Tiga contoh pertanyaan tersebut dalam penelitian kualitatif lebih menekankan pada
pencarian konsep-konsep yang sifatnya deskriptif, sebagaimana mempertanyakan konsep
Pendidikan berbasis wahyu memandu ilmu, konsep tentang fungsi ayat-ayat Al-Quran yang
berkaitan dengan Pendidikan dalam pengembangan kurikulum PAI, dan konsep tentang
perilaku normatif serta konsep akhlak.
Secara konsepsional, perumusan masalah yang digali dari latar belakang masalah atas
dasar informasi yang dimiliki peneliti dapat bersifat tetap sampai berakhirnya kegiatan
penelitian. Akan tetapi, apabila peneliti menemukan fenomena lain yang keadaanya
dipandang sebagai bagian yang terkait dengan masalah yang sedang diteliti, perumusan
masalah dapat diubah atau dikembangkan lebih mendalam. Ketika masalah dikembangkan
atas fenomena yang ada, peneliti dapat mengubah pertanyaan penelitian agar lebih sinkron
dan lebih luas sesuai dengan apa yang ada di lokasi penelitian. Apabila masalahnya diubah
secara total, seluruh judul penelitian yang sedang dilaksanakan pun akan berubah (Afifuddin
dan Beni Ahmad Saebani, 2009: 102-103)
Penelitian kualitatif yang dipandang lebih baik adalah apabila peneliti tidak
merumuskan masalah sebelum terjun ke lapangan. Perumusan masalah dilakukan
didasarkan pada temuannya yang benar-benar ada dan nyata, bukan menentukan dan
merumuskan masalah dengan didasarkan pada teori atau pemikiran subjektivitasnya
sendiri. Dengan demikian, peneliti benar-benar menjadikan fenomena yang ada sebagai
masalah yang patut dirumuskan. Segala bentuk peristiwa yang berkembang dan berbagai
situasi-kondisi yang ada di masyarakat dipotret melalui pengembangan rumusan masalah
yang diajukan, sehingga tujuan penelitiannya memiliki tingkat relevansi yang akurat dengan
keadaan yang senyatanya, bukan dengan keadaan yang seharusnya (Afifuddin dan Beni
Ahmad Saebani, 2009: 103).
Unsur-unsur yang termuat dalam latar belakang masalah terdiri dari hal-hal sebagai
berikut (Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, 2009: 105):
1. Penguraian informasi awal tentang keadaan, situasi, dan kondisi yang ada di lokasi
yang biasanya dianalisis oleh berbagai teori atau tesis yang telah lebih dahulu
ditetapkan;
2. Pengungkapan rasa penasaran ilmiah dan idealisme peneliti yang secara langsung
memancingnya untuk mengajukan perumusan masalah;
3. Adanya tujuan dan kegunaan yang jelas dari penelitian yang akan dilaksanakan.
Metode Penelitian (Moh. Nazir, Ph.D)
Perumusan Masalah
Tujuan dari pemilihan serta perumusan masalah adalah untuk (Moh. Nazir, 1983:96):
Ada beberapa ciri-ciri masalah yang harus diperhatikan, baik dilihat dari segi isi
(content) dari rumusan masalah ataupun dari segi kondisi penunjang yang diperlukan dalam
pemecahan masalah yang telah dipilih. Ciri-ciri dari masalah yang baik adalah sebagai
berikut (Moh. Nazir, 1983:97-101).
Masalah untuk suatu penelitian tidaklah dipilih seadanya saja. Masalah harus
mempunyai isi yang mempunyai nilai penelitian, yaitu mempunyai kegunaan tertentu serta
dapat digunakan untuk suatu keperluan. Dalam memilih masalah, maka masalah akan
mempunyai nilai penelitian jika hal-hal berikut diperhatikan.
Masalah yang dipilih haruslah mengenai hal-hal yang up to date dan baru. Hindarkan
masalah yang sudah banyak sekali dirumuskan orang dan sifatnya sudah usang.
Masalah harus mempunyai nilai ilmiah atau aplikasi ilmiah janganlah berisi hal-hal
yang sepele untuk dijadikan suatu masalah yang akan dipilih untuk penelitian. Tentu
sangat mengelikan jika masalah yang dipilih adalah: apakah warna tahi.
Abdurrahman? Masalah yang kita formulasikan tersebut tidak signifikan sama sekali.
Dari itu, satu syarat dari masalah yang dipilih adalah masalah haruslah mengenai
pertanyaan-pertanyaan yang signifikan, di mana hal tersebut kurang memperoleh
perhatian di masa lampau. Jika hal-hal yang lama yang ingin dibuat menjadi masalah
ilmiah, maka ini dapat diperkenankan jika hal tersebut ingin dihubungkan dengan
teknik, atau percobaan atau teori baru sehingga topik-topik lama menjadi lebih
dihargai.
Masalah harus menyatakan suatu hubungan antara dua atau lebih variabel. Sebagai
konsekuensi dari hal di atas, maka rumusan masalah akan merupakan pertanyaan
seperti: apakah X berhubungan dengan Y? Bagaimana X dan Y berhubungan dengan C?
Bagaimana A berhubungan dengan B di bawah kondisi C dan D? Masalah yang lebih
nyata, misalnya: apakah konflik menambah atau mengurangi efisiengsi organisasi?
Masalah harus padat, definitif dan dapat dinyatakan dalam beberapa hipotesis
alternatif. Masalah dapat saja mengenai hubungan antara fenomena-fenomena alam,
atau lebih khas lagi, mengenai kondisi-kondisi yang mengontrol fakta-fakta yang
diamati. Selanjutnya, pemecahan masalah tersebut dapat digunakan sebagai dasar
untuk mengetahui dan mengontrol fenomena-fenomena yang sedang diteliti.
Masalah yang dipilih harus mempunyai arti dan nilai, baik dalam bidang ilmunya
sendiri maupun dalam bidang aplikasi untuk penelitian terapan. Bacon sendiri,
misalnya, dalam memilih masalah tidak hanya untuk tujuan ilmiah saja, tetapi juga hal-
hal yang mempunyai adaptasi hasil untuk fenomena-fenomena sosial. Masalah harus
ditujukan lebih utama untuk memperoleh fakta serta kesimpulan dalam suatu bidang
tertentu. Pemecahan masalah tersebut seyogianya dapat diterbitkan oleh jurnal ilmu
pengetahuan dan digunakan sebagai referensi dalam buku-buku teks.
Masalah harus dapat diuji dengan perlakuan-perlakuan serta data dan fasilitas yang
ada. Sekurang-kurangnya, masalah yang dipilih harus sedemikian rupa sehingga
memberikan implikasi untuk kemungkinan pengujian secara empiris. Suatu masalah
yang tidak berisi implikasi untuk diuji hubungan-hubungan yang diformulasikan,
bukanlah suatu masalah ilmiah. Hal yang terakhir ini memberikan implikasi bahwa
bukan saja hubungan-hubungan harus dinyatakan secara jelas, tetapi juga harus
mengandung pengertian bahwa hubungan-hubungan tersebut harus dinyatakadata
sertn dalam variabel-variabel yang dapat diukur.
Masalah harus dinyatakan secara jelas dan tidak membingungkan dalam bentuk
pertanyaan, misalnya daripada mengatakan, “Masalahnya adalah…,” maka nyatakan
masalah dalam bentuk pertanyaan. Akan tetapi, perlu diingat, bahwa bukan semua
pertanyaan walaupun begitu menarik, merupakan masalah atau pertanyaan ilmiah,
karena masalah tersebut tidak dapat diuji. Misalnya pertanyaan “Bagaimana kita
tahu?” Ataupun pertanyaan “Apakah Pendidikan memperbaiki pengajaran anak-
anak?” Masalah tersebut sangat menarik, tetapi tidak dapat dipakai untuk suatu
pengujian.
Masalah yang dipilih harus mempunyai fisibilitas, yaitu masalah tersebut dapat
dipecahkan. Ini berarti:
Masalah yang dipilih harus mempunyai metode untuk memecahkannya dan harus
pula mempunyai kebenaran yang standar, dan dapat diterangkan. Misalnya, jika
masalah yang kita pilih berkenaan dengan jatuhnya kerajaan Romawi, maka masalah
tersebut sukar dipecahkan karena kompleksnya masalah, dan terdapat kekaburan
data tentang jatuhnya kerajaan Romawi. Karena terbatasnya data mengenai konsumsi
beras serta pendapatan di Aceh, misalnya, maka tidak mungkin melihat apakah
terdapat perubahan terhadap marginal propensity to consume dari beras di Aceh sejak
tahun 1961 sampai dengan 2013? Karena keterbatasan ilmu seorang sarjana, maka
relatif sukar menentukan berapa besar pengaruh adanya 7 industri besar terhadap
under-employment di Aceh, karena metode mengukur pengaruh serta mengukur
under-employment belum lagi dipelajari oleh peneliti lulusan S1.
Masalah yang dipilih harus sesuai dengan equipment dan alat yang tersedia. Walaupun
equipment tidak perlu yang muluk(tinggi) serta kompleks, tetapi equipment yang
dipunyai haruslah dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Masalah yang dipilih
harus mempunyai equipment untuk kontrol kondisi ataupun untuk mencatat
ketepatan.
Alat yang paling penting dalam memecahkan masalah adalah pikiran manusia itu
sendiri (the mind of man). Banyak penemuan ahli-ahli tidak menggunakan equipment
dan laboratorium yang komplit. Laboratorium Pasteur adalah kamar yang menyerupai
gua. Goodyear menemukan vulkanisasi dalam dapurnya di New England, sedangkan
Mozart menemukan sajak kuartet Magio Flute di rumah bola ketika sedang main
biliar. Dalam hal ini, yang menentukan pemilihan masalah adalah kondisi yang cukup
mendukung untuk pemecahan masalah. Dalam suasana yang tenang, masalah serta
penulisan Sejarah India telah dikerjakan oleh James Mill pada satu sudut meja,
sedangkan di sudut yang lain duduk anaknya Jhon Stuart Mill mempelajari Bahasa
Yunan. Descrates terpaksa meninggalkan Paris karena kondisi tidak
memungkinkannya untuk menformulasikan masalah-masalah akibat banyak sekali
teman-temannya yang selalu menganggu. Von Braun baru sukses merumuskan
masalah misi angkasa setelah ia hijrah ke Amerika Serikat.
Biaya untuk pemecahan masalah harus selalu dipikirkan dalam memilih masalah. Jika
pemecahan masalah di luar jangkauan biaya, maka masalah yang ingin dipilih tidak
fisibel sama sekali. Mencocokkan masalah dengan biaya merupakan seni serta
keterampilan peneliti.
Masalah yang dipilih janganlah sekali-kali dikaitkan untuk kepentingan sendiri, dalam
arti untuk memperoleh keuntungan pribadi. Tidak heran jika kita lihat bahwa Charles
Goodyear yang menemukan vulkanisasi karet meninggal dunia dengan meninggalkan
hutang sebesar 200 dolar Amerika, ataupun Le Blanc, ilmuwan Prancis yang
menemukan cara memperoleh alkali secara murah meninggal dunia dalam rumah
miskin di Prancis. Camkanlah kata Pasteur. “Saya tidak akan bekerja untuk uang, tetapi
saya akan selalu bekerja untuk ilmu pengetahuan” (I could never work for money, but I
would always work for science).
Masalah yang dipilih harus mempunyai sponsor serta administrasi yang kuat. Lebih-
lebih lagi bagi penelitian mahasiswa, maka masalah yang dipilih harus diperkuat
dengan adviser, pembimbing ataupun tenaga ahli yang sesuai dengan bidangnya.
Dalam penelitian-penelitian besar, maka masalah yang dipilih harus didukung
keuangannya oleh sponsor yang kuat. Charles Darwin, adalah bangsawan Inggirs yang
kaya, yang dapat mendukung pemilihan masalah dalam penelitiannya. Lavoiser,
adalah seorang ilmuwan yang memperoleh pendapatannya setahun √60,000 dan
banyak menggunakan uang tersebut untuk penelitian.
Masalah yang dipilih harus tidak bertentangan dengan adat-istiadat, hukum yang
berlaku, maupun kebiasaan. Pilihlah masalah yang tidak akan menimbulkan kebencian
orang lain. Janganlah memilih masalah yang dapat menimbulkan pertentangan, baik
fisik ataupun itikad. Karenanya, masalah yang akan menimbulkan kesulitan,
pertentangan, baik secara individu ataupun kelompok haruslah dihindarkan, demi
menjaga kesinambungan profesionalisme dalam meneliti.
Masalah yang dipilih, selain mempunyai nilai ilmiah serta fisibel, juga harus sesuai
dengan kualifikasi si peneliti sendiri. Dalam hal ini, masalah yang dipilih sekurang-
kurangnya:
Masalah yang dipilih harus menarik bagi si peneliti sendiri dan cocok dengan bidang
kemampuannya. Seseorang ahli pertanian haruslah memilih judul mengenai
pertanian. Tidaklah wajar, misalnya, seorang sarjana pertanian memilih masalah
penelitiannya: apakah faktor-faktor penyebab penyakit lumpuh pada anak-anak?
Ataupun seorang sarjana hukum memilih masalah yang berbunyi: Masalah yang dipilih
harus menarik keingintahuan si peneliti dan memberi harapan kepada peneliti untuk
menemukan jawaban ataupun menemukan masalah lain yang lebih penting dan lebih
menarik.
Masalah yang dipilih harus sesuai dengan kualifikasi peneliti sendiri. Dengan perkataan
lain, sukar mudahnya masalah yang ingin dipecahkan harus sesuai dengan derajat
ilmiah yang dipunyai peneliti. Sudah terang, seorang peneliti yang mempunyai derajat
ilmiah doctor akan memilih masalah penelitian yang berbeda dengan seorang insinyur
ataupun sarjana hukum. Masalah yang dipilih harus sesuai dengan derajat daya nalar,
sensitivitas terhadap data, serta kemampuan peneliti dalam menghasilkan orisinalitas.
B. Sumber untuk Memperoleh Masalah
Sebenarnya banyak sekali masalah yang perlu dipecahkan berada di sekeliling peneliti.
Yang menjadi kendala untuk memperoleh masalah adalah kesanggupan peneliti menggali
dan mengidentifkasikan masalah serta mengetahui sumber-sumber di mana masalah
penelitian diperoleh dengan mudah. Sumber-sumber di mana masalah diperoleh, antara lain
sebagai berikut (Moh. Nazir, 1983:101-104).
3. Bacaan
Bacaan-bacaan dapat merupakan sumber dari masalah yang dipilih untuk diteliti.
Lebih-lebih jika bacaan tersebut merupakan karya ilmiah ataupun makalah, maka banyak
sekali rekomendasi di dalamnya yang memerlukan penelitian lebih lanjut. Bukan saja dari
bacaan tersebut ditemukan masalah yang ingin mengungkapkan hubungan, tetapi bacaan
dapat juga memberikan teknik dan metode yang ingin dikembangkan lebih lanjut. Membaca
hasil-hasil penelitian terdahulu akan memberikan banyak sekali masalah-masalah yang
belum sanggup dipecahkan. Hal ini merupakan masalah yang perlu dipecahkan dalam
penelitian selanjutnya.
Kadangkala masalah ditemukan bukan dari bidang studi itu sendiri, tetapi dari cabang
yang timbul kemudian, yang mula-mula dipikirkan tidak berapa penting sifatnya. Misalnya,
ketika Pasteur meneliti penyakit kolera dengan menyuntik ayam-ayam percobaanya dengan
mikroba kolera, pada suatu hari ia kehabisan ayam-ayam sehat. Ia kemudian terpaksa
menggunakan ayam-ayam yang pernah kena kolera. Dilihatnya, ayam-ayam tersebut tidak
mati akibat suntikan mikroba kolera. Dari percobaan ini, ia tertarik akan ketahanan ayam-
ayam tersebut dan ia menemukan masalah yang mendorongnya meneliti tentang prinsip-
prinsip kekebalan atau imunisasi. Ketika William Perkins mencoba mengubah aniline
menjadi quinine dalam percobaanya, ia menemukan suatu masalah lain yang menghasilkan
alat pencelup anniline yang ungu. Begitu juga ketika W.R. Whitney meneliti penggunaan
ion air raksa sebagai sumber cahaya, ia menemukan fakta-fakta yang telah menggiring ia
merumuskan masalah yang menghasilkan alternating current rectifier.
Catatan pribadi serta pengalaman pribadi sering merupakan sumber dari masalah
penelitian. Dalam penelitian ilmu sosial, pengalaman serta catatan pribadi tentang sejarah
sendiri, baik kegiatan pribadi ataupun kegiatan professional dapat merupakan sumber
masalah untuk penelitian.
8. Bidang Spesialisasi
Pelajaran yang sedang diikuti dapat merupakan sumber dari masalah penelitian.
Diskusi kelas, hubungan antara dosen dengan mahasiswa banyak mempengaruhi mahasiswa
dalam memilih masalah untuk penelitian. Pengaruh staf senior serta ajarannya dapat
merupakan sumber masalah bagi mahasiswa yang ingin membuat thesis.
Masalah penelitian dapat juga bersumber dari diskusi-diskusi ilmiah, seminar, serta
pertemuan-pertemuan ilmiah. Dalam diskusi tersebut, seseorang dapat menangkap banyak
analisis-analisis ilmiah serta argumentasi-argumentasi profesional yang dapat menjurus
pada suatu permasalahan baru.
Kadang kala, suatu perasaan intuisi dapat timbul tanpa disangka dan kesulitan
tersebut dapat merupakan masalah penelitian. Tidak jarang, seseorang yang baru bangun
dari tidurnya, dihadapkan pada suatu kesulitan secara intuisi ataupun seseorang yang
sedang buang air di kakus dapat menghasilkan suatu masalah yang ingin dipecahkan, yang
muncul secara tiba-tiba.
Setelah masalah diidentifikasikan dan dipilih, maka tibalah saatnya masalah tersebut
dirumuskan. Perumusan masalah merupakan titik tolak bagi perumusan hipotesis nantinya,
dan dari rumusan masalah dapat menghasilkan topik penelitian atau judul dari penelitian.
Umumnya rumusan masalah harus dilakukan dengan kondisi berikut (Moh. Nazir,
1983:104).
“Apakah hasil padi ladang akan bertambah jika dipupuk dengan pupuk K?”
“Apakah ada hubungan antara konsumsi rumah tangga petani dengan pendapatan dan
kekayaan petani?”
Dari rumusan masalah di atas, maka dapat dibuat judul penelitian sebagai berikut.
“Hubungan antara konsumsi rumah tangga dengan pendapatan dan pendidikan petani
Aceh.”
Perlu diperingatkan, bahwa dalam memilih masalah, perlu dihindarkan masalah serta
rumusan masalah yang terlalu umum, terlalu sempit, terlalu bersifat lokal ataupun terlalu
argumentatif. Variabel-variabel penting dalam rumusan masalah harus diperhatikan benar-
benar.
Ada beberapa hal yang perlu diingat dalam merumuskan masalah. Masalah ilmiah
tidak boleh merupakan pertanyaan-pertanyaan etika atau moral. Menanyakan hal-hal di
atas adalah pertanyaan tentang nilai dan value judgement yang tidak bisa dijawab secara
ilmiah. Misalnya masalah yang dipilih adalah “Perlukah kepemimpinan organisasi secara
demokrasi?”, atau “Bagaimanakah sebaiknya mengajar mahasiswa di penguruan tinggi?”
Untuk menghindarkan hal tersebut di atas, maka janganlah menggunakan kata “mestikah”
atau “lebih baik”, atau perkataan-perkataan lain yang menunjukkan preferensi. Ganti
perkataan lebih baik dengan perkataan “lebih besar”, misalnya. Contoh lain, “Apakah
metode mengajar secara otorita menuju ke cara belajar yang buruk?” Pertanyaan ini
bukanlah suatu masalah ilmiah. Belajar yang buruk adalah value judgement. Mengajar
secara otorita tidak dapat didefinisikan. Supaya tidak ada value judgement, maka sebaiknya
“belajar yang buruk” dapat digantikan dengan ”mengurangi perilaku memecahkan soal”
(Moh. Nazir, 1983:104-105).
Hindarkan masalah yang merupakan metodologi. Pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan “metode sampling”, atau “pengukuran” dan lain-lain, supaya jangan
digunakan dalam memformulasikan masalah.
Sebagai kesimpulan, perlu dijelaskan bahwa ada dua jalan untuk memformulasikan
masalah. Pertama, dengan menurunkan masalah dari teori yang telah ada, seperti masalah
pada penelitian eksperimental. Cara lain adalah dari observasi langsung di lapangan, seperti
yang sering dilakukan oleh ahli-ahli sosiologi. Jika masalah diperoleh di lapangan, maka
sebaiknya juga menghubungkan masalah tersebut dengan teori-teori yang telah ada,
sebelumnya masalah tersebut diformulasian. Ini buka berarti bahwa penelitian yang tidak
didukung oleh suatu teori tidak berguna sama sekali, karena ada kalanya penelitian tersebut
dapat menghasilkan dalil-dalil dan dapat membentuk sebuah teori (Moh. Nazir, 1983:105).
Masalah sebenarnya adalah hal yang pertama dipikirkan oleh peneliti-peneliti ketika
merencanakan proyek penelitannya. Walaupun di atas kertas, yang pertama-tama muncul
adalah judul dan pendahuluan, tetapi yang lebih dahulu timbul pada penelitian adalah
masalah penelitian (Moh. Nazir, 1983:105).
Membuat masalah penelitian merupakan hal yang sukar, antara lain karena (Moh. Nazir,
1983:105):