Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

IMPLIKASI PERNIKAHAN DALAM PEMBENTUKAN KELUARGA


SAKINAH YANG BERAKHLAKUL KARIMAH
Disusun sebagai salah satu tugas mata Kuliah Materi PAI
Dosen : Drs. H. Omo Karsono, M.M.

Disusun oleh :
Kelompok 11 :

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang telah memberi kekuatan
kepada kita untuk selalu taat beribadah kepada-Nya.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Pemimpin ummat
seluruh dunia, Rasulullah SAW. Semoga syafa’atnya sampai kepada kita semua selaku
ummat akhir zaman.
Dalam kesempatan ini Alhamdulillah Penulis dapat menyelesaikan makalah sebagai
tugas mata kuliah Materi PAI yang berjudul “IMPLIKASI PERNIKAHAN DALAM
PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH YANG BERAKHLAKUL KARIMAH”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata, semoga apa yang ada dalam isi makalah ini bisa bermanfaat khususnya
bagi penulis umumnya bagi semua para pembaca.

Yogyakarta, 14 Desember 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A.      LATAR BELAKANG.............................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
A.      ARTI PERNIKAHAN DALAM ISLAM................................. 3

B.       FUNGSI KELUARGA DALAM  ISLAM............................... 3

C.       MENEGAKKAN KELUARGA SAKINAH SEBAGAI SALAH SATU


FUNGSI KELUARGA................................... 6
D.      FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK KELUARGA
SAKINAH................................................................................. 7

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A.      KESIMPULAN......................................................................... 11

B.       SARAN.............................................................. ...................... 11


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Dalam Annual Report tahun 2004, UNFPA sebuah badan PBB yang menangani
masalah kependudukan antara lain merekomendasikan perlunya penanganan serius terhadap
hubungan antar generasi yang kurang harmonis, serta perhatian lebih besar terhadap masalah
remaja.
Rekomendasi tersebut tampaknya cukup beralasan bila kita cermati realitas kondisi
sosial masyarakat. Di Jakarta misalnya, tawuran pelajar belum juga mereda. Penggunaan
NAZA bahkan sudah merambah pedesaan, juga fakta pelacuran ABG yang membuat kita
semua terperangah. Angka pengidap HIV dipercaya berkisar ratusan ribu orang sampai tahun
2010 nanti, dan akhirnya hati kita semakin terpilin perih oleh kenyataan merebaknya anak
jalanan akhir-akhir ini.
Penelaahan kita pada berbagai fakta di atas membawa kita pada perkiraan “something
wrong is going on“. Kita dihadapkan pada kenyataan kegelisahan sosial yang semakin
bergolak. Kita melihat wajah-wajah hampa tak tentu tujuan, kita pun bisa merasakan ada hati-
hati yang sepah, senyap, dan begitu asing dari kehangatan. Kita tahu itu semua. Hanya
kemudian, kita belum memutuskan, apakah kita akan sungguh sungguh hadir dan
menghadirkan realitas itu dalam ruang kepedulian kita?
Berbagai ekspresi ketidakseimbangan sosial yang kita lihat menggambarkan
kebutuhan yang sangat mendesak terhadap situasi yang lebih kondusif sesuai fitrah manusia.
Situasi yang membuat semua orang menjadi berdaya dan mampu menghadapi berbagai
terpaan sosial. Situasi yang sedemikian itu, keluargalah yang mampu memberikannya.
Keluarga sebagai basis inti masyarakat, adalah wahana yang paling tepat untuk
memberdayakan manusia dan ‘mencekal’ berbagai bentuk frustasi sosial, ini adalah hal yang
aksiomatis dan universal. Masyarakat Eropa misalnya, saat ini para sosiolog mereka merasa
gelisah karena prediksi kepunahan bangsa. Betapa tidak, tatanan, sakralitas dan antusiasme
terhadap keluarga sudah tipis sekali di kalangan muda mereka. Ini tentu saja berdampak
buruk terhadap angka pertumbuhan penduduk. Hingga iming-iming berbagai hadiah dan
fasilitas dari pemerintah bagi ibu yang melahirkan dan keluarganya, tidak membuat mereka
bergeming. Berbagai penyakit sosial pun muncul. Mulai dari angka bunuh diri yang tinggi
hingga anomali kemanusiaan yang lain.
Ini adalah saat yang tepat untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap
keluarga, khususnya dalam skala nasional. Berbagai pelajaran di atas menyuarakan hal ini.
Dan ini adalah tugas kita bersama.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    ARTI PERNIKAHAN DALAM ISLAM
Dalam menganjurkan ummatnya untuk melakukan pernikahan, Islam tidak semata-
mata beranggapan bahwa pernikahan merupakan sarana yang sah dalam pembentukan
keluarga, bahwa pernikahan bukanlah semata sarana terhormat untuk mendapatkan anak yang
sholeh, bukan semata cara untuk mengekang penglihatan, memelihara fajar atau hendak
menyalurkan biologis, atau semata menyalurkan naluri saja. Sekali lagi bukan alasan tersebut
di atas.
Akan tetapi lebih dari itu Islam memandang bahwa pernikahan sebagai salah satu
jalan untuk merealisasikan tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek
kemayarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh mendasar terhadap kaum
muslimin dan eksistensi ummat Islam.
B.     FUNGSI KELUARGA DALAM ISLAM
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, perlu diberdayakan fungsinya
agar dapat mensejahterakan ummat secara keseluruhan. Dalam Islam fungsi keluarga
meliputi :
1.      Penerus Misi Ummat Islam
Dalam sejarah dapat kita lihat, bagaimana Islam sanggup berdiri tegap dan tegar
dalam menghadapi berbagai ancaman dan bahaya, bahkan Islam dapat menyapu bersih
kekuatan musryik dan sesat yang ada, terlebih kekuatan Romawi dan Persia yang pada waktu
itu merupakan Negara adikuasa di dunia.
Menurut riwayat Abu Zar’ah Arrozi bahwa jumlah kaum muslimin ketika Rasulullah Saw
wafat sebanyak 120.000 orang pria dan wanita. Para sahabat sebanyak itu kemudian
berguguran dalam berbagai peperangan, ada yang syahid dalam perang jamal atau perang
Shiffin. Namun sebagian besar dari para syuhada itu telah meninggalkan keturunan yang
berkah sehingga muncullah berpuluh “singa” yang semuanya serupa dengan sang ayah dalam
hal kepahlawanan dan keimanan. Kaum muslimin yang jujur tersebut telah menyambut
pengarahan Nabi-nya: “Nikah-lah kalian, sesungguhnya aku bangga dengan jumlah kalian
dari ummat lainnya, dan janganlah kalian berfaham seperti rahib nashrani” .
Demikianlah, berlomba-lomba untuk mendapatkan keturunan yang bermutu
merupakan faktor penting yang telah memelihara keberadaan ummat Islam yang sedikit. Pada
waktu itu menjadi pendukung Islam dalam mempertahankan kehidupannya.
2.      Perlindungan Terhadap Akhlaq
Islam memandang pembentukan keluarga sebagai sarana efektif memelihara pemuda
dari kerusakan dan melidungi masyarakat dari kekacauan. Karena itulah bagi pemuda yang
mampu dianjurkan untuk menyambut seruan Rosul.
“Wahai pemuda! Siapa di antara kalian berkemampuan maka menikahlah. Karena nikah
lebih melindungi mata dan farji, dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaklah
shoum, karena shoum itu baginya adalah penenang” ( HR.AL-Khosah dari Abdullah bin
Mas’ud ).
3.      Wahana Pembentukan Generasi Islam
Pembentukan generasi yang handal, utamanya dilakukan oleh keluarga, karena
keluargalah sekolah kepribadian pertama dan utama bagi seorang anak. Penyair kondang
Hafidz Ibrohim mengatakan: “Ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya. Bila engaku
mendidiknya berarti engkau telah menyiapkan bangsa yang baik perangainya“. Ibu sangat
berperan dalam pendidikan keluarga, sementara ayah mempunyai tugas yang penting yaitu
menyediakan sarana bagi berlangsungnya pendidikan tersebut. Keluarga-lah yang
menerapkan sunnah Rosul sejak bangun tidur, sampai akan tidur lagi, sehingga bimbingan
keluarga dalam melahirkan generasi Islam yang berkualitas sangat dominan.
4.      Memelihara Status Sosial dan Ekonomi
Dalam pembentukan keluarga, Islam mempunyai tujuan untuk mewujudkan ikatan
dan persatuan. Dengan adanya ikatan keturunan maka diharapkan akan mempererat tali
persaudaraan anggota masyarakat dan antar bangsa.
Islam memperbolehkan pernikahan antar bangsa Arab dan Ajam (non Arab), antara
kulit hitam dan kulit putih, antara orang Timur dan orang Barat. Berdasarkan fakta ini
menunjukkan bahwa Islam sudah mendahului semua “sistem Demokrasi ” dalam
mewujudkan persatuan Ummat manusia. Bernard Shaw mengatakan:
“Islam adalah agama kebebasan bukan agama perbudakan, ia telah merintis dan
mengupayakan terbentuknya persaudaraan Islam sejak Seribu Tiga Ratus Lima Puluh tahun
yang lalu, suatu prinsip yang tidak pernah dikenal oleh bangsa Romawi, tidak pernah
ditemukan oleh bangsa Eropa dan bahkan Amerika Modern sekalipun “.
Selanjutnya mengatakan:
“Apabila Anda bertanya kepada seorang Arab atau India atau Persia atau Afganistan,
siapa anda? Mereka akan menjawab “Saya Muslim (orang Islam)”. Akan tetapi apabila anda
bertanya pada orang Barat maka ia akan menjawab “Saya orang Inggris, saya orang Itali, saya
orang Perancis”. Orang Barat telah melepaskan ikatan agama, dan mereka berpegang teguh
pada ikatan darah dan tanah air”.
Untuk menjamin hubungan persudaraan yang akrab antara anak-anak satu agama,
maka Islam menganjurkan dilangsungkannya pernikahan dengan orang-orang asing (jauh),
karena dengan tujuan ini akan terwujud apa-apa yang tidak pernah direalisasikan melalui
pernikahan keluarga dekat.
Selain fungsi sosial, fungsi ekonomi dalam berkeluarga juga akan nampak. Mari kita
simak hadist Rosul “Nikahilah wanita, karena ia akan mendatangkan Maal”(HR. Abu
Dawud, dari Urwah RA). Maksud dari hadist tersebut adalah bahwa perkawinan merupakan
sarana untuk mendapatkan keberkahan, karena apabila kita bandingkan antara kehidupan
bujangan dengan yang telah berkeluarga, maka akan kita dapatkan bahwa yang telah
berkeluarga lebih hemat dan ekonomis dibandingkan dengan yang bujangan. Selain itu orang
yang telah berkeluarga lebih giat dalam mencari nafkah karena perasaan bertanggung jawab
pada keluarga daripada para bujangan.
5.      Menjaga Kesehatan
Ditinjau dari segi kesehatan, pernikahan berguna untuk memelihara para pemuda dari
kebiasaan onani yang banyak menguras tenaga, dan juga dapat mencegah timbulnya penyakit
kelamin.
6.      Memantapkan Spiritual (Ruhiyyah)
Pernikahan berfungsi sebagai pelengkap, karena ia setengah dari keimanan dan
pelapang jalan menuju sabilillah, hati menjadi bersih dari berbagai kecendrungan dan jiwa
menjadi terlindung dari berbagai waswas.
C.    Menegakkan Keluarga Sakinah sebagai Salah Satu Fungsi Keluarga
Selain fungsi keluarga tersebut di atas, fungsi kesakinahan merupakan kebutuhan
setiap manusia. Karena keluarga sakinah yang berarti: keluarga yang terbentuk dari pasangan
suami istri yang diawali dengan memilih pasangan yang baik, kemudian menerapkan nilai-
nilai Islam dalam melakukan hak dan kewajiban rumah tangga serta mendidik anak dalam
suasana mawaddah warahmah. Sebagaimana dianjurkan Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21
yang artinya:

‫َوم ِۡن َءا ٰ َي ِت ِهۦٓ أَ ۡن َخ َل َق َل ُكم م ِّۡن أَنفُسِ ُكمۡ أَ ۡز ٰ َو ٗجا لِّ َت ۡس ُك ُن ٓو ْا إِ َل ۡي َه ا َو َج َع َل َب ۡي َن ُكم م ََّو َّد ٗة َو َر ۡح َم ۚ ًة إِنَّ فِي‬
٢١ ‫ُون‬ َ ِ‫ٰ َذل‬
َ ‫ك أَل ٓ ٰ َيتٖ لِّ َق ۡو ٖم َي َت َف َّكر‬
Artinya :“Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ia ciptakan untukmu pasangan-
pasangan dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenang kepadanya dan dijadikannya
diantaramu rasa cinta dan kasih saying. Sesungguhnya dalam hal ini terdapat tanda-tanda
kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan”. (QS. Ar-Ruum:21)

D.  Faktor-Faktor Pembentukan Keluarga Sakinah


1.      Faktor Utama:
Untuk membentuk keluarga sakinah, dimulai dari pranikah, pernikahan, dan
berkeluarga. Dalam berkeluarga ada beberapa hal yang perlu difahami, antara lain :
a.       Memahami hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami
1)      Menjadikannya sebagai Qowwam (yang bertanggung jawab)
         Suami merupakan pemimpin yang Allah pilihkan
         Suami wajib ditaati dan dipatuhi dalam setiap keadaan kecuali yang bertentangan dengan
syariat Islam.
2)      Menjaga kehormatan diri
         Menjaga akhlak dalam pergaulan
         Menjaga izzah suami dalam segala hal
         Tidak memasukkan orang lain ke dalam rumah tanpa seizin suami
3)      Berkhidmat kepada suami
         Menyiapkan dan melayani kebutuhan lahir batin suami
         Menyiapkan keberangkatan
         Mengantarkan kepergian
         Suara istri tidak melebihi suara suami
         Istri menghargai dan berterima kasih terhadap perlakuan dan pemberian suami
b.      Memahami hak istri terhadap suami dan kewajiban suami terhadap istri
1)      Istri berhak mendapat mahar
         Mendapat perhatian dan pemenuhan kebutuhan lahir batin
         Mendapat nafkah: sandang, pangan, papan
         Mendapat pengajaran Diinul Islam
         Suami memberikan waktu untuk memberikan pelajaran
         Memberi izin atau menyempatkan istrinya untuk belajar kepada seseorang atau lembaga dan
mengikuti perkembangan istrinya
         Suami memberi sarana untuk belajar
         Suami mengajak istri untuk menghadiri majlis ta’lim, seminar atau ceramah agama
2)      Mendapat perlakuan baik, lembut dan penuh kasih saying

         Berbicara dan memperlakukan istri dengan penuh kelembutan lebih-lebih ketika haid, hamil
dan paska lahir
         Sekali-kali bercanda tanpa berlebihan
         Mendapat kabar perkiraan waktu kepulangan
         Memperhatikan adab kembali ke rumah
2.      Faktor Penunjang
a.       Realistis dalam kehidupan berkeluarga
         Realistis dalam memilih pasangan
         Realistis dalam menuntut mahar dan pelaksanaan walimahan
         Realistis dan ridho dengan karakter pasangan
         Realistis dalam pemenuhan hak dan kewajiban
b.      Realistis dalam pendidikan anak
Penanganan Tarbiyatul Awlad (pendidikan anak) memerlukan satu kata antara
ayah dan ibu, sehingga tidak menimbulkan kebingungan pada anak. Dalam memberikan
ridho’ah (menyusui) dan hadhonah (pengasuhan) hendaklah diperhatikan muatan:
         Tarbiyyah Ruhiyyah (pendidikan mental)
         Tarbiyah Aqliyyah (pendidikan intelektual)
         Tarbiyah Jasadiyyah (pendidikan Jasmani)
c.       Mengenal kondisi nafsiyyah suami istri
d.       Menjaga kebersihan dan kerapihan rumah
e.       Membina hubungan baik dengan orang-orang terdekat
         Keluarga besar suami / istri
         Tetangga
         Tamu
         Kerabat dan teman dekat
f.       Memiliki ketrampilan rumah tangga
g.      Memiliki kesadaran kesehatan keluarga
3.      Faktor Pemeliharaan
a.       Meningkatkan kebersamaan dalam berbagai aktifitas
b.      Menghidupkan suasana komunikatif dan dialogis
c.       Menghidupkan hal-hal yang dapat merusak kemesraan keluarga baik dalam sikap,
penampilan maupun prilaku
Menurut hadits Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada empat :
a.       Memiliki kecendrungan kepada agama.
b.      Yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda.
c.       Sederhana dalam belanja.
d.      Santun dalam bergaul dan selalu melakukan introspeksi.

Rasulullah juga bersabda tentang empat faktor yang menjadi sumber kebahagiaan keluarga.
a.       Suami dan istri yang setia.
b.       Shalih dan shalihah.
c.       Anak-anak yang berbakti pada orangtuanya.
d.      Lingkungan sosial yang sehat dan rezeki yang dekat.
Hari demi hari tak boleh berlalu begitu saja. Anak sebagai buah cinta kita, tumbuh
dan berkembang. Langkah kita hari ini menentukan masa depannya. Semoga mereka bisa
menjadi pewaris yang kita dambakan. Selama kita setia pada lima hal di atas, insya Allah
pertolongan Allah akan selalu menaungi kelurga kita. Amin.
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari uraian di atas, maka jelaslah pernikahan merupakan sebuah ritul ibadah yang
mempunyai banyak fungsi dan manfaat bagi ummat manusia, baik secara pribadi maupun
masyarakat.
Keluarga sakinah merupakan pilar terbangunnya sebuah masyarakat yang baik dan
berakhlakul karimah, karena keluarga merupakan elemen terkecil dari masyarakat. Jika
keluarga nya baik, maka semua masyarakat akan baik, begitupun sebaliknya.

B.     SARAN
Untuk menuju keluarga sakinah, perlu perjuangan yang cukup berat. Dan yang paling
berat adalah menjaga konsistensinya supaya keutuhan sebuah keluarga tidak tergoyahkan.
Oleh karena itu, dimulai dari sejak dini, perlu ditanamkan pada anak-anak bahwa penting
sekali menjaga stabilitas keluarga dengan cara memberika tauladan yang baik kepada
generasi penerus kita, sebab mereka (anak-anak/remaja) adalah calon pemimpin masa depan
yang akan menentukan ke arah mana mereka akan membawa masyarakatnya.

Anda mungkin juga menyukai