Anda di halaman 1dari 3

1.

TRAIT THEORIES (Teori SIfat)

Teori ini mengatakan bahwa kepemimpinan diidentifikasikan berdasarkan atas sifat atau ciri
yang dimiliki oleh para pemimpin. Pendekatan ini mengemukakan bahwa ada karakteristik
tertentu seperti fisik, sosialisasi, dan intelegensi (kecenderungan) yang esensial bagi
kepemimpinan yang efektif, yang merupakan kualitas bawaan seseorang

Para ahli teori awal berpendapat bahwa pemimpin yang lahir diberkahi dengan ciri-ciri fisik dan
kepribadian tertentu karakteristik yang membedakan mereka dari non-pemimpin. Teori sifat
mengabaikan asumsi tentang apakah ciri-ciri kepemimpinan bersifat genetik atau diperoleh.
Jenkins mengidentifikasi dua ciri; sifat-sifat yang muncul (yang sangat berat tergantung pada
keturunan) sebagai tinggi, kecerdasan, daya tarik, dan kepercayaan diri serta sifat keefektifan
(berdasarkan pengalaman atau pembelajaran), termasuk karisma, sebagai komponen
fundamental dari kepemimpinan (Ekvall & Arvonen, 1991). Max Weber mengistilahkan karisma
sebagai "kekuatan revolusioner terbesar, yang mampu menghasilkan sesuatu yang seutuhnya
orientasi baru melalui pengikut dan pengabdian pribadi yang lengkap kepada para pemimpin
yang mereka anggap diberkahi hampir supernatural magis, kualitas dan kekuatan super ”. Fokus
awal ini pada intelektual, fisik dan ciri-ciri kepribadian yang membedakan non-pemimpin dari
pemimpin menandakan penelitian yang hanya mempertahankan itu ada perbedaan kecil antara
pengikut dan pemimpin (Burns, 2003). Kegagalan dalam mendeteksi sifat-sifat yang mana
setiap pemimpin efektif memiliki kesamaan, menghasilkan pengembangan teori sifat, sebagai
tidak dapat diakses komponen, jatuh ke dalam ketidaksukaan. Pada akhir 1940-an, para sarjana
mempelajari ciri-ciri pemimpin militer dan non-militer masing-masing dan mengungkap
signifikansi ciri-ciri tertentu yang berkembang pada waktu-waktu tertentu.

2. BEHAVIORAL THEORIES (Teori Perilaku)

Perbedaan yang paling mendasar antara teori karakter dan teori perilaku adalah terletak pada
asumsi yang mendasarinya. Jika teori karakter yang benar, maka pada dasarnya kepemimpinan
dibawa dari lahir. Sedangkan jika teori perilaku yang benar, maka kepemimpinan bisa diajarkan atau
ditanamkan.

dimulai dari penelitian pada Universitas Negeri Ohio sekitar tahun 1940-an. Lebih dari 1.000
dimensi independen dari perilaku pemimpin diidentifkasi, namun pada akhirnya dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori yang secara mendasar menjelaskan kebanyakan perilaku
pemimpin. Mereka menyebut dua dimensi tersebut adalah struktur prakarsa (initiating structure)
dan pertimbangan (consideration).

telaah kepemimpinan juga dilakukan pada Pusat Riset dan Survai Universitas Michigan. Kelompok
Michigan juga sampai pada dua dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu: kepemimpinan berorientasi
karyawan dan berorientasi produksi. Hasil yang diperoleh dari kelompok Michigan adalah bahwa
pemimpin yang berorientasi karyawan lebih disukai dibandingkan pemimpin yang berorientasi
produksi.

pendekatan yang hanya menggunakan dua dimensi kepemimpinan dirasa kurang memadai untuk
memahami kepemimpinan pada masa 1990-an

Menurut teori ini, seseorang bisa belajar dan mengembangkan diri menjadi seorang pemimpin
yang efektif, tidak tergantung pada sifat-sifat yang sudah melekat padanya. Jadi seorang
pemimpin bukan dilahirkan untuk menjadi pemimpin, namun untuk menjadi seorang
pemimpin dapat dipelajari dari apa yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif ataupun dari
pengalaman

3. SITUTIONAL/CONTINGENCY THEORIES (Teori Situasional)

dikembangkan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard. Model yang mempunyai banyak pengikut ini
telah digunakan sebagai perangkat utama pelatihan pada lebih dari 400 perusahaan Fortune

Hal ini sedikit banyak sejalan dengan pandangan tokoh di Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantoro.
Menurut pandangan Ki Hajar Dewantoro, kepemimpinan dapat dilakukan dengan melalui
pendekatan: hing ngarso sung tuladha, hing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Jika
pemimpin memposisikan dirinya di depan, maka pemimpin harus mampu memberikan keteladana
atau contoh yang baik terhadap anak buahnya. Jika pemimpin memposisikan dirinya di tengah, maka
pemimpin dapat berperan sebagai seorang motivator. Jika pemimpin memposisikan dirinya di
belakang, maka pemimpin memberikan kepercayaan kepada bawahannya untuk menjalankan tugas
dan senantiasa mengawal kerja dan aktivitas bawahannya.

Teori kepemimpinan situasional mengusulkan gaya kepemimpinan itu


harus disesuaikan dengan kematangan bawahan (Bass, 1997). “Model
kepemimpinan situasional, pertama diperkenalkan pada tahun 1969,
berteori bahwa tidak ada cara yang tak tertandingi untuk memimpin
dan para pemimpin itu, agar efektif, harus mampu beradaptasi
dengan situasi dan mengubah gaya kepemimpinan mereka antara
berorientasi tugas dan berorientasi hubungan "

Ini adalah penyempurnaan dari sudut pandang situasional dan berfokus pada
mengidentifikasi variabel situasional yang paling baik memprediksi gaya
kepemimpinan yang paling tepat atau efektif agar sesuai dengan keadaan
tertentu, misalnya, teori kontingensi Fiedler

4. RECIPROCAL THEORIES (Teori Timbal-Balik)

teori yang mempelajari pengaruh pemimpin terhadap bawahannya dengan berfokus kepada hubungan
timbal balik pemimpin dengan bawahannya.

konsep kepemimpinan sebagai sebuah proses yang dipusatkan pada interaksi antara pemimpin dan
anggotanya. Teori ini menggambarkan bagaimana seorang pemimpin dan anggota secara individual
mengembangkan sebuah hubungan seperti mereka saling mempengaruhi dan merundingkan peran
bawahan dalam organisasi. Ketika hubungan berkembang, ruang gerak yang diberikan supervisor pada
bawahan akan meningkat yang kemudian secara positif berhubungan dengan sikap-sikap yang
menguntungkan seperti kepuasan kerja dan komitmen organisasi

pemimpin yang memperlakukan pengikutnya bukan hanya sebagai bawahan, tetapi sebagai rekan kerja
akan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan karyawan yang dipercaya sebagai rekan kerja
karena terdapat unsur kepercayaan di dalam hubungan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai