dan
kacang.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 9 ; kalimat pertama).

Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya


dan berkata kepada anak anaknya:
“Wabah belalang masih menyisakan lebih banyak daripada ini.
Hujan es sama sekali tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak
punya jagung atau kacang .”

Kalimat di atas menggunakan perubahan kata ganti:


Kita (kata ganti orang pertama tunggal) menjadi Mereka (kata
ganti orang ketiga tunggal).

Kalimat tidak langsung di atas memberitakan bahwa badai es


mengakibatkan kebun mereka tidak tersisa sama sekali. Lain
halnya jika wabah belalang yang menyerang, kebun mereka masih
bersisa walaupun hanya sedikit.

6) Lencho berucap seraya menahan gejolak kesedihannya kepada istri


dan anak-anaknya tentang semua kerja keras dia, istri, dan anak-
anaknya yang sia-sia. Saat itu, mereka benar-benar merasa bahwa
tak ada seorang pun yang mau menolong mereka.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 9 ; kalimat ketiga).

“Semua kerja kita sia sia!” seru Lencho, “tak ada seorangpun yang
dapat menolong kita!”

Kalimat di atas menggunakan perubahan kata ganti:


Kita (kata ganti orang pertama tunggal) menjadi Mereka (kata
ganti orang ketiga tunggal).

Kalimat tidak langsung di atas memberitakan bahwa Lencho dan


keluarga sedang putus asa dan bersedih karena semua kerja keras
mereka selama ini sia-sia dan pada saat itu tidak ada seorangpun
yang mau menolong mereka.

7) Lencho juga mengatakan kepada istri dan anak-anaknya jika


mereka akan kelaparan tahun ini.

Kalimat di atas merupakan bentuk kalimat tidak langsung (TL) dari


kalimat langsung berikut (paragraf 9 ; kalimat keempat).

“Kita akan kelaparan tahun ini.”

Kalimat di atas menggunakan perubahan kata ganti:


Kita (kata ganti orang pertama tunggal) menjadi Mereka (kata
ganti orang ketiga tunggal).

Alhamdulillah

-SELESAI-

Bandar Lampung, 09.11.20


syakirlya. 19.44 p.m.

Anda mungkin juga menyukai