Anda di halaman 1dari 3

Mengenal 5 Jenis Perilaku Tidak Aman

(Unsafe Acts)
Data-data kecelakaan masa lampau menunjukan bahwa terdapat porsi besar yang diberikan
kesalahan manusia (human error) terhadap kecelakaan yang terjadi. Joshcek menyebutkan
bahwa 80-90% kecelakaan yang terjadi di Industri Proses Kimia disumbang oleh kesalahan
manusia. Sementara itu, Shappell dan Wiegmann menyebutkan bahwa 70 hingga 80%
kecelakaan di dunia aviasi memiliki penyebab dari aspek kesalahan manusia.

Wiegmann dan Shappell melihat ini sebagai sebuah tantangan, kemudian mereka
merumuskan Human Factors Analysis and Classification System (HFACS) di tahun 2000.
HFACS yang dikembangkan mereka dari Teori Swiss Cheese James Reason ini menyebutkan
bahwa perilaku tidak aman (unsafe acts) menjadi “keju pertahanan” terakhir sebelum
terjadinya kecelakaan.

Dalam penjelasannya, perilaku tidak aman ataupun human error, tidak murni selalu berasal
dari sang pelaku saja namun banyak faktor yang berkontribusi dalam perilaku tersebut. Maka
tidak tepat jika kesalahan hanya dilimpahkan kepada pelaku.

Perilaku tidak aman kemudian dibedakan menjadi 2 jenis: kesalahan (errors) dan
pelanggaran (violations). Masing-masing jenis perilaku tidak aman tersebut kemudian
memiliki pembagiannya sendiri seperti dalam gambar di bawah:

Berikut adalah 5 jenis perilaku tidak aman di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja:

1. Kesalahan (Error)
o Kesalahan dalam Membuat Keputusan (Decision Error)

Decision Error lahir dari sebuah perilaku yang niat dan pelaksanaannya sudah sesuai namun
terbukti tidak tepat dengan kondisi yang ada. Error jenis ini terjadi karena pelaku tidak
memiliki pengetahuan yang cukup atau hanya memang salah memilih. Error yang termasuk
kategori decision error adalah procedural error, poor choices, problem solving error.

Procedural error atau rule based mistakes biasa terjadi dalam sebuah tugas/pekerjaan yang
memiliki tahapan struktur yang rumit seperti “jika kejadian X muncul maka lakukanlah Y”.
Sebagai contoh, seorang pilot memiliki prosedur yang lengkap untuk menghadapi semua fase
ketika terbang, namun kesalahan tetap bisa terjadi terutama ketika pilot salah mendiagnosa
permasalahan yang ada.

Poor choices atau knowledge based mistakes terjadi ketika situasi yang dihadapi
membutuhkan sebuah keputusan yang dibuat dari banyaknya pilihan yang ada. Sebagai
contoh, seorang pilot yang melakukan penerbangan pulang ke rumahnya setelah seminggu
lebih mengudara dihadapkan dengan badai disertai petir di depan matanya. Dia dapat
memilih untuk terbang ke area lain sambil menunggu badai selesai untuk memastikan
pesawat selamat atau justru memilih masuk ke dalam badai dan segera bertemu dengan
keluarganya. Kesalahan ini terjadi karena lemahnya pengalaman atau ada faktor lain di luar
yang mempengaruhi keputusan.
Proble solving error terjadi ketika masalah yang terjadi tidak dimengerti dengan baik,
prosedur formal tidak tersedia, begitupun dengan pilihan respons yang tidak ada. Biasanya
kesalahan ini terjadi ketika seorang pilot masuk ke dalam sebuah keadaan di mana tak
seorang pun pernah berada dalam keadaan tersebut.

 Kesalahan berbasis Kemampuan (Skill Based Error)

Kesalahan yang termasuk skill based error adalah attention failure, memory error, technique
error

Attention failure adalah sebuah kegagalan manusia yang sering terjadi pada pekerja dengan
tingkat automasisasi yang tinggi. Contohnya adalah seorang pilot  terlalu fokus untuk
memperbaiki lampu peringatan dan tidak menyadari pesawatnya semakin turun hingga ke
ketinggian yang berbahaya. Contoh lain adalah seorang pengendara mobil yang tidak bisa
keluar dari area parkir karena terlalu terburu-buru menyelesaikan hal lain atau karena
melamun.

Memory error dipandang sebagai sebuah kegagalan untuk mengingat item ceklist, tempat
atau agenda pekerja selanjutnya. Sebagai contoh adalah ketika kita membuka pintu kulkas
namun kita lupa untuk mengambil apa. Memory error ini sangat berbahaya apabila terjadi
pada saat darurat di mana kita mendapatkan tekanan.

Technique error adalah salah satu kesalahan yang banyak muncul dalam proses investigasi
kecelakaan. Technique error ini tidak bergantung dari pendidikan, pelatihan dan pengalaman
kerja. Sebagai contoh, terdapat 2 pilot dengan training, pengalaman dan jam terbang yang
identik dapat saja berbeda dalam menerbangkan pesawat, seorang pilot dapat menerbangkan
pesawat dengan gagah dan halus seperti Elang sementara yang lainnya menerbangkan
pesawat dengan sedikit cerewet seperti burung gagak.

 Kesalahan dalam persepsi (Perceptual Errors) 

Kesalahan persepsi dapat muncul ketika persepsi seseorang berbeda dengan kenyataan
sebenarnya. Persepsi ini diakibatkan oleh alat indra yang mengalami degradasi fungsi atau
berlaku tidak normal. Kejadian seperti ini akan membuat ilusi visual (visual illusion) dan
disorientasi spasial (spatial disorientation) pada pilot sehingga menyebabkan pilot salah
mempersepsikan ketinggian, arah, dan kecepataan pesawat.

Ilusi visual terjadi ketika otak mencoba untuk mengisi celah dalam kondisi lingkungan yang
tidak bersahabat secara visual seperti terbang ketika malam atau cuaca buruk. Sedangkan
disorientasi spasial terjadi ketika sistem keseimbangan tubuh tidak mampu melihat orientasi
tempat sehingga pilot akan memilih untuk menebak. Disorientasi spasial biasanya terjadi
ketika garis horizon tidak terlihat dalam penerbangan malam hari atau cuaca buruk.

Patut digaris bawahi di sini adalah kesalahan bukan terjadi ketika ilusi visual ataupun
disorientasi spasial, kesalahan justru terjadi dalam keputusan yang diambil setelah masalah
tersebut terjadi.

2. Pelanggaran (Violations)
Banyak data kecelakaan yang timbul dari kesalahan yang dibuat oleh suatu organisasi karena
melanggar regulasi yang ada. Pelanggaran diterjemahkan sebagai sebuah pengacuhan secara
sadar terhadap peraturan yang ada. Jenis pelanggaran dibagi menjadi 2, yaitu pelanggaran
rutin dan pelanggaran pengecualian (Exceptional)

Pelanggaran rutin adalah pelanggaran yang sudah kebiasaan dari alam (habitual by nature)
dan sering ditoleransi oleh otoritas pemerintah. Misalnya adalah seorang pengendara Kopaja
yang secara konsisten berkendara 5-10 mph lebih cepat dari rambu yang ditetapkan namun
tetap tidak ada tindakan tegas dari otoritas pemerintah. Baru ketika ada sebuah razia tiba-tiba
yang diadakan dan pengendara tersebut terlihat, maka pastinya pengendara tersebut
ditetapkan bersalah dan dihukum.

Tidak seperti pelanggaran rutin, pelanggaran pengecualian muncul dari sebuah perilaku
melanggar peraturan yang tidak normalnya dilakukan oleh sang pelanggar dan tidak dianggap
baik oleh manajemen sang pelanggar. Misalnya adalah seorang pengemudi taksi yang tidak
biasa berkendara lebih dari 100 mph namun ia berkendara di angka 120 mph.

REFERENSI

American Institute of Chemical Engineers. (1994). Guidelines for Preventing Human Error
in Process Safety. New York: Center for Chemical Process Safety.

Shappell, S. A., & Wiegmann, D. A. (2000). The Human Factors Analysis and Classification
System – HFACS. Washington: U.S. Department of Transportation Federal Aviation
Administration.

Anda mungkin juga menyukai