Anda di halaman 1dari 5

1.

Kisah Teladan Nabi tentang Kelembutan Hati terhadap Orang yang


Menyakitinya

Pada suatu hari terdapat seorang pengemis Yahudi buta yang selalu berteriak dan menghina
Nabi Muhammad SAW. Pengemis tersebut selalu ditemani oleh seseorang yang senantiasa
menyuapi dengan penuh lembut dan kasih sayang. Suatu waktu, seseorang tersebut tidak
datang kembali untuk menyuapi dan tergantikan oleh sahabat Rasulullah yaitu Abu Bakar As-
Shidiq. Seketika sang pengemis hanya ingin disuapi oleh seseorang sebelumnya dan rasa
nyaman dan sayang mengisi hatinya.

Kemudian satu sahabat terbaik Nabi Muhammad SAW itupun berkata,

“Memang, benar, Aku bukan orang yang biasa datang membawa makanan dan memberimu
suapan atas makanan itu. Aku memang tidak bisa selemah lembut orang itu.”

“Ketahuilah bahwa Aku adalah salah satu sahabat orang yang setiap hari menyuapimu
tersebut. Orang yang dulu biasa ke sini dan memberimu makan dan menyuapimu telah wafat.
Aku hanya ingin melanjutkan amalan yang ditinggalkan orang tersebut, karena Aku tidak
ingin melewatkan satu pun amalannya setelah kepergiannya.”

Lalu si pengemis buta Yahudi tersebut terdiam sejenak dan bertanya kepada Abu Bakar siapa
orang yang selama ini  memberinya makan dan juga menyuapinya.

“Ketahuilah, bahwa Ia adalah Muhammad, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Orang


yang setiap hari kau hinakan dan kau rendahkan di depan orang banyak di pasar ini,” jawab
Abu Bakar kepada pengemis buta itu.

Seketika pengemis Yahudi yang buta itu tertegun dan kaget terngiang, tak ada kata yang
keluar dari mulutnya namun tampak bibirnya bergetar. Air mata pengemis buta itu perlahan
membasahi pipinya yang mulai berkeriput tua. Si pengemis buta tersadar, betapa orang yang
selama ini ia hinakan justru memperlakukannya dengan lemah lembut dan penuh kasih
sayang. Lantas pengemis tersebut merasa lebih hina dari apapun yang ada di dunia ini.

Ia seraya berkata

“Selama ini aku telah menghinanya, memfitnahnya, bahkan saat Muhammad ada di
sampingku sedang menyuapi aku. Tapi dia tidak pernah memarahiku. Dia malah dengan
sabar melembutkan makanan yang di masukkan ke dalam mulutku. Dia begitu mulia.” Kata
pengemis buta dalam isakannya.

Lantas seketika saat itu juga, Si Pengemis Yahudi buta segera bersaksi di hadapan Abu Bakar
Ash Shiddiq. Ia mengucapkan dua kalimat syahadat ‘La ilaha illallah Muhammadar
Rasulullah.’ Pengemis buta memilih untuk memeluk Islam setelah sumpah serapahnya
kepada Muhammad SAW dibalas dengan kasih sayang oleh motivator handal tersebut.
Selayaknya kita harus selalu mendo’akan dan tetap berbuat baik kepada seseorang yang
menghina/menyakiti hati kita kelak kebaikan akan mengalir.

Allah SWT berfirman,

َ‫َوأَ ْنفِقُوا فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َواَل تُ ْلقُوا بِأ َ ْي ِدي ُك ْم إِلَى التَّ ْهلُ َك ِة ۛ َوأَحْ ِسنُوا ۛ إِ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِين‬
Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)

2. Ketulusan Hati Rasulullah terhadap Hamba Sahaya

Kisah seorang budak yang paling beruntung dan  menjadi warisan bagi Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam . Setelah menikah dengan Khodijah radhiallahu’anha, Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam memerdekakannya. Dialah yang telah merawat Nabi Muhammad shalallahu
‘alaihi wa sallam sewaktu kecil, sehingga beliau menganggapnya seperti ibu sendiri. Dan
bertambah pula keutamaan Ummu Aiman dengan adanya Usamah bin Zaid, putra mereka
yang menjadi kesayangan Rasulullah SAW.

Sebelumnya dalam perjalanan pulang dari mengunjungi saudara-saudara suaminya dari Bani
Najjar di Yatsrib (Madinah), ajal menjemput Aminah binti Wahab. Beliau meninggalkan
putranya yang telah yatim dan baru berumur empat tahun bersama seorang hamba sahaya.
Hamba sahaya tersebutlah yang merawat dan menemaninya dalam kesedihan ditinggal sang
ibunda. Ia juga menemani melintasi perjalanan menuju ke Mekah dalam terik matahari serta
panasnya batu dan pasir gurun.

Anak tersebut ialah Muhammad bin Abdullah (Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam) dan
budak itu adalah Ummu Aiman Al-Habasyiyyah radhiallahu’anha. Sebelum memeluk Islam,
seorang hamba sahaya Zaid dilahirkan sebagai seorang Nasrani. Saat ia masih kecil, ia ikut
bepergian dengan ibunya dalam suatu kafilah namun segerombolan perampok menghadang
mereka dan menculik Zaid. Ia kemudian di jaul dan jatuh ditangan Hakim dan ia
menghadiahkan Zaid kepada Khadijah, isteri nabi Muhammad SAW.

Setelah menikah dengan Rasul, Khadijah menghadiahkan Zaid kepada beliau dan beberapa
orang dari salah satu rombongan haji melihat Zaid. Saat itu beliau berada di Mekah,
kemudian mereka memberitahukan hal tersebut kepada ayah Zaid. Sang ayah yang sudah
mencari anaknya dan hampir putus asa kemudian pergi ke Mekah untuk menjemput anaknya
meskipun ia harus menebusnya.

Baca Juga: Penjelasan Jenis Haji Ifrad, Qiran, dan Tamattu

Pada saat tiba di Mekah, Rasul bertemu dengan ayah Zaid dan di mata sang ayah yang
terlihat berduka menyentuh hati Rasulullah. Kemudian ia memerdekan Zaid tanpa syarat
apapun. Meskipun demikian, Zaid menolak untuk pergi. Seraya ia berkata

“Aku tidak akan pergi, aku lebih mencintai engkau daripada ayah dan ibu kandungku
sendiri.”

Ketulusan hati Rasulullah dengan memerdekakan budak dan mempermudah urusan orang
lain patut untuk di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada Hadits Riwayat Muslim,

“Barangsiapa yang membantu menghilangkan satu kesedihan (kesusahan) dari sebagian


banyak kesusahan orang mukmin ketika didunia maka Allah akan menghilangkan satu
kesusahan (kesedihan) dari sekian banyak kesusahan dirinya pada hari kiamat kelak. Dan
barangsiapa yang memberikan kemudahan (membantu) kepada orang yang kesusahan,
niscaya Allah akan membantu memudahkan urusannya didunia dan di akhirat. Dan
barangsiapa yang menutup aib orang muslim , niscaya Allah akan menutup aibnya dunia dan
akhirat. Sesungguhnya Allah akan selalu menolong seorang hamba selama dia gemar
menolong saudaranya.”
1. Ketegasan Nabi Muhammad SAW yang Memberikan Hidayah

Nabi Muhammad SAW dapat berperilaku tegas dan tetap dengan kelembutan, sehingga tidak
menyakiti hati umatnya. Beliau tidak pernah berkata maupun berlaku kasar kepada mereka
yang menghinanya. Adapun terdapat suatu kisah teladan nabi yang menceritakan tentang
bagaimana Rasulullah memotong lidah seseorang sehingga menyadarkan hati seseorang
tersebut. Beliau memperlakukan umatnya dengan penuh kelembutan hati dan tulus mewarnai
kehidupan disekelilingnya.

Pada saat Perang Hunain berkecamuk, Nabi Muhammad SAW mengangkat senjata melawan
Suku Hawazin dan Quraisy yang dipimpin oleh Alabak. Kemudian kedua pasukan tersebut
bertempur di medan Hunain, yang jaraknya sekitar tiga mil dari Mekah. Nabi Muhammad
Saw dan pasukannya berhasil mengalahkan kaum Quraisy dan mendapatkan banyak harta
rampasan perang. Rasulullah sedang membagi-bagikan empat perlima dari harta rampasan
perang yang diperoleh kepada orang-orang ikut berperang seperti biasa yang ia lakukan.

Kemudian bagian seperlimanya untuk Rasulullah sendiri dan dibagikannya kepada anggota
keluarga yang beliau kehendaki. Dari salah seorang penerima, Abbas seorang penyair yakni
merasa tidak puas atas apa yang ia peroleh. Kemudian ia mengumpat Rasulullah SAW
dengan cara membacakan syair yang tidak mengenakkan hati. Rasulullah pun mendengar
syair tersebut kemudian tersenyum dan seraya berkata

“Bawa orang itu pergi dari sini dan potong saja lidahnya!”

Pada saat itu Umar sedang marah melihat perbuatan Abbas yang hampir saja melaksanakan
perintah Rasulullah untuk memotong lidahnya. Seketika Ali tiba-tiba menyeret Abbas dan
membawanya ke lapangan dimana binatang ternak rampasan dikumpulkan.

“Ambillah sebanyak yang kau mau”

“Apa?” Tanya Abbas kepada Ali dengan rasa tak percaya.

“Beginikah cara Nabi memotong lidahku? Demi Allah, aku tidak akan mengambil sedikitpun
harta ini“kata Abbas sambil menahan malu.

Sejak saat itu ia pun menyusun dan membacakan syair kecuali yang berisi pujian kepada
Rasulullah SAW. Hidayah menyelimuti hati Abbas menjadi umat yang berperilaku terpuji
dan bertutur kata dengan baik atas karena ketegasan Nabi Muhammad SAW.

Allah SWT berfirman,

ِ َّ‫ُم َح َّم ٌد َرسُو ُل هَّللا ِ ۚ َوالَّ ِذينَ َم َعهُ أَ ِش َّدا ُء َعلَى ْال ُكف‬
‫ار ُر َح َما ُء بَ ْينَهُ ْم ۖ تَ َراهُ ْم ُر َّكعًا ُس َّجدًا يَ ْبتَ ُغونَ فَضْ اًل ِمنَ هَّللا ِ َو ِرضْ َوانًا ۖ ِسي َماهُ ْم‬
‫ۚ فِي ُوجُو ِه ِه ْم ِم ْن أَثَ ِر ال ُّسجُو ِد‬

Artinya: “Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia
adalah keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka ”. (Al-Fath : 29)
2. Sifat Nabi Muhammad SAW yang senantiasa Memberi dan Mengasihi

Roda berputar mengayuhkan kehidupan Rasulullah yang penuh dengan nilai kehidupan suri
tauladan. Pada saat kondisi kesehatan Rasulullah semakin memburuk karena sakit yang
beliau derita. Beliau bertanya pada Aisyah Ra tentang uang yang ia titipkan padanya sebelum
ia menderita sakit. Beliau lupa bahwa ia pernah menitipkan uang dan teringat saat penyakit
ada pada dirinya.

Kemudian Nabi Muhammad bertanya dengan suara parau,

“Aisyah, dimana uang yang pernah kutitipkan padamu sebelum sakit?” .

Lalu Rasulullah berkata kembali

“tolong kau bagikan uang itu di jalan Allah. Karena aku akan malu bertemu Allah SWT yang
dicintai, sedangkan dirumahnya masih ada timbunan dan simpanan uang.”

Nabi Muhammad SAW selalu bersedekah dan memudahkan urusan umat disekitarnya,

Allah SWT berfirman,

ُ ‫اعفُ لِ َم ْن يَ َشا ُء ۗ َوهَّللا‬ ْ ‫َمثَ ُل الَّ ِذينَ يُ ْنفِقُونَ أَ ْم َوالَهُ ْم فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة أَ ْنبَت‬
َ ‫َت َس ْب َع َسنَابِ َل فِي ُك ِّل ُس ْنبُلَ ٍة ِمائَةُ َحبَّ ٍة ۗ َوهَّللا ُ ي‬
ِ ‫ُض‬
‫َوا ِس ٌع َعلِي ٌم‬

Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan


hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir,
pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah
2:261)

Anda mungkin juga menyukai