Anda di halaman 1dari 37

Nama : Aulia Sufi Sihab

Kelas : XI MIPA 1
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Tugas Bahasa Indonesia

Menganalisis Kalimat Langsung dan Kalimat Tidak Langsung dalam Teks Cerpen

“Surat Kepada Tuhan”

A. Kalimat Langsung
Kalimat langsung adalah kalimat yang diucapkan diucapkan secara langsung kepada
orang yang dituju. Kalimat langsung ditandai dengan pemakaian tanda petik ( “...” ).
 Ciri – ciri kalimat langsung :
1. Bertanda petik dalam bahasa tertulis.
2. Intonasi bagian kutipan bernada lebih tinggi dari bagian lainnya.
3. Berkemungkinan susunan :
 pengiring / kutipan;
 kutipan / pengiring;
 kutipan / pengiring / kutipan.
4. Huruf pertama pada petikan langsung ditulis dengan menggunakan huruf
kapital.
5. Bagian kutipan ada yang berupa kalimat tanya, kalimat berita, atau kalimat
perintah.
6. Bagian pengiring dan bagian petikan langsung dipisah dengan tanda baca
koma ( , )
7. Jika di dalam petikan langsung menggunakan kata sapaan, maka sebelum kata
sapaan diberi tanda koma ( , ) dan huruf pertama kata sapaan menggunakan
huruf kapital.
8. Kalimat langsung yang berupa dialog berurutan, wajib menggunakan tanda
baca titik dua ( : ) di depan kalimat langsung.
B. Kalimat Tidak Langsung
Kalimat tidak langsung adalah kalimat yang melaporkan apa yang diucapkan orang.
 Ciri – ciri kalimat tidak langsung :
1. Tidak bertanda petik.
2. Intonasi mendatar dan menurun pada akhir kalimat.
3. Pelaku yang dinyatakan pada isi kalimat langsung mengalami perubahan,
yakni :
 Kata ganti orang ke-1 menjadi orang ke-3
 Kata ganti orang ke-2 menjadi orang ke-1
 Kata ganti orang ke-2 jamak atau kita menjadi kami, sesuai dengan
isinya.
4. Berkata tugas: bahwa, agar, sebab, untuk, supaya, tentang, dan sebagainya.
5. Bagian kutipan semuanya berbentuk kalimat berita.
Dalam perubahan bentuk ini perhatikan perubahan kata gantinya:
 Saya menjadi Dia
 Kamu menjadi Saya
 Kalian menjadi kami
 Kami menjadi mereka
 Kita menjadi kami

C. Menganalisis Cerita Pendek

Bacalah cerpen di bawah ini dengan seksama, lalu temukan kalimat langsung dan
tidak langsung di dalamnya!

Surat Kepada Tuhan

Satu satunya rumah yang ada di lembah itu berada di atas puncak sebuah bukit kecil. Dari atas
ketinggian seperti itu seseorang bisa melihat sungai dan, di sebelah pekarangan untuk
memelihara ternak, ladang tanaman jagung yang sudah masak yang di sela selanya bertaburan
bunga bunga kacang merah yang selalu menjanjikan panen yang baik.

Satu satunya yang dibutuhkan bumi adalah curah hujan atau setidaknya hujan sedikit saja.
Sepanjang pagi itu Lencho, yang sangat mengenal ladangnya, tidak melakukan apapun selain
mengawasi langit ke arah timur laut.
“Sekarang kita benar benar akan mendapat air, Bu.”

Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab:

“Ya, semoga saja, Pak”

Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang sementara yang masih kecil
bermain main di dekat rumah, sampai akhirnya si istri memanggil mereka semua:

“Sini makan dulu!”

Saat mereka sedang makan, seperti yang telah diperkirakan Lencho, tetes tetes air hujan yang
besar besar mulai berjatuhan. Di sebelah timur laut mendung tebal berukuran raksasa bisa
dilihat sedang mendekat. Udara terasa segar dan nyaman.

Pria itu pergi ke luar untuk melihat pekarangan tempat memelihara ternaknya, semata mata
sekedar ingin menikmati hujan yang mengguyur tubuhnya, dan ketika kembali ia berseru:

“Yang jatuh dari langit itu bukan tetesan tetesan air hujan tapi kepingan kepingan uang logam
baru. Yang besar besar sepuluh centavo dan yang kecil kecil lima ….”

Dengan ekspresi yang menujukkan kepuasan ia memandang ladang jagung yang masak
dengan bunga bunga kacang merahnya yang dihiasi tirai hujan. Tapi tiba tiba angin kencang
mulai berhembus dan bersamaan dengan air hujan bongkahan bongkahan es yang sangat besar
mulai berjatuhan. Bentuknya memang benar benar seperti kepingan kepingan uang logam
perak yang masih baru. Anak anak lelaki yang sedang membiarkan tubuh mereka diguyur
hujan berlari larian untuk mengumpulkan mutiara mutiara beku itu.

“Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu, gelisah. “Kuharap semoga cepat
berlalu.”

Ternyata tidak cepat berlalu. Selama satu jam hujan es itu menimpa rumah, kebun, lereng
bukit, ladang jagung, di seluruh lembah. Ladang itu menjadi putih seperti tertimbun garam.
Tak selembar daunpun masih tertinggal di pepohonan. Tanaman jagung itu sama sekali
musnah. Bunga bungapun rontok dari tanaman kacang merah. Jiwa Lencho dipenuhi
kesedihan. Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya dan berkata
kepada anak anaknya:
“Wabah belalang masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan es sama sekali tak
menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya jagung atau kacang ….”

Malam itu penuh kesedihan.

“Semua kerja kita sia sia!”

“Tak ada seorangpun yang dapat menolong kita!”

“Kita akan kelaparan tahun ini ….” Tapi di hati semua orang yang tinggal di rumah yang
terpencil di tengah lembah itu masih tersisa satu harapan: pertolongan dari Tuhan.

“Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti kerugian total. Ingatlah, tak ada orang
yang mati karena kelaparan!”

“Itulah yang mereka katakan: tak seorangpun mati karena kelaparan ….”

Sepanjang malam itu Lencho hanya memikirkan harapan satu satunya: pertolongan dari
Tuhan, yang mata- Nya (sebagaimana diajarkan kepadanya) melihat segala sesuatu, bahkan
sampai ke dalam lubuk hati seseorang yang paling dalam sekalipun.

Lencho adalah seorang pekerja keras yang bekerja seperti binatang di ladang, tapi dia masih
bisa menulis. Pada hari ahad berikutnya, ketika dinihari, setelah meyakinkan dirinya bahwa
masih ada zat yang melindungi, ia mulai menulis sepucuk surat yang akan dibawanya sendiri
ke kota dan dimasukkan ke pos.

Itu tidak lain adalah surat kepada Tuhan.

“Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan keluargaku akan kelaparan
tahun ini. Aku membutuhkan seratus peso untuk menanami kembali ladangku dan untuk
kebutuhan hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai es ….”

Dituliskannya “Kepada Tuhan” di atas amplop lalu dimasukkannya surat itu kedalamnya, dan
masih dengan pikiran dan perasaan yang galau ia pergi ke kota. Di kantor pos diberinya surat
itu perangko kemudian dimasukkannya ke dalam kotak pos.

Salah seorang pegawai di sana, seorang tukang pos yang juga ikut membantu di kantor pos
itu, mendatangi atasannya sambil tertawa terpingkal pingkal dan memperlihatkan kepadanya
surat kepada Tuhan tadi. Selama karirnya sebagai tukang pos, ia tidak pernah tahu di mana
alamat itu. Sedangkan sang kepala pos, seorang yang gemuk dan periang, juga tertawa
terbahak bahak. Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan sambil mengetuk
ngetukkan surat itu di mejanya ia pun berkomentar:

“Keimanan yang hebat! Seandainya imanku seperti imannya orang yang menulis surat ini.
Punya kepercayaan seperti kepercayaannya. Berharap dengan keyakinan yang ia tahu
bagaimana caranya. Melakukan surat menyurat dengan Tuhan!”

Dengan demikian untuk tidak mengecewakan keajaiban iman itu, yang disebabkan oleh surat
yang tak dapat disampaikan, sang kepala pos mengajukan sebuah gagasan: menjawab surat
tadi. Namun ketika ia memulainya ternyata untuk menjawabnya ia membutuhkan tidak hanya
sekedar kemauan, tinta dan kertas. Tapi tekadnya sudah bulat: ia memungut iuran dari para
anak buahnya, ia sendiripun ikut menyisihkan sebagian gajinya dan beberapa orang temannya
juga diwajibkan untuk ikut memberikan “sumbangan”.

Akan tetapi tidak mungkin baginya untuk mengumpulkan uang sebanyak seratus peso, ia
hanya bisa mengirim kepada si petani sebanyak setengahnya lebih sedikit saja.
Dimasukkannya lembaran lembaran uang itu ke dalam amplop yang dialamatkan kepada
Lencho dan bersamanya hanya ada selembar kertas yang bertuliskan satu kata sebagai tanda
tangan: TUHAN.

Pada hari ahad berikutnya Lencho datang sedikit lebih awal daripada biasanya untuk
menanyakan apakah ada surat untuknya. Si tukang pos sendiri yang menyerahkan surat itu
kepadanya. Sementara sang kepala pos, dengan perasaan puas sebagai orang yang baru saja
berbuat kebajikan, menyaksikan lewat pintu keluar masuk ruang kerjanya.

Lencho sedikitpun tidak terkejut menyaksikan lembaran lembaran uang tadi, sesuai
keyakinannya, namun ia menjadi marah setelah menghitung jumlahnya. Tuhan tidak akan
keliru atau menyalahi apa yang diminta Lencho!

Segera saja Lencho pergi ke loket untuk meminta kertas dan tinta. Di atas meja tulis untuk
umum ia pun mulai menulis sampai sampai keningnya sangat berkerut saking bersemangatnya
dalam menuangkan gagasannya. Setelah selesai ia pergi lagi ke loket untuk membeli perangko
yang lalu dijilat dan kemudian ditempelkannya di atas amplop dengan pukulan kepalan
tangannya.

Setelah surat itu dimasukkan ke dalam kotak pos, sang kepala pos membukanya. Bunyinya:
“Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja yang sampai ke tanganku.
Kirimkanlah sisanya kepadaku karena aku sangat membutuhkannya. Tapi jangan dikirimkan
kepadaku lewat pos karena para pegawai di kantor pos itu adalah orang-orang korup. Lencho.

D. Menemukan Kalimat Langsung dalam Teks Cerpen


Kalimat langsung adalah kalimat yang diucapkan diucapkan secara langsung kepada
orang yang dituju. Kalimat langsung ditandai dengan pemakaian tanda petik ( “...” ).
 Ciri – ciri kalimat langsung :
1 Bertanda petik dalam bahasa tertulis.
2 Intonasi bagian kutipan bernada lebih tinggi dari bagian lainnya.
3 Berkemungkinan susunan :
 pengiring / kutipan;
 kutipan / pengiring;
 kutipan / pengiring / kutipan.
4. Huruf pertama pada petikan langsung ditulis dengan menggunakan huruf kapital.
5. Bagian kutipan ada yang berupa kalimat tanya, kalimat berita, atau kalimat perintah.
6. Bagian pengiring dan bagian petikan langsung dipisah dengan tanda baca koma ( , )
7. Jika di dalam petikan langsung menggunakan kata sapaan, maka sebelum kata sapaan
diberi tanda koma ( , ) dan huruf pertama kata sapaan menggunakan huruf kapital.
8. Kalimat langsung yang berupa dialog berurutan, wajib menggunakan tanda baca titik
dua ( : ) di depan kalimat langsung.

Berdasarkan ciri – ciri kalimat langsung di atas, maka dapat ditemukan contoh kalimat
langsung yang terdapat dalam teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” adalah sebagai
berikut.

1. Bertanda petik dalam bahasa tertulis.

Kalimat langsung identik dengan kalimat yang bertanda petik (“...”). Lantas, apakah
setiap kalimat langsung harus bertanda petik ? Ya. Mengapa demikian ? Karena
salahsatu fungsi tanda petik adalah untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari
pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.
Misalnya:

Contoh kalimat yang terdapat pada teks cerpen “ Surat Kepada Tuhan” , yakni kalimat

“Sini makan dulu!”

Kalimat tersebut dapat dikatakan kalimat langsung karena istri lencho mengatakan
secara langsung kepada anak-anaknya bahwa “Sini makan dulu!”

Jika diperhatikan, dalam kalimat tersebut mengandung unsur paksaan. Lantas, apakah
setiap kalimat langsung selalu ada unsur paksaan di dalamnya? Tentu saja tidak.
Dalam kalimat langsung dapat ditemukan kalimat paksaan namun tidak semuanya
adalah kalimat paksaan. Kalimat tersebut hanya kebetulan saja ditemukan dan jika
diperhatikan lagi, bukankah sudah jelas bahwa kalimat tersebut diungkapkan secara
langsung kepada seseorang, yakni anaknya.

Contoh lain :

a. “Sekarang kita benar benar akan mendapat air, Bu.”

Kalimat tersebut dikatakan sebagai kalimat langsung karena Lencho


mengatakan secara langsung kepada istrinya bahwa mereka akan benar benar
mendapat air.

b. “Ya, semoga saja, Pak”

Kalimat tersebut dikatakan sebagai kalimat langsung karena Istri Lencho


mengatakan kepada lencho bahwa ia turut menyemogakan keinginan (doa)
Lencho.

c. “Sini makan dulu!”


Kalimat tersebut dikatakan sebagai kalimat langsung karena si Istri
mengatakan secara langsung kepada anak-anaknya bahwa mereka harus makan
dulu.

d. “Yang jatuh dari langit itu bukan tetesan tetesan air hujan tapi kepingan
kepingan uang logam baru. Yang besar besar sepuluh centavo dan yang kecil
kecil lima ….”

Kalimat tersebut dikatakan sebagai kalimat langsung karena Lencho


mengatakan secara langsung kepada anak-anaknya bahwa yang jatuh dari
langit itu bukan tetesan air hujan tapi kepingan-kepingan uang logam baru
yang besar-besar sepuluh centavo dan yang kecil kecil lima.

e. “Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu, gelisah. “Kuharap
semoga cepat berlalu.”

Kalimat tersebut dikatakan sebagai kalimat langsung karena Lencho


mengatakan secara langsung kepada keluarganya bahwa keadaan saat ini benar
benar semakin buruk dan ia berharap semoga semua cepat berlalu.

f. “Wabah belalang masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan es sama
sekali tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya jagung atau kacang
….”

Kalimat tersebut dikatakan sebagai kalimat langsung karena Lencho


mengatakan secara langsung kepada anak-anaknya bahwa Wabah belalag
masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan es sama sekali tak
menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya jagung atau kacang.

g. “Semua kerja kita sia sia!”


Kalimat tersebut dikatakan sebagai kalimat langsung karena Lencho
mengatakan secara langsung kepada anak-anaknya bahwa semua kerja yang
dilakukan mereka sia sia.

h. “Tak ada seorangpun yang dapat menolong kita!”

Kalimat tersebut dikatakan sebagai kalimat langsung karena Lencho


mengatakan kepada anak-anaknya bahwa tidak ada seorangpun yang dapat
menolong mereka.

i. “Kita akan kelaparan tahun ini ….”

Kalimat tersebut dikatakan sebagai kalimat langsung karena Lencho


mengatakan secara langsung kepada keluarganya bahwa merek akan kelaparan
tahun ini.

j. “Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti kerugian total. Ingatlah,


tak ada orang yang mati karena kelaparan!”

Kalimat tersebut dikatakan sebagai kalimat langsung karena Lencho


mengatakan secara langsung kepada keluarganya bahwa taka da orang yang
mati karena kelaparan, oleh karena itu jangan terlalu sedih meskipun
kelihatannya seperti kerugian total.

k. “Itulah yang mereka katakan: tak seorangpun mati karena kelaparan ….”

Kalimat tersebut dikatakan sebagai kalimat langsung karena mereka


mengatakan secara langsung bersama sama bahwa benar tak seorangpun mati
karena kelaparan.

l. “Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan keluargaku akan
kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan seratus peso untuk menanami kembali
ladangku dan untuk kebutuhan hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai
es ….”

Kalimat tersebut dikatakan sebagai kalimat langsung karena Lencho


mengatakan secara langsung kepada Tuhan dalam bentuk surat (tulisan) bahwa
kalau Tuhan tidak menolong Lencho dan keluarga, maka mereka akan
kelaparan tahun ini. Lencho membutuhkan seratus peso untuk menanami
kembali ladangku dan untuk kebutuhan hidup sampai saatnya panen nanti,
karena badai es

m. “Keimanan yang hebat! Seandainya imanku seperti imannya orang yang


menulis surat ini. Punya kepercayaan seperti kepercayaannya. Berharap
dengan keyakinan yang ia tahu bagaimana caranya. Melakukan surat menyurat
dengan Tuhan!

”Kalimat tersebut dikatakan kalimat langsung karena Pak kepala pos


mengatakan secara langsung kepada tukang pos bahwa orang yang menulis
surat tersebut (Lencho) memiliki keimanan yang hebat. Pak kepada sangat
kagum, hingga ia ingin memiliki kepercayaan seperti kepercayaan si penulis
surat (Lencho) .

n. “Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja yang sampai
ke tanganku. Kirimkanlah sisanya kepadaku karena aku sangat
membutuhkannya. Tapi jangan dikirimkan kepadaku lewat pos karena para
pegawai di kantor pos itu adalah orang-orang korup. Lencho.

Kalimat tersebut dikatakan kalimat langsung karena Lencho mengatakan


secara langsung kepada Tuhan melalui sebuat suratnya lagi bahwa dari uang
yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja yang sampai ke tanganku.
Kirimkanlah sisanya kepadaku karena aku sangat membutuhkannya. Tapi
jangan dikirimkan kepadaku lewat pos karena para pegawai di kantor pos itu
adalah orang-orang korup.
2. Intonasi bagian kutipan bernada lebih tinggi dari bagian lainnya.

Kalimat berintonasi lebih tinggi dari bagian lainnya identik dengan kalimat
bertanda seru. Lantas, apakah setiap kalimat bertanda seru itu selalu bernada
lebih tinggi? Tidak selalu, yang dimaksud kalimat bertanda seru yang
berintonasi lebih tinggi disini adalah kalimat perintah (imperatif). Kalimat
perintah (imperatif) dipakai jika penutur ingin menyuruh atau
melarang orang berbuat sesuatu. Pada bahasa lisan kalimat perintah berintonasi
akhir datar tinggi dan pada bahasa tulis kalimat ini diakhiri
dengan tanda seru atau tanda titik. Kalimat bernada lebih tinggi dapat juga
dilihat dari kalimat sebelumnya ( kalimat pengiring) .

Misalnya :

Untuk memperjelas maksud dari “Intonasi bagian kutipan bernada lebih tinggi”
Mari kita analisis satu contoh kalimat yang sudah ditemukan. Kita akan
mengambil contoh kalimat, yaitu

Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang sementara
yang masih kecil bermain main di dekat rumah, sampai akhirnya si istri
memanggil mereka semua:

“Sini makan dulu!”

Salahsatu alasan mengapa kalimat tersebut dapat dikatakan kalimat bernada


lebih tinggi dari bagian lainnnya adalah karena bertanda seru (!). Beberapa
kalimat yang bertanda seru adalah kalimat perintah ( imperatif ) dan ini adalah
salah satunya. Jika dilihat dari kalimat sebelumnya, yakni

Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang sementara
yang masih kecil bermain main di dekat rumah, sampai akhirnya si istri
memanggil mereka semua:

Maka jelas kalimat tersebut adalah kalimat perintah (imperatif). Dalam kalimat
pengiring tersebut, ibu memerintahkan kepada anak anak untuk “Makan
dulu”
Dan jika dibayangkan bagaimana kondidi tersebut, maka pasti sang ibu
berteriak memanggilnya karena anak-anaknya tidak dalam satu ruang
dengannya, yakni anak laki-laki yang sudah besar bekerja di ladang dan yang
masih kecil bermain main di dekat rumah.

Jika dianalisis dengan alasan yang konkrit, maka alasan yang paling valid
adalah kalimat tersebut merupakan kalimat perintah. Dilihat dari mananya?
Dilihat dari kalimat sebelumnya (kalimat pengiring) dan dilihat dari
penggunaan tanda seru(!).Jika kalimat perintah, tentu saja bernada lebih tinggi.

Contoh lain kalimat berintonasi lebih tinggi dari bagian lainnya pada teks
cerpen “Surat Kepada Tuhan” :
1. “Sini makan dulu!”
2. “Sekarang benar benar semakin buruk!”
3. “Semua kerja kita sia sia!”
4. “Tak ada seorangpun yang dapat menolong kita!”
5. “Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti kerugian total.
Ingatlah, tak ada orang yang mati karena kelaparan!”
6. Keimanan yang hebat!
7. Tuhan tidak akan keliru atau menyalahi apa yang diminta Lencho!
3. Berkemungkinan susunan :

Kalimat pengiring adalah kalimat yang dapat terletak pada awal atau akhir
kalimat utama yang berfungsi untuk memperjelas kalimat utamanya.
Kalimat kutipan adalah kalimat yang diapit oleh tanda petik (“...”)
Kalimat berkemungkinan susunan dibagi menjadi , yakni:
1. Pengiring/kutipan
2. Kutipan/pengiring
3. Pengiring/kutipan/pengiring

Berikut adalah kalimat berkemungkinan susunan yang ditemukan dalam teks


cerpen “Surat Kepada Tuhan” :
 pengiring / kutipan;
Contoh :
1. Sampai akhirnya si istri memanggil mereka semua:
“Sini makan dulu!”
2. Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab:
“Ya, semoga saja, Pak”
3. dan ketika kembali ia berseru:
“Yang jatuh dari langit itu bukan tetesan tetesan air hujan tapi kepingan
kepingan uang logam baru. Yang besar besar sepuluh centavo dan yang kecil
kecil lima ….”
4. Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya dan berkata
kepada anak anaknya:
“Wabah belalang masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan es sama
sekali tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya jagung atau kacang
….”
5. Setelah surat itu dimasukkan ke dalam kotak pos, sang kepala pos
membukanya. Bunyinya:
“Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja yang sampai
ke tanganku. Kirimkanlah sisanya kepadaku karena aku sangat
membutuhkannya. Tapi jangan dikirimkan kepadaku lewat pos karena para
pegawai di kantor pos itu adalah orang-orang korup. Lencho.

 Untuk memperjelas maksud dari “pengiring / kutipan” Mari kita analisis satu
contoh kalimat diatas. Penulis akan mengambil contoh kalimat, yaitu :

Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab:

“Ya, semoga saja, Pak”

Dalam kalimat tersebut, kalimat pengiringnya adalah

“Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab:”

dan kalimat kutipannya adalah


“Ya, semoga saja, Pak”

Sebelumnya sudah dijelaskan di poin atas apa itu kalimat pengiring dan
kutipan. Jadi sudah jelas ya mengapa kalimat tersebut dapat dikatakan kalimat
“pengiring/kutipan”. Ya, karena strukturnya kalimat pengiring dahulu lalu
setelah kalimat pengiring adalah kalimat kutipan.

 kutipan / pengiring;

Contoh :
1. "Sekarang benar-benar semakin buruk!" seru pria itu gelisah.
 Untuk memperjelas maksud dari “pengiring / kutipan” Mari kita analisis
contoh kalimat diatas, yaitu:

"Sekarang benar-benar semakin buruk!"

seru pria itu gelisah.

Dalam kalimat tersebut, kalimat pengiringnya adalah

"Sekarang benar-benar semakin buruk!"

dan kalimat kutipannya adalah

seru pria itu gelisah.

Sebelumnya sudah dijelaskan di poin atas apa itu kalimat pengiring dan
kutipan. Jadi sudah jelas ya mengapa kalimat tersebut dapat dikatakan kalimat
“kutipan/pengiring”. Ya, karena strukturnya kalimat kutipan dahulu lalu
setelah kalimat kutipan adalah kalimat pengiring.

 kutipan / pengiring / kutipan.

Contoh :
1. "Sekarang benar-benar semakin buruk!" seru pria itu gelisah.
"Kuharap semoga cepat berlalu."
2. Malam itu penuh kesedihan. "Semua kerja kita sia-sia!"
"Tak ada seorang pun yang dapat menolong kita!" "Kita akan kelaparan tahun ini."
3. Tapi di hati semua orang yang tinggal di rumah yang terpencil di tengah lembah
itu masih tersisa satu harapan, pertolongan dari Tuhan.
"Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti kerugian total. Ingatlah, tak
ada orang yang mati karena kelaparan!"
"Itulah yang mereka katakan: tak seorang pun mati karena kelaparan."
4. "Tuhan...," tulisnya, "kalau kau tidak menolongku, aku dan keluargaku akan
kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan seratus peso untuk menanami kembali
ladangku dan untuk kebutuhan hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai
es."

 Untuk memperjelas maksud dari “kutipan / pengiring / kutipan” Mari kita


analisis satu contoh kalimat diatas. Penulis akan mengambil contoh kalimat,
yaitu :

"Sekarang benar-benar semakin buruk!"

seru pria itu gelisah.

"Kuharap semoga cepat berlalu."

Dalam kalimat tersebut, kalimat pengiringnya pertama adalah

"Sekarang benar-benar semakin buruk!"

dan kalimat kutipannya adalah

seru pria itu gelisah.

dan kalimat pengiring akhirnya adalah

"Kuharap semoga cepat berlalu."

Sebelumnya sudah dijelaskan di poin atas apa itu kalimat pengiring dan
kutipan. Jadi sudah jelas ya mengapa kalimat tersebut dapat dikatakan kalimat
“kutipan / pengiring/ kutipan”. Ya, karena strukturnya kalimat kutipan dahulu
lalu setelah kalimat kutipan adalah kalimat pengiring dan setelah kalimat
pengiring adalah kalimat kuripan lagi.

4. Huruf pertama pada petikan langsung ditulis dengan menggunakan huruf


kapital.
Huruf pertama dalam kalimat petikan langsung memang seharusnya huruf
kapital. Hal tersebut dikarenakan setiap kata pertama dalam kalimat petikan
berkedudukan sebagai subjek. Namun, jika ada dua kalimat petikan, maka
huruf pertama pada kalimat petikan pertama saja yang menggunakan huruf
kapital. Untuk kalimat petikan dua, yang menggunakan huruf kapital hanya
beberapa kata yang diharuskan menggunakan huruf kapital, misalnya nama
orang,unsur gelar, unsur jabatan,nama bangsa, nama suku, dan lain sebagainya.

Misalnya:
Dalam teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” terdapat penulisan yang sesuai
dengan ciri kalimat langsung tersebut. Salahsatu contohnya yakni pada kalimat

“Semua kerja kita sia sia!”

Jika dilihat dari kalimat tersebut, sudah jelas bahwa huruf awal pada kalimat
petikan tersebut adalah huruf kapital.

Lalu, adakah contoh yang dapat menjelaskan maksud dari “Huruf pertama
pada kalimat pertama menggunakan huruf kapital dan kalimat keduanya tidak”
Ok,ada contohnya kok. Misalnya dalam kalimat ini,

“Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan keluargaku
akan kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan seratus peso untuk
menanami kembali ladangku dan untuk kebutuhan hidup sampai saatnya
panen nanti, karena badai es ….”
Perhatikanlah, pada kalimat tersebut terdapat kutipan pertama dan kutipan
kedua. Pada kutipan pertama, yakni “Tuhan …,” huruf pertamanya
menggunakan huruf kapital.

Sedangkan kalimat yang kedua,yakni “kalau Kau tidak menolongku, aku


dan keluargaku akan kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan seratus
peso untuk menanami kembali ladangku dan untuk kebutuhan hidup
sampai saatnya panen nanti, karena badai es ….”
Kalimat pertamanya tidak menggunakan huruf kapital, namun kata ganti orang
di dalamnya menggunakan huruf kapital, yakni “Kau”

Oh ya, ada satu lagi, kalimat yang menarik untuk dibedah. Yap, kalimat
tersebut adalah sebagai berikut.
“Yang jatuh dari langit itu bukan tetesan tetesan air hujan tapi kepingan
kepingan uang logam baru. Yang besar besar sepuluh centavo dan yang
kecil kecil lima ….”

Sudah tau ada di bagian mana menariknya? Yap, mari kita kupas. Jika
diperhatikan, pada kalimat tersebut terdapat konjungsi yang menggunakan
huruf kapital. Hah? Kok bisa? Bukannya dalam judul saja konjungsi tidak
boleh menggunakan huruf kapital? Yap, itulah menariknya. Jadi, dalam
kalimat kutipan setiap kata yang berada pada awal kalimat adalah subjek. Nah,
oleh karena itu konjungsi tersebut dapat menggunakan huruf kapital. Ya karena
konjungsi tersebut dianggap sebagai subjek.

Contoh lain dalam teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” :


1. “Sekarang kita benar benar akan mendapat air, Bu.”
2. “Ya, semoga saja, Pak”
3. “Sini makan dulu!”
4. “Yang jatuh dari langit itu bukan tetesan tetesan air hujan tapi kepingan kepingan
uang logam baru. Yang besar besar sepuluh centavo dan yang kecil kecil lima ….”
5. “Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu, geli¬sah. “Kuharap semoga
cepat berlalu.”
6. “Wabah belalang masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan es sama
sekali tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya jagung atau kacang ….”
7. “Semua kerja kita sia sia!”
8. “Tak ada seorangpun yang dapat menolong kita!”
9. “Kita akan kelaparan tahun ini ….”“Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya
seperti keru¬gian total. Ingatlah, tak ada orang yang mati karena kelaparan!”
10. “Itulah yang mereka katakan: tak seorangpun mati karena kelaparan ….”
11. “Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan keluargaku akan
kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan seratus peso untuk menanami kembali
ladangku dan untuk kebutuhan hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai es
….”
12. “Keimanan yang hebat! Seandainya imanku seperti imannya orang yang menulis
surat ini. Punya kepercayaan seperti keper¬cayaannya. Berharap dengan
keyakinan yang ia tahu bagaimana caranya. Melakukan surat menyurat dengan
Tuhan!”
13. “Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja yang sampai ke
tanganku. Kirimkanlah sisanya kepadaku karena aku sangat membutuhkannya.
Tapi jangan dikirimkan kepadaku lewat pos karena para pegawai di kantor pos itu
adalah orang-orang korup. Lencho.

5. Bagian kutipan ada yang berupa kalimat tanya, kalimat berita, atau
kalimat perintah.
Kalimat tanya adalah kalimat yang berisi pertanyaan kepada pihak lain untuk
memperoleh jawaban dari pihak yang ditanya. Ciri-ciri kalimat tanya yaitu
menggunakan intonasi naik, menggunakan kata tanya, dapat menggunakan
partikel tanya.
Kalimat berita adalah kalimat yang isinya mengungkapkan peristiwa atau
kejadian. Anda dapat menggunakan intonasi untuk membedakan kalimat berita
dengan kalimat lain. Ciri-cirinya adalah: Intonasi kalimat berita bersifat netral.
Isinya berupa pemberitahuan. Bentuk kalimat berita dimulai dengan huruf
besar, dan diakhiri dengan tanda titik.
Kalimat perintah adalah kalimat yang isinya menyuruh orang lain untuk
melakukan sesuatu yang kita kehendaki. Ciri-ciri kalimat perintah, yaitu
kalimat perintah jika dilisankan berintonasi naik di awal dan berintonasi
rendah di akhir, kata yang berintonasi naik biasanya kata dasar, berpola
kalimat inversi (PS). Menggunakan partikel -lah atau –kan dan menggunakan
tanda seru (!) bila digunakan dalam bahasa tulis.

Contoh :
 Kalimat tanya : -
Berdasarkan pengertian dan ciri kalimat tanya yang sudah dijabarkan di atas,
maka tidak ditemukan kalimat tanya pada teks cerpen “Surat Kepada Tuhan”

 Kalimat berita :
1. “Sekarang kita benar benar akan mendapat air, Bu.”
2. “Yang jatuh dari langit itu bukan tetesan tetesan air hujan tapi kepingan
kepingan uang logam baru. Yang besar besar sepuluh centavo dan yang
kecil kecil lima ….”
3. “Sekarang benar benar semakin buruk!”
4. “Wabah belalang masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan
es sama sekali tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya
jagung atau kacang ….”
5. “Semua kerja kita sia sia!”
6. “Kita akan kelaparan tahun ini ….”
7. “Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja yang
sampai ke tanganku.

Untuk mengetahui mengapa kalimat-kalimat diatas disebut dengan kalimat


berita, mari kita analisis! Yap,kita ambil satu kalimat untuk dianalsisis, yaitu
kalimat “Wabah belalang masih menyisakan lebih banyak daripada ini.
Hujan es sama sekali tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya
jagung atau kacang ….”

Kalimat berita berisi sebuah pemberitahuan. Kalimat tersebut dapat dikatakan


sebagai kalimat berita karena Lencho memberitahukan (memberitakan)
kepada anak-anaknya bahwa “Wabah belalang masih menyisakan lebih
banyak daripada ini. Hujan es sama sekali tak menyisakan apapun.
Tahun ini kita tidak punya jagung atau kacang ….”

Kalimat berita di awali dengan huruf kapital dan diakhiri tanda titik, jika
diperhatikan kalimat tersebut memenuhinya.

 Kalimat perintah :
1. “Sini makan dulu!”
2. “Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti kerugian total.
Ingatlah, tak ada orang yang mati karena kelaparan!”
3. Kirimkanlah sisanya kepadaku karena aku sangat membutuhkannya.
Tapi jangan dikirimkan kepadaku lewat pos karena para pegawai di
kantor pos itu adalah orang-orang korup. Lencho.”

Untuk mengetahui mengapa kalimat-kalimat diatas disebut dengan kalimat


perintah, mari kita analisis! Yap,kita ambil satu kalimat untuk dianalsisis, yaitu
kalimat “Sini makan dulu!”

Kalimat perintah memiliki ciri bertanda seru (!). Jika dilihat,dalam kalimat
tersebut terdapat tanda seru yang menandakan b ahwa kalimat tersebut adalah
kalimat perintah. Lantas, apakah kalimat yang bertanada seru selalu bertanda
seru? Tentu saja tidak. Jika kita sudah memahami kaidah kebahasaannya,
sepertinya tidak perlu menganalisis pasti sudah mengerti mana yang kalimat
langsung dan m,ana yang bukan. Pada kalimat “Sini makan dulu!” Istri
lencho memerintahkan kepada anak-anaknya untuk “makan dulu” dan sudah
jelas bahwa kalimat tersebut kalimat perintah dikarenakan ada unsur
memerintahkan.
6. Bagian pengiring dan bagian petikan langsung dipisah dengan tanda baca
koma ( , ).

Salahsatu fungsi tanda koma (,) adalah menjadi pemerinci dalam sebuah
kalimat yang memiliki subjek, objek, maupun keterangan yang lebih dari dua.
Pemakaiannya selalu berada di akhir kata yang dirincikan. Khusus pada kata
terakhir, pastikan tanda koma (,) berada sebelum dan maupun atau yang
menjadi kata hubung. Sudah jelas dalam penggunaannya, tanda koma (,)
sebagai pemisah dan juga perinci. Sebagaimana dijelaskan pada poin ini
bahwasanya tanda koma (,) menjadi pemisah antara bagian pengiring dan
bagian petikan. Hal ini berfungsi untuk menjelaskan kalimat intinya.

Oh ya, tanda koma (,) juga berfungsi sebagai pemisah antara petikan kalimat
langsung dengan kalimat utama. Jika petikannya berada belakang pengujar,
tanda koma (,) diletakkan sebelum petikan langsung. Namun, jika petikan
kalimat langsungnya mendahului pengujar, tanda koma (,) diletakkan di akhir
petikan, sebelum tanda kutip (“).

Misalnya:

Dalam teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” terdapat penulisan yang sesuai
dengan ciri kalimat langsung tersebut. Salahsatu contohnya yakni pada kalimat

Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab,


“Ya, semoga saja, Pak”
Pada kalimat tersebut, dapat dilihat secara visual bahwa terdapat tanda koma
diantara kalimat oengiring dan kalimat kutipan.

Contoh :
 sampai akhirnya si istri memanggil mereka semua,
“Sini makan dulu!”
 Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab,
“Ya, semoga saja, Pak”
 dan ketika kembali ia berseru,
“Yang jatuh dari langit itu bukan tetesan tetesan air hujan tapi kepingan
kepingan uang logam baru. Yang besar besar sepuluh centavo dan yang
kecil kecil lima ….”
 Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya dan
berkata kepada anak anaknya,
“Wabah belalang masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan
es sama sekali tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya
jagung atau kacang ….”
 Setelah surat itu dimasukkan ke dalam kotak pos, sang kepala pos
membukanya. Bunyinya,
“Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja yang
sampai ke tanganku. Kirimkanlah sisanya kepadaku karena aku sangat
membutuhkannya. Tapi jangan dikirimkan kepadaku lewat pos karena
para pegawai di kantor pos itu adalah orang-orang korup. Lencho.”

7. Jika di dalam petikan langsung menggunakan kata sapaan, maka sebelum


kata sapaan diberi tanda koma ( , ) dan huruf pertama kata sapaan
menggunakan huruf kapital.

Tanda koma memiliki fungsi untuk merincikan sebuah kalimat atau


memperjelas. Mengapa tanda koma diletakan sebelum kata sapaan? Ya, karena
dengan begitu isi pada kalimat akan tersampaikan dengan baik. Oh ya, dalam
kata sapaan tersebut, huruf awalnya adalah huruf kapital. Mengapa demikian?
Karena memang dalam kaidah kebahasaan, kata sapaan itu berhuruf kapital.

Misalnya :

Dalam teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” terdapat penulisan yang sesuai
dengan ciri kalimat langsung tersebut. Salahsatu contohnya yakni pada kalimat
“Ya, semoga saja, Pak”

Dalam kalimat tersebut, kata sapaan “Pak” menggunakan huruf kapital. Ya,
sesuai dengan ciri diatas. Lalu, sebelum kata sapaan diberikan tanda koma.
Untuk apa? Ya, ditegaskan sekali lagi bahwa tanda koma (,) sebelum kata
sapaan berfungsi untuk memperjelas kalimat inti. Bayangkan jika tidak ada
tanda koma sebelum kata sapaan. Apa yang terjadi? Tentu saja kalimatnya
akan terasa rancu.

Contoh :
 “Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan
keluargaku akan kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan seratus peso
untuk menanami kembali ladangku dan untuk kebutuhan hidup sampai
saatnya panen nanti, karena badai es ….”
 “Sekarang kita benar benar akan mendapat air, Bu.”
 “Ya, semoga saja, Pak”
 “Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja yang
sampai ke tanganku.

8. Kalimat langsung yang berupa dialog berurutan, wajib menggunakan


tanda baca titik dua ( : ) di depan kalimat langsung.

Berikut ini adalah contoh penggunaan tanda baca titik dua (:) di depan kalimat langsung pada
teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” :

1. sampai akhirnya si istri memanggil mereka semua:


“Sini makan dulu!”
2. Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab:
“Ya, semoga saja, Pak”
3. dan ketika kembali ia berseru:
“Yang jatuh dari langit itu bukan tetesan tetesan air hujan tapi kepingan kepingan
uang logam baru. Yang besar besar sepuluh centavo dan yang kecil kecil lima ….”
4. Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya dan berkata
kepada anak anaknya:
“Wabah belalang masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan es sama
sekali tak menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya jagung atau kacang ….”
5. Setelah surat itu dimasukkan ke dalam kotak pos, sang kepala pos membukanya.
Bunyinya:
“Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja yang sampai ke
tanganku. Kirimkanlah sisanya kepadaku karena aku sangat membutuhkannya.
Tapi jangan dikirimkan kepadaku lewat pos karena para pegawai di kantor pos itu
adalah orang-orang korup. Lencho.”

5. Menemukan Kalimat Tidak Langsung dalam Teks Cerpen.

Surat Kepada Tuhan

Satu satunya rumah yang ada di lembah itu berada di atas puncak sebuah bukit kecil. Dari atas
ketinggian seperti itu seseorang bisa melihat sungai dan, di sebelah pekarangan untuk
memelihara ternak, ladang tanaman jagung yang sudah masak yang di sela selanya bertaburan
bunga bunga kacang merah yang selalu menjanjikan panen yang baik.

Satu satunya yang dibutuhkan bumi adalah curah hujan atau setidaknya hujan sedikit saja.
Sepanjang pagi itu Lencho, yang sangat mengenal ladangnya, tidak melakukan apapun selain
mengawasi langit ke arah timur laut.

“Sekarang kita benar benar akan mendapat air, Bu.”

Istrinya yang sedang menyiapkan makan menjawab:

“Ya, semoga saja, Pak”

Anak anak lelaki yang sudah besar sedang bekerja di ladang sementara yang masih kecil
bermain main di dekat rumah, sampai akhirnya si istri memanggil mereka semua:

“Sini makan dulu!”


Saat mereka sedang makan, seperti yang telah diperkirakan Lencho, tetes tetes air hujan yang
besar besar mulai berjatuhan. Di sebelah timur laut mendung tebal berukuran raksasa bisa
dilihat sedang mendekat. Udara terasa segar dan nyaman.

Pria itu pergi ke luar untuk melihat pekarangan tempat memelihara ternaknya, semata mata
sekedar ingin menikmati hujan yang mengguyur tubuhnya, dan ketika kembali ia berseru:

“Yang jatuh dari langit itu bukan tetesan tetesan air hujan tapi kepingan kepingan uang logam
baru. Yang besar besar sepuluh centavo dan yang kecil kecil lima ….”

Dengan ekspresi yang menujukkan kepuasan ia memandang ladang jagung yang masak
dengan bunga bunga kacang merahnya yang dihiasi tirai hujan. Tapi tiba tiba angin kencang
mulai berhembus dan bersamaan dengan air hujan bongkahan bongkahan es yang sangat besar
mulai berjatuhan. Bentuknya memang benar benar seperti kepingan kepingan uang logam
perak yang masih baru. Anak anak lelaki yang sedang membiarkan tubuh mereka diguyur
hujan berlari larian untuk mengumpulkan mutiara mutiara beku itu.

“Sekarang benar benar semakin buruk!” seru pria itu, gelisah. “Kuharap semoga cepat
berlalu.”

Ternyata tidak cepat berlalu. Selama satu jam hujan es itu menimpa rumah, kebun, lereng
bukit, ladang jagung, di seluruh lembah. Ladang itu menjadi putih seperti tertimbun garam.
Tak selembar daunpun masih tertinggal di pepohonan. Tanaman jagung itu sama sekali
musnah. Bunga bungapun rontok dari tanaman kacang merah. Jiwa Lencho dipenuhi
kesedihan. Ketika badai itu telah berlalu ia berdiri di tengah tengah ladangnya dan berkata
kepada anak anaknya:

“Wabah belalang masih menyisakan lebih banyak daripada ini. Hujan es sama sekali tak
menyisakan apapun. Tahun ini kita tidak punya jagung atau kacang ….”

Malam itu penuh kesedihan.

“Semua kerja kita sia sia!”

“Tak ada seorangpun yang dapat menolong kita!”

“Kita akan kelaparan tahun ini ….” Tapi di hati semua orang yang tinggal di rumah yang
terpencil di tengah lembah itu masih tersisa satu harapan: pertolongan dari Tuhan.
“Jangan terlalu sedih meskipun kelihatannya seperti kerugian total. Ingatlah, tak ada orang
yang mati karena kelaparan!”

“Itulah yang mereka katakan: tak seorangpun mati karena kelaparan ….”

Sepanjang malam itu Lencho hanya memikirkan harapan satu satunya: pertolongan dari
Tuhan, yang mata- Nya (sebagaimana diajarkan kepadanya) melihat segala sesuatu, bahkan
sampai ke dalam lubuk hati seseorang yang paling dalam sekalipun.

Lencho adalah seorang pekerja keras yang bekerja seperti binatang di ladang, tapi dia masih
bisa menulis. Pada hari ahad berikutnya, ketika dinihari, setelah meyakinkan dirinya bahwa
masih ada zat yang melindungi, ia mulai menulis sepucuk surat yang akan dibawanya sendiri
ke kota dan dimasukkan ke pos.

Itu tidak lain adalah surat kepada Tuhan.

“Tuhan …,” tulisnya, “kalau Kau tidak menolongku, aku dan keluargaku akan kelaparan
tahun ini. Aku membutuhkan seratus peso untuk menanami kembali ladangku dan untuk
kebutuhan hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai es ….”

Dituliskannya “Kepada Tuhan” di atas amplop lalu dimasukkannya surat itu kedalamnya, dan
masih dengan pikiran dan perasaan yang galau ia pergi ke kota. Di kantor pos diberinya surat
itu perangko kemudian dimasukkannya ke dalam kotak pos.

Salah seorang pegawai di sana, seorang tukang pos yang juga ikut membantu di kantor pos
itu, mendatangi atasannya sambil tertawa terpingkal pingkal dan memperlihatkan kepadanya
surat kepada Tuhan tadi. Selama karirnya sebagai tukang pos, ia tidak pernah tahu di mana
alamat itu. Sedangkan sang kepala pos, seorang yang gemuk dan periang, juga tertawa
terbahak bahak. Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius, dan sambil mengetuk
ngetukkan surat itu di mejanya ia pun berkomentar:

“Keimanan yang hebat! Seandainya imanku seperti imannya orang yang menulis surat ini.
Punya kepercayaan seperti kepercayaannya. Berharap dengan keyakinan yang ia tahu
bagaimana caranya. Melakukan surat menyurat dengan Tuhan!”

Dengan demikian untuk tidak mengecewakan keajaiban iman itu, yang disebabkan oleh surat
yang tak dapat disampaikan, sang kepala pos mengajukan sebuah gagasan: menjawab surat
tadi. Namun ketika ia memulainya ternyata untuk menjawabnya ia membutuhkan tidak hanya
sekedar kemauan, tinta dan kertas. Tapi tekadnya sudah bulat: ia memungut iuran dari para
anak buahnya, ia sendiripun ikut menyisihkan sebagian gajinya dan beberapa orang temannya
juga diwajibkan untuk ikut memberikan “sumbangan”.

Akan tetapi tidak mungkin baginya untuk mengumpulkan uang sebanyak seratus peso, ia
hanya bisa mengirim kepada si petani sebanyak setengahnya lebih sedikit saja.
Dimasukkannya lembaran lembaran uang itu ke dalam amplop yang dialamatkan kepada
Lencho dan bersamanya hanya ada selembar kertas yang bertuliskan satu kata sebagai tanda
tangan: TUHAN.

Pada hari ahad berikutnya Lencho datang sedikit lebih awal daripada biasanya untuk
menanyakan apakah ada surat untuknya. Si tukang pos sendiri yang menyerahkan surat itu
kepadanya. Sementara sang kepala pos, dengan perasaan puas sebagai orang yang baru saja
berbuat kebajikan, menyaksikan lewat pintu keluar masuk ruang kerjanya.

Lencho sedikitpun tidak terkejut menyaksikan lembaran lembaran uang tadi, sesuai
keyakinannya, namun ia menjadi marah setelah menghitung jumlahnya. Tuhan tidak akan
keliru atau menyalahi apa yang diminta Lencho!

Segera saja Lencho pergi ke loket untuk meminta kertas dan tinta. Di atas meja tulis untuk
umum ia pun mulai menulis sampai sampai keningnya sangat berkerut saking bersemangatnya
dalam menuangkan gagasannya. Setelah selesai ia pergi lagi ke loket untuk membeli perangko
yang lalu dijilat dan kemudian ditempelkannya di atas amplop dengan pukulan kepalan
tangannya.

Setelah surat itu dimasukkan ke dalam kotak pos, sang kepala pos membukanya. Bunyinya:

“Tuhan, dari uang yang kuminta itu, hanya tujuh puluh peso saja yang sampai ke tanganku.
Kirimkanlah sisanya kepadaku karena aku sangat membutuhkannya. Tapi jangan dikirimkan
kepadaku lewat pos karena para pegawai di kantor pos itu adalah orang-orang korup. Lencho.

B. Kalimat Tidak Langsung

Kalimat tidak langsung adalah kalimat yang melaporkan apa yang diucapkan orang.

 Ciri – ciri kalimat tidak langsung :


6. Tidak bertanda petik.
7. Intonasi mendatar dan menurun pada akhir kalimat.
8. Pelaku yang dinyatakan pada isi kalimat langsung mengalami perubahan,
yakni :
 Kata ganti orang ke-1 menjadi orang ke-3
 Kata ganti orang ke-2 menjadi orang ke-1
 Kata ganti orang ke-2 jamak atau kita menjadi kami, sesuai dengan
isinya.
9. Berkata tugas: bahwa, agar, sebab, untuk, supaya, tentang, dan sebagainya.
10. Bagian kutipan semuanya berbentuk kalimat berita.
Dalam perubahan bentuk ini perhatikan perubahan kata gantinya:
 Saya menjadi Dia
 Kamu menjadi Saya
 Kalian menjadi kami
 Kami menjadi mereka
 Kita menjadi kami

 Berdasarkan ciri – ciri kalimat langsung di atas, maka dapat ditemukan contoh kalimat
langsung yang terdapat dalam teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” adalah sebagai
berikut.

a. Tidak bertanda petik.

Kalimat tidak bertanda petik identik dengan kalimat tidak langsung. Ya, memang
kalimat tidak langsung itu tidak bertanda petik. Lantas? Apakah setiap kalimat yang
tidak bertanda petik adalah kalimat tidak langsung? Jawabannya iya. Sepertinya
penjelasan tersebut sudah dapat menjelaskan mengenai ciri kalimat tidak langsung,
yakni tidak bertanda petik.

Misalnya :
Dalam teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” terdapat kalimat yang mencirikan ciri
tersebut, yakni salah satunya adalah kalimat

Anak anak lelaki yang sedang membiarkan tubuh mereka diguyur hujan berlari
larian untuk mengumpulkan mutiara mutiara beku itu.

Ya, sudah jelas bahwasanya tidak terdapat tanda petik pada kalimat tersebut.

Contoh lain :
1. Saat mereka sedang makan, seperti yang telah diperkirakan Lencho, tetes tetes
air hujan yang besar besar mulai berjatuhan.
2. Pria itu pergi ke luar untuk melihat pekarangan tempat memelihara ternaknya,
semata mata sekedar ingin menikmati hujan yang mengguyur tubuhnya
3. Dengan ekspresi yang menujukkan kepuasan ia memandang ladang jagung
yang masak dengan bunga bunga kacang merahnya yang dihiasi tirai hujan.
4. Anak anak lelaki yang sedang membiarkan tubuh mereka diguyur hujan berlari
larian untuk mengumpulkan mutiara mutiara beku itu.
5. Lencho adalah seorang pekerja keras yang bekerja seperti binatang di ladang,
tapi dia masih bisa menulis.
6. ia mulai menulis sepucuk surat yang akan dibawanya sendiri ke kota dan
dimasukkan ke pos.
7. dan masih dengan pikiran dan perasaan yang galau ia pergi ke kota.
8. ia tidak pernah tahu di mana alamat itu.
9. Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius
10. Namun ketika ia memulainya ternyata untuk menjawabnya ia membutuhkan
tidak hanya sekedar kemauan, tinta dan kertas.
11. ia memungut iuran dari para anak buahnya, ia sendi ripun ikut menyisihkan
sebagian gajinya
12. Akan tetapi tidak mungkin baginya untuk mengumpulkan uang sebanyak
seratus peso, ia hanya bisa mengirim kepada si petani sebanyak setengahnya
lebih sedikit saja.
13. Di atas meja tulis untuk umum ia pun mulai menulis sampai sampai keningnya
sangat berkerut saking bersemangatnya dalam menuangkan gagasannya.
14. Setelah selesai ia pergi lagi ke loket untuk membeli perangko yang lalu dijilat
dan kemudian ditempelkannya di atas amplop dengan pukulan kepalan
tangannya.
15. Sepanjang pagi itu Lencho, yang sangat mengenal ladangnya, tidak melakukan
apapun selain mengawasi langit ke arah timur laut.

b. Intonasi mendatar dan menurun pada akhir kalimat.

Kalimat tak langsung tidak memiliki ciri ciri kalimat yang bernada tinggi. Oleh sebab
itu, nada kalimat tidak langsung hanya mendatar dan menurun. Jika dibaca, pasti
ketauan mana yang kalimat langsung dan mana yang tidak. Kalimat langsung bernada
lebih tinggi dari bagian lainnya sedangkan kalimat tidak langsung bernada mendatar
bahkan menurun.

Misalnya :

Dalam teks cerpen “Surat Kepada Tuhan” terdapat kalimat yang mencirikan ciri
tersebut, yakni salah satunya adalah kalimat

Saat mereka sedang makan, seperti yang telah diperkirakan Lencho, tetes tetes
air hujan yang besar besar mulai berjatuhan.

Coba baca kalimat tersebut, lalu apa yang anda rasakan. Apakah benar kalimat tidak
langsung bernada mendatar saja? Pastilah iya. Lantas apakah kalimat tidak langsung
tidak dapat bernada tinggi? Nah, saya juga bingung. Bisa jadi kalimat tidak langsung
itu bernada tinggi, namun sejauh saya menganalisanya saya belum menemukannya.
Yang terpenting adalah kita harus memiliki skill dalam membaca agar tanpa
menganalisa ciri cirinya, sudah dapat tau bahwa kalimat tersebut adalah kalimat
langsung atau tidak langsung.

Contoh lain :
1. Saat mereka sedang makan, seperti yang telah diperkirakan Lencho, tetes tetes
air hujan yang besar besar mulai berjatuhan.
2. Pria itu pergi ke luar untuk melihat pekarangan tempat memelihara ternaknya,
semata mata sekedar ingin menikmati hujan yang mengguyur tubuhnya
3. Dengan ekspresi yang menujukkan kepuasan ia memandang ladang jagung
yang masak dengan bunga bunga kacang merahnya yang dihiasi tirai hujan.
4. Anak anak lelaki yang sedang membiarkan tubuh mereka diguyur hujan berlari
larian untuk mengumpulkan mutiara mutiara beku itu.
5. Lencho adalah seorang pekerja keras yang bekerja seperti binatang di ladang,
tapi dia masih bisa menulis.
6. ia mulai menulis sepucuk surat yang akan dibawanya sendiri ke kota dan
dimasukkan ke pos.
7. dan masih dengan pikiran dan perasaan yang galau ia pergi ke kota.
8. ia tidak pernah tahu di mana alamat itu.
9. Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius
10. Namun ketika ia memulainya ternyata untuk menjawabnya ia membutuhkan
tidak hanya sekedar kemauan, tinta dan kertas.
11. ia memungut iuran dari para anak buahnya, ia sendi ripun ikut menyisihkan
sebagian gajinya
12. Akan tetapi tidak mungkin baginya untuk mengumpulkan uang sebanyak
seratus peso, ia hanya bisa mengirim kepada si petani sebanyak setengahnya
lebih sedikit saja.
13. Di atas meja tulis untuk umum ia pun mulai menulis sampai sampai keningnya
sangat berkerut saking bersemangatnya dalam menuangkan gagasannya.
14. Setelah selesai ia pergi lagi ke loket untuk membeli perangko yang lalu dijilat
dan kemudian ditempelkannya di atas amplop dengan pukulan kepalan
tangannya.

c. Pelaku yang dinyatakan pada isi kalimat langsung mengalami perubahan


Apakah yang dimaksud dengan pelaku yang dinyatakan pada isi kalimat
langsung mengalami perubahan? Maksud dari ciri tersebut adalah pelaku/tokoh
yang ada pada kalimat langsung itu mengalami perubahan dari segi kata ganti.
Nah, perubahan tersebut ada ketentuannya loh. Hah?ketentuannya apa aja tuh?
Ok,berikut adalah ketentuan ketentuannya.

1) Kata ganti oramg ke-1 menjadi orang ke-3, yakni :


“aku” menjadi “dia” dan “kita” menjadi “mereka”

2) Kata ganti orang ke-2 menjadi orang ke-1, yakni:


“Kamu” menjadi “aku” dan “kalian” menjadi “kita”

3) Kata ganti orang pertama jamak atau kita menjadi kami atau mereka,
sesuai dengan isinya.

Untuk lebih memahami perihal perubahan kata ganti ini, mari perhatikan
contoh contoh kalimat berikut.

A. Kata ganti orang ke-1 menjadi orang ke-3

1. Pada kalimat langsung.

Anak-anak lelaki yang sedang membiarkan tubuh mereka diguyur hujan berlari-
larian untuk mengumpulkan mutiara-mutiara beku.

"Sekarang benar-benar semakin buruk!" seru pria itu gelisah. "Kuharap semoga
cepat berlalu."

Diubah menjadi kalimat tidak langsung.

Saat anak-anak lelaki sedang mengumpulkan mutiara-mutiara beku dari hujan


yang mengguyur mereka, Lencho justru merasa gelisah dan ia berharap agar
hujannya cepat berlalu. Kalau hujannya tidak kunjung berlalu maka keadaannya
akan semakin buruk.

Dalam kalimat tersebut terdapat perubahan kata ganti orang, yakni:

“ku/aku” menjadi “ia”


2. Pada kalimat langsung.

Itu tidak lain adalah surat kepada Tuhan.

"Tuhan...," tulisnya, "kalau kau tidak menolongku, aku dan keluargaku akan
kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan seratus peso untuk menanami kembali
ladangku dan untuk kebutuhan hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai es.

Diubah menjadi kalimat tidak langsung

Lencho menulis sebuah surat kepada Tuhan agar menolong dia dan keluarganya
dari kelaparan tahun ini yang disebabkan karena badai es. Ia membutuhkan seratus
peso untuk menanami ladangnya dan memenuhi kebutuhan hidup sampai saatnya
panen nanti.

Dalam kalimat tersebut terdapat perubahan kata ganti orang, yakni:

“Aku” menjadi “dia”

“Ku” menjadi “nya”

3. Pada kalimat langsung

Ia pun berkomentar.

"Keimanan yang hebat! Seandainya imanku seperti imannya orang yang menulis
surat ini. Punya kepercayaan seperti kepercayaannya. Berharap dengan keyakinan
yang ia tahu bagaimana caranya. Melakukan surat-menyurat dengan Tuhan!"

Diubah menjadi kalimat tidak langsung

Pak kepala pos berkomentar tentang orang yang menulis surat kepada tuhan itu
bahwa orang itu mempunyai keimanan yang hebat, seandainya iman dan
kepercayaan dia seperti iman dan kepercayaannya (orang yang menulis surat
tersebut) juga.
Dalam kalimat tersebut terdapat perubahan kata ganti orang, yakni:

“Ku” menjadi “dia”

a. Berkata tugas: bahwa, agar, sebab, untuk, supaya, tentang, dan sebagainya.

Maksud dari berkata tugas adalah ketika kata tugas itu tidak ada kalimat
tersebut menjadi tidak baku. Tidak dapat dikatakan kata tugas, jika ketika kata
tersebut dihilangkan , kalimatnya masih dapat padu. Karena fungsi dari kata
tugas adalah memadukan kalimat yang tidak padu.

Pada teks cerpen “ Surat Kepada Tuhan” terdapat kalimat yang dapat dijadikan
contoh untuk ciri kalimat langsung ini. Kalimat tersebut, yaitu

Pada hari ahad berikutnya Lencho datang sedikit lebih awal daripada biasanya
untuk menanyakan apakah ada surat untuknya.

Untuk membuktikan fungsi dari kata tugas, kita dapat mencoba menghilangkan
kata tugas pada kalimat tersebut. Kata tugas yang terdapat di dalamnya adalah
kata “Untuk”

Bagaimana? Sudah mencoba menghilangnkannya belum? Apakah kalimatnya


tetap padu? Atau menjadi kalimat yang tidak padu? Saya yakin kalimatnya
pasti menjadi tidak padu dan rancu. Oleh sebab itu, dibutuhkan kata tugas
dalam sebuah kalimat tidak langsung.

Lantas apakah kata tugas hanya untuk kalimat tidak langsung? Tentu saja
tidak.

 Bahwa
Contoh :
1. Pada hari ahad berikutnya, ketika dinihari, setelah meyakinkan dirinya bahwa
masih ada zat yang melindungi, ia mulai menulis sepucuk surat yang akan
dibawanya sendiri ke kota dan dimasukkan ke pos.
 Untuk
Contoh :
2. Anak anak lelaki yang sedang membiarkan tubuh mereka diguyur hujan berlari
larian untuk mengumpulkan mutiara mutiara beku itu.
3. Aku membutuhkan seratus peso untuk menanami kembali ladangku dan untuk
kebutuhan hidup sampai saatnya panen nanti, karena badai es ….”
4. Namun ketika ia memulainya ternyata untuk menjawabnya ia membutuhkan
tidak hanya sekedar kemauan, tinta dan kertas.
5. Pada hari ahad berikutnya Lencho datang sedikit lebih awal daripada biasanya
untuk menanyakan apakah ada surat untuknya.
6. Setelah selesai ia pergi lagi ke loket untuk membeli perangko yang lalu dijilat
dan kemudian ditempelkannya di atas amplop dengan pukulan kepalan
tangannya.

b. Bagian kutipan semuanya berbentuk kalimat berita.


Dalam perubahan bentuk ini perhatikan perubahan kata gantinya:
 Saya menjadi Dia
 Kamu menjadi Saya
 Kalian menjadi kami
 Kami menjadi mereka
 Kita menjadi kami

Dalam teks cerpen “ Surat Kepada Tuhan” terdapat kata ganti yang dapat
diubah agar berbentuk kalimat berita. Contohnya adalah sebagai berikut.
 Saat mereka sedang makan, seperti yang telah diperkirakan Lencho,
tetes tetes air hujan yang besar besar mulai berjatuhan.

Diubah menjadi :

Saat kami sedang makan, seperti yang telah diperkirakan Lencho, tetes
tetes air hujan yang besar besar mulai berjatuhan.

 Anak anak lelaki yang sedang membiarkan tubuh mereka diguyur


hujan berlari larian untuk mengumpulkan mutiara mutiara beku itu.

Diubah menjadi :

Kami yang sedang membiarkan tubuh mereka diguyur hujan berlari


larian untuk mengumpulkan mutiara mutiara beku itu.

Kalimat kalimat di atas merupakan contoh perubahan kalimat menjadi


kalimat berita. Yap, kalimat berita adalah kalimat yang berfungsi un
tuk memberitakan sesuatu hal kepada orang lain. Coba perhatikan!
Dalam perubahannya, kalimat tersebut mengalami perubahan sudut
pandang.

Contoh lain yang belum diubah :


 Lencho adalah seorang pekerja keras yang bekerja seperti binatang di
ladang, tapi dia masih bisa menulis.
 Pria itu pergi ke luar untuk melihat pekarangan tempat memelihara
ternaknya, semata mata sekedar ingin menikmati hujan yang
mengguyur tubuhnya
 Dengan ekspresi yang menujukkan kepuasan ia memandang ladang
jagung yang masak dengan bunga bunga kacang merahnya yang dihiasi
tirai hujan.
 ia mulai menulis sepucuk surat yang akan dibawanya sendiri ke kota
dan dimasukkan ke pos.
 dan masih dengan pikiran dan perasaan yang galau ia pergi ke kota.
 ia tidak pernah tahu di mana alamat itu.
 Namun hampir tiba tiba saja ia berubah menjadi serius
 Namun ketika ia memulainya ternyata untuk menjawabnya ia
membutuhkan tidak hanya sekedar kemauan, tinta dan kertas.
 ia memungut iuran dari para anak buahnya, ia sendi ripun ikut
menyisihkan sebagian gajinya
 Akan tetapi tidak mungkin baginya untuk mengumpulkan uang
sebanyak seratus peso, ia hanya bisa mengirim kepada si petani
sebanyak setengahnya lebih sedikit saja.
 Di atas meja tulis untuk umum ia pun mulai menulis sampai sampai
keningnya sangat berkerut saking bersemangatnya dalam menuangkan
gagasannya.
 Setelah selesai ia pergi lagi ke loket untuk membeli perangko yang lalu
dijilat dan kemudian ditempelkannya di atas amplop dengan pukulan
kepalan tangannya.
 Sepanjang pagi itu Lencho, yang sangat mengenal ladangnya, tidak
melakukan apapun selain mengawasi langit ke arah timur laut.

Anda mungkin juga menyukai