Tiga contoh pertanyaan tersebut dalam penelitian kualitatif lebih menekankan pada
pencarian konsep-konsep yang sifatnya deskriptif, sebagaimana mempertanyakan konsep
Pendidikan berbasis wahyu memandu ilmu, konsep tentang fungsi ayat-ayat Al-Quran yang
berkaitan dengan Pendidikan dalam pengembangan kurikulum PAI, dan konsep tentang
perilaku normatif serta konsep akhlak.
1. Pendorong diadakannya suatu kegiatan penelitian atau dengan kata lain berfungsi
sebagai penyebab kegiatan penelitian menjadi ada dan dapat dilakukan.
2. Pedoman, penentu arah atau focus dari suatu penelitian. Perumusan masalah ini
tidak berharga mati, tetapi dapat berkembang dan berubah setelah peneliti sampai
di lapangan.
3. Penentu jenis data yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data
yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti. Keputusan memilih data yang
perlu dan data yang tidak perlu dapat dilakukan peneliti karena melalui perumusan
masalah, peneliti menjadi tahu mengenai data yang bagaimana yang relevan bagi
kegiatan penelitiannya.
4. Dengan adanya perumusan masalah penelitian, peneliti menjadi mudah dalam
menentukan siapa yang akan menjadi instrumen penelitian atau informan atau
partisipan.
Deni Kusdiansyah menjelaskan bahwa ada tiga kriteria yang diharapkan dapat dipenuhi
dalam perumusan masalah penelitian.
1. Kriteria pertama dari suatu perumusan masalah adalah berwujud kalimat tanya atau
yang bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban
deskriptif maupun pertanyaan yang memerlukan jawaban deskriptif maupun
pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris. Pertanyaan yang
eksplanatoris, yaitu yang menghubungkan dua atau lebih fenomena atau gejala
dalam kehidupan manusia. Dalam penelitian kualitatif, perumusan masalah tidak
terpaut secara absolut dengan hubungan-hubungan antar variabel karena penelitian
kualitatif dapat bersifat naturalistik dan fenomenologis. Dengan demikian,
perumusan masalahnya lebih banyak mempertanyakan suatu konsepsi yang
jawabannya lebih bersifat fenomenologis dan deskriptif.
2. Kriteria kedua dari suatu masalah penelitian adalah bermanfaat atau berhubungan
dengan upaya pembentukan dan perkembangan teori. Dalam arti, pemecahannya
yang secara jelas diharapkan dapat memberikan sumbangan teoretis yang berarti,
baik sebagai pencipta teori-teori baru maupun sebagai pengembangan teori-teori
yang sudah ada. Dalam penelitian kualitatif, teori tidak menempati posisi utama
sebelum penelitian dilakukan karena tujuan dari penelitian kualitatif bukan hendak
menguji teori, melainkan hendak menemukan atau menggali teori. Jadi, lebih
bersifat grounded theory.
3. Kriteria ketiga, adalah suatu perumusan masalah yang baik, hendaknya dirumuskan
dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual, sehingga pemecahannya
menawarkan implikasi kebijakan yang relevan pula, dan dapat diterapkan secara
nyata bagi proses pemecahan masalah bagi kehidupan manusia. Dalam penelitian
kualitatif, kegunaan penelitian yang tercermin dalam perumusan masalah
menitikberatkan pada manfaat kultural dan konsepsional yang sifatnya lokal,
sehingga jawaban-jawaban atas pertanyaan penelitian atau perumusan masalah pun
merupakan jawabann konsepsional.
Berkenaan dengan penempatan rumusan masalah penelitian, ada beberapa variasi, antara
lain (1) bagian paling awal dari suatu sistematika peneliti (2) setelah latar belakang atau
bersama-sama dengan latar belakang penelitian dan (3) setelah tujuan penelitian. Di mana
pun rumusan masalah penelitian ditempatkan, sebenarnya tidak terlalu penting dan tidak
akan mengganggu kegiatan penelitian yang bersangkutan. Yang penting adalah bagaimana
kegiatan penelitian itu dilakukan dengan memerhatikan rumusan masalah sebagai pengarah
dari kegiatan penelitiannya. Artinya, kegiatan penelitian yang dilakukan oleh siapa pun,
hendaknya memiliki sifat yang konsisten dengan judul dan perumusan masalah yang ada.
Kesimpulan yang didapat dari suatu kegiatan penelitian hendaknya kembali mengacu pada
judul dan permasalah penelitian yang telah dirumuskan.
Secara konsepsional, perumusan masalah yang digali dari latar belakang masalah atas dasar
informasi yang dimiliki peneliti dapat bersifat tetap sampai berakhirnya kegiatan penelitian.
Akan tetapi, apabila peneliti menemukan fenomena lain yang keadaanya dipandang sebagai
bagian yang terkait dengan masalah yang sedang diteliti, perumusan masalah dapat diubah
atau dikembangkan lebih mendalam. Ketika masalah dikembangkan atas fenomena yang
ada, peneliti dapat mengubah pertanyaan penelitian agar lebih sinkron dan lebih luas sesuai
dengan apa yang ada di lokasi penelitian. Apabila masalahnya diubah secara total, seluruh
judul penelitian yang sedang dilaksanakan pun akan berubah.
Penelitian kualitatif yang dipandang lebih baik adalah apabila peneliti tidak merumuskan
masalah sebelum terjun ke lapangan. Perumusan masalah dilakukan didasarkan pada
temuannya yang benar-benar ada dan nyata, bukan menentukan dan merumuskan masalah
dengan didasarkan pada teori atau pemikiran subjektivitasnya sendiri. Dengan demikian,
peneliti benar-benar menjadikan fenomena yang ada sebagai masalah yang patut
dirumuskan. Segala bentuk peristiwa yang berkembang dan berbagai situasi-kondisi yang
ada di masyarakat dipotret melalui pengembangan rumusan masalah yang diajukan,
sehingga tujuan penelitiannya memiliki tingkat relevansi yang akurat dengan keadaan yang
senyatanya, bukan dengan keadaan yang seharusnya.
Setiap permasalahan biasanya merupakan penyimpangan dari apa yang seharusnya dengan
yang senyatanya, tetapi pengertian tentang masalah itu lebih dekat kaitannya dengan
penelitian kuantitatif, masalah tidak selalu harus berangkat dari adanya penyimpangan atau
pertentangan antara teori dan praktik, antara yang seharusnya dengan yang senyatanya. Hal
ini karena dalam penelitian kualitatif pada dasarnya “tidak ada yang seharusnya”, tetapi
yang ada hanyalah “senyatanya” Jadi, masalah yang dirumuskan pun mengikuti kenyataan
yang ada.
Sebagai ilustrasi, permasalahan yang berkaitan dengan penelitian kualitatif, adalah ajuan
judul penelitian “Kehidupan Santri di Pondok Pesantren Salafiyah Al-Mubarakah”. Judul ini
tidak menggambarkan adanya masalah. Oleh karena itu, peneliti akan terjun dan menjadi
orang yang ikut melibatkan diri sebagai santri di pondok pesantren tersebut. Hasil dari
partisipasinya itu akan menjadi modal merumuskan masalah. Peneliti dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Penguraian informasi awal tentang keadaan, situasi, dan kondisi yang ada di lokasi
yang biasanya dianalisis oleh berbagai teori atau tesis yang telah lebih dahulu
ditetapkan;
2. Pengungkapan rasa penasaran ilmiah dan idealisme peneliti yang secara langsung
memancingnya untuk mengajukan perumusan masalah;
3. Adanya tujuan dan kegunaan yang jelas dari penelitian yang akan dilaksanakan.
B. Fokus Penelitian
Penelitian kualitatif tidak dimulai dari sesuatu yang kosong, tetapi dilakukan berdasarkan
persepsi seseorang terhadap adanya suatu masalah. Masalah dalam penelitian kualitatif
dinamakan focus. Pada dasarnya, penentuan masalah menurut Lincoln dan Guba
bergantung pada paradigma yang dianut oleh seorang peneliti, yaitu apakah ia sebagai
peneliti, evaluator, atau peneliti kebijakan.
Perumusan Masalah
Tiap kerja meneliti harus mempunyai masalah penelitian untuk dipecahkan. Perumusan
masalah penelitian merupakan kerja yang bukan mudah, termasuk bagi peneliti-peneliti
yang sudah berpengalaman, padahal masalah selalu ada di sekeliling kita (Moh. Nazir,
1983:96).
Masalah timbul karena adanya tantangan, adanya kesangsian ataupun kebingungan kita
terhadap suatu hal atau fenomena, adanya kemenduaan arti (ambiguity), adanya halangan
ada rintangan, adanya celah (gap), baik antarkegiatan atau antar fenomena baik yang telah
ada ataupun yang akan ada. Penelitian diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah
itu, atau sedikit-dikitnya menutup celah yang terjadi (Moh. Nazir, 1983:96).
Tujuan dari pemilihan serta perumusan masalah adalah untuk (Moh. Nazir, 1983:96):
Sebelum seseorang peneliti dapat merumuskan suatu masalah untuk penelitiannya, maka ia
lebih dahulu harus mengidentifikasikan dan memilih masalah itu. Walaupun masalah yang
ada dan tersedia cukup banyak, tetapi cukup sulit bagi si peneliti untuk memilih masalah
mana yang akan dipilihnya untuk penelitiannya. Si peneliti harus mencari masalah yang
mempunyai ciri-ciri yang baik, dan si peneliti harus mengetahui sumber serta tempat
mencari masalah tersebut (Moh. Nazir, 1983:96-97).
Ada beberapa ciri-ciri masalah yang harus diperhatikan, baik dilihat dari segi isi (content)
dari rumusan masalah ataupun dari segi kondisi penunjang yang diperlukan dalam
pemecahan masalah yang telah dipilih. Ciri-ciri dari masalah yang baik adalah sebagai
berikut (Moh. Nazir, 1983:97-101).
Masalah untuk suatu penelitian tidaklah dipilih seadanya saja. Masalah harus mempunyai isi
yang mempunyai nilai penelitian, yaitu mempunyai kegunaan tertentu serta dapat
digunakan untuk suatu keperluan. Dalam memilih masalah, maka masalah akan mempunyai
nilai penelitian jika hal-hal berikut diperhatikan.
Masalah yang dipilih haruslah mengenai hal-hal yang up to date dan baru. Hindarkan
masalah yang sudah banyak sekali dirumuskan orang dan sifatnya sudah usang. Masalah
harus mempunyai nilai ilmiah atau aplikasi ilmiah janganlah berisi hal-hal yang sepele untuk
dijadikan suatu masalah yang akan dipilih untuk penelitian. Tentu sangat mengelikan jika
masalah yang dipilih adalah: apakah warna tahi. Abdurrahman? Masalah yang kita
formulasikan tersebut tidak signifikan sama sekali. Dari itu, satu syarat dari masalah yang
dipilih adalah masalah haruslah mengenai pertanyaan-pertanyaan yang signifikan, di mana
hal tersebut kurang memperoleh perhatian di masa lampau. Jika hal-hal yang lama yang
ingin dibuat menjadi masalah ilmiah, maka ini dapat diperkenankan jika hal tersebut ingin
dihubungkan dengan teknik, atau percobaan atau teori baru sehingga topik-topik lama
menjadi lebih dihargai.
Masalah harus menyatakan suatu hubungan antara dua atau lebih variabel. Sebagai
konsekuensi dari hal di atas, maka rumusan masalah akan merupakan pertanyaan seperti:
apakah X berhubungan dengan Y? Bagaimana X dan Y berhubungan dengan C? Bagaimana A
berhubungan dengan B di bawah kondisi C dan D? Masalah yang lebih nyata, misalnya:
apakah konflik menambah atau mengurangi efisiengsi organisasi? Masalah harus padat,
definitif dan dapat dinyatakan dalam beberapa hipotesis alternatif. Masalah dapat saja
mengenai hubungan antara fenomena-fenomena alam, atau lebih khas lagi, mengenai
kondisi-kondisi yang mengontrol fakta-fakta yang diamati. Selanjutnya, pemecahan masalah
tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui dan mengontrol fenomena-
fenomena yang sedang diteliti.
Masalah yang dipilih harus mempunyai arti dan nilai, baik dalam bidang ilmunya sendiri
maupun dalam bidang aplikasi untuk penelitian terapan. Bacon sendiri, misalnya, dalam
memilih masalah tidak hanya untuk tujuan ilmiah saja, tetapi juga hal-hal yang mempunyai
adaptasi hasil untuk fenomena-fenomena sosial. Masalah harus ditujukan lebih utama untuk
memperoleh fakta serta kesimpulan dalam suatu bidang tertentu. Pemecahan masalah
tersebut seyogianya dapat diterbitkan oleh jurnal ilmu pengetahuan dan digunakan sebagai
referensi dalam buku-buku teks.
Masalah harus dapat diuji dengan perlakuan-perlakuan serta data dan fasilitas yang ada.
Sekurang-kurangnya, masalah yang dipilih harus sedemikian rupa sehingga memberikan
implikasi untuk kemungkinan pengujian secara empiris. Suatu masalah yang tidak berisi
implikasi untuk diuji hubungan-hubungan yang diformulasikan, bukanlah suatu masalah
ilmiah. Hal yang terakhir ini memberikan implikasi bahwa bukan saja hubungan-hubungan
harus dinyatakan secara jelas, tetapi juga harus mengandung pengertian bahwa hubungan-
hubungan tersebut harus dinyatakadata sertn dalam variabel-variabel yang dapat diukur.
Masalah harus dinyatakan secara jelas dan tidak membingungkan dalam bentuk pertanyaan,
misalnya daripada mengatakan, “Masalahnya adalah…,” maka nyatakan masalah dalam
bentuk pertanyaan. Akan tetapi, perlu diingat, bahwa bukan semua pertanyaan walaupun
begitu menarik, merupakan masalah atau pertanyaan ilmiah, karena masalah tersebut tidak
dapat diuji. Misalnya pertanyaan “Bagaimana kita tahu?” Ataupun pertanyaan “Apakah
Pendidikan memperbaiki pengajaran anak-anak?” Masalah tersebut sangat menarik, tetapi
tidak dapat dipakai untuk suatu pengujian.
Masalah yang dipilih harus mempunyai fisibilitas, yaitu masalah tersebut dapat dipecahkan.
Ini berarti:
Masalah fisibilitas dalam memilih masalah penelitian harus benar-benar diperhatikan oleh
peneliti. Misalnya, dalam tesis S1 dari mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala,
yang harus menyelesaikan studinya dalam waktu 4 tahun dengan 1 tahun waktu untuk
penelitian, tidaklah mungkin untuk memilih masalah: “Apakah pemuliaan kelapa dengan
perkawinan silang akan menambah hasil per hektar?” karena:
Masalah yang dipilih harus mempunyai metode untuk memecahkannya dan harus pula
mempunyai kebenaran yang standar, dan dapat diterangkan. Misalnya, jika masalah yang
kita pilih berkenaan dengan jatuhnya kerajaan Romawi, maka masalah tersebut sukar
dipecahkan karena kompleksnya masalah, dan terdapat kekaburan data tentang jatuhnya
kerajaan Romawi. Karena terbatasnya data mengenai konsumsi beras serta pendapatan di
Aceh, misalnya, maka tidak mungkin melihat apakah terdapat perubahan terhadap marginal
propensity to consume dari beras di Aceh sejak tahun 1961 sampai dengan 2013? Karena
keterbatasan ilmu seorang sarjana, maka relatif sukar menentukan berapa besar pengaruh
adanya 7 industri besar terhadap under-employment di Aceh, karena metode mengukur
pengaruh serta mengukur under-employment belum lagi dipelajari oleh peneliti lulusan S1.
Masalah yang dipilih harus sesuai dengan equipment dan alat yang tersedia. Walaupun
equipment tidak perlu yang muluk(tinggi) serta kompleks, tetapi equipment yang dipunyai
haruslah dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Masalah yang dipilih harus
mempunyai equipment untuk kontrol kondisi ataupun untuk mencatat ketepatan.
Alat yang paling penting dalam memecahkan masalah adalah pikiran manusia itu sendiri
(the mind of man). Banyak penemuan ahli-ahli tidak menggunakan equipment dan
laboratorium yang komplit. Laboratorium Pasteur adalah kamar yang menyerupai gua.
Goodyear menemukan vulkanisasi dalam dapurnya di New England, sedangkan Mozart
menemukan sajak kuartet Magio Flute di rumah bola ketika sedang main biliar. Dalam hal
ini, yang menentukan pemilihan masalah adalah kondisi yang cukup mendukung untuk
pemecahan masalah. Dalam suasana yang tenang, masalah serta penulisan Sejarah India
telah dikerjakan oleh James Mill pada satu sudut meja, sedangkan di sudut yang lain duduk
anaknya Jhon Stuart Mill mempelajari Bahasa Yunan. Descrates terpaksa meninggalkan
Paris karena kondisi tidak memungkinkannya untuk menformulasikan masalah-masalah
akibat banyak sekali teman-temannya yang selalu menganggu. Von Braun baru sukses
merumuskan masalah misi angkasa setelah ia hijrah ke Amerika Serikat.
Biaya untuk pemecahan masalah harus selalu dipikirkan dalam memilih masalah. Jika
pemecahan masalah di luar jangkauan biaya, maka masalah yang ingin dipilih tidak fisibel
sama sekali. Mencocokkan masalah dengan biaya merupakan seni serta keterampilan
peneliti.
Masalah yang dipilih janganlah sekali-kali dikaitkan untuk kepentingan sendiri, dalam arti
untuk memperoleh keuntungan pribadi. Tidak heran jika kita lihat bahwa Charles Goodyear
yang menemukan vulkanisasi karet meninggal dunia dengan meninggalkan hutang sebesar
200 dolar Amerika, ataupun Le Blanc, ilmuwan Prancis yang menemukan cara memperoleh
alkali secara murah meninggal dunia dalam rumah miskin di Prancis. Camkanlah kata
Pasteur. “Saya tidak akan bekerja untuk uang, tetapi saya akan selalu bekerja untuk ilmu
pengetahuan” (I could never work for money, but I would always work for science).
Masalah yang dipilih harus mempunyai sponsor serta administrasi yang kuat. Lebih-lebih lagi
bagi penelitian mahasiswa, maka masalah yang dipilih harus diperkuat dengan adviser,
pembimbing ataupun tenaga ahli yang sesuai dengan bidangnya. Dalam penelitian-
penelitian besar, maka masalah yang dipilih harus didukung keuangannya oleh sponsor yang
kuat. Charles Darwin, adalah bangsawan Inggirs yang kaya, yang dapat mendukung
pemilihan masalah dalam penelitiannya. Lavoiser, adalah seorang ilmuwan yang
memperoleh pendapatannya setahun √60,000 dan banyak menggunakan uang tersebut
untuk penelitian.
Masalah yang dipilih harus tidak bertentangan dengan adat-istiadat, hukum yang berlaku,
maupun kebiasaan. Pilihlah masalah yang tidak akan menimbulkan kebencian orang lain.
Janganlah memilih masalah yang dapat menimbulkan pertentangan, baik fisik ataupun
itikad. Karenanya, masalah yang akan menimbulkan kesulitan, pertentangan, baik secara
individu ataupun kelompok haruslah dihindarkan, demi menjaga kesinambungan
profesionalisme dalam meneliti.
Masalah yang dipilih, selain mempunyai nilai ilmiah serta fisibel, juga harus sesuai dengan
kualifikasi si peneliti sendiri. Dalam hal ini, masalah yang dipilih sekurang-kurangnya:
Masalah yang dipilih harus menarik bagi si peneliti sendiri dan cocok dengan bidang
kemampuannya. Seseorang ahli pertanian haruslah memilih judul mengenai pertanian.
Tidaklah wajar, misalnya, seorang sarjana pertanian memilih masalah penelitiannya: apakah
faktor-faktor penyebab penyakit lumpuh pada anak-anak? Ataupun seorang sarjana hukum
memilih masalah yang berbunyi: Masalah yang dipilih harus menarik keingintahuan si
peneliti dan memberi harapan kepada peneliti untuk menemukan jawaban ataupun
menemukan masalah lain yang lebih penting dan lebih menarik.
Masalah yang dipilih harus sesuai dengan kualifikasi peneliti sendiri. Dengan perkataan lain,
sukar mudahnya masalah yang ingin dipecahkan harus sesuai dengan derajat ilmiah yang
dipunyai peneliti. Sudah terang, seorang peneliti yang mempunyai derajat ilmiah doctor
akan memilih masalah penelitian yang berbeda dengan seorang insinyur ataupun sarjana
hukum. Masalah yang dipilih harus sesuai dengan derajat daya nalar, sensitivitas terhadap
data, serta kemampuan peneliti dalam menghasilkan orisinalitas.
Sebenarnya banyak sekali masalah yang perlu dipecahkan berada di sekeliling peneliti. Yang
menjadi kendala untuk memperoleh masalah adalah kesanggupan peneliti menggali dan
mengidentifkasikan masalah serta mengetahui sumber-sumber di mana masalah penelitian
diperoleh dengan mudah. Sumber-sumber di mana masalah diperoleh, antara lain sebagai
berikut.